Peta wilayah Rusia saat ini. (Sumber: ontheworldmap.com).
1. Lahirnya USSR Munculnya USSR berawal dari Revolusi Rusia pada tahun 1917. Wilayah Rusia saat itu dipimpin oleh Nicholas II hingga Maret 1917. Rakyat saat itu meragukan pemerintahannya karena Rusia telah kalah di Perang Dunia I dan dianggap otoriter. Setelah Nicholas II turun, ada pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Alexander Kerensky. Meski begitu, pemerintahan ini dinilai lambat mewujudkan cita-cita rakyat Rusia. Hingga akhirnya pada 1972-1921, terjadi perang sipil. Keberhasilan Vladimir Lenin bersama dengan Partai Bolshevik dalam memimpin revolusi, selain berhasil menggulingkan pemerintahan Kerensky, juga berhasil memimpin rakyat dalam perang tersebut. Partai Bolshevik sendiri merupakan partai sosial-demokratis bagi para pekerja dan buruh dengan ideologi Marxisme-Leninisme. Dengan naiknya Lenin sebagai pemimpin, ideologi partai yang merupakan partai komunis pun semakin menyebar. Pada 1922 terjadi perjanjian antara Rusia, Ukraina, Belarusia, dan Transcaucasia (sekarang Georgia, Armenia, dan Azerbaijan) dan terbentuklah USSR. Setelah Lenin, kepemimpinan Pemerintahan Lenin kemudian digantikan oleh Joseph Stalin yang melakukan kebijakan politik tirai besi. Di masa pemerintahan Stalin banyak negara-negara di Eropa Timur bergabung dalam Uni Soviet. 2. Perpecahan USSR Selama tahun 1960-1970-an, partai komunis, yang saat itu memegang kekuasaan tertinggi di USSR, terus mengumpulkan kekayaan dan kekuatan. Partai terus memajukan industrialisasi, meski di balik semua itu, ada rakyat yang kelaparan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini dilihat oleh para anak muda dan mereka memberontak. Pemberontakan itu dengan cara penolakan terhadap ideologi komunis. Selain perlawanan dari dalam, Uni Soviet juga mengalami serangan dari luar terutama segi ekonomi. Pada 1980, Ronald Reagen, presiden Amerika Serikat, mengisolasi ekonomi USSR dan mengontrol harga minyak ke harga terendah, sementara USSR saat itu adalah salah satu penghasil minyak dan gas dunia. Akibat hal-hal ini, USSR kehilangan kekuatannya di Eropa timur. Pada 1980-1990-an, pemimpin USSR, Mikhail Gorbachev, menerapkan pemikirannya tentang pembaharuan USSR. Pemikirannya itu dilatarbelakangi oleh kondisi USSR yang tidak berkembang dan kemerosotan ekonomi. Beberapa pemikirannya yaitu: 1. Glasnost (keterbukaan), membuka dialog baik tentang masalah politik, ekonomi maupun sosial. Glasnost membuka adanya kebebasan berpendapat diberbagai aspek kehidupan. 2. Parestroika (restrukturisasi), pembaharuan struktur ekonomi, politik, dan sosial-budaya. Restrukturisasi dibidang ekonomi dari system ekonomi sentralisasi-sosialisme- komunisme menjadi system ekonomi desentralisasi-sosialisme-demokrasi. 3. Democratyzatsia, yakni desentralisasi politik dalam bentuk pemberian wewenang penuh kepada Negara-negara bagian untuk mengurus wilayahnya sendiri dalam naungan Uni Soviet 4. Zokonost, yakni proses peradilan atau penegakkan hukum secara adil, bebas dan terbuka Pemikiran-pemikiran tersebut tentunya mendapat pertentangan karena dinilai bertolak belakang dengan ideologi komunisme. Salah satu penentangnya adalah kelompok konservatif di Moskow. Kelompok konservatif yang dipimpin Gennadi Yanayev adalah kelompok yang menentang reformasi dan ingin mempertahankan komunisme. Kudeta tersebut digagalkan oleh Boris Yeltsin, pemimpin kelompok radikal yang mendukung reformasi dan ingin meninggalkan komunisme. Meskipun Gorbachev selamat dari konflik dan nama Yeltsin semakin dikenal dalam politik USSR, nyatanya kondisi politik USSR semakin tidak stabil. Banyak negara bagian USSR yang ingin melepaskan diri dan menjadi negara merdeka. Hal ini berakibat pada perpecahan USSR pada 8 Desember 1991. Selain itu, Gorbachev pun akhirnya mengundurkan diri sebagai Presiden USSR pada 25 Desember 1991. Di masa akhirnya, yang masih bertahan dalam USSR adalah negara yang mengawali pembuatan USSR; Rusia, Ukraina, Belarusia, dan Transcaucasia. Perpecahan USSR sebagai negara komunis adidaya pun melemahkan kekuasaan komunis secara internasional. Hal itu sekaligus menandai berakhirnya Perang Dingin antara USSR dan Amerika Serikat. Meski USSR telah tidak ada, menurut Crane Brenton dalam karyanya Anatomy of Revolutions, keberadaan USSR adalah contoh keberhasilan ideologi Marxis-Leninis yang diwujudkan menjadi negara.