Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

SELULITIS

Oleh:
Fauziah Nur Sabrina
G99181030

KEPANITERAAN KLINIK ILMU FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus,


atau oleh keduanya disebut pioderma. Penyebab utamanya ialah
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B hemolyticus, sedangkan
Staphylococcus epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang
menyerang infeksi. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu
bentuk pioderma adalah selulitis.

Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti.


Sebuah studi tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar
24,6 kasus per 1000 penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada
pasien laki-laki dan usia 45-64 tahun. Secara garis besar, terjadi peningkatan
kunjungan ke pusat kesehatan di Amerika Serikat akibat penyakit infeksi kulit
dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus per 1000 populasi
dari 1997-2005 dan pada tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus. Data rumah
sakit di Inggris melaporkan kejadian selulitis sebanyak 69.576 kasus pada
tahun 2004-2005, selulitis di tungkai menduduki peringkat pertama dengan
jumlah 58.824 kasus. Data rumah sakit di Australia melaporkan insidensi
selulitis sebanyak 11,5 per 10.000 populasi pada tahun 2001-2002. Di
Spanyol dilaporkan 8,6% (122 pasien) dalam periode 5 tahun menderita
erysepelas dan selulitis. Banyak penelitian yang melaporkan kasus terbanyak
terjadi pada laki-laki, usia dekade keempat hingga dekade kelima, dan lokasi
tersering di ekstremitas bawah.

Diagnosis selulitis yang tidak tepat akan menjadi masalah dan lebih
membutuhkan studi prospektif dibandingkan dengan studi retrospektif untuk
mengukur sejauh mana keparahan penyakit. Selulitis harus dibedakan dari

2
eczema tungkai bawah, edema dengan blister (melepuh), thrombophlebitis
dan liposclerosis, dan vasculitis.

II. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme
terjadinya selulitis sehingga diagnosis dapat ditegakan lebih dini serta
mendapat penanganan yang adekuat dan tepat agar dapat mengontrol gejala
dengan baik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan dermis
dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal
(robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun
pembuluh getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit
sistemik. Penyakit ini biasanya didahului trauma, karena itu tempat
predileksinya di tungkai bawah. Gejala prodormal selulitis adalah demam dan
malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan yaitu bengkak (tumor),
nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada area tersebut.
Sebagian besar kasus selulitis dapat sembuh dengan pengobatan
antibiotik. Infeksi dapat menjadi berat dan menyebabkan infeksi seluruh
tubuh jika terlambat dalam memberikan pengobatan.

Gambar 1: Anatomy of Skin and Soft Tissues and Different Types of Skin and
Soft-Tissue Infection (B)
Selulitis dibagi menjadi 4 klasifikasi untuk mempermudah
penatalaksanaan. Klasifikasi dibagi berdasarkan Klasifikasi Eron, sebagai
berikut:

4
Tabel 1. Selulitis Klasifikasi Eron
Kelas Toksisitas Komorbid Oral v Rawat jalan v
sistemik intravena rawat inap
antibiotik

I Tidak ada - Oral Rawat jalan


tanda

II Bisa ada atau Penyakit Intravena Rawat inap


tidak ada vaskular selama 48 jam
tanda sistemik perifer, vena kemudian rawat
insufisiensi jalan dengan
antibiotik oral

III Signifikan Tidak stabil Intravena Rawat inap


toksisitas
sistemik

IV Sepsis Tidak stabil Intravena Rawat inap


sindrom dengan atau
tanpa
pembedahan

B. Etiologi dan Patogenesis


Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah
Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan
penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib),
Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus.
Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada
selulitis.6 Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada
ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme
campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob.
Bakteri mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada
imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada

5
imunokompromis lebih sering melalui aliran darah (buku kuning). Onset
timbulnya penyakit ini pada semua usia.
Bakteri patogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi
pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan, penyakit infeksi sering
berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, kejemuan atau orang tua pikun dan
pada orang kencing manis yang pengobatannya tidak adekuat.
Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan system vena dan limfatik
pada kedua ektrimitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan
kemerahan yang karakteristik hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Untuk absses lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur
pus atau bahan yang diaspirasi diperlukan. Meskipun etiologi abses ini
biasanya adalah Staphylococcus, abses ini kadang disebabkan oleh campuran
bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk dan pewarnaan
gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan
berindurasi dan dapat mengalami super infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi
mungkin merupakan hasil perubahan peradangan benda asing, nekrosis, dan
infeksi derajat rendah.

6
Tabel 2: Etiologi Soft Tissue Infection (STIs)

7
Bakteri Patogen
Streptokokus piogenes, streptokokus grup A, Stapilokokus aureus

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas kejaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

eritema local pada kulit oedem,kemerahan

lesi nyeri tekan

Kerusakan Ganguan rasa


integritas kulit Nyaman Nyeri

(Isselbacher,1999:634)
Bagan 1. Skema Patogenesis Bakteri Patogen Penyebab Selulitis

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya
semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan
bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di
sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut,
kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa
pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau
gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam,
menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan
yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor
(pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi
tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat

8
ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada
pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari. Gejala prodormal berupa:
malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat,
sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais
rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah.
Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak
diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau
sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan
pada orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan
riwayat trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi
di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk
glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik
Streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan
pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.

Gambar 2. Selulitis pada Anak

9
Gambar 3. Selulitis pada Ekstremitas

Gambar 4. Selulitis Bilateral

D. Diagnosis
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi
tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat
disertai limfangitis dan limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat
menjadi septikemia.

10
Selulitis yang disebabkan oleh H. Influenza tampak sakit berat, toksik
dan sering disertai gejala infeksi traktus respiratorius bagian atas bakteriemia
dan septikemia. Lesi kulit berwarna merah keabu-abuan, merah kebiru-biruan
atau merah keunguan. Lesi kebiru-biruan dapat juga ditemukan pada selulitis
yang disebabkan oleh Streptokokus pneumonia Pada pemeriksaan darah tepi
selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000) dengan hitung jenis bergeser
ke kiri.
Tabel 3. Gejala dan Tanda Selulitis
Gejala dan tanda Selulitis
Gejala prodormal : Demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil
Daerah predileksi : Ekstremitas atas dan bawah, wajah, badan dan
genitalia
Makula eritematous : Eritema cerah
Tepi : Batas tidak tegas
Penonjolan : Tidak terlalu menonjol
Vesikel atau bula : Biasanya disertai dengan vesikel atau bula
Edema : Edema
Hangat : Tidak terlalu hangat
Fluktuasi : Fluktuasi

Pemeriksaan laboratorium sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan pada


sebagian besar pasien dengan selulitis. Seperti halnya pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan pencitraan juga tidak terlalu dibutuhkan. Pada
pemeriksaan darah lengkap, ditemukan leukositosis pada selulitis penyerta
penyakit berat, leukopenia juga bisa ditemukan pada toxin-mediated cellulitis.
ESR dan C-reactive protein (CRP) juga sering meningkat terutama penyakit
yang membutuhkan perawatan rumah sakit dalam waktu lama. Pada banyak
kasus, pemeriksaan Gram dan kultur darah tidak terlalu penting dan efektif.

E. KOMPLIKASI
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit
pada selulitis dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat.
Selulitis pada wajah merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia
Staphylococcus beta hemollitikus grup A, dapat berakibat fatal karena

11
mengakibatkan trombosis sinus cavernosum yang septik. Selulitis pada wajah
dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.

F. DIAGNOSIS BANDING
Deep thrombophlebitis, dermatitits statis, dermatitis kontak, giant
urticaria, insect bite (respons hipersensitifitas), erupsi obat, eritema nodosum,
eritema migran (Lyme borreliosis), perivascular herpes zooster, acute Gout,
Wells syndrome (selulitis eosinofilik), Familial Mediterranean fever-
associated cellulitis like erythema, cutaneous anthrax, pyoderma
gangrenosum, sweet syndrome (acute febrile neutrophilic dermatosis),
Kawasaki disease, carcinoma erysipeloides.

G. PENATALAKSANAAN
Selulitis karena Streptococcus diberi penisilin prokain G 600.000-
2.000.000 IU IM selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan
penisilin V 500 mg setiap 6 jam, selama 10-14 hari. Pada selulitis karena H.
Influenza diberikan Ampicilin untuk anak (3 bulan sampai 12 tahun) 100-200
mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis dewasa.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan staphylococcus
aureus penghasil penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang
alergi terhadap penisilin, sebagai alternatif digunakan eritromisin (dewasa:
250-500 gram peroral; anak-anak: 30-50 mg/kgbb/hari) tiap 6 jam selama 10
hari. Dapat juga digunakan klindamisin (dewasa 300-450 mg/hari PO; anak-
anak 16-20 mg/kgbb/hari). Pada yang penyebabnya SAPP selain eritromisin
dan klindamisin, juga dapat diberikan dikloksasilin 500 mg/hari secara oral
selama 7-10 hari.

12
Tabel 4. Penatalaksanaan Selulitis (CREST, 2005)

First line Second line

Class I Flucloxacillin 500mg qds po Penicillin allergy:

Clarithromycin 500mg bd po

Flucloxacillin 2g qds IV Penicillin allergy:

or Clarithromycin 500mg bd IV
Class II or
* Ceftriaxone 1g od IV Clindamycin 600mg tds IV
(OPAT only)

Flucloxacillin 2g qds IV Penicillin allergy:

Class III Clarithromycin 500mg bd IV


or
Clindamycin 900mg tds IV

Benzylpenicillin 2.4g 2-4 hourly IV


+ Ciprofloxacin 400mg bd IV
Class IV + Clindamycin 900mg tds IV
(If allergic to penicillin use Ciprofloxacin and Clindamycin only)
NB Discuss with local Medical Microbiology Service

13
Bagan 2. Manajemen Selulitis (IDSA Guideline, 2014)

H. PROGNOSIS
Banyak selulitis dan infeksi jaringan lunak dapat diobati secara
rawat jalan dengan antibiotik oral dan tidak mengakibatkan gejala sisa.
Sebagian besar pasien merespon dengan baik terhadap antibiotik oral.

14
BAB III
STATUS PASIEN

A. Anamnesa
1. Identitas penderita
Nama : Tn. D
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin :L
Agama : Islam
Pekerjaan : Montir
Alamat : Karanganyar
No. RM : 014051XX
Tanggal Masuk RS : 5 September 2018
Tanggal Pemeriksaan : 5 September 2018
2. Keluhan utama
Kaki kiri bengkak dan merah
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan kaki kiri bengkak, merah dan nyeri
kurang lebih 4 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus-terusan dan seperti
ditusuk-tusuk. Sebelumnya kaki pasien tertimpa buah sawit dan sudah
berobat tetapi tidak ada perubahan. Selain itu pasien juga mengeluhkan
demam sejak 2 hari yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa: (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat Asma (-)
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok (+) 10 tahun
Riwayat minum jamu (-)

15
Riwayat minum obat bebas (-)
Riwayat minum alcohol (-)
6. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat sakit kuning (-)
Riwayat sakit ginjal (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat mondok (-)

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 Februari 2017
1. Keadaan Umum : CM, gizi kesan cukup, tampak sakit sedang
2. Tanda Vital
 Tensi : 138 / 95 mmHg
 Nadi : 80x/ menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
 Napas : 20x/menit, abdominothorakal
 Suhu : 37,20C
3. Status gizi :
 BB : 60 kg
 TB : 165 cm
 BMI : 22 kg/m2
 Kesan : Status gizi cukup
4. Kulit : warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),
kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-)
5. Kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),
luka (-), atrofi m. Temporalis (-).
6. Mata : mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-
/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter (3
mm/3 mm), reflek cahaya (+/+), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)

16
7. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan
tragus (-)
8. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
10. Leher : JVP R + 2 cm (tidak meningkat), trakea di tengah, simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher
kaku (-), distensi vena-vena leher (-)
11. Axilla : rambut axilla rontok (-)
12. Thorax : bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan =
kiri, venektasi (-), retraksi intercostal (-), spider nevi (-), pernafasan
torakoabdominal, sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-),
atrofi m. Pectoralis (-).
a. Jantung
 Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
 Palpasi : ictus kordis tidak kuat angka, teraba di 1 cm sebelah
medial SIC V linea medioclavicularis sinistra
 Perkusi :
- Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
- Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
- Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
- Batas jantung kiri bawah: SIC V 1 cm medial linea
medioklavicularis sinistra
- Pinggang jantung : SIC III lateral parasternalis sinistra
→ konfigurasi jantung kesan tidak melebar
 Auskultasi : bunyi jantung I-II murni, intensitas normal, reguler,
bising (-), gallop (-).
b. Pulmo
 Inspeksi

17
- Statis : normochest, simetris, sela iga tidak melebar, iga
tidak mendatar
- Dinamis: pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-)
 Palpasi
- Statis : simetris
- Dinamis: pergerakan kanan=kiri, fremitus raba kanan=kiri
 Perkusi
- Kanan : sonor, redup pada batas relatif paru-hepar pada SIC
VI linea medioclavicularis dextra, pekak pada batas absolut
paru hepar
- Kiri : sonor, sesuai batas paru jantung pada SIC VI linea
medioclavicularis sinistra
 Auskultasi
- Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
- Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-), ronkhi basah halus (-),
krepitasi (-)
13. Abdomen
 Inspeksi : dinding perut sejajar dinding thorak, ascites (-),
venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput medusae (-), ikterik (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising
epigastrium (-)
 Perkusi : timpani, Pekak alih (-), Pekak sisi (-)
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
14. Ekstremitas
Akral dingin Oedem

18
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah (8 September 2017)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hb 13,2 g/dl 13,5-17,5

Hct 39 % 33-45

AE 4,7 106 /  L 4,5-5,9

AL 17,5 103 /  L 4,5-11


AT 225 103/  L 150-450
MCV 91,21 Femtoliter 82-92

MCH 31,27 picograms / 27-31


sel
MCHC 34,29 gram / 32-37
desiliter

Na 136 mmol/L 136-145

K 3,9 mmol/L 3,3-5,1

Cl 105 mmol/L 98-106

Ureum 1,0 mg/dl 0,9-1,3

Creatinin 23 mg/dl <50

HBsAg Non reaktif

D. DIAGNOSIS BANDING
Erisipelas

E. DIAGNOSIS
Selulitis

F. PENATALAKSANAAN
1. Non – Medikamentosa
a. Elevasi tungkai bawah 30o untuk mengurangi oedema

19
b. Pengawasan hygiene dan tanda vital
2. Medikamentosa
a. Kompres dengan NaCl 0,9% 2 x 30 menit
b. Topikal: Asam Fusidat cream 2%
c. Penicilin-V 500mg/8 jam peroral

G. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia
Ad Sanam : dubia
Ad Functionam : dubia
Ad cosmeticam : dubia

20
Penulisan Resep :

Penicillin V

21
BAB IV
PEMBAHASAN OBAT

1. Infus Natrium Klorida 0,9%


Pemberian infus pada kasus ini digunakan untuk kompres daerah selulitis

2. Asam Fusidat cream 2%


Asam fusidat adalah antibiotika steroid
Mekanisme Kerja
Obat ini mempengaruhi fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan
menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex, mencegah translokasi ribosom
dan daur ulang bentuk EF-G untuk menghentikan pertumbuhan bakteri
penyebab infeksi. Sodium fusidate adalah turunan asam fusidat yang biasanya
ditemukan dalam bahan salep.
Krim asam fusidat dan salep sodium fusidate adalah obat antibakteri
yang biasanya menghilangkan infeksi kulit dengan cepat, terutama infeksi yang
hanya menutupi sebagian kecil area. Bila infeksi menyebar, tablet antibiotik
atau obat cairan mungkin dibutuhkan. Jika area kulit yang terinfeksi meradang,
biasanya asam fusidat akan digabung dengan obat anti radang, seperti
hydrocortisone atau betamethasone
Indikasi
Infeksi pada kulit yang disebabkan oleh kuman Staphylococcus
atau bakteri rentan asam fusidat lainnya, seperti pada impetigo contagiosa,
folikulitis superfisial, furunkulosis, abses, erythrasma.
Dosis
Dioleskan 3-4 kali sehari. Jika memakai balutan kasa, boleh dikurangi
pemakaiannya dengan mengganti kasa 1-2 kali sehari.

3. Penicillin V
Penicillin V adalah obat golongan penisilan yang diproduksi melalui
fermentasi Penicillium chrysogenum efektif melawan Streptococcus,
Gonococcus, dan Staphylococcus.

22
Mekanisme Kerja:
Penisilin menghambat pembentukan sintesa dinding sel bakteri sehingga
bila sel bakteri tumbuh dengan dinding sel yang tidak sempurna maka
bertambahnya plasma atau air yang terserap dengan jalan osmosis akan
menyebabkan dinding sel pecah sehingga bakteri menjadi musnah.
Resistensi:
Pemakaian yang tidak tepat dapat menyebabkan bakteri terutama
golongan Staphylococcus dan E.coli menjadi resisten terhadap penisilin.
Resistensi bakteri ini terbentuk dengan cara bakteri membentuk enzym β
lactamase atau bakteri mengubah bentuknya menjadi bakteri huruf L yaitu
bentuk bakteri tanpa dinding sel. Bakteri bentuk L dapat menimbulkan infeksi
kronis (misalnya infeksi paru-paru dan saluran kemih) karena lama
berkembangnya. Bakteri semacam ini dengan mudah dapat dimatikan dengan
kotrimoksazol atau tetrasiklin.
Farmakokinetik:
Penisilin V tahan dengan asam lambung, sehingga dapat dilakukan
pemberian secara oral.
Sediaan:
Phenoxymethyl Penicillin tablet 250mg, 500mg.
Efek Samping:
- Reaksi hipersensitif, mulai ruam dan gatal sampai serum sickness dan
reaksi alergi sistemik yang serius.
- Nyeri tenggorokan atau lidah, lidah terasa berbulu lembut, muntah, diare.
- Mudah marah, halusinasi, kejang

23
BAB V
PENUTUP

Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri


Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah
superfisial. Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan
kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun
pembuluh getah bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan,
genitalia, dan ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis
selulitis: adanya makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema,
infiltrat dan teraba panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan gambaran klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor
predisposisi dan komplikasi yang ada. Penatalaksanaan selulitis yaitu berupa non
medikamentosa: Elevasi tungkai bawah 30o untuk mengurangi oedema dan
pengawasan hygiene dan tanda vital. Sedangkan untuk penatalaksanaan
medikamentosa: (a) Kompres dengan NaCl 0,9% 2 x 30 menit. (b) Asam Fusidat
cream 2% secara topical, dan (c) Penicilin V 500mg/hari peroral

24
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2010). Atlas of Pathophysiology, 3rd Edition, Philadelphia: Lippincott


Williams & Wilkins.
Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s Disieases of the Skin, Clinical
Dermatology 8th. Philadelphia, London, Toronto: WB saunders Co, 1990-
27778
Concheiro J, Loureiro M, González-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis:
a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.2008
Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of
Physicians.
Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New
York: McGrawHill: 2008
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of
America.
Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore
Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang,
Indonesia, hal: 146-149
McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county, Minnesota.
82(7):817-21
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff,
UK. 1708
Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas
Samratulangi; Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12
Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically
dermatology. New York: McGrawHill. 2008

25

Anda mungkin juga menyukai