Anda di halaman 1dari 6

JURNAL 1

Penulis Rosma Karinna Haq, Suhartini Ismail, Meira Erawati


Jurnal Perawat Indonesia, Volume 3 No. 3, Hal. 191-196,
Tahun
November 2019
Studi Eksplorasi Manajemen Nyeri pada Pasien Post
Judul
Operasi dengan Ventilasi Mekanik
Metode Penelitian Penelitian kualitatif, studi eksplorasi
5 perawat yang bekerja di ruang ICU di salah satu RS di
Jumlah Sampel
Jawa Tengah
1. Perawat yang bekerja di ruang ICU lebih dari 5 tahun
Kriteria Sampel
2. Perawat yang belum memiliki sertifikat pelatihan nyeri
Hasil wawancara didapatkan 3 hal:
1. Perawat di ruang ICU sudah melakukan pengkajian
nyeri secara adekuat pada pasien post operasi dengan
ventilasi mekanik sesuai SPO menggunakan CPOT
(critical pain observation tool).
2. Manajemen nyeri pada pasien post operasi dengan
ventilator lebih dominan dengan kolaborasi pemberian
terapi farmakologi (analgesik, sedasi), sedangkan
Hasil Penelitian
tindakan non farmakologi belum maksimal.
3. Tindakan evaluasi dan reassessment nyeri dilakukan
setelah 30 menit pemberian analgesik intravena,
evaluasi setiap 15 menit pada pemberian morfin titrasi,
dan evaluasi segera dilakukan setelah terapi relaksasi
maupun distraksi, namun terapi non farmakologi tidak
secara adekuat menurunkan nyeri pada pasien post
operasi dan terpasang ventilasi.
Penulis menjelaskan pengkajian nyeri dengan instrument
CPOT, yang mana instrumen ini digunakan pada pasien
Kelebihan
yang terpasang ventilasi mekanik dan tidak dapat
mengkomunikasikan nyerinya secara verbal.
Kekurangan Dalam penelitian didapatkan bahwa manajemen nyeri
dengan farmakologi lebih dominan pada pasien post
operasi, sedangkan penulis tidak menjelaskan kondisi
tingkat keparahan nyeri atau pain period pada pasien post
operasi yang membutuhkan sedasi secara titrasi atau
intravenous. Mengingat pasien post operasi “biasanya”
masih dalam keadaan tersedasi dan dimotivasi segera
weaning.
Dalam penelitian ini juga indikator untuk efektifitas
manajemen nyeri yang diapakai adalah wawancara kepada
perawat, bukan observasi langsung kepada pasien. Padahal
yang merasakan nyeri adalaha pasien bukan perawat atau
dari tindakan yang dilakukan perawat.

JURNAL 2

Shahnaz Mohammad Ayasrah, Teresa Mary O’Neil, Maysoon


Penulis Saleem Abdalrahim, Manal Mohammed Sutary, Muna Suliman
Kharabsheh
International Journal Health Sci (Qassim). 2014 Jul; 8(3): 287-
Tahun
298
Pain Assessment and Management in Critically Ill Intubated
Judul
Patients in Jordan: A Prospective Study
Metode Penelitian Descriptive exploratory design
Jumlah sampel sebanyak 301 pasien sebagai responden dari 6
ruang ICU berbeda di 3 rumah sakit besar di Jordan (rumah
Jumlah Sampel
sakit militer, rumah sakit milik pemerintah, dan rumah sakit
pendidikan)
Kriteria Sampel Dari 301 pasien jumlah laki-laki sebesar 62,1%, dengan rata-
rata usia 60 tahun. Sebesar 87,4 % terintubasi dengan
endotracheal tube dan sisanya menggunakan tracheostomy.
Dari 301 catatan medis pasien yang terkumpul, hanya didapat
115 kasus nyeri yang muncul pada dokumentasi keperawatan.
Dengan kriteria sampel:
1. Semua pasien di ICU yang berusia 18 tahun keatas
2. Pasien dengan terpasang ventilasi mekanik minimal 72 jam
Pasien yang dikeluarkan dari sampel:
1. Pasien dengan quadriplegic
2. Menerima terapi agen bloker neuromucular
3. Pasien yang terekstubasi kurang dari 72 jam
Hasil Penelitian Hasil penelitian disimpulkan:
1. Indikator pengkajian nyeri yang digunakan oleh dokter dan
perawat. Sebagian besar (97%) dari 115 pain episode data
yang ditemukan. Dokter dan perawat mencatat untuk yang
masuk kategori indikator non-observable pain (keluhan
nyeri pasien) sebesar 1,7% atau hanya 2 pasien yang
mengeluhkan nyeri secara langsung. Sedangkan dari
indikator observable pain didapatkan beberapa data
diantaranya yaitu gerakan tubuh (15,8%), aktivasi alarm
ventilasi mekanik (11,8%), ketegangan otot (tidak
terdokumentasi), perubahan ekspresi wajah (2,6%) dan
reaksi pemeriksaan fisik (48,7%). Respon pasien terhadap
terapi yang terdokumentasi (18,5%)
2. Intervensi yang dilakukan untuk manajeman nyeri yang
dilakukan oleh perawat meliputi 2 kategori:
a. Intervensi manajemen nyeri dengan farmakologi,
tercatat 78% dari 115 episode nyeri dengan
menggunakan analgesik atau sedasi dan terapi medis
lain, seperti terapi via kateter spidural sesuai advice
kolaborasi dengan dokter. Beberapa pasien, analgesik
dikombinasi dengan terapi sedatif, seperti midazolam
hydrochloride dan remifentanil hydrochloride (yang
banyak digunakan), sedang morphine sulfate merupakan
analgesik paling banyak digunakan. Intervensi
manajemen nyeri lainnya adalah epidural perfusion
tidak digunakan. Presentase pasien yang mendapat
terapi sedatif via intravena secara kontinu sebesar 21,7%
dan analgesik sebesar 15,6%.
b. Intervensi manajemen nyeri non-farmakologi, tercatat
46% dilakukan dari 115 episode nyeri. Intervensi non-
farmakologi paling sering diimplementasikan untuk
mengurangi nyeri biasanya dilakukan dalam tindakan
endotracheal suctioning (26,9%). Selain itu tindakan
non-famakologi yang diimplementasikan dengan
mengatur posisi nyaman dan penggunaan restraints
untuk keamanan (9,5 %), penyesuaian atau setting
ventilator dan mengobservasi AGD (7,8%). Intervensi
untuk meningkatkan kenyamanan seperti oral care dan
massage jarang tercatat (1,7%).
3. Pengekajian ulang terhadap nyeri. Hanya 37% dari 115
pain episode dilakukan reassessment oleh perawat,
ditemukan keluhan nyeri pasien 1% dan indikator
observable sebesar 36%. Reassessment dilakukan setelah
melakukan intervensi nyeri untuk menilai keefektifan terapi
yang diberikan.
Penulis menjelaskan pengkajian nyeri terstandart yang dapat
dilakukan pada pasien dengan terpasanng ventilasi mekanik
Kelebihan (observable indicator) sehingga pembaca dapat mudah
memahami dan menjelaskan kapan waktu yang tepat untuk
mengevaluasi tindakan manajemen nyeri yang telah dilakukan.
Dari hasil penelitian didapat bahwa dari 301 responden hanya
115 pasien yang terdokumentasi mengalami pain periode, hal
ini menunjukkan bahwa assesment terhadap nyeri tidak adekuat
sehingga manajemen nyeri yang seharusnya diterima pasien
Kekurangan tidak adekuat.
Penulis tidak menjabarkan dalam memberikan intervensi
manajemen nyeri menggunakan farmakologi (sedasi, analgesik)
efektivitasnya berapa lama, karena mengingat pasien harus
dimotivasi untuk persiapan weaning.
KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rosma Karinna Haq, Suhartini
Ismail, Meira Erawati (2019) dan Ayasrah, dkk (2014) dapat disimpulkan, perawat
kritis dalam mengatasi masalah keperawatan nyeri pada pasien dengan terpasang
ventilator harus memahami dan melakukan 3 hal untuk mengurangi nyeri,
ketepatan menyusun intervensi manajemen nyeri, yaitu 1) perawat kritis harus
mampu mengkaji nyeri pasien yang terpasang ventilasi mekanik secara verbal
(jika mampu atau dalam keadaan sadar) dan observable dengan instrument CPOT,
2) Manajemen nyeri dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat (non
farmakologi) dan kolaborasi pemberian terapi farmakologi, 3) Perawat mampu
menilai reassesment keefektifan manajemen nyeri yang terlah dilakukan.
SUMBER JURNAL

Haq, R. Karinna, Suhartini Ismail, Meira Erawati. 2019. Studi eksplorasi

manajemen nyeri pada pasien post operasi dengan ventilasi mekanik.

Jurnal Perawat Indonesia. Volume 3 No. 3: Hal. 191-196, November 2019

Ayasrah, S. Mohammad Teresa Mary O’Neil, Maysoon Saleem Abdalrahim,

Manal Mohammed Sutary, Muna Suliman Kharabsheh. Pain assessment

and management in critically ill intubated patients in jordan: a

prospective study. International Journal Health Sci (Qassim). 2014 Jul;

8(3): 287-298

Anda mungkin juga menyukai