Anda di halaman 1dari 20

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PEMANFAATAN PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS


(PROLANIS) DI BPJS KESEHATAN KANTOR CABANG TANGERANG
TAHUN 2015

Ismaniar Tawakal, Mardiati Nadjib

Peminatan Manajemen Asuransi Kesehatan, Departemen Administrasi dan Kebijakan


Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Depok 16412

Email : ismaniar.tawakal@ui.ac.id, ismaniartawakal@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan Program
Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tangerang tahun 2015. Studi cross
sectional ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui telepon dan berkunjung langsung ke rumah
responden. Jumlah sampel yang berhasil diperoleh yaitu 73 orang. Hasil penelitian juga didukung informasi dari
narasumber terkait. Pengetahuan responden terhadap penyakitnya, dukungan BPJS Kesehatan dan dukungan
keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan pemanfaatan program pengelolaan penyakit kronis.
Tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, jarak tempuh dan waktu tempuh ke PPK
tingkat pertama serta dukungan teman dengan pemanfaatan program pengelolaan penyakit kronis.

Kata kunci :
PPK tingkat pertama; program pengelolaan penyakit kronis (prolanis); utilisasi

Factors Associated with the Utilization of Chronic Disease Management Program


(Prolanis) at BPJS Kesehatan Branch Office, Tangerang, 2015

Abstract

This study aims to determine factors associated with the utilization of Chronic Disease Management Program
(Prolanis) among the members of BPJS Kesehatan Tangerang Office, 2015. This study was done by interviewing
73 respondents through the phone and home-visit. The study was also involving information from relevant
informants. Respondents’ knowledge on their disease, support from BPJS Kesehatan and family have significant
association with the utilization of chronic disease management program. Age, sex, education, occupation,
distance and time to primary health care, as well as support from peer group was not associated with the
utilization of chronic disease management program.

Key words :
chronic disease management program (prolanis); primary health care; utilization

Pendahuluan

Kesehatan merupakan hak setiap orang. Hal ini tercantum dalam Pasal 28H ayat 1 UUD
1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


kesehatan”. Definisi kesehatan menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah
keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Saat ini penyakit kronis seperti penyakit jantung, stroke, kanker, penyakit pernafasan
kronis, dan diabetes menjadi penyebab utama kematian di dunia. WHO menyebutkan bahwa
60% dari seluruh kematian disebabkan oleh penyakit kronis. Di Indonesia kematian karena
penyakit kronis diantaranya yaitu disebabkan oleh penyakit stroke sebesar 15,4%, hipertensi
sebesar 6,8%, diabetes melitus sebesar 5,7%, penyakit jantung iskemik sebesar 5,1%,
penyakit saluran nafas bawah sebesar 5,1% dan penyakit jantung sebesar 4,6% (Riset
Kesehatan Dasar, 2007).
Biaya pelayanan kesehatan saat ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan 2014 Global Medical Trends Survey Report, biaya kesehatan di Indonesia
mengalami kenaikan antara 11-14 persen setiap tahun selama tiga tahun terakhir (Towers
Watson, 2014). Kenaikan biaya pelayanan kesehatan akan menyulitkan akses masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan khususnya pada penderita penyakit kronis.
Penderita penyakit kronis membutuhkan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan atau bahkan
seumur hidup. Oleh karena itu, asuransi kesehatan diperlukan untuk menjamin kebutuhan
masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan.
Asuransi kesehatan untuk menjamin kebutuhan masyarakat disebut jaminan sosial.
Jaminan sosial merupakan hak setiap orang dan tugas pemerintah untuk mengembangkan
sistem jaminan sosial tersebut. Dalam pasal 34 ayat 2 UUD 1945 disebutkan bahwa “Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”. Seluruh rakyat artinya
orang yang sehat, sakit, tua, muda, mampu dan tidak mampu harus dijamin. Dalam rangka
memenuhi amanat UUD 1945 tersebut, diterbitkan UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). SJSN, sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan UU SJSN,
adalah program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pasal 1 ayat 6 UU No 40 tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ini disebutkan bahwa BPJS sebagai badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum
publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. Manfaat yang diberikan kepada peserta JKN

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis dan manfaat non-medis. Manfaat medis berupa
pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) sesuai
dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan besaran iuran yang dibayarkan.
Dalam memenuhi kewajibannya kepada peserta terkait pemberian manfaat terutama
terhadap kondisi penyakit kronis, BPJS Kesehatan menjalankan program yang dinamakan
Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis). Prolanis merupakan program BPJS
Kesehatan dengan sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan
secara terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam
rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif
dan efisien. Program ini bertujuan untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis
mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang berkunjung ke
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik
terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat
mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
Berdasarkan data laporan program pengelolaan penyakit kronis BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Tangerang, tingkat kepatuhan peserta Prolanis dalam menjalankan aktifitas Prolanis
di wilayah Tangerang Raya masih perlu ditingkatkan. Untuk mensukseskan program ini, tidak
hanya bergantung pada FKTP yang mengadakan Prolanis, namun juga pada perilaku
kesehatan peserta Prolanis untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Menurut Green (1980),
perilaku kesehatan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu predisposing, enabling, dan
reinforcing.

Tinjauan Teoritis

Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan
dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit
kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang
efektif dan efisien (Panduan Praktis Prolanis). Tujuannya adalah mendorong peserta
penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal. Sasaran dari program ini adalah
seluruh peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis (DM Tipe 2 dan Hipertensi).
Aktifitas dalam Prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, Home Visit,
Reminder, aktifitas klub dan pemanfaatan status kesehatan. Pelaksanaan konsultasi sesuai

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


dengan jadwal konsultasi yang telah disepakati bersama antara peserta dengan Faskes
Pengelola. Selain konsultasi terdapat aktifitas Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis), yaitu
kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan
mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta
prolanis. Lalu dilaksanakan reminder, yaitu kegiatan untuk memotivasi peserta untuk
melakukan kunjugan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi ke
Faskes Pengelola tersebut. Terakhir dilaksanakan Home Visit, yaitu kegiatan pelayanan
kunjungan ke rumah peserta prolanis untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan
lingkungan bagi peserta prolanis dan keluarga. Peserta yang mendapatkan pelayanan home
visit adalah peserta dengan kriteria sebagai berikut:
a. Peserta baru terdaftar
b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktik Perorangan/Klini/Puskesmas 3 bulan berturut-
turut
c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut (PPDM)
d. Peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut (PPHT)
e. Peserta pasca opname
Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) mencoba menganalisis perilaku
manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua
faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar perilaku (non-
behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor
(Notoatmodjo, 2012).
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposising factors), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Andersen (1975) dalam Ilyas (2011) mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan
suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan
pelayanan kesehatan (behavioral model of health service utilization). Andersen
mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke dalam 3
kategori utama, yaitu (Ilyas, 2011):

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


a. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristic). Adanya ciri-ciri individu yang
digolongkan ke dalam 3 kelompok, yaitu:
1) Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur, dan status perkawinan.
2) Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan
sebagainya.
3) Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan bahwa pelayana kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
b. Karakteristik Kemampuan (Enbaling Characteristic). Karakteristik kemampuan adalah
sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan
tindakan untuk memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan. Andersen
membaginya ke dalam 2 golongan, yaitu:
1) Sumber daya keluarga. Yang termasuk dalam sumber daya keluarga adalah
penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, dan pengetahuan
tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
2) Sumber daya masyarakat. Yang termasuk sumber daya masyarakat adalah jumlah
sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia di
wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman
penduduk.
c. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristic). Karakteristik kebutuhan, dalam hal ini
merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Andersen menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan
pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari faktor
kebutuhan. Penilaian kebutuhan ini dapat diperoleh dari dua sumber yaitu:
1) Penilaian individu (perceived need). Merupakan penialian keadaan kesehatan yang
dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa
sakit yang diderita.
2) Penilaian klinik (evaluted need). Merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter
yang merawatnya. Hal ini tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan
diagnosis penyakit oleh dokter

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh peserta Prolanis di BPJS Kesehatan

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Kantor Cabang Tangerang yang terdapat pada data bulan Januari 2015 sampai dengan bulan
Maret 2015. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Seluruh
peserta prolanis di Puskesmas Cipondoh dan Puskesmas Cibodasari dipilih untuk menjadi
sampel karena puskesmas tersebut merupakan puskesmas dengan rasio kunjungan peserta
prolanis tertinggi dan terendah sehingga diharapkan dapat lebih mewakili PPK tingkat
pertama lainnya yang juga melaksanakan prolanis. Setelah dilakukan pengambilan data yang
termasuk ke dalam kriteria inklusi adalah sebanyak 73 responden.
Data yang digunakan merupakan data primer. Data diperoleh dengan menyebarkan
kuesioner kepada peserta Prolanis BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tangerang yang menjadi
sampel penelitian. Pengumpulan data melalui kuesioner dilakukan dengan wawancara via
telepon. Bagi responden yang tidak ada nomor teleponnya atau tidak dapat dihubungi akan
dicari alamat responden yang bersangkutan untuk didatangi langsung ke rumahnya.
Analisis univariat digunakan untuk menjelaskan karakteristik variabel-variabel yang
diteliti. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dilengkapi dengan interpretasi dari hasil
tersebut. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen dengan menggunakan uji kai kuadrat (chi-square). Analisis data
didukung oleh data kualitatif berupa informasi yang didapatkan melalui wawancara
mendalam kepada narasumber yang terdiri dari Kepala Unit Manajemen Pelayanan Kesehatan
Primer BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tangerang, Penanggung Jawab Prolanis Puskesmas
Cipondoh dan Penanggung Jawab Prolanis Puskesmas Cibodasari.

Hasil Penelitian

A. Analisis Univariat
1. Pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis

Tabel 1. Distribusi Pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis Pada Peserta Program
Pengelolaan Penyakit Kronis di BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tangerang Tahun 2015

Pemanfaatan Program Pengelolaan


Jumlah Persentase
Penyakit Kronis
Tidak Memanfaatkan 37 50,7
Memanfaatkan 36 49,3
Total 73 100,0

Peserta yang tidak memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis berjumlah sedikit
lebih banyak yaitu 37 orang (50,7%) sedangkan yang memanfaatkan program pengelolaan
penyakit kronis sebanyak 36 orang (49,3%).

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


2. Karakteristik Umum

Tabel 2. Distribusi Karakteristik Umum Pada Peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis di BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Tangerang Tahun 2015

Karateristik Umum Responden Jumlah (n = 73) Persentase


Usia
Pra Lansia (45 – 59 Tahun) 20 27,4
Lansia (≥ 60 Tahun) 53 72,6
Jenis Kelamin
Laki-laki 31 42,5
Perempuan 42 57,5
Pendidikan
Rendah (< Tamat SMA/Sederajat) 16 21,9
Tinggi (≥ Tamat SMA/Sederajat) 57 78,1
Pekerjaan
Tidak Bekerja 70 95,9
Bekerja 3 4,1
Diagnosis Medis
Menderita Satu Penyakit 47 64,4
Menderita Lebih dari Satu Penyakit 26 35,6
Pengetahuan Peserta Terhadap Penyakitnya
Tidak Mengerti 13 17,8
Mengerti 60 82,2

Usia responden dikelompokkan menjadi kelompok usia pra lansia (45 – 59 tahun) dan
lansia (≥ 60 tahun) menurut BPS (2010). Pada tabel 2 dapat dilihat distribusi usia responden
yang masuk ke dalam kelompok usia lansia lebih banyak yaitu 53 orang (72,6%)
dibandingkan dengan responden yang masuk ke dalam kelompok usia pra lansia sebanyak 20
orang (27,4%).
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel di atas terlihat bahwa
responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan responden
laki-laki yaitu sebanyak 42 orang (57,5%), sedangkan responden laki-laki sebanyak 31 orang
(42,5%).
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan yang telah dikelompokkan menjadi
kelompok pendidikan tinggi dan pendidikan rendah terlihat bahwa responden yang masuk
dalam kelompok pendidikan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan rendah,
yaitu sebanyak 57 orang (78,1%). Sedangkan responden dengan pendidikan rendah sebanyak
16 orang (21,9%).
Distribusi responden berdasarkan pekerjaannya pada tabel di atas terlihat bahwa sebagian
besar responden tidak bekerja yaitu sebanyak 70 orang (95,9%) dan responden yang bekerja
sebanyak 3 orang (4,1%).
Distribusi responden berdasarkan pengelompokan diagnosis medis terlihat bahwa
responden yang menderita satu penyakit lebih banyak dibandingkan yang menderita lebih dari

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


satu penyakit, yaitu sebanyak 47 orang (64,4%). Sedangkan responden yang menderita lebih
dari satu penyakit sebanyak 26 orang (35,6%).
Distribusi responden berdasarkan pengetahuan peserta terhadap penyakitnya terlihat
bahwa sebagian besar responden mengerti tentang penyakit yang dideritanya yaitu sebanyak
60 orang (82,2%). Sedangkan yang tidak mengerti tentang penyakit yang dideritanya yaitu
sebanyak 13 orang (17,8%).

3. Distribusi Jarak Tempuh, Waktu Tempuh, Dukungan BPJS Kesehatan, Dukungan


Keluarga dan Dukungan Teman dengan Pemanfaatan Program Pengelolaan
Penyakit Kronis

Tabel 3. Distribusi Jarak Tempuh, Waktu Tempuh, Dukungan BPJS Kesehatan, Dukungan Keluarga dan
Dukungan Teman dengan Pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis

Variabel Penelitian Jumlah (n = 73) Persentase


Jarak Tempuh ke PPK Tingkat Pertama
Jauh 7 9,6
Dekat 66 90,4
Waktu Tempuh ke PPK Tingkat Pertama
> 10 Menit 20 27,4
≤ 10 Menit 53 72,6
Dukungan BPJS Kesehatan
Tidak Ada 38 52,1
Ada 35 47,9
Dukungan Keluarga
Tidak Ada 46 63,0
Ada 27 37,0
Dukungan Teman
Tidak Ada 51 69,9
Ada 22 30,1

Distribusi responden berdasarkan jarak tempuh ke PPK tingkat pertama pada tabel di atas
terlihat bahwa responden dengan persepsi jarak dekat lebih banyak dibandingkan dengan
responden dengan persepi jarak jauh, yaitu sebanyak 66 orang (90,4%). Sedangkan yang
merasa jaraknya jauh sebanyak 7 orang (9,6%).
Waktu tempuh ke PPK tingkat pertama dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
kelompok waktu tempuh ≤ 10 menit dan kelompok waktu tempuh > 10 menit, berdasarkan
nilai tengah (median) yang diperoleh yaitu 10 menit. Terlihat bahwa sebagian besar responden
adalah yang mempunyai persepsi waktu tempuh ke PPK tingkat pertama ≤ 10 menit yaitu
sebanyak 53 orang (72,6%). Sedangkan responden dengan persepsi waktu tempuh ke PPK
tingkat pertama > 10 menit sebanyak 20 orang (27,4%).

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Dukungan BPJS Kesehatan berupa ada atau tidaknya anjuran/saran dari BPJS Kesehatan
kepada responden untuk mengikuti atau memanfaatkan prolanis. Distribusi dukungan BPJS
Kesehatan pada tabel di atas terlihat bahwa responden yang tidak mendapatkan dukungan dari
BPJS Kesehatan lebih banyak dibandingkan yang mendapat dukungan BPJS Kesehatan yaitu
sebanyak 38 orang (52,1%). Sedangkan responden yang mendapat dukungan dari BPJS
Kesehatan sebanyak 35 orang (47,9%).
Dukungan keluarga berupa ada atau tidaknya anjuran/saran dari keluarga kepada
responden untuk mengikuti atau memanfaatkan prolanis. Distribusi dukungan keluarga pada
tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar responden tidak mendapatkan dukungan dari
keluarga yaitu sebanyak 46 orang (63%). Sedangkan responden yang mendapatkan dukungan
dari keluarga sebanyak 27 orang (37%).
Dukungan teman berupa ada atau tidaknya anjuran/saran dari teman kepada responden
untuk mengikuti atau memanfaatkan prolanis. Distribusi dukungan teman pada tabel di atas
terlihat bahwa sebagian besar responden tidak mendapatkan dukungan dari teman yaitu
sebanyak 51 orang (69,9%). Sedangkan responden yang mendapatkan dukungan dari teman
sebanyak 22 orang (30,1%).

B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Karakteristik Umum dengan Pemanfaatan Program Pengelolaan
Penyakit Kronis

Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Karakteristik Umum Peserta Terhadap Penyakitnya dan
Pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis

Pemanfaatan Program Pengelolaan


Penyakit Kronis
Total p
Variabel Kategori Tidak OR (95% CI)
Memanfaatkan value
Memanfaatkan
n % n % n %
Pra Lansia 9 45,0 11 55,0 20 100 0,731
Usia 0,738
Lansia 28 52,8 25 47,2 53 100 0,260 – 2,052
Laki-laki 16 51,6 15 48,4 31 100 1,067
Jenis Kelamin 1,000
Perempuan 21 50,0 21 50,0 42 100 0,422-2,699
Rendah 8 50,0 8 50,0 16 100 0,966
Pendidikan 1,000
Tinggi 29 50,9 28 49,1 57 100 0,318 – 2,927
Tidak Bekerja 36 51,4 34 48,6 70 100 2,118
Pekerjaan 0,615
Bekerja 1 33,3 2 66,7 3 100 0,184 – 24,437
Menderita Satu
28 59,6 19 40,4 47 100
Penyakit
Diagnosis 2,784
Menderita Lebih 0,072
Medis 1,028 – 7,537
dari Satu 9 34,6 17 65,4 26 100
Penyakit
Tidak Mengerti 11 84,6 2 15,4 13 100 7,192
Pengetahuan 0,017
Mengerti 26 43,3 34 56,7 60 100 1,466 – 35,298

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan
pemanfaatan prolanis (p= 0,738), tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan pemanfaatan prolanis (p= 1,000), tidak ada hubungan yang signifikan antara
pendidikan dengan pemanfaatan prolanis (p= 1,000), tidak ada hubungan yang signifikan
antara pekerjaan dengan pemanfaatan prolanis (p= 0,615), tidak ada hubungan yang
signifikan antara diagnosis medis dengan pemanfaatan prolanis (p= 0,072) dan ada hubungan
yang signifikan antara pengetahuan peserta terhadap penyakitnya dengan pemanfaatan
prolanis (p= 0,017).

2. Hubungan Jarak Tempuh, Waktu Tempuh, Dukungan BPJS Kesehatan, Dukungan


Keluarga dan Dukungan Teman dengan Pemanfaatan Program Pengelolaan
Penyakit Kronis

Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Jarak Tempuh, Waktu Tempuh, Dukungan BPJS Kesehatan,
Dukungan Keluarga dan Dukungan Teman dengan Pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis

Pemanfaatan Program Pengelolaan


Penyakit Kronis
Total p
Variabel Kategori Tidak OR (95% CI)
Memanfaatkan value
Memanfaatkan
n % n % n %
Jarak Tempuh ke Jauh 1 14,3 6 85,7 7 100
0,139
PPK Tingkat 0,056
Dekat 36 54,5 30 45,5 66 100 0,016 – 1,219
Pertama
Waktu Tempuh > 10 Menit 10 50,0 10 50,0 20 100
0,963
ke PPK Tingkat 1,000
≤ 10 Menit 27 50,9 26 49,1 53 100 (0,344 – 2,694)
Pertama
Dukungan BPJS Tidak Ada 25 65,8 13 34,2 38 100 3,686
0,014
Kesehatan Ada 12 34,3 23 65,7 35 100 1,401 – 9,700
Dukungan Tidak Ada 28 60,9 18 39,1 46 100 3,111
0,042
Keluarga Ada 9 33,3 18 66,7 27 100 1,150 – 8,418
Tidak Ada 27 52,9 24 47,1 51 100 1,350
Dukungan Teman 0,740
Ada 10 45,5 12 54,5 22 100 0,495 – 3,682

Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
dengan pemanfaatan prolanis (p= 0,056), tidak ada hubungan yang signifikan antara waktu
tempuh dengan pemanfaatan Prolanis (p= 1,000), ada hubungan yang signifikan antara
dukungan BPJS Kesehatan dengan pemanfaatan prolanis (p= 0,014), ada hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan prolanis (p= 0,042) dan tidak ada
hubungan yang signifikan antara dukungan teman dengan pemanfaatan prolanis (p= 0,740).

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Pembahasan

1. Usia
Pada Tabel 4 diketahui nilai p sebesar 0,738 maka disimpulkan tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara usia responden dengan pemanfaatan program pengelolaan penyakit
kronis. Proporsi responden yang memanfaatkan prolanis pada kelompok usia pra lansia lebih
besar dibandingkan kelompok usia lansia yaitu sebesar 55%. Hal ini dapat disebabkan oleh
kondisi fisik pra lansia yang lebih baik jika dibandingkan dengan lansia sehingga untuk
datang ke puskesmas dapat dilakukan sendiri. Berbeda dengan lansia yang kondisi fisiknya
sudah lemah sehingga menjadi lebih tergantung pada orang-orang di sekitarnya, khususnya
keluarga. Narasumber menyebutkan bahwa penyebab lansia tidak memanfaatkan adalah
selain tidak ada yang mengantar, lansia juga lupa dengan jadwal yang telah ditetapkan. Hal ini
dikarenakan seiring dengan meningkatnya usia, tubuh akan mengalami perubahan yang
menyebabkan involusi dan degradasi jaringan yang disertai penurunan fungsi organ tubuh
(Bangun, 2005)
Program pengelolaan penyakit kronis dirancang agar dapat memudahkan lansia dalam
mengakses pelayanan kesehatan dengan hanya berkunjung ke FKTP. Namun, menurut
responden masih terdapat kendala seperti tidak semua obat dijamin dalam prolanis dan stok
obat kosong saat kegiatan. Selain itu, ada pula responden yang memilih untuk membeli obat
sendiri tiap bulan karena menurutnya harga obat yang diresepkan dokter tergolong murah.
Dengan membeli obat sendiri, responden tidak pernah memeriksakan penyakitnya ke dokter
baik di puskesmas maupun di rumah sakit.

2. Jenis Kelamin
Pada Tabel 4 diketahui nilai p sebesar 1,000 maka dapat disimpulkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jenis kelamin responden dengan pemanfaatan program
pengelolaan penyakit kronis. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rumengan, et al. (2015) yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas.
Proporsi responden yang memanfaatkan prolanis pada responden perempuan dan laki-laki
tidak jauh berbeda yaitu masing-masing 50% dan 48%. Menurut narasumber hal ini dapat
disebabkan oleh tingkat kesadaran kesehatan pada laki-laki dan perempuan saat ini tidak jauh
berbeda. Adapun perempuan sedikit lebih banyak proporsinya, menurut narasumber hal ini
dikarenakan sikap perempuan yang lebih peduli dengan kesehatannya.

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Dilihat dari nilai OR = 1,067 yang berarti bahwa responden dengan jenis kelamin
perempuan mempunyai peluang 1,067 kali lebih besar untuk memanfaatkan program
pengelolaan penyakit kronis dibandingkan dengan responden laki-laki. Hal ini dikarenakan di
usia pra lansia seorang perempuan akan lebih rentan dan berisiko terhadap penyakit
(Korneliani & Meida, 2012).

3. Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh
pelaku pendidikan (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian diperoleh nilai p sebesar 1,000 maka
disimpulkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan responden dengan
pemanfaatan prolanis. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wahyuni (2012) dan
Madunde, et. al. (2013) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pendidikan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas antara responden dengan
pendidikan tinggi maupun responden dengan pendidikan rendah.
Proporsi pada responden yang memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis
antara responden dengan pendidikan tinggi dan responden dengan pendidikan rendah hampir
sama yaitu 49,1% dan 50%. Menurut narasumber hal ini dapat dikarenakan oleh responden
yang berpendidikan tinggi masih bekerja sehingga tidak dapat mengikuti kegiatan. Selain itu,
dapat disebabkan oleh keberhasilan promosi kesehatan yang dapat diterima oleh seluruh
masyarakat yang bersangkutan. Namun di zaman yang sudah modern seperti sekarang ini
tingkat pengetahuan seseorang tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal saja tetapi bisa
juga melalui alat bantu lain seiring dengan kemajuan teknologi informatika.

4. Pekerjaan
Hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,615 maka disimpulkan tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara pekerjaan responden dengan pemanfaatan program
pengelolaan penyakit kronis. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rumengan, et al. (2015), Wahyuni (2012), Febrina (2011), Hariastuti (2002) dan Hayati
(2002) yakni tidak ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan.
Responden yang tidak bekerja dan tidak memanfaatkan prolanis adalah sebanyak 36
orang (51,4%). Berdasarkan hasil wawancara saat pengisian kuesioner, beberapa responden
menyatakan bahwa mereka tidak mengikuti kegiatan karena menjaga cucu selagi orang tuanya

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


bekerja, menjaga keluarganya yang sedang sakit, dan ada pula yang merasa malas untuk
datang kegiatan. Selain itu, ada pula responden yang menjadi kader posyandu sedangkan
kegiatan posyandu dan program pengelolaan penyakit kronis dilaksanakan di waktu yang
sama sehingga lebih memilih melaksanakan tanggung jawabnya sebagai kader posyandu.
Sedangkan menurut narasumber, responden yang tidak datang kegiatan dapat disebabkan oleh
kendala pada pendampingan seperti tidak ada yang mengantar.

5. Diagnosis Medis
Nilai p yang diperoleh yaitu 0,072 maka disimpulkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara diagnosis medis responden dengan pemanfaatan program pengelolaan
penyakit kronis. Perbedaan yang signifikan terlihat pada responden yang tidak memanfaatkan
program pengelolaan penyakit kronis. Jumlahnya pada kelompok yang menderita satu
penyakit sebanyak 28 orang dan pada kelompok yang menderita lebih dari satu penyakit
adalah 9 orang. Terlihat bahwa responden yang menderita satu penyakit lebih banyak yang
tidak memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis. Banyaknya responden yang tidak
memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis, menurut narasumber dapat disebabkan
oleh tingkat kepedulian responden terhadap kesehatannya masih rendah.

6. Pengetahuan Peserta Terhadap Penyakitnya


Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Responden yang mengungkapkan mengerti
tentang penyakit yang dideritanya lebih banyak dibandingkan dengan responden yang tidak
mengerti yaitu sebesar 82,2%. Namun, dari seluruh responden yang mengerti masih banyak
yang tidak memanfaatkan prolanis yaitu sebesar 43,3%. Menurut narasumber ada banyak
alasan mengapa peserta tersebut tidak ikut, namun salah satu fakta yang ditemukan adalah
adanya pasien penyakit kronis yang tidak mau diketahui orang lain jika sebenarnya dia
menderita penyakit kronis.
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa ada perbedaan proporsi kejadian
pemanfaatan program pengelolaan penyakit antara responden yang mengungkapkan mengerti
tentang penyakit yang dideritanya dengan responden yang mengungkapkan tidak mengerti
tentang penyakit yang dideritanya dengan nilai p= 0,017. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kurniasari & Suktiarti (2013) dan Handayani (2012) menunjukkan ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan motivasi lansia berkunjung ke posyandu lansia.

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


7. Jarak Tempuh ke PPK Tingkat Pertama
Hasil uji statistik diperoleh nilai p sebesar 0,056 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jarak tempuh ke PPK tingkat pertama dengan pemanfaatan
prolanis. Responden yang menyatakan jarak tempuhnya dekat yaitu sejumlah 66 orang.
Namun dari 66 orang tersebut, sebanyak 36 orang (54,5%) tidak memanfaatkan program
pengelolaan penyakit kronis. Menurut narasumber, hal ini dapat dikarenakan kegiatan
program pengelolaan penyakit kronis dilaksanakan pada pagi hari. Sedangkan dengan kondisi
responden yang sudah lansia cenderung kembali menjadi anak-anak dimana salah satunya
adalah malas bangun pagi.
Adapun persentase tertinggi adalah pada responden yang memanfaatkan program
pengelolaan penyakit kronis dengan persepsi jauh dari rumah ke PPK tingkat pertama yaitu
sebesar 85,7%. Hal ini dapat dikarenakan tingkat kesadaran responden akan kesehatannya
baik sehingga responden merasa butuh untuk mengikuti program pengelolaan penyakit kronis
dan tidak menjadikan jarak sebagai suatu hambatan untuk mendatangi PPK tingkat pertama.

8. Waktu Tempuh ke PPK Tingkat Pertama


Dari hasil analisis didapatkan nilai p yaitu 1,000 yang berarti bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara waktu tempuh ke PPK tingkat pertama dengan pemanfaatan
prolanis. Nilai OR = 0,963 memberikan arti bahwa waktu tempuh responden yang
membutuhkan waktu ≤ 10 menit ke PPK tingkat pertama mempunyai peluang yang lebih
besar untuk memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis dibandingkan waktu tempuh
responden yang membutuhkan waktu > 10 menit. Dapat dikatakan bahwa semakin cepat
waktu tempuh ke fasilitas kesehatan maka akan semakin tinggi tingkat pemanfaatan
pelayanan kesehatan (Pratiwi, Balqis, & Amir, 2014).
Waktu tempuh yang singkat menjadi salah satu alasan bagi responden untuk
memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis. Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
dengan usia responden yang sudah termasuk ke dalam usia lanjut akan lebih mudah apabila
responden melakukan pemeriksaan dan pengambilan obat di PPK tingkat pertama. Selain
dekat dan dapat dicapai dalam waktu yang singkat, responden tidak perlu mengantri lama
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan seperti yang terjadi di rumah sakit.

9. Dukungan BPJS Kesehatan


Dari hasil analisis didapatkan nilai p yaitu 0,014 yang berarti bahwa ada hubungan yang
signifikan antara dukungan BPJS Kesehatan dengan pemanfaatan prolanis. Dukungan dari

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


BPJS Kesehatan lebih banyak dirasakan oleh peserta yang memanfaatkan program
pengelolaan penyakit kronis karena pihak BPJS Kesehatan bertemu secara langsung dengan
responden ketika kegiatan prolanis dilaksanakan. Pihak BPJS Kesehatan yang datang adalah
dokter spesialis yang fungsinya dalam kegiatan prolanis sebagai pemeriksa kesehatan,
penyuluh dalam edukasi kesehatan dan sekaligus memberikan obat. Namun, masih ada PPK
tingkat pertama yang tidak didatangkan dokter spesialis oleh BPJS Kesehatan. Padahal
menurut narasumber kedatangan dokter spesialis berpengaruh terhadap motivasi lansia
memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis karena peserta lebih percaya pada dokter
spesialis.
Salah satu aktifitas dalam prolanis adalah reminder yaitu kegiatan untuk memotivasi
peserta untuk melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan
jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut. Saat ini yang melakukan reminder kepada
peserta adalah penanggung jawab prolanis di masing-masing PPK tingkat pertama. Namun,
masih ada PPK tingkat pertama yang tidak memiliki nomor telepon seluruh pesertanya
sehingga yang mendapat reminder cenderung yang sudah aktif mengikuti kegiatan. Waktu
dilaksanakannya reminder berbeda-beda tergantung dari kebijakan masing-masing Faskes
Pengelola. Ada yang memberikan reminder satu hari sebelum kegiatan berlangsung, ada pula
seminggu sebelum kegiatan berlangsung.
Selain reminder, ada yang dinamakan home visit. Home visit ialah kegiatan pelayanan
kunjungan ke rumah peserta prolanis untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan
lingkungan bagi peserta prolanis dan keluarga. Adapun sasarannya berdasarkan buku Panduan
Praktis Prolanis adalah peserta prolanis dengan kriteria sebagai berikut:
a. Peserta baru terdaftar
b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan
berturut-turut
c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut (PPDM)
d. Pesert dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut (PPHT)
e. Peserta pasca opname
PPK tingkat pertama menyatakan pernah melakukan Home Visit. Namun berdasarkan
keterangan BPJS Kesehatan, pelaksanaan Home Visit belum disertai dengan laporan dari PPK
yang bersangkutan sehingga belum dapat dilakukan monitoring.

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


10. Dukungan Keluarga
Dari hasil analisis pada penelitian ini, diperoleh nilai p yaitu 0,042 yang berarti bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan pemanfaatan prolanis.
Keluarga adalah kelompok yang mempunyai peranan yang amat penting dalam
mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan atau memperbaiki masalah kesehatan yang
ditemukan dalam keluarga. Keluarga juga merupakan support system utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, & Batubara, 2009).
Namun, hasil yang didapatkan distribusi responden terbanyak ada pada responden yang tidak
mendapatkan dukungan keluarga dan tidak memanfaatkan program pengelolaan penyakit
kronis yaitu sebanyak 28 orang (60,9%).
Sebelumnya disebutkan bahwa ada peserta yang tidak datang kegiatan karena mengaku
tidak ada yang mengantar. Ada pula yang lupa karena responden merasa waktu reminder
terlalu lama sebelum pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, dibutuhkan peranan keluarga
dalam hal mengingatkan dan/atau mengantar lansia untuk mengikuti kegiatan program
pengelolaan penyakit kronis di PPK tingkat pertama.

11. Dukungan Teman


Hasil uji statistik diperoleh nilai p yaitu 0,740 yang berarti tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara responden yang mendapat dukungan teman dengan pemanfaatan prolanis.
Jika dilihat nilai OR = 1,350 yang berarti bahwa responden yang mendapat dukungan teman
berupa saran untuk memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis mempunyai peluang
1,350 kali lebih besar untuk memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis. Beberapa
responden menyebutkan bahwa dengan adanya teman yang juga peserta program pengelolaan
kronis, membuat kegiatan jadi lebih menyenangkan karena responden dapat berangkat
bersama-sama sambil mengobrol.
Pada program pengendalian penyakit kronis terdapat Duta Prolanis yang bertindak
sebagai motivator dalam kelompok Prolanis (membantu Faskes Pengelola melakukan proses
edukasi bagi anggota Klub). Duta Prolanis merupakan bentuk dukungan teman terhadap
peserta pengelolaan program penyakit kronis. Namun belum dilaksanakan karena menurut
narasumber pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis belum jelas.

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang faktor-faktor yang berhubungan


dengan pemanfaatan program pengelolaan penyakit kronis di BPJS Kesehatan Kantor Cabang
Tangerang tahun 2015 dapat disimpulkan beberapa hal berikut:
a. Proporsi pemanfaatan program pengelolaan penyakit kronis di BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Tangerang masih rendah dari seluruh jumlah sampel yang digunakan 73
responden yang tidak memanfaatkan sebanyak 37 responden (50,7%).
b. Hasil analisis univariat berdasarkan karakteristik umum menunjukkan bahwa responden
yang lebih banyak memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis adalah kelompok
umur lansia (≥ 60 tahun) yaitu sebanyak 53 responden (72,6%), jenis kelamin perempuan
sebanyak 42 responden (57,5%), pendidikan tinggi sebanyak 57 responden (78,1%), tidak
bekerja sebanyak 70 responden (95,9%), menderita satu penyakit sebanyak 47 responden
(64,4%) dan mengerti mengenai penyakit yang dideritanya sebanyak 60 responden
(82,2%).
c. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan peserta terhadap penyakitnya dengan
pemanfaatan program pengelolaan penyakit kronis
d. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan BPJS Kesehatan dengan pemanfaatan
program pengelolaan penyakit kronis
e. Ada hubungan yang signifikan antara dukungan Keluarga dengan pemanfaatan program
pengelolaan penyakit kronis
f. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan pemanfaatan program pengelolaan
penyakit kronis adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, diagnosis medis, jarak
tempuh, waktu tempuh, dan dukungan teman.

Saran

Saran yang dapat diberikan kepada BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tangerang berdasarkan
hasil penelitian ini yaitu:
a. Melaksanakan program reminder melalui SMS Gateway. Reminder tidak hanya diberikan
kepada peserta program pengelolaan penyakit kronis namun kepada keluarganya juga.
Reminder yang diberikan kepada peserta program pengelolaan penyakit kronis ditujukan
sebagai bentuk dukungan BPJS Kesehatan dalam mendorong peserta dalam
memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis. Sedangkan reminder yang diberikan

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


kepada keluarga peserta ditujukan untuk meningkatkan dukungan keluarga terhadap
peserta program pengendalian penyakit kronis.
b. Melaksanakan monitoring aktifitas reminder (melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang
telah mendapat reminder).
c. Melakukan monitoring aktifitas Home Visit (melakukan rekapitulasi jumlah peserta yang
telah mendapat Home Visit).
d. Menjalankan Duta Prolanis di Faskes Pengelola dimana Duta Prolanis bertindak sebagai
motivator dalam kelompok program pengelolaan penyakit kronis.
e. Memberikan edukasi kepada keluarga peserta mengenai penyakit yang diderita oleh
peserta tersebut dengan menerangkan pentingnya peserta untuk mengikuti program
pengelolaan penyakit kronis secara rutin tiap bulannya dan pentingnya dukungan
keluarga dalam mendorong lansia untuk memanfaatkan program ini. Edukasi dapat
dilakukan oleh masing-masing PPK tingkat pertama sebagai pelaksana kegiatan program
pengelolaan penyakit kronis. Bagi peserta baru terdaftar, PPK tingkat pertama dapat
mengundang keluarganya untuk diberikan edukasi. Apabila keluarga yang bersangkutan
tidak bisa datang, edukasi dapat diberikan melalui telepon. Sedangkan untuk peserta yang
sudah lama menjadi peserta program pengelolaan penyakit kronis, dapat diundang
seluruh keluarganya untuk diberikan edukasi secara bersamaan di PPK tingkat pertama.
f. Mengembangkan kegiatan program pengelolaan penyakit kronis di PPK tingkat pertama
menjadi lebih menarik sekaligus mempermudah lansia dalam mengingat hal-hal penting
terkait dengan penyakitnya. Kadang ditemukan sifat lansia yang seperti anak-anak lagi,
salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan permainan ringan
seperti menebak gambar. Gambar bisa berupa makanan yang baik dan tidak baik untuk
dikonsumsi bagi penderita penyakit kronis. Selain itu dapat pula dilaksanakan demo
memasak makanan yang baik bagi penderita penyakit kronis.
g. Mengarahkan FKTP untuk bekerjasama dengan kader Posyandu setempat dalam hal
mengingatkan peserta prolanis untuk menghadiri kegiatan tiap bulannya. Kader posyandu
biasanya memiliki pengurus posyandu di masing-masing RT. Dalam hal ini, pengurus
tersebut memiliki peranan penting dalam mengajak peserta prolanis untuk berkunjung ke
PPK tingkat pertama secara rutin tiap bulannya. Pengurus posyandu di masing-masing
RT dapat mengajak peserta prolanis di RTnya untuk berangkat bersama-sama ke PPK
tingkat pertama. Dengan adanya teman yang juga peserta prolanis, membuat kegiatan jadi
lebih menyenangkan karena responden dapat berangkat bersama-sama sambil mengobrol.

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Daftar Referensi

Bangun, A. P. (2005). Sehat & Bugar pada Usia Lanjut dengan Jus Buah & Sayuran.
AgroMedia Pustaka.
Febrina, S. (2011). Faktor-Faktor yang Berhubngan dengan Kunjungan Antenatal Lengkap
(K4) di Wilayah Kerja Puskesmas Sungayang Kabupaten Tanah Datar tahun 2011.
Depok: FKM UI.
Handayani, D. E. (2012). Pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu Oleh Lanjut Usia di
Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor Tahun 2012 dan Faktor Yang Berhubungan.
Depok: FKM UI.
Hariastuti. (2002). Hubungan Karakteristik Ibu dengan Frekuensi Pemanfaatan Pelayanan
Antenatal (ANC) di Jawa Barat tahun 2002. Depok: FKM UI.
Hayati. (2002). Karakteristik Ibu Hamil yang Memanfaatkan Pelayanan Antenatal Care
(ANC) Serta Hubungannya dengan Kelengkapan Kunjungan ANC di Puskesmas Kota
Bandung Jawa Barat tahun 2001. Depok: FKM UI.
Ilyas, Y. (2011). Mengenal Asuransi Kesehatan, Review Utilisasi, Manajemen Klaim, dan
Fraud. Depok: FKM UI.
Korneliani, K., & Meida, D. (2012). Obesitas dan Stress dengan Kejadian Hipertensi. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(2), 119.
Kurniasari, L., & Suktiarti. (2013). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Pendidikan dan Status Pekerjaan dengan Motivasi Lansia Berkunjung ke Posyandu
Lansia di Desa Dadirejo Kecamatan Tirto Kabupaten Pekalongan. Pekalongan:
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Pekajangan.
Madunde, K. J., Pelealu, F. J., & Kawatu, P. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kema Kecamatan Kema Kabupaten
Minahasa Utara. Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Maryam, R., Ekasari, M., Rosidawati, Jubaedi, A., & Batubara, I. (2009). Mengenal Usia
Lanjur dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Panduan Praktis Prolanis. (n.d.). Panduan Praktis Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit
Kronis). BPJS Kesehatan.

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015


Pratiwi, A. A., Balqis, & Amir, M. Y. (2014). Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan
Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Barebbo
Kabupaten Bone. Jurnal AKK, 3(1), 27.
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2012). Selamat
Datang di Pembiayaan & Jaminan Kesehatan Online. Retrieved Mei 29, 2015, from
http://www.ppjk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1:sel
amat-datang-di-pembiayaan-a-jaminan-kesehatan-online&catid=56&Itemid=28
Riset Kesehatan Dasar. (2007). Riset Kesehatan Dasar 2007. Departemen Kesehatan RI.
Rumengan, D. S., Umboh, J. M., & Kandou, G. D. (2015). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan pada Peserta BPJS Kesehatan di
Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan Mapanget Kota Manado. JIKMU, 5(1).
Towers Watson. (2014). 2014 Global Medical Trends Survey Report. Retrieved April 1, 2015,
from http://www.towerswatson.com/en/Insights/IC-Types/Survey-Research-
Results/2014/05/2014-global-medical-trends-survey-report
UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Wahyuni, N. S. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas Sumber Rejo Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur
tahun 2012. Depok: FKM UI.

Faktor faktor ..., Ismaniar Tawakal, FKM UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai