Anda di halaman 1dari 11

Bab II

ISI

2.1 Perkembangan Negara Uni Soviet

Uni Soviet (bahasa Rusia: Сове́тский Сою́з, Sovétskiĭ Soyúz) atau Uni Republik


Sosialis Soviet, disingkat URSS (bahasa Rusia: Сою́з Сове́тских Социалисти́ческих
Респу́блик, Soyúz Sovétskikh Sotsialistícheskikh Respúblik; disingkat CCCP, SSSR),
adalah negara sosialis yang pernah ada antara tahun 1922–1991 di Eurasia.

Uni Soviet menganut sistem politik satu partai yang dipegang oleh Partai


Komunis hingga 1990.[1] Walaupun Uni Soviet sebenarnya adalah suatu kesatuan politik
dari beberapa republik Soviet dengan ibu kota di Moskwa, nyatanya Uni Soviet menjelma
menjadi negara yang pemerintahannya sangat terpusat dan menerapkan sistem ekonomi
terencana.

Revolusi Februari yang bergolak di Rusia pada tahun 1917 menyebabkan


runtuhnya Kekaisaran Rusia. Penerusnya, Pemerintahan Sementara Rusia, hanya bertahan
hingga digulingkan melalui Revolusi Oktober pada tahun yang sama. Setelah
kaum Bolshevik menang dalam Perang Sipil Rusia pascarevolusi, Uni Soviet didirikan pada
tanggal 30 Desember 1922 dengan anggota RSFS Rusia, RSFS Transkaukasia, RSS
Ukraina, dan RSS Byelorusia.

Pasca-kematian pemimpin Soviet yang pertama, Vladimir Lenin, pada


tahun 1924, Josef Stalin menjadi penggantinya setelah memenangkan perebutan
kekuasaan[2] dan memimpin negara tersebut melewati proses industrialisasi besar-besaran
dengan sistem ekonomi terencana dan penindasan politik.[2][3] Dalam suasana Perang Dunia
II, pada bulan Juni 1941, Nazi Jerman dan sekutunya menyerang Uni Soviet
melalui Operasi Barbarossa walaupun sebelumnya kedua negara telah
menandatangani Pakta Molotov–Ribbentrop yang berisi perjanjian untuk tidak saling
menyerang. Setelah empat tahun berperang secara besar-besaran, Uni Soviet muncul
sebagai salah satu dari dua negara adidaya pemenang perang selain Amerika Serikat.

Uni Soviet dan negara-negara satelitnya di Eropa Timur terlibat dalam Perang


Dingin, yaitu perebutan pengaruh ideologi dan politik global yang berkepanjangan
melawan Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya di Blok Barat. Pada akhirnya, Uni Soviet
mengalami kekalahan dalam hal ekonomi serta politik dalam dan luar negeri. [4][5] Pada akhir
tahun 1980-an, pemimpin Soviet yang terakhir, Mikhail Gorbachev, mencoba
merestrukturisasi negara yang dipimpinnya melalui kebijakan glasnost dan perestroika,
tetapi justru memicu perpecahan di Uni Soviet yang akhirnya secara resmi bubar pada
tanggal 26 Desember 1991 setelah gagalnya percobaan kudeta pada
bulan Agustus sebelumnya.[6] Hak dan kewajiban negara ini kemudian dilanjutkan
oleh Federasi Rusia.[7]

Pada masanya, Uni Soviet memiliki tiga perwakilan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),


yaitu Uni Soviet, Ukraina, dan Byelorusia. Pada masanya, Uni Soviet adalah negara
terbesar di dunia, dengan luas 22.402.200 km2. Status negara terbesar ini kemudian
diteruskan oleh negara penggantinya, Federasi Rusia. Luas wilayahnya yang meliputi
seperenam daratan di muka bumi hampir sama luasnya dengan Amerika Utara. Seperempat
wilayah Uni Soviet berada di Eropa serta menjadi pusat ekonomi dan budaya. Wilayah
bagian timurnya di Asia yang jarang berpenduduk memanjang hingga Samudera Pasifik di
sebelah timur dan Afganistan di sebelah selatan. Uni Soviet membentang sepanjang lebih
dari 10.000 km dari timur ke barat dan hampir 7.200 km dari utara ke selatan, melintasi
sebelas daerah waktu.

Uni Soviet juga mempunyai batas negara terpanjang di dunia dengan panjang lebih dari
60.000 km, dua pertiganya adalah garis pantai Samudra Arktik. Uni Soviet berbatasan
langsung dengan Afganistan, Cekoslowakia, Finlandia, Hongaria, Iran, Korea
Utara, Mongolia, Norwegia, Polandia, Republik Rakyat Tiongkok, Rumania,
dan Turki pada tahun 1949–1991. Uni Soviet dan Amerika Serikat dibatasi oleh Selat
Bering.
2.2 Masa awal

Tsar Rusia terakhir, Nikolai II, memerintah Kekaisaran Rusia hingga dipaksa


mengundurkan diri pada bulan Maret 1917 dalam Revolusi Rusia karena adanya polemik
keikutsertaan Rusia dalam Perang Dunia I. Selanjutnya, Pemerintahan Sementara
Rusia mengambil alih kekuasaan hingga digulingkan oleh kaum revolusioner
melalui Revolusi Oktober pada tanggal 7 November 1917 yang dipimpin oleh
Pemimpin Bolshevik, Vladimir Lenin.

Uni Soviet secara resmi didirikan pada bulan Desember 1922 dengan anggota RSFS


Rusia, RSS Ukraina, RSS Byelorusia, dan RSFS Transkaukasia yang masing-masing
dipimpin oleh Partai Bolshevik setempat. Lenin ditunjuk sebagai Pemimpin Uni
Soviet yang pertama. Walaupun Uni Soviet didirikan sebagai federasi, sebutan "Soviet
Rusia" – yang sebenarnya hanya berlaku bagi RSFS Rusia – seringkali disalahgunakan
untuk menyebut Uni Soviet secara keseluruhan oleh penulis dan politisi non-Soviet.

Era Stalin

Lenin wafat pada tahun 1924 dan digantikan oleh Josef Stalin. Pada masanya, ia
memodernisasi pertanian dengan program kolektivisasi yang terkenal ganas dan
mengakibatkan banyak rakyatnya mati kelaparan, dibuang ke kamp-kamp
konsentrasi di Siberia, atau ditembak mati oleh aparat pemerintah (terutama NKVD). Stalin
juga membunuh banyak orang yang dianggapnya sebagai pembangkang, termasuk
golongan militer. Pembersihan Besar-Besaran pada tahun 1937 adalah yang terburuk.
Selain itu, ia turut memprakarsai industrialisasi Uni Soviet meski lebih ditujukan untuk
kepentingan militer.

Pada tahun 1939, Soviet menandatangani pakta non-agresi dengan Nazi Jerman yang


memberi jalan bagi Uni Soviet untuk mencaplok bagian timur Polandia, negara-negara
Baltik, dan Bessarabia. Pencaplokan Soviet atas Polandia diwarnai dengan
adanya Pembantaian Katyn, pembunuhan massal 20.000 orang Polandia oleh NKVD.
Walaupun demikian, isi pakta ini dilanggar oleh Nazi yang menyerang Uni Soviet pada
bulan Juni 1941. Setelah mengalami kekalahan demi kekalahan, Tentara Merah berhasil
menahan serbuan Nazi pada tahun 1943 dan akhirnya berhasil mengusir mereka dari Eropa
Timur. Daerah-daerah yang dulunya dikuasai Nazi, termasuk sebagian Jerman, direbut oleh
Soviet. Walaupun lebih dari 20 juta rakyat Uni Soviet terbunuh dalam Perang Patriotik
Raya, dunia mulai memperhitungkan kekuatan angkatan bersenjata Soviet.

Pascaperang, Uni Soviet mengubah strategi pendudukannya di Eropa Timur, dari militer ke
dominasi politik dan ekonomi meskipun tentara Soviet tetap ditempatkan di negara-negara
tersebut hingga keruntuhannya kelak. Strateginya adalah menunjuk rezim pro-komunis
setempat untuk memerintah negara-negara tersebut di bawah pengawasan Moskwa. Selain
itu, Soviet juga berusaha mengembangkan pengaruhnya ke luar negeri, terutama ke
beberapa negara tetangganya seperti Finlandia dan Afganistan. Hal ini memicu reaksi
negatif dari negara-negara Barat yang berakibat dimulainya Perang Dingin. Dalam masa
yang sama, Stalin berusaha membangun kembali ekonomi Soviet yang porak poranda
akibat perang sambil meneruskan kebijakan lamanya, yaitu membangun industri berat dan
militer serta menindas para pembangkang. Pada masa inilah, Uni Soviet mulai
berkonfrontasi dengan kekuatan Barat dengan mendukung Korea Utara dalam Perang
Korea pada tahun 1950.

Era Khrushchev

Stalin meninggal pada tahun 1953 dan digantikan oleh Nikita Khrushchev. Pada masanya,


ia mengubah kebijakan Stalin yang tergolong kejam melalui proses destalinisasi dan
berusaha memperbaiki hubungan dengan negara-negara Barat. Meskipun demikian,
konfrontasi dengan Barat tetap ada. Pada masa inilah terjadi perlombaan
angkasa dan senjata nuklir. Khrushchev dilengserkan dari jabatannya sebagai Sekretaris
Jenderal Partai Komunis dan Kepala Negara Uni Soviet pada tahun 1964 setelah Krisis
Rudal Kuba setahun sebelumnya yang nyaris memicu perang nuklir antara Uni Soviet
dengan Amerika Serikat.
Era Brezhnev

Setelah Khrushchev dilengserkan, Uni Soviet kembali dipimpin secara bersama-


sama oleh Leonid Brezhnev

sebagai Sekretaris Jenderal, Alexei Kosygin sebagai Perdana Menteri, dan Nikolai


Podgorny sebagai Ketua Presidium hingga 1970 saat Brezhnev mengangkat dirinya sebagai
pemimpin tunggal. Pada tahun 1968, Uni Soviet dan negara-negara anggota Pakta
Warsawa menginvasi Cekoslowakia untuk mencegah meluasnya reformasi Musim Semi
Praha.

Pada masanya, Brezhnev memulai politik détente yang bertujuan untuk mengurangi


ketegangan dengan negara-negara Barat. Walaupun demikian, ia tetap berusaha
mengembangkan pengaruh Soviet dengan mendukung salah satu pihak yang pro-
komunisme, sosialisme, atau anti-Barat dalam berbagai konflik global dan perang saudara
seperti mendukung negara-negara Arab dalam konflik melawan
Israel, Vietcong dan Tentara Rakyat Vietnam dalam Perang Vietnam yang juga didukung
oleh Tiongkok, MPLA di Angola, FRELIMO di Mozambik, SWAPO di Namibia, serta
pemerintahan Sandinista di Nikaragua. Selain itu, ia juga menghidupkan kembali beberapa
kebijakan Stalin yang bertumpu pada pembangunan industri berat dan militer.

Era Brezhnev juga dikenal sebagai "Masa Stagnasi" karena birokrasi Soviet yang kaku saat
itu menghalangi inovasi dan pembaruan dalam segala bidang, terutama bidang politik,
ekonomi, dan teknologi. Pada tahun 1980, pecah Perang Soviet-Afganistan yang
mengakhiri kebijakan détente sehingga membuat Amerika Serikat di bawah
kepemimpinan Jimmy Carter dan Ronald Reagan memperbarui ketegangan dan
melanjutkan perlombaan senjata.

Era Gorbachev

Setelah meninggal pada tahun 1982, kedudukan Brezhnev digantikan oleh Yuri


Andropov dan Konstantin Chernenko yang masing-masing meninggal saat menjabat pada
tahun 1984 dan 1985. Pasca-kematian Chernenko, Politbiro mengangkat Mikhail
Gorbachev sebagai Sekretaris Jenderal pada bulan Maret 1985 yang menandai hadirnya
generasi kepemimpinan yang baru. Di bawah Gorbachev yang relatif masih muda, para
teknokrat berorientasi pembaruan yang telah mengawali karier mereka sejak masa
kepemimpinan Khrushchev, dengan segera memperkuat kekuasaan di lingkungan Partai
Komunis, memberikan momentum baru untuk liberalisasi politik dan ekonomi, serta
mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan Barat.

Pada saat Gorbachev memperkenalkan glasnost (keterbukaan


politik), perestroika (restrukturisasi ekonomi), dan uskoreniye (percepatan pembangunan
ekonomi), perekonomian Uni Soviet mengalami inflasi tersembunyi yang diperparah oleh
maraknya pasar gelap. Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan sebagai negara adidaya
dalam bidang militer, spionase, dan bantuan bagi negara-negara sahabat, telah banyak
membebani perekonomian Uni Soviet. Gelombang baru industrialisasi yang didasarkan
pada teknologi informasi membuat Uni Soviet kelabakan mengadopsi teknologi Barat dan
mencari kredit untuk mengatasi keterbelakangannya.

Undang-Undang Koperasi yang diberlakukan pada bulan Mei 1988 merupakan salah satu


kejutan dalam agenda pembaruan ekonomi Gorbachev. Untuk pertama kalinya
sejak Kebijakan Ekonomi Baru yang digagas oleh Lenin, negara mengizinkan kepemilikan
pribadi perusahaan dalam bidang jasa, manufaktur, dan perdagangan luar negeri.

Glasnost memberi kebebasan berbicara dan berpendapat secara lebih besar. Kebebasan pers
mulai diterapkan serta ribuan tahanan politik dibebaskan dari kamp-kamp kerja paksa.
Tujuan utama Gorbachev mengadakan glasnost adalah untuk menekan kaum konservatif
yang menentang kebijakan restrukturisasi ekonominya. Melalui berbagai keterbukaan,
debat, dan partisipasinya, Gorbachev berharap rakyat Soviet akan mendukung setiap
langkah pembaruannya.

Pada bulan Januari 1987, Gorbachev menyerukan demokratisasi dengan memperkenalkan


unsur-unsur demokrasi seperti pemilihan umum dengan banyak calon dalam dinamika
politik Uni Soviet. Pada bulan Juni 1988, dalam Kongres Partai Komunis Uni Soviet XIX,
Gorbachev menggulirkan pembaruan-pembaruan radikal yang dimaksudkan untuk
mengurangi kendali Partai Komunis terhadap aparat pemerintah. Pada
bulan Desember 1988, Majelis Agung Uni Soviet menyetujui pembentukan Kongres
Perwakilan Rakyat yang sebelumnya telah ditetapkan dalam amendemen Konstitusi Soviet
1977 sebagai badan legislatif yang baru. Pemilihan umum anggota kongres diadakan di Uni
Soviet pada bulan Maret dan April 1989. Pada tanggal 15 Maret 1990, Gorbachev terpilih
sebagai Presiden Uni Soviet yang pertama.

2.3Krisis dan kejatuhan

Upaya Gorbachev untuk merampingkan sistem komunis memang membawa harapan, tetapi


tidak dapat dikendalikan sehingga mengakibatkan serangkaian peristiwa yang akhirnya
ditutup dengan pembubaran Uni Soviet. Kebijakan perestroika dan glasnost yang mulanya
dimaksudkan sebagai alat untuk merangsang perekonomian Uni Soviet malah
menimbulkan akibat-akibat yang tak diharapkan.

Penyensoran media yang tak lagi ketat akibat glasnost menyebabkan Partai Komunis tidak


dapat berbuat banyak saat media mulai menyingkap masalah-masalah sosial dan ekonomi
yang telah lama disangkal dan ditutup-tutupi oleh pemerintah. Masalah seperti perumahan
yang buruk, alkoholisme, penyalahgunaan obat-obatan, polusi, pabrik-pabrik yang sudah
ketinggalan zaman sejak masa Stalin dan Brezhnev, serta korupsi yang sebelumnya
diabaikan oleh media resmi, kini mendapatkan perhatian yang semakin besar. Laporan-
laporan media juga menyingkap kejahatan yang dilakukan oleh rezim Stalin
seperti gulag dan Pembersihan Besar-Besaran. Selain itu, perang di Afganistan dan
kekeliruan penanganan Bencana Chernobyl semakin merusak citra pemerintah. Keyakinan
masyarakat terhadap sistem pemerintahan Soviet semakin melemah sehingga mengancam
integritas Uni Soviet.

Pertikaian antarnegara anggota Pakta Warsawa membuat Uni Soviet tidak mampu lagi


mengandalkan negara-negara satelitnya untuk melindungi perbatasannya. Pada tahun
1989, Doktrin Brezhnev ditanggalkan dan kebijakan untuk tidak ikut campur urusan dalam
negeri negara-negara satelitnya di Eropa Timur dijadikan sebagai pengganti. Hal itu
membuat pemerintahan di negara-negara satelit Uni Soviet di Eropa Timur kehilangan
jaminan bantuan dan intervensi Soviet apabila rakyatnya memberontak. Pada akhirnya,
pemerintahan berhaluan komunis di Bulgaria, Cekoslowakia, Hongaria, Jerman
Timur, Polandia, dan Rumania yang berkuasa sejak akhir Perang Patriotik Raya runtuh.

Uni Soviet juga mulai mengalami pergolakan saat rakyat mulai merasakan akibat politik
dari glasnost. Meski sudah dilakukan berbagai upaya untuk meredamnya, ketidakstabilan
di Eropa Timur mau tidak mau menyebar ke negara-negara yang tergabung dalam Uni
Republik Sosialis Soviet. Dalam pemilihan umum untuk memilih anggota dewan regional
di republik-republik Uni Soviet, kaum nasionalis dan tokoh pembaruan radikal banyak yang
terpilih.

Bangkitnya nasionalisme segera menghidupkan kembali ketegangan antaretnis di berbagai


republik Soviet yang semakin memperlemah cita-cita persatuan rakyat Soviet. Sebagai
contoh, pada bulan Februari 1988, pemerintah Nagorno-Karabakh, RSS Azerbaijan, yang
didominasi oleh etnis Armenia, meloloskan keputusan yang menyatakan penggabungan
wilayahnya dengan RSS Armenia. Kekerasan terhadap orang-orang Azerbaijan diliput dan
ditayangkan oleh televisi Soviet sehingga memicu adanya pembantaian terhadap orang-
orang Armenia di Sumqayit. Ketegangan antaretnis ini kelak akan menjadi cikal
bakal radikalisme dan terorisme pasca-keruntuhan Uni Soviet.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap situasi ekonomi semakin memburuk.


Meski perestroika dianggap berani dalam konteks sejarah Uni Soviet,
upaya Gorbachev untuk melakukan pembaruan ekonomi tidak begitu radikal dan dinilai
terlambat untuk membangun kembali ekonomi negara yang sangat lesu pada akhir tahun
1980-an. Berbagai terobosan dalam hal desentralisasi memang berhasil dicapai, tetapi
Gorbachev dan timnya sama sekali tidak merombak kebijakan-kebijakan ekonomi
warisan Stalin seperti pengendalian harga, mata uang rubel yang tidak dapat dipertukarkan,
tidak diakuinya kepemilikan pribadi, dan monopoli pemerintah atas sebagian besar sarana
produksi.
Pada tahun 1990, pemerintah Uni Soviet praktis telah kehilangan seluruh kendalinya
terhadap kondisi-kondisi ekonomi. Pengeluaran pemerintah meroket karena perusahaan tak
menguntungkan yang memerlukan bantuan dari negara semakin bertambah, sedangkan
subsidi harga-harga kebutuhan pokok terus berlanjut. Perolehan pajak menurun, terutama
karena adanya kampanye antialkohol dan desentralisasi. Pemerintah pusat yang tidak dapat
lagi membuat kebijakan produksi, khususnya dalam industri pemenuhan kebutuhan pokok,
menyebabkan lenyapnya rantai produsen dengan pemasok sementara rantai yang baru
belum terbentuk. Jadi, bukannya merampingkan sistem, program desentralisasi Gorbachev
justru menyebabkan kemacetan proses produksi.

2.4Pembubaran

Pada tanggal 7 Februari 1990, Komite Pusat Partai Komunis setuju untuk melepaskan


monopoli atas kekuasaannya. Republik-republik anggota Uni Soviet mulai menegaskan
kedaulatan nasional mereka terhadap Moskwa dan mulai melancarkan "perang undang-
undang" dengan pemerintah pusat. Dalam hal ini, pemerintahan republik-republik anggota
Uni Soviet, terutama Trio Baltik, yaitu Estonia, Lituania, dan Latvia, membatalkan semua
undang-undang federal jika undang-undang itu bertentangan dengan undang-undang
setempat, menegaskan kendali mereka terhadap perekonomian setempat, dan menolak
membayar pajak kepada pemerintah pusat di Moskwa. Gejolak ini menyebabkan macetnya
ekonomi karena garis pasokan ekonomi dalam negeri rusak sehingga perekonomian Uni
Soviet semakin merosot.

Pada pertengahan Agustus 1991, kelompok garis keras di lingkungan Partai Komunis Uni


Soviet bekerja sama dengan KGB mengadakan sebuah percobaan
kudeta terhadap Gorbachev, tetapi gagal. Pada tanggal 8 Desember 1991, Presiden RSFS
Rusia, RSS Ukraina, dan RSS Byelorusia menandatangani Piagam Belavezha yang
menandakan pembubaran kesatuan dan digantikan fungsinya oleh Persemakmuran Negara-
Negara Merdeka (CIS). Sementara ada banyak perdebatan mengenai siapa yang berhak
membubarkan Uni Soviet, Gorbachev meletakkan jabatannya sebagai Presiden Uni
Soviet pada tanggal 25 Desember 1991 dan memberikan kekuasaannya kepada Boris
Yeltsin. Puncaknya, Majelis Agung Uni Soviet membubarkan dirinya pada tanggal 26
Desember 1991 yang sekaligus menandakan bubarnya Uni Soviet sebagai suatu federasi,
hanya terpaut empat hari sebelum hari jadinya yang ke-69.

Terdapat tiga tingkat kekuasaan di Uni Soviet: kekuasaan legislatif yang dijalankan


oleh Majelis Agung, pemerintah yang dijalankan oleh Dewan Menteri, serta Partai
Komunis, satu-satunya partai yang legal dan menjadi pembuat kebijakan utama di negara
tersebut.[9]

2.5 Pembagian administratif

Secara konstitusional, Uni Soviet merupakan gabungan dari 14 Republik Sosialis


Soviet (RSS) dan Republik Sosialis Federasi Soviet Rusia (RSFS Rusia), meski
kekuasaan Partai Komunis yang sangat besar membuat sebutan "uni" menjadi hanya
sekadar nama saja.[9] Traktat Pembentukan Uni Soviet ditandatangani pada tanggal 30
Desember 1922 oleh pemimpin empat republik, yaitu RSFS Rusia, RSFS
Transkaukasia, RSS Ukraina, dan RSS Byelorusia. Pada tahun 1924, saat pelaksanaan
program delimitasi nasional di Asia Tengah, dibentuklah RSS Uzbekistan dan RSS
Turkmenistan, menempati daerah yang dulunya merupakan bagian dari RSSO Turkestan di
RSFS Rusia dan dua dependensi Soviet, RSR Khwarezmia dan RSR Bukhara. Pada
tahun 1929, dibentuklah RSS Tajikistan, terpisah dari RSS Uzbekistan. Dengan
berlakunya Konstitusi 1936, anggota RSFS Transkaukasia, yaitu Georgia, Armenia,
dan Azerbaijan, ditingkatkan statusnya menjadi republik,
sedangkan Kazakhstan dan Kirgizstan dipisahkan dari RSFS Rusia.[10]

Selanjutnya, pada bulan Agustus 1940, dibentuklah RSS Moldova yang menempati daerah


yang dulunya milik RSS Ukraina serta daerah Bessarabia dan Bukovina Utara. Uni Soviet
juga mencaplok negara-negara Baltik, lalu membentuk RSS Estonia, RSS Latvia, dan RSS
Lituania. RSS Karelo-Finlandia dipisahkan dari RSFS Rusia pada bulan Maret 1940, tetapi
disatukan kembali pada tahun 1956. Antara bulan Juli 1956 hingga September 1991, ada 15
republik anggota Uni Soviet.[11] Meski sebenarnya semua republik mempunyai kedudukan
yang sama, nyatanya Uni Soviet didominasi oleh RSFS Rusia sebagai republik yang paling
besar dan kuat. Oleh karena itu, hingga tahun 1980-an, banyak orang yang salah kaprah
menyebut Uni Soviet sebagai "Rusia".

Anda mungkin juga menyukai