Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN ILMIAH

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS PATOLOGIS

PADA NY. N UMUR 32 TAHUN P3A0 6 JAM POSTPASRTUM DENGAN HBSAG


POSITIF

DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG


Dosen Pembimbing : Sri Widatiningsih, M.Mid

Disusun Oleh:

Mufrotul Mukaromah
P1337424220052

DANDELION

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN MAGELANG


JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas merupakan salah satu masa yang perlu untuk diperhatikan guna
menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan angka kematian bayi dan ibu saat melahirkan
mengalami penurunan sejak 2015 hingga semester pertama 2017 (Kemenkes RI., 2018).
Diketahui bahwa jumlah kasus kematian bayi turun dari 33.278 kasus pada 2015 menjadi
32.007 kasus pada 2016. Sementara hingga pertengahan tahun atau semester satu 2017
tercatat sebanyak 10.294 kasus kematian bayi. Demikian pula dengan angka kematian
ibu saat melahirkan turun dari 4.999 kasus pada 2015 menjadi 4.912 kasus di tahun
2016. Sementara hingga semester satu di tahun 2017 terjadi 1.712 kasus kematian ibu
saat proses persalinan.

Asuhan masa nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis, baik pada ibu
maupun bayi. Diperkirakan bahwa 50% kematian ibu pada masa nifas terjadi pada 24
jam pertama. Masa nifas berpeluang untuk terjadinya kematian ibu maternal, sehingga
perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas dengan dikunjungi oleh tenaga
kesehatan minimal 3 kali sejak persalinan. Pelayanan ibu nifas meliputi pemeriksaan
kesehatan pasca persalinan untuk mengetahui apakah terjadi perdarahan pasca
persalinan, keluar cairan bau dari jalan lahir, demam tinggi, payudara bengkak
kemerahan disertai rasa sakit dan lain- lain. Oleh karena itu pengkajian merupakan
langkah sangat penting dalam mengumpulkan semua data yang akurat dan lengkap dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien secara keseluruhan.

1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Patologis Pada Ny. N Umur 32
Tahun P3A0 6 jam Post Partum dengan HbsAg positif Di RST dr. Soedjono Magelang
dengan pendekatan manajemen kebidanan.
b. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian data subjektif pada Ny. N Umur 32 Tahun P3A0 6 jam Post
Partum dengan HbsAg positif Di RST dr. Soedjono Magelang dengan pendekatan
manajemen kebidanan.
2. Melakukan pengkajian data objektif pada Ny. N Umur 32 Tahun P3A0 6 jam Post
Partum dengan HbsAg positif Di RST dr. Soedjono Magelang dengan pendekatan
manajemen kebidanan.
3. Menentukan assesment pada Ny. N Umur 32 Tahun P3A0 6 jam Post Partum
dengan HbsAg positif Di RST dr. Soedjono Magelang dengan pendekatan
manajemen kebidanan.
4. Menyusun planning pada Ny. N Umur 32 Tahun P3A0 6 jam Post Partum dengan
HbsAg positif Di RST dr. Soedjono Magelang dengan pendekatan manajemen
kebidanan.
1.2 Manfaat
a. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman nyata dalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan HbsAg Positif
b. Bagi Civitas Akademika
Dapat digunakan sebagai salah satu bahan bacaan bagi mahasiswa dalam
meningkatkan proses pembelajaran mengenai asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan HbsAg Positif
c. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai masukan bagi fasilitas pelayanan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan pada ibu nifas dengan HbsAg Positif
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Masa Nifas
A. Pengertian

Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas (Peurperium) berasal dari bahasa Latin.
Peurperium berasal dari dua suku kata yakni Peur dan parous. Peur berarti bayi dan parous
berarti melahirkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Peurperium merupakan masa setelah
kehamilan (Nurjanah, 2013).

B. Periode Masa Nifas


Periode masa nifas menurut (Nurjanah 2013) dibagi menjadi 3 periode, yakni:
1. Puerperium dini: Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan- jalan.
2. Puerperium intermedial: masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-
kira antara 6 sampai 8 minggu.
3. Remot puerperium: waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.
C. Tahapan Masa Nifas
Maryunani (2015), tahapan masa nifas dibagi menjadi 3 yaitu
1. Immediate postpartum, Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada
masa ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan postpartum karena atonia
uteri. Oleh karena itu, bidan perlu melakukan pemantauan secara kontinu, yang meliputi;
kontraksi uterus, pengeluaran lokia, kandung kemih, tekanan darah dan suhu.
2. Early postpartum (>24 jam-1 minggu) Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri
dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam,
ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Late postpartum (>1 minggu-6 minggu) Pada periode ini bidan tetap melakukan
asuhan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling perencanaan KB.
D. Asuhan Selama Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Asuhan


I 6-8 jam post Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri.
partum Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta
melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut.

Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara


mencegahperdarahan yang disebabkan atonia uteri.

Pemberian ASI awal.

Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan


bayi baru lahir.

Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi.

Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan,

maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam


pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan
bayi baru lahir dalam keadaan baik.

II 6 hari post Memastikan involusi uterus barjalan


partum dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi
fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada
perdarahanabnormal.

Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan


perdarahan.

Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup.

Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan


cukup cairan.

Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta


tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui.

Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir.


III 2 minggu Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan
post partum yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum.

IV 6 minggu Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama


post partum masa nifas.

Memberikan konseling KB secara dini.


Sumber: (Kemenkes RI., 2013)
E. Fase Adaptasi Masa Nifas (Astuti, 2015).
1. Periode Taking In (hari ke 1-2 setelah melahirkan)
a. Ibu masih pasif dan bergantung dengan orang lain.
b. Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya.
c. Ibu akan mengulangi pengalaman-pengalaman waktu melahirkan.
d. Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi
normal.
e. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi.
Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak
berlangsung normal.
2. Periode Taking On/Taking Hold (hari ke 3-4 setelah melahirkan)
a. Ibu memperhatikan kamampuan menjadi orang tua dan meningkatkan tanggung
jawab akan bayinya.
b. Ibu memfokuskan perhatian pada pengontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB dan daya
tahan tubuh.
c. Ibu berusaha untuk menguasai keterampilan merawat bayi seperti menggendong,
menyusui, memandikan dan mengganti popok.
d. Ibu cenderung terbuka menerima nasihat bidan dan kritikan pribadi.
e. Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu
membesarkan bayinya.
3. Periode Letting Go
a. Terjadi setelah ibu pulang kerumah dan dipengaruhi oleh didikan serta perhatian
keluarga.
b. Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami
kebutuhan bayi sehingga akan mengurangi hak ibu dalam kebebasan dan hubungan
sosial.
c. Depresi postpartum sering terjadi pada masa ini.
F. Tujuan Asuhan Masa Nifas
Menurut Nurjanah (2013) tujuan asuhan masa nifas :
1. Memulihkan kesehatan klien
a. Menyediakan nutrisi sesuai kebutuhan
b. Mengatasi anemia
c. Mencegah infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterillisasi.
d. Mengembalikan kesehatan umum dengan pergerakan otot (senam nifas) untuk
memperlancar peredaran darah.
2. Mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis.
3. Mendapatkan kesehatan emosi.
4. Mencegah infeksi dan komplikasi.
5. Melaksanakan skrinning secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
6. Memperlancar pembentukan dan pemberian Air Susu Ibu (ASI).
7. Mengajarkan ibu untuk melaksanakan perawatan mandiri sampai masa nifas selesai dan
memelihara bayi dengan baik, sehingga bayi dapat mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal.
8. Memberikan pendidikan kesehatan dan memastikan pemahaman serta kepentingan tentang
perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta
perawatan bayi sehat pada ibu dan keluarganya melalui KIE.
9. Memberikan pelayanan Keluarga Berencana
G. Tanda Bahaya Masa Nifas
Tanda-tanda bahaya masa nifas menurut (Nurjanah 2013) adalah sebagai berikut:

1. Perdarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari
perdarahan haid biasa atau bila memerlukan pergantian pembalut-pembalut 2 kali dalam
setengah jam).
2. Pengeluaran cairan vagina yang berbau busuk.
3. Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung
4. Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan.
5. Pembengkakan diwajah atau ditangan.
6. Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau jika merasa tidak enak badan.
7. Payudara yang bertambah atau berubah menjadi merah panas dan atau terasa
8. sakit.
9. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.
10. Rasa sakit merah, lunak dan atau pembengkakan di kaki.
11. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau dirinya sendiri.
12. Merasa sangat letih dan nafas terengah-engah.
H. Komplikasi Masa
Nifas Perdarahan
Postpartum
Perdarahan postpartum/ hemorargi postpartum (HPP) adalah kehilangan darah
sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan. HPP dibagi menjadi dua,
antara lain sebagai berikut:

a. Hemorargi Postpartum Primer.


HPP primer adalah perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran. Penyebabnya antara lain:
1. Atonia uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan
sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek, dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah.
2. Retensio placenta
Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam setelah janin
lahir.
3. Sisa plasenta
Saat suatu bagian sisa plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi
secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
4. Robekan jalan lahir
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir harus dievaluasi, yaitu sumber
dan jumlah perdarahannya sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal
dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (rupture uteri).
5. Inversio uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, dapat
terjadi secara mendadak atau perlahan.
b. Hemorargi Postpartum Sekunder
HPP sekunder adalah perdarahan postpartum yang terjadi antara 24 jam setelah kelahiran bayi
dan 6 minggu masa postpartum. Penyebabnya antara lain:
1. Penyusutan rahim yang tidak baik
2. Sisa plasenta yang tertinggal
I. Kebutuhan Masa Nifas
Ibu nifas memiliki beberapa kebutuhan dasar yang harus terpenuhi selama menjalani masa nifas
(Heny Puji Wahyuningsih dan Elly Dwi Wahyuni 2018). Sebagai berikut :

a. Kebutuhan nutrisi
Nutrisi atau gizi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan
metabolismenya. Kebutuhan nutrisi pada masa postpartum dan menyusui meningkat
25%, karena berguna untuk proses penyembuhan setelah melahirkan dan untuk produksi
ASI untuk pemenuhan kebutuhan bayi. Kebutuhan nutrisi akan meningkat tiga kali dari
kebutuhan biasa (pada perempuan dewasa tidak hamil kebutuhan kalori 2.000-2.500 kal,
perempuan hamil 2.500-3.000 kal, perempuan nifas dan menyusui 3.000-3.800 kal).
Ibu nifas dan menyusui memerlukan makan makanan yang beraneka ragam yang
mengandung karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah-buahan. Menu
makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak terlalu
asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin serta bahan pengawet atau
pewarna. Disamping itu, makanan yang dikonsumsi ibu postpartum juga harus
mengandung:
1. Sumber tenaga (energi)
Sumber energi terdiri dari karbohidrat dan lemak. Sumber energi ini berguna untuk
pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru, penghematan protein (jika sumber
tenaga kurang). Zat gizi sebagai sumber dari karbohidrat terdiri dari beras, sagu,
jagung, tepung terigu dan ubi. Sedangkan zat gizi sumber Lemak adalah mentega,
keju, lemak (hewani) kelapa sawit, minyak sayur, minyak kelapa, dan margarine
(nabati).
2. Sumber pembangun (protein)
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak atau mati.
Protein dari makanan harus diubah menjadi asam amino sebelum diserap oleh sel
mukosa usus dan dibawa ke hati melalui pembuluh darah vena. Sumber zat gizi
protein adalah ikan, udang, kerang, kepiting, daging ayam, hati, telur, susu, keju
(hewani)
kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe (nabati). Sumber
protein terlengkap terdapat dalam susu, telur, dan keju yang juga mengandung zat
kapur, zat besi, dan vitamin B.
3. Sumber pengatur dan pelindung (air, mineral dan vitamin)
Zat pengatur dan pelindung digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit
dan pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh.
a. Air
Ibu menyusui sedikitnya minum 3-4 liter setiap hari (anjurkan ibu minum setiap
kali selesai menyusui). Kebutuhan air minum pada ibu menyusui pada 6 bulan
pertama minimal adalah 14 gelas (setara 3-4 liter) perhari, dan pada 6 bulan kedua
adalah minimal 12 gelas (setara 3 liter). Sumber zat pengatur dan pelindung bisa
diperoleh dari semua jenis sayuran dan buah-buahan segar.
b. Mineral
Jenis–jenis mineral penting dan dibutuhkan pada ibu nifas dan menyusui adalah
1. Zat kapur atau calcium berfungsi untuk pembentukan tulang dan gigi anak,
dengan sumber makanannya adalah susu, keju, kacang-kacangan, dan
sayuran berwarna hijau, b). Fosfor diperlukan untuk pembentukan kerangka
tubuh, sumber makananya adalah susu, keju dan daging
2. Zat besi, tambahan zat besi sangat penting dalam masa menyusui karena
dibutuhkan untuk kenaikan sirkulasi darah dan sel, serta penambahan sel
darah merah sehingga daya angkut oksigen mencukupi kebutuhan. Sumber
zat besi adalah kuning telur, hati, daging, kerang, ikan, kacang-kacangan dan
sayuran hijau
3. Yodium, sangat penting untuk mencegah timbulnya kelemahan mental dan
kekerdilan fisik, sumber makanannya adalah minyak ikan, ikan laut, dan
garam beryodium.
c. Vitamin
Jenis–jenis vitamin yang dibutuhkan oleh ibu nifas dan menyusui adalah
1. vitamin A
Digunakan untuk pertumbuhan sel, jaringan, gigi dan tulang, perkembangan
saraf penglihatan, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber
vitamin A adalah kuning telur, hati, mentega, sayuran berwarna hijau, dan
kuning. Selain sumber-sumber tersebut ibu menyusui juga mendapat tambahan
kapsul vitamin A (200.000 IU).
2. Vitamin B1 (Thiamin)
Diperlukan untuk kerja syaraf dan jantung, membantu metabolisme
karbohidrat secara tepat oleh tubuh, nafsu makan yang baik, membantu proses
pencernaan makanan, meningkatkan pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
mengurangi kelelahan. Sumber vitamin B1 adalah hati, kuning telur, susu,
kacang-kacangan, tomat, jeruk, nanas, dan kentang bakar.
3. Vitamin B2 (riboflavin)
Dibutuhkan untuk pertumbuhan, vitalitas, nafsu makan, pencernaan, sistem
urat syaraf, jaringan kulit, dan mata. Sumber vitamin B2 adalah hati, kuning
telur, susu, keju, kacang-kacangan, dan sayuran berwarna hijau.
b. Kebutuhan Ambulasi
Mobilisasi dini pada ibu postpartum disebut juga early ambulation, yaitu upaya sesegera
mungkin membimbing klien keluar dari tempat tidurnya dan membimbing berjalan.
Klien diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam post partum. Keuntungan
yang diperoleh dari Early ambulation adalah:

1. Klien merasa lebih baik, lebih sehat, dan lebih kuat.

2. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

3. Sirkulasi dan peredaran darah menjadi lebih lancar.


Early ambulation akan lebih memungkinkan dalam mengajari ibu untuk merawat atau
memelihara anaknya, seperti memandikan bayinya. Namun terdapat kondisi yang
menjadikan ibu tidak bisa melakukan Early ambulation seperti pada kasus klien dengan
penyulit misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru,
c. Kebutuhan eliminasi
Mengenai kebutuhan eliminasi pada ibu postpartum adalah sebagai berikut.
1. Miksi
Seorang ibu nifas dalam keadaan normal dapat buang air kecil spontan
setiap 3-4 jam. Ibu diusahakan buang air kecil sendiri, bila tidak dapat
dilakukan tindakan:
a. Dirangsang dengan mengalirkan air kran di dekat
klien
b. Mengompres air hangat di atas simpisis
Apabila tindakan di atas tidak berhasil, yaitu selama selang waktu 6 jam tidak
berhasil, maka dilakukan kateterisasi. Namun dari tindakan ini perlu diperhatikan
risiko infeksi saluran kencing.

2. Defekasi
Agar buang air besar dapat dilakukan secara teratur dapat dilakukan dengan diit teratur,
pemberian cairan banyak, makanan yang cukup serat dan olah raga. Jika sampai hari ke 3
post partum ibu belum bisa buang air besar, maka perlu diberikan supositoria dan minum
air hangat

2.2 Konsep Dasar Hepatitis


a. Pengetian
Hepatitis adalah imflamasi/radang dan cedera pada hepar karena reaksi hepar terhadap
berbagai kondisi terutama virus, obat-obatan dan alcohol. (Ester Monika, 2002) Hepatitis
adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis virus adalah istilah yang
digunakan untuk infeksi hepar oleh virus disertai nekrosis dan imflamasi pada sel-sel hati
yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia serta seluler yang khas. (Brunner &
Suddarth, 2002). Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa hepatitis adalah
suatu penyakit peradangan pada jaringan hati yang disebabkan oleh infeksi virus yang
menyebabkan sel sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya
b. Jenis Jenis Hepatitis
Virus hepatitis ada beberapa jenis:
1. Hepatitis A
Virus hepatitis A terutama menyebar melalui feses yang berasal dari sisa metabolisme
tubuh yang dikeluarkan melalui anus. Penyebaran ini terjadi akibat buruknya tingkat
kebersihan. Di negara-negara berkembang sering terjadi wabah yang penyebarannya
terjadi melalui air dan makanan.
2. Hepatitis B
Penularannya tidak semudah virus hepatitis A. Virus hepatitis B ini ditularkan melalui
darah atau produk darah. Biasanya terjadi di antara para pemakai obat yang menggunakan
jarum suntik bersama-sama atau di antara mitra seksual baik heteroseksual maupun
homoseksual. Ibu hamil yang terinfeksi hepatittis B bisa menularkan virus kepada bayi
selama proses persalinan. Didaerah Timur jauh dan Afrika beberapa kasus hepatitis B
berkembang menjadi hepatitis menahun, sirosis dan kanker hati.
3. Hepatitis C
Virus hepatitis C paling sering ditularkan melalui pemakai obat yang menggunakan jarum
bersama-sama. Jarang terjadi penularan melalui hubungan seksual, Untuk alasan yang
masih belum jelas, penderita penyakit hati dan alkoholik sering kali menderita hepatitis C.
4. Hepatitis D
Hanya terjadi sebagai rekan infeksi dari virus hepatitis B dan virus hepatitis D ini
menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat. Yang memiliki resiko tinggi
terhadap virus ini adalah pencandu obat.
5. Hepatitis E
Virus hepatitis E kadang menyebabkan wabah yang menyerupai hepatitis A yang hanya
terjadi di negara-negara terbelakang. Sedangkan di Indonesia sendiri lebih banyak
penderita hepatitis B.
c. Penyebab dan Cara Penularan Hepatitis
Penyakit hepatitis ini disebabkan oleh virus yang sampai kini semakin banyak
penderitanya. Penyebab hepatitis A disebabkan karena adanya VHA penularannya melalui
jalur fekal- oral, yang berarti melalui makanan dan minum yang tercermar dengan virus ini,
atau berhubungan erat dengan penderita. Ini berarti infeksi yang sering terjadi terdapat pada
lingkungan yang kumuh, dimana lalat dan kecoa banyak ditemukan. (Dalimartha, 2006 : 28)
Penyebab hepatitis B disebabkan karena adanya VHB penularannya melaui darah atau
kontak dengan cairan tubuh seperti cairan sperma dan lender kemaluan wanita (secret
vagina). (Dalimartha, 2006)
Penyebab Hepatitis C disebabkan karena adanya VHC penularannya melalui jarum
suntik yeng tercemar atau setelah mendapat transfuse darah atau produk darah yang
tercemar virus ini. (Dalimartha, 2006).
Penyebab Hepatitis D disebabkan karena adanya VHD penularannya sama dengan
hepatitis b, kecuali transmisi vertical. Hubungan seksual merupakan salah satu cara penularan
yang cukup berperan. (Dalimartha, 2006)
Penyebab Hepatitis E disebabkan karena adanya VHE penularannya melalui air minum
yang terkontaminasi (water borne NHANBH), kadang melalui makanan sehingga disebut juga
penularan secara enteric. Infeksi dengan virus ini terutama terjadi pada daerah-daerah dengan
sanitasi dan tingkat kesehatan yang buruk. (Dalimartha, 2006)
Penularan virus penyebab hepatitis C, D, dan E hampir sama dengan jenis hepatitis B
yaitu melalui kontak darah yang telah terkontaminasi virus tersebut yaitu Penggunaan jarum
suntik maupun peralatan lain secara bersamaan seperti piring, sendok, makanan, minuman
merupakan cara yang paling umum untuk penyebaran virus hepatitis C. pemeriksa virus
hepatitis B dapat diketahui melalui HbsAg, pemeriksaan ini merupakan salah satu cara
mengetahui bagaimana sifat virus hepatitis B. sesuai dengan fase perkembangan virus
hepatitis B kadang-kadang sulit diketahui sejak awal. Kecuali melalui pemeriksaan
laboratorium. Meski demikian pada beberapa kasus penderita hepatitis dengan gejala yang
sama. Dengan mengetahui penularan virus hepatitis maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa virus hepatitis B lebih berbahaya dibandingkan dengan hepatitis A, C, D dan E.
Virus hepatitis B juga masuk kedalam tubuh melalui kulit yang terluka, proses cuci
darah (hemodialisa), atau karena mendapat transfuse darah yang mengandung HBsAg. Ada 2
macam cara penularan transmisi hepatitis B, yaitu transmisi vertical dan horizontal. Transmisi
vertical penularan terjadi pada masa persalinan atau perinatal. Virus hepatitis B ditularkan
dari ibu kepada bayi yang disebut juga penularan maternal neonatal. Penularan cara ini terjadi
akibat ibu yang sedang hamil menderita penyakit hepatitis b akut atau sang ibu memang
mengidap virus hepatitis b. bila pada ibu ditemukan HbsAg (+) dan HBeAg (+), maka sekitar
90% bayi yang dilahirkan akan terinfeksi virus hepatitis B dan umumnya menjadi kronis.
Namun bila sang ibu hanya mengidap HbsAg (+) dan HBeAg (-) maka kemungkinan tertular
hanya 4% saja dan umumnya bayi akan sembuh dan jarang menjadi hepatitis kronis.
d. Gejala- gejala Hepatitis
Semua hepatitis Virus mempunyai gejala yang hampir sama, sehingga secara klinis hampir
tidak mungkin dibedakan satu sama lain. Gejala penderita hepatitis virus mula mula badanya
terasa panas, mual dan kadang-kadang muntah, setelah beberapa hari air seninya berwarna
seperti teh tua, kemudian matanya terlihat kuning, dan akhirnya seluruh kulit tubuh menjadi
kuning. Pasien hepatitis virus biasnya dapat sembuh setelah satu bulan. Hampir semua
penderita hepatitis A dapat sembuh dengan sempurna, sedangkan penderita hepatitis C dapat
menjadi kronis. Mengenai hepatitis delta dan E belum dapat di ketahui secara pasti
bagaimana perjalanan penyakitnya.
Sebagian besar penderita hepatitis B akan sembuh sempurna, tetapi sebagian kecil
(kira-kira 10%) akan mengalami kronis (menahun) atau meninggal. Penderita hepatitis B yang
menahun setelah 20-40 tahun kemudian ada kemungkinan hatinya mengeras(sirosis), dan ada
pula yang berubah menjadi kanker hati
e. Pencegahan
Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui program imunisasi. Imunisasi adalah upaya
untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara memasukkan kuman yan
telah lemah atau dimatikan kedalam tubuh yan diharpkan dapat menghasilkan zat antibody
yang pada saatnya nanti digunakan untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang
menyerang tubuh (Hadinegoro, 2008)
Hepatitis B dapat dicegah dengan imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif adalah
istilah yang digunakan untuk proses dimana anda membangun perlindungan jangka panjang
terhadap infeksi yang baru dari produksi antibody. Antibody ini dapat dikembang sacara alami
ketika anda menderita penyakit ini, atau secara artificial setelah menerima vaksin. Imunisasi
pasif adalah istilah yang digunakan untuk proses dimana anda mengembangkan perlindungan
jangka pendek terhadap infeksi yang baru. Perlindungan pasif dapat berkembang ketika :
1. Seorang bayi yang belum lahir menerima suntuikan antibody dari ibunya
2. Seorang bayi yang baru lahir menerima antibody dari kolostrum, ASI pertama yang
dikeluarkan oleh ibu setelah persalinan
3. Suatu vaksin yang mengandung antibody yang disuntikkan ke dalam tubuh
ada dua jenis vaksin yang kini tersedia untuk imunisasi aktif terhadap hepatitis B yakni :
a. Vaksin hepatitis B rekombinan : vaksin ini disentesis di dalam sel-sel khamir
(yeast). Vaksin ini sangat aman dan efektif. Vaksin ini memberikan sekitar 90%
perlindungan terhadap infeksi hepatitis b. vaksin ini biasanya lebih disukai
ketimbang vaksin yang diperoleh dari plasma.
b. Vaksin yang diperoleh dari plasma : vaksin ini diperoleh dari darah yang merupakan
pembawa virus hepatitis B. ini berarti orang-orang yang memilikivirus didalam
darah mereka tetapi tidak mengalami gejala apapun. Vaksin yang diperoleh dari
plasma sama amannya dan efektifnya dengan vaksin hepatitis B rekombinan.
Untuk mencegah terjadinya penularan dari ibu ke anak perlu dilakukan tindakan
sebagai berikut :
1. Pemberian HBIG (hepatitis B immunoglobulin) kepada bayi sedini mungkin.
Sebaiknya pemberian HBIG ini sebelum 12 jam, akan tetapi bila ibu diketahui
terkena hepatitis B setelah masa itu, maka pemberian masih tetap dianjurkan jika
bayi berlum berumur 6 hari. Tata cara pemberian asalah dengan menyuntikkan
HBIG sebanya 0,5 cc secara intramuskuler (kedalam otot) dilengan atas.
2. Pemberian vaksin hepatitis B pada usia 0 (pada saat yang sama dengan injeksi
HBIG), 1 dan 6 bulan. Tata cara pemberian adalah dengan menyuntikkan vaksin
hepatitis B sebanyak 0,5 cc secara intramuskuler (kedalam otot) dilengan sisi atas
yang lain.
3. Sebenarnya pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke anak dapt dicegah jauh-
jauh hari sebelum persalinan bila ibunya diketahui HbsAg (+) pada TM III. Pada
kondisi ini ibu diberikan antivirus yang diperbolehkan untuk wanita hamil seperti
tenofovir dan telbivudin. Pemberian antivirus ini dilaporkan menurunkan resiko
penularan hepatitis B kepada anaknya. Metode inilah yang saat ini mulai dilirik
sebagai metode yang lebih baik daripada pemberian HBIG dan imunisasi hepatitis
B setelah lahir.
4. Tidak ada larangan pemberian ASI eksklusif pada bayi dengan ibu HbsAg positif
terutama bayi telah divaksinasi dan diberi HBIG setelah lahir.
f. Penatalaksaan Hepatitis Pada Ibu Nifas
Penatalaksanaan Hepatitis menurut (Maternal dan Neonatal, 2002) :
a. Penderita harus dirawat atau istirahat
b. Diet rendah lemak, tinggi karbohidrat dan protein
c. Rehidrasi apabila terjadi deficit cairan akibat muntah yang berlebihan dan demam
d. Berikan vitamin K, glukosa dan kurkuma rhizome
e. Lakukan pemeriksaan serologic
f. Penatalaksanaan neonatal dengan imunisasi hepatitis B.
2.3 Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan Nifas

A. Identitas Pasien

1. Nama

Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar mengetahui identitas,
membedakan klien, dan untuk mengenal atau memanggil nama ibu dan suami dan untuk
mencegah kekeliruan bila ada nama yang sama (Sulistyawati, 2012).

2. Umur

Pengkajian usia ibu, terutama ibu nifas yang pertama kali hamil. Bila umur lebih dari 35
tahun kurang dari 16 tahun merupakan faktor penyebab komplikasi masa nifas seperti HPP,
postpartum blues, dan sebagainya (Sulistyawati, 2012).

3. Agama

Dikaji untuk mengetahui agama apa yang dianut ibu, sehingga bidan bisa melakukan asuhan
sesuai agama yang ibu anut. (Handayani, Sih Rini. Mulyati, 2017)

4. Pendidikan

Untuk mencapai hasil konseling yang maksimal, pendidikan terakhir perlu dikaji supaya
bidan lebih mudah menemukan cara yang tepat dalam melakukan KIE sesuai dengan
tingkat intelektual dan pengetahuan ibu (Handayani, Sih Rini. Mulyati, 2017)
5. Pekerjaan

Pekerjaan harus dikaji untuk mengetahui apakah pekerjaan ibu memiliki potensi
membahayakan (Marmi, 2017) pekerjaan juga dapat menunjukan antara asupan nutrisi ibu.

6. Alamat

Alamat dikaji untuk mengetahui tempat tinggal ibu saat ini, alamat bisa menjadi acuan yang
membedakan pasien yang memiliki nama yang sama, alamat dibutuhkan untuk
menghubungi keluarga diwaktu tertentu (Marmi, 2016, p. 120). Menurut (Handayani, Sih
Rini. Mulyati, 2017) mengetahui alamat juga bertujuan mempermudah bidan dalam
melakukan kunjungan rumah terhadap perkembangan ibu.

B. DATA SUBYEKTIF

1. Alasan Datang
Alasan datang adalah hal yang melatar belakangi ibu datang ke pelayanan kesehatan,
kunjungan ulang, dan ada hal yang ibu ingin tanyakan prihal ketidaknyamanan yang
dirasakannya (Sulistyawati, 2012).

2. Keluhan Utama

Tanyakan keluhan utama yang saat ini sedang ibu rasakan, pada kasus ibu nifas dengan
anemia sedang keluhan yang rasakan yaitu lemas dan pusing

3. Riwayat Kesehatan

a. Sekarang
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita
pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinnya (Sulistyawati,
2012).
b. Dahulu
Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat penyakit menurun seperti jantung,
hipertensi, asma, diabetes, hipotiroid, penyakit ginjal, kista ovarium, dan tidak menderita
penyakit menular seperti TBC, sifilis, gonore, HIV/AIDS dan hepatitis yang dapat
mempengaruhi pada nifas (Sulistyawati, 2012).
b. Keluarga
Untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan
kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyetainya
(Sulistyawati, 2012).

4. Riwayat Perkawinan
Perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah, sah atau tidak, karena bila tanpa
status yang jelas akan berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan mempengaruhi proses
nifas (Sulistyawati, 2012).

5. Riwayat Obstetri

a. Riwayat Haid
Informasi yang perlu diketahui tentang riwayat obstetric adalah siklus haid, frekuensi
haid, lama haid berlangsung, menarche, haid teratur atau tidak, banyaknya darah, sifat
darah (cair atau gumpalan-gumalan, warnanya, baunya), serta ada nyeri haid atau tidak.
(Marmi, 2017)
b. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu Riwayat Kehamilan
Pengkajian meliputi kehamilan yang ke berapa, jumlah kelahiran, dan abortus atau
keguguran berapa kali. (Marmi, 2017).
c. Riwayat Persalinan dan Nifas yang Lalu

Jika ibu G>1 maka identifikasi keadaan kehamilan sebelumnya tanyakan adakah penyulit
atau komplikasi saat hamil yang lalu, identifikasi persalinan sebelumnya mengalami
komplikasi atau tidak, cara persalinan normal atau buatam, lahir cukup bulan atau
premature, siapa penolongnya, saat nifas apakah ibu mengalami penyulit, Bagaimana
kondisi anak saat ini berat badan lahir berapa, jika memiliki anak yang sudah meninggal
maka tanyakan di umur berapa anak meninggal, apa penyebabnya (Marmi, 2017).
d. Riwayat Persalinan Sekarang
Menurut marmi 2017 riwayat persalinan dikaji untuk mengetahui jenis persalinan, adanya
komplikasi pada saat persalinan, adanya komplikasi pada saat nifas, plasenta lahir spontan
atau tidak, proses persalinan serta dikaji tanggal lahir, jenis kelamin, BB, PB, LK,
LD, LILA,
APGAR SCORE dan kelainan bawaan
e. Riwayat KB
Hal-hal yang perlu dikaji adalah jenis kontrasepsi apa saja yang pernah ibu pakai, durasi
pemakaian setiap alat kontrasepsi (Marmi, 2017) . Menurut (Handayani, Sih Rini.
Mulyati, 2017) pengkajian alat kontrasepsi juga bertujuan merencanakan metode
kontrasepsi apa yang akan digunakan setelah masa nifas ini.

6. Pola Pemenuhan Kebutuhan ( Setelah Melahirkan )

a. Pola Nutrisi dan Cairan


Nutrisi dikaji tentang jenis makanan yang dikonsumsi, porsi makan dan ada pantangan
atau tidak. Minum sedikitnya 3 liter air tiap hari (menganjurkan ibu untuk minum setiap
kali menyusui .Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali, yaitu 1 jam post
partum dan 24 jam setelah vitamin A yang pertama (Sulistyawati,2015).

b. Pola Eliminasi
Berkemih harus terjadi dalam 4-8 jam pertama dan minimal sebanyak 200cc. Merangsang
berkemih dapat dilakukan dengan cara rendam duduk (sitz bath) untuk mengurangi edema
dan relaksasi sfingter, lalu kompres hangat/dingin Dan dalam 3 hari ibu harus bisa BAB
(Sulistyawati,2015)
c. Istirahat
Selama masa nifas ibu harus beristirahat cukup untuk mengurangi kelelahan yang
berlebihan, karena kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal seperti
mengurangi jumlah ASI diproduksi, memperlambat proses involusi uterus,
memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi tidak ketidakmampuan untuk merawat
bayi dan dirinya sendiri (Sulistyawati,2015)
d. Mobilisasi
Mobilisasi sedini mungkin dapat mempercepat proses pengembalian alat-alat reproduksi.
Apakah ibu melakukan ambulasi,seberapa sering ,apakah kesulitan, dengan bantuan atau
sendiri, apakah ibu pusing ketika melakukan ambulasi. (Sulistyawati,2015)
e. Personal Hygiene
Sulistyawati (2015; h. 102) menyebutkan bahwa pada ibu nifas sebaiknya dianjurkan
menjaga kebersihan seluruh tubuh. Mengajarkan pada ibu bagaimana cara membersihkan
kemaluan, mengganti pembalut setiap kali darah penuh atau minimal 2 kali sehari,
mencuci tangan setiap kali selesai memembersihkan kemaluannya
f. Pola menyusui
Bayi baru lahir minum ASI setiap 2-3 jam atau 10-12 kali dalam 24 jam. Untuk
memberikan ASI pada bayi yang tidur adalah membangunkannya selama siklus tidurnya
(Sulistyawati, 2015).

7. Data Psikososial dan Budaya

Mengkaji adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, meliputi pegalaman tentang melahirkan,
adakah masalah perkawinan dan ketidakmampuan merawat bayi baru lahir, pola koping,
hubungan dengan suami, bayi, anggota keluarga lain, dukungan sosial, dan pola komunikasi
termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada bayi dan ibu. Selain itu
dikaji pula budaya yang dianut termasuk kegiatan ritual yang berhubungan dengan budaya
perawatan bayi dan ibu postpartum (Astuti, 2015).
C. Data Obyektif
1. Keadaan Umum
Untuk mengetahui data ini bidan perlu mengamati keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil
pengamatan akan bidan laporkan dengan kriteria: baik, jika pasien memperlihatkan respon
yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami
ketergantungan dalam berjalan; lemah, jika kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain, serta pasien sudah tidak mampu lagi berjalan sendiri.
(Suprapti & herawati 2018)

2. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, bidan dapat melakukan pengkajian
derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal) sampai koma
(pasien tidak dalam keadaan sadar). Composmentis, letargis, somnolen, apatis, coma.
(Suprapti & herawati 2018)
3. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan Darah
Marmi (2015; h. 104) menyatakan bahwa tekanan darah normal adalah sistolik antara 90-

120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan normal, tekanan darah biasanya

tidak berubah

b. Nadi

Denyut nadi diatas 100x/menit pada ibu nifas adalah mengidentifikasikan adanya suatu

infeksi (Marmi, 2015; h.104)

d. Pernapasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16- 24 kali per menit. Pada ibu post
partum pernafasan lambat atau normal dikarenakan ibu dalam proses pemulihan atau dalam
kondisi istirahat. (Marmi, 2015; h. 104)

e. Suhu

Menurut Rukiyah (2013;h.68) Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2˚C. Sesudah
melahirkan suhu dapat naik kurang lebih 0,5˚C dari keadaan normal. Bila suhu badan lebih
dari 38˚C waspada terhadap infeksi postpartum
4. Status present
a. Kepala
Untuk mengetahui apakah rambut rontok atau tidak, menilai warna, kelembatan dan
karakteristik rambut (Rukiah dkk, 2013)
b. Mata
Untuk mengetahui keadaan konjunngtiva pucat atau merah muda. Sklera putih atau kuning,
Pada ibu nifas dengan anemia sedang konjungtiva pucat (Rukiah dkk.2013)
c. Hidung
Untuk mengetahui keadaan hidung dari kebersihan, ada atau tidak polip (Sulistyawati,2012)
d. Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga apakah ada gangguan pendengaran atau tidak, ada
serumen atau tidak (Sulistyawati, 2012)
e. Leher
Untuk mengetahui pembengkakan pada kelenjar tiroid, pembesaran pada kelenjar limfe
dan pembesaran vena jugularis (Rukiah dkk, 2013)
f. Dada
Untuk mengetahui simetris atau tidak, ada retraksi dinding dada atau tidak (Sulistyawati,
2012)
g. Perut
Untuk mengetahui ada bejolan atau tidak, ada pembengkakan atau tidak, ada nyeri tekan
atau tidak (Sulistyawati, 2012)
h. Ekstremitas
Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, adanya varises, adanya kelainan atau tidak
(Sulistyawati, 2012)
i. Vulva
Untuk mengetahui ada atau tidaknya robekan
j. Anus
Untuk mengetahui kebersihan dan adanya haemoroid atau tidak (Sulistyawati, 2012)
5. Pemeriksaan Obstetri
a. Muka : Ada atau tidak Cloasma gravidarum
b. Payudara
Pembesaran Mammae : Untuk mengetahui pembesaran mammae Areola Mammae :
Terjadi hiperpigmentasi aerola
Putting Susu : Untuk mengetahui kebersihan dan keadan putting susu
ASI : Terdapat pengeluaran kolostrum
c. Abdomen
Fundus Uteri : ibu nifas 6 jam Postpartum TFU teraba 2 jari dibawah pusat
Kontraksi Uterus : Teraba Keras atau tidak
Kandung Kemih : Teraba kosong atau tidak
d. Genetalia
Untuk mengetahui keadaan perineum ibu adakah robekan, jenis lochea, dan untuk
mengetahui jumlah pengeluaran pervaginam
6. Pemeriksaan Penunjang
Pada ibu nifas patologis dengan HbsAg positif dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
pemeriksaan HbsAg

D. ANALISA
1. Diagnosa Kebidanan
Diagnosa dapat ditegakkan yang berkaitan dengan para, abortus anak hidup, umur ibu, keadaan
masa nifas (Suprapti & herawati 2018) Ny... umur ... tahun P ...A ...dalam masa nifas hari ke…
dengan… Ny. X umur 20-35 tahun P ≤ 4 A0 post partum dengan HbsAg positif.
2. Masalah
Masalah adalah segala hal yang setelah diidentifikasi ternyata memerlukan
penanganan(Suprapti & herawati 2018).
3. Diagnosis potensial
Diagnosis potensial adalah hal yang mungkin muncul setelah mengkaji diagnosis dan masalah.
Pada ibu nifas dengan HBsAg positif dapat menular ke bayinya.
E. PENATALAKSANAAN
1. Mengobservasi tanda-tanda vital ibu

2. Memantau tinggi fundus uteri, perdarahan dan kontraksi uterus

3. Menjelaskan kepada ibu kebutuhan nutrisi dan cairan dengan memberikan diet rendah
lemak, tinggi kalori, tinggi karbohidrat dan protein.

4. Menjelaskan kepada ibu bahwa bayi dengan ibu hepatitis maka akan mendapatkan
imunisasi hepatitis setelah lahir dengan immunoglobis hepatitis B dan vaksin hepatitis B
dosis rendah dan diulang umur 1 tahun dan 6 bulan setelahnya.

5. Memotivasi ibu untuk tidak menyusui bayinya sebelum mendapatkan HBIG dan vaksin
hepatitis B. setelah mendapatkan HBIG dan vaksin Hepatitis B maka ibu boleh
menyusuinya
6. Menjelaskan kepada ibu cara menyusui yang benar

7. Memberikan terapi obat sesuai advis dokter


8. Mendokumentasi tindakan
BAB III
PEMBAHASAN

Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan Ibu Nifas Patologis pada Ny.N Umur 32 tahun P3A0 6 Jam
Postpartum dengan HbsAg Positif di RST Dr. Soedjono, penulis tidak menemukan kesenjangan antara
konsep teori dengan kenyataan di lapangan. Adapun hal ini dapat penulis jabarkan sesuai dengan bentuk
pendokumentasian SOAP yang digunakan sebagai berikut:
A. Data Subjektif
Penulis tidak menemukan kesulitan karena sikap kooperatif Ny.N yang dilakukan secara lisan
dengan penulis. Pada kasus ini penulis menemukan adanya permasalahan pada Ny. N.
B. Data Objektif
Dalam menegakan diagnosis pada Ny.N tidak terdapat kesenjangan antara teori dan temuan di
lapangan. Didapatkan data yang mendukung penegakan diagnosa.
C. Analisa

Berdasarkan data subjektif yang dikaji langsung oleh penulis pada tanggal 09 Oktober 2022,
Ny.N Umur 32 tahun P3A0 6 Jam Postpartum dengan HbsAg Positif, Ny N mengatakan
ASInya masih keluar sedikit. Ini merupakan persalinan ke tiganya, anak 1 lahir pada tahun
2009 dengan spontan, anak ke 2 lahir pada tahun 2020 dengan persalinan spontan terdapat
masalah pada kehamilannya yaituHbsAg positif. Pola nutrisi pada Ny N belum memakan nasi,
Ny.N makan makanan ringan seperti Roti. Pemeriksaan yang dilakukan pada Ny N seperti
tekanan darah, nadi, lila, pernafasan, status present hasilnya baik dan normal. Dilakukan juga
pemeriksaan penunjang pada Ny N yaitu hasil HbsAg positif.
D. Penatalaksanaan

Asuhan yang diberikan oleh penulis kepada Ny. N yaitu mengobservasi tanda tanda vital,
menjelaskan kepada ibu mengenai kebutuhan nutrisi dan cairan. Memberikan diet tinggi kalori,
tinggi protein dan karbohidrat sserta rendah lemak. Menjelaskan kepada ibu bahwa bayi dengan
hepatitis maka akan mendapatkan imunisasi hepatitis setelah lahir dengan immunoglobis
hepatitis B dan vaksin hepatitis dosis rendah dan diulang umur 1 dan 6 bulan setelahnya.
Memotivasi untuk tidak menyusui bayinya sebelum mendapatkan HBIG dan vaksin hepatitis B.
Memberitahu ibu cara menyusui yang baik dan benar
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil patologis pada Ny.N Umur
32 tahun P3A0 6 Jam Postpartum dengan HbsAg Positif di RST Dr. Soedjono Magelang,
penulis dapat menyimpulkan bahwa hasil pengkajian data subyektif dan obyektif Ny. N
usia 32 tahun P3A0 6 Jam Postpartum pada tanggal 09 Oktober 2022 sudah sesuai
dengan teori yang ada dan hasil pengkajian data subyektif dan obyektif ditemukan
adanya masalah, yaitu ibu dengan HbsAg positif. Sehingga Nifas Ny. N dikatakan
patologis. Analisa data yang telah dilakukan berdasarkan teori- teori yang ada sehingga
diagnosa yang ditegakkan adalah Ny.N Umur 32 tahun P3A0 6 Jam Postpartum dengan
HbsAg Positif
B. Saran
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil patologis pada Ny. A, saran yang
ingin disampaikan penulis yaitu:
1. Bagi ibu Nifas
Diharapkan ibu nifas dapat memahami dan melakukan nasehat dan anjuran yang
telah disampaikan bidan sehingga ibu dapat menjalani masa nifas dengan baik dan
dapat mencukupi kebutuhannya selama masa nifas, diantaranya kebutuhan nutrisi
dan cairan. Selain itu ibu diharapkan segera datang ke bidan bila terjadi keluhan/
masalah.
2. Bagi instansi pelayanan kesehatan
Diharapkan dapat memberikan bahan masukan agar meningkatkan pelayanan
kebidanan khususnya asuhan pada ibu nifas untuk mengurangi AKI.
3. Bagi institusi pendidikan
Dihadapkan agar institusi pendidikan lebih meningkatkan atau menambah referensi,
sehingga dapat membantu penulis atau mahasiswa dalam penyelesaian laporan
dengan kasus ibu nifas dengan HbsAg positif.
4. Bagi penulis
Diharapkan dengan adanya laporan ilmiah ini dapat meningkatkan kualitas dan
pengetahuan penulis, khususnya keterampilan dalam melakukan asuhan pada ibu
nifas dengan HbsAg positif
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, S., Judiastini, T.D., Rahmiati, L., & Susanti, A.I. (2015). Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Jakarta: Erlangga.

Kemenkes RI. (2018). Inilah Capaian Kinerja Kemenkes RI Tahun 2015-2017. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17081700004.

Marmi (2014). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas ”Puerperium Care”. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Maryunani, A. (2015). Asuhan Ibu Nifas dan Asuhan Ibu Menyusui. Bogor: In Media.

Nurjanah (2013). Asuhan Kebidanan Postpartum. Bandung: PT Refika Aditama.

Rukiah, A.Y, Yulianti, L, Maemunah, Susilawati, L.2013. Asuhan Kebidanan I Kehamilan.


Yogyakarta: Trans Info Media

Sulistyawati, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: CV Andi Offset

Suprapti & Herawati (2018). Praktik Klinik Kebidanan.II.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai