Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PROYEK

Uni Soviet merupakan salah satu (mantan) negara adidaya dunia yang sekaligus menjadi rival
abadi Amerika Serikat. Negara ini merupakan negara komunis teragung sejagat raya pada
masanya. Sehingga kekuatan politiknya tidak dapat diremehkan sejak ia berdiri tanggal 25
Oktober 1917. Bahkan 3 tahun setelah itu, tepatnya di tahun 1920 Vladimir Lenin terus berusaha
melebarkan sayap komunisme ke luar Eropa Timur. Usahanya ini dikenal dengan Komintern
(Komunis Internasional).

Pada masa kejayaannya, Uni Soviet yang merupakan gabungan dari beberapa negara berhasil
menularkan paham komunismenya pada beberapa negara di luar Eropa Timur. Namun
dinamisme perkembangan di dalam tubuh negaranya sendiri gagal menyatukan negara-negara
bagian yang bersatu di bawah naungan Uni Soviet.

Negara ini wajib memberikan perlindungan dan sumbangan materi kepada negara berpaham
sosial-komunis yang menjadi bawahannya. Semua ini dipicu juga karena perang dingin dengan
Amerika Serikat. Kedua negara besar tersebut tidak pernah bentrok fisik langsung. Tetapi
melalui tindakan di balik layar yang mendorong negara-negara kecil agar terlibat konflik lebih
dalam, kedua negara ini telah jelas menunjukkan ada dendam di antara mereka.

Sementara itu, demokrasi Amerika mendengungkan kebebasan yang tidak membatasi


rakyatnya mengeluarkan suara dan berkreativitas. Di pihak yang lain, sosial-komunis terus
dipaksakan menjadi ideologi bagi Uni Soviet dan sekutunya agar negara yang menganut paham
ini dapat hidup teratur serta adil.

Nyatanya zaman memberikan tantangan yang semakin berat bagi kedua kubu, United States of
America dan Uni Soviet. Dan akhirnya yang keluar dari perang dingin sebagai pemenang adalah
Amerika Serikat. Cool War atau perang dingin yang sudah lama berlangsung disudahi dengan
runtuhnya negara Uni Soviet pada 25 Desember 1991.

Proses Runtuhnya Uni Soviet

Setelah memahami mengapa negara sebesar Uni Soviet yang lahir dari Revolusi Bolshevik
tahun 1917 bisa runtuh, kita harus memahami proses dari keruntuhannya. Keruntuhan ideologi
komunis dianggap jatuh bersama keruntuhan Uni Soviet sebagai negara komunis terbesar dan
pertama di dunia. Bahkan tanda-tanda keruntuhannya telah tampak semenjak pemerintahan
masih dipegang oleh Nikita Kruschev. Beliau Presiden Uni Soviet yang menjadi salah satu dari
3K yang paling berpengaruh di dunia –Kruschev, Karno (Soekarno), dan Kennedy.

•Beban Masalah

Uni Soviet ketika dikendalikan Mikhail Gorbachev mengalami masalah yang sangat kompleks.
Ia memiliki beban tanggungan dalam dan luar negeri yang harus segera diselesaikan. Dan karena
ketidakmampuan sosialis-komunis menyelesaikan masalah-masalah tersebut sesegera mungkin,
Gorbachev menerapkan cara lain yang lebih terbuka dan melibatkan rakyat sebagai bagian dari
negara.

Beban masalah dalam negeri yang sangat berat merupakan masalah ekonomi yang terus
memburuk, birokrasi pemerintahan yang ruwet dan macetnya produktivitas negara dalam
beroperasi secara normal. Sementara itu, di luar negeri Uni Soviet sedang dihadapkan dengan
banyak permasalahan antar negara mulai dari negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika
bahkan hingga Amerika Latin. Dan yang sangat memalukan adalah tragedi kebocoran nuklir
Chernobyl hingga mengharuskan Uni Soviet kehilangan kepercayaan dari beberapa negara yang
kesal kena dampak pencemaran lingkungannya.

•Perestroika

Perestroika merupakan upaya Gorbachev menyelesaikan masalah kompleks yang dihadapi Uni
Soviet. Tujuan dari dilaksanakannya konsep perestroika yaitu agar terjadinya restrukturisasi
dalam negara. Pada prakteknya, konsep perestroika justru menjadi awal kehancuran total Uni
Soviet.

Awalnya, konsep ini dijalankan dengan menentang kelompok pro dan kontra yang hadir
memberi tanggapan. Gorbachev menganggap orang-orang yang kontra adalah generasi lama
yang pola pikirnya masih konservatif, sehingga mereka perlu pembaruan. Padahal di pihak
kontra ini berdirilah kepala KGB, Menteri Pertahanan, Wakil Presiden dan beberapa menteri
lainnya.

Kelompok kontra kemudian merencanakan siasat agar Gorbachev turun dari kursinya.
Sehingga ia dan para generasi baru dapat tunduk kembali kepada kaum komunis ortodoks yang
terdiri dari golongan konservatif. Sayangnya usaha kudeta ini gagal dilaksanakan pada tanggal
19 Agustus 1991. Perestroika pun terus berjalan dengan beberapa asas yang menjadi unsurnya.

•Glasnost (Keterbukaan)

Sudah lama rakyat memimpikan sebuah negara yang terbuka. Gorbachev adalah seorang
pemimpin yang memahami keinginan rakyatnya, ia pun memasukkan unsur keterbukaan atau
glasnost pada konsep yang dijalankannya.

Keterbukaan yang dimaksud hampir sama dengan reformasi Indonesia yang menandai
berakhirnya orde baru. Glasnost di Uni Soviet membiarkan rakyat memiliki hak milik atas suatu
barang dan perusahaan swasta, membiarkan rakyat menyuarakan pendapat di media massa,
membiarkan media menampilkan berita beragam yang dibutuhkan rakyat, dan membiarkan
memasukkan unsur kebebasan agama dalam kehidupannya.

•Demokratisasi
Unsur demokratisasi ini diterapkan pada bidang politik. Sistem monopoli kursi politik yang
diterapkan sejak kabinetnya Lenin, berubah menjadi demokratis. Rakyat diberi pilihan secara
bebas agar menentukan orang yang tepat menjadi wakilnya sebagai penyambung suaranya di
kursi parlemen.

•Hukum Keteraturan

Hukum benar-benar ditegakkan di masa Gorbachev. Terutama dimulainya penegakan hukum


Hak Asasi Manusia (HAM) yang dulunya kurang dihargai. Fokus utama dimasukkannya unsur
ini ke dalam konsep perestroika adalah menormalkan kondisi ekonomi Uni Soviet yang sempat
turun.

Jadi dengan unsur ini, negara memberikan subsidi kepada perusahaan swasta yang bangkrut,
negara juga memberikan kebebasan individu dan swasta untuk mengembangkan perekonomian.
Pada masa ini, banyak alat berat yang menjadi usaha prioritas pemerintah untuk meningkatkan
pendapatan negara. Yang terpenting seluruh kebebasan tersebut berada dalam bingkai
keteraturan.

Konsep perestroika yang kembali dijalankan Gorbachev pada akhirnya gagal. Hal ini
dikarenakan Gorbachev menyadari banyak orang-orang dari Partai Komunis Uni Soviet (PKUS)
yang berusaha mengkudetanya. Bagaimana ia dapat bertahan memimpin bila yang
mendudukannya di kursi pimpinan terus berusaha menjatuhkannya.

Gorbachev memutuskan untuk melepas kekuasaannya di tanggal 24 Agustus 1991, hanya


beberapa hari setelah kegagalan kudeta. Dengan mundurnya Gorbachev dari kepemimpinannya,
maka semakin meriahlah kehancuran Uni Soviet. Negara-negara bagian yang semula masih
mempersiapkan strategi matang untuk melakukan gerakan sporadis akhirnya mempercepat diri
berpisah dengan Uni Soviet.

Kebubaran PKUS dan mundurnya Gorbachev dari sana sudah sama dengan keruntuhan Uni
Soviet. Partai besar ini merupakan Uni Soviet itu sendiri. Ia yang mengawali berdirinya Uni
Soviet dan mengelola negara tersebut kurang dari seabad.

Setelah Turunnya Gorbachev, satu per satu negara bagian Uni Soviet melepaskan diri. Georgia
yang menjadi negara perdana pecahan Uni Soviet di tahun 1990 terus disusul jejaknya oleh
negara bagian yang lain. Hingga keruntuhan Uni Soviet resmi dialami pada tanggal 31 Desember
1991.

Pelajaran yang dapat di ambil dari peristiwa runtuhnya uni- Soviet

Gelombang reformasi menyebar di negara-negara sosialis pada tahun 1980-an. Namun, seperti
berlari menghadapi resiko lebih besar jatuh ketimbang berjalan, reformasi di negara-negara
sosialis itu sangatlah rentan. Pelajaran dari kegagalan Partai Komunis Uni-Soviet (PKSU) sangat
berharga untuk Tiongkok, yang sedang menjalankan reformasi saat ini.
1. partai tidak harus menyerahkan kepemimpinan dalam negara selama reformasi. PKSU,
meskipun terganggu oleh korupsi pada tingkat yang parah, bisa saja dibangkitkan. Tetapi dalam
keributan akibat “keterbukaan tanpa batas”, PKSU telah kehilangan kontrol terhadap kaum
intelektual, kalangan teori, dan media.

2. reformasi tidak harus meninggalkan prinsip kepemilikan publik sebagai dasar ekonomi.
Kepemilikan publik sosialis telah menetapkan sifat sosialisme dan memastikan bahwa setiap
orang dapat mengatur dirinya sendiri. Itu merupakan bagian terpenting dalam sistem sosialis.
Sepanjang sistim kepemilikan publik dipertahankan, maka dasar negara sosialis akan tetap
bertahan, tidak peduli bagaimana proses reformasi berjalan. Pada tanggal 1 Juli 1991, pemimpin
tertinggi Uni-Soviet mengesahkan hukum privatisasi, yang mengatur bahwa perusahaan milik
negara dapat beralih menjadi kepemilikan kolektif atau kepemilikan saham, dan itu dapat dijual
atau dilelang.

Pada bulan yang sama, pemimpin Uni-Soviet Mikhail Gorbachev menulis kepada pertemua G-7
untuk memberitahu mereka bahwa dua tahun pertama dari rencana akan melihat 80% dari usaha
kecil dan menengah akan dijual kepada perseorangan dan juga model perusahaan swasta akan
dipromosikan.

Privatisasi menghasilkan klas istimewa dan diferensiasi kelas dalam masyarakat Uni-Soviet,
yang mengarah pada dua kesimpulan: reshuffle negara karena pembalikan tajam dalam kebijakan
tentang bagian partai berkuasa, atau kemarahan publik yang berjuang melawan kenyataan baru.

3. reformasi tidak sesederhana menyangkal pemimpin sebelumnya. Nikita Khrushchev menolak


Joseph Stalin dalam “pidato rahasia” tahun 1956. Dan dari situ gerakan anti-stalinisme
berlangsung beberapa dekade di Uni-Soviet, dan mengarah pada konsekuensi berbahaya berupa
penyangkalan terhadap sejarah Uni-Soviet itu sendiri, dan akhirnya menentang sistem atau
capaian dari komunisme. Namun, hanya dengan menyangkal masa lalu tidaklah membantu
menyelesaikan masalah. Selama reformasi di tahun 1980-an, Gorbachev mengubah arah dari
Uni-Soviet menjadi apa yang disebut “pemikiran baru”.

4. reformasi tidak harus bergantung kepada kekuatan eksternal. Amerika Serikat (AS) tidak
pernah mengubah tujuannya untuk mencoba “mentransformasikan secara damai” Uni-Soviet dan
negara-negara sosialis lainnya. Dia mengambil langkah berupakan tekanan ideologis terhadap
negara-negara sosialis, sedangkan para pemimpin Uni-Soviet yang mendukung reformasi tidak
melakukan tindakan pencegahan sama sekali. Gorbachev peduli dengan evaluasi dan pujian dari
AS, dan usahanya untuk mempromosikan keterbukaan dan apa yang disebut “otonomi budaya”
dengan harapan mendapatkan dukungan dari AS. Selain itu, ia mengakui bahwa dirinya pertama-
kali dipanggil Presiden AS setelah usaha kudeta oleh garis keras Uni-Soviet dan ia meninggalkan
tahanan rumah setelah meminta petunjuk dari Presiden AS.Dapat dimengerti untuk tetap
menjaga hubungan dengan negara-negara barat dalam situasi terbuka, tetapi perlu untuk menjaga
fikiran tetap tenang dan mengambil tindakan pencegahan secara efektif.
TUGAS

Isi teori

Benturan peradaban atau clash of civilizations (CoC) adalah teori bahwa identitas budaya dan
agama seseorang akan menjadi sumber konflik utama di dunia pasca-Perang Dingin. Teori ini
dipaparkan oleh ilmuwan politik Samuel P. Huntington dalam pidatonya tahun 1992

1. di American Enterprise Institute, lalu dikembangkan dalam artikel Foreign Affairs tahun 1993
berjudul "The Clash of Civilizations?",

2. sebagai tanggapan atas buku karya mahasiswanya, Francis Fukuyama, berjudul The End of
History and the Last Man (1992). Huntington kemudian mengembangkan tesisnya dalam buku
The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996). Frasa ini pernah digunakan
oleh Albert Camus pada tahun 1946,

3. dan Bernard Lewis dalam artikel The Atlantic Monthly edisi September 1990 berjudul "The
Roots of Muslim Rage".

4. Frasa ini juga muncul di sebuah buku terbitan tahun 1926 tentang Timur karya Basil Mathews:
Young Islam on Trek: A Study in the Clash of Civilizations (p. 196).

Apakah kaitan teori tersebut dengan Indonesia

Ya, karena Clash of civilization adalah suatu bentrokan antara budaya barat dengan budaya
Islam. Bentrokan yang ada saat ini bukan merupakan bentrokan lanjutan yang terjadi dimasa
terdahulu yang memang terjadi karena faktor budaya yg berbeda. Saat ini negara Barat dan
negara-negara Islam berseberangan karena adanya kebutuhan domestik. Dalam hal ini, Marxis
memandang bahwa The Clash of Civilizations akan tercipta antara para buruh dan kaum kapitalis
atau dalam kerangka besarnya antara negara dunia ketiga dan negara-negara utama. Tetapi, mari
kita batasi pada ranah antara Barat dan Islam yang diusung oleh Samuel Hutington. Konteks
permasalahan ini pada dasarnya adalah stereotip antara kedua belah pihak dengan menggunakan
legitimasi sejarah. Lebih lanjut, permasalahan ini berakar pada kepentingan ekonomi dan politik
antara kedua belah pihak. Disini Huntington seolah melihat peradaban sebagai blok monolitik.
Padahal, dalam kenyataan tidak demikian.

Sebagian peradaban, misalnya peradaban Islam, terutama ditentukan oleh wahyu keagamaan;
yang lain, seperti Konfusius, ditentukan oleh hubungan antara agama yang mengilhami mereka
dan kekuasaan politik yang kurang jelas. Dalam peradaban Barat, versi Katolik atau Protestan
dari agama Kristen membentuk bagian dari lanskap budaya mereka, meski masyarakat negara-
negara Barat amat terbagi berdasar kepercayaan keagamaannya. Dalam setiap peradaban, ada
beberapa tren pemikiran yang mengikuti garis-garis pengakuan, dan yang lain mengikuti garis-
garis penempatan-subjek perdebatan yang kini hidup di negara-negara seperti Turki dan Italia.
Merujuk pada Kenichi Ohmae, adanya konflik-konflik dalam dunia modern tidak hanya antar
peradaban, bahkan dalam peradaban yang sama bisa terjadi konflik. Karena seperti yang
dikatakan oleh Kenichi Ohmae, dalam peradaban yang sama, masyarakat sering berperang di
antara mereka masing-masing.

Misalnya, konflik di Irlandia Utara antara penganut Protestan dan Katolik, bukan merupakan
alasan yang tepat untuk menyatakan kebencian yang mendalam, karena sama-sama Kristen.
Contoh lain, akan sulit menjelaskan konflik di Ambon, di mana masyarakatnya berada dalam
tradisi dan suku yang sama. Perbedaan keyakinan dalam masyarakat Ambon, antara Islam dan
Kristen, bukanlah perbedaan besar, karena pada intinya sebenarnya kedua agama itu sama punya
tradisi dan akar sejarah yang sama: semitik. Dalam bukunya yang berjudul The End of Nation
State (1995), Ohmae berpendapat bahwa perang biasanya terjadi ketika para pemimpin politik
menonjolkan perbedaan-perbedaan kecil secara tajam seraya menciptakan kebencian laten bukan
ketika antar peradaban saling berbenturan, sebagaimana dinyatakan Huntington. Seakan
menyanggah tesis Huntington, Kenichi Ohmae berpendapat bahwa konflik-konflik terjadi lebih
disebabkan oleh para pemimpin politik yang kolot yang melibatkan rakyat untuk melakukan
konfrontasi bersenjata.

Anda mungkin juga menyukai