Karir tertiggi (puncak karir) tidak dapat dicapai secara instant, melainkan harus dengan
perencanaan matang. Cara yang paling efektif untuk meniti karir adalah dengan menggali bakat
atau potensi sedini mungkin. Masa remaja merupakan saat yang paling tepat untuk meniti karir
yakni dengan mengenal bakat dan minat yang dimilikinya. Sehingga nantinya seseorang tersebut
tidak hanya akan berhasil meniti karir tersebut dengan sempurna, melainkan juga menggapainya
dengan optimal.
3. Apakah perencanaan karir itu?
Perencanaan karir adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara terarah dan
terfokus demga berdasar pada potensi (minat, bakat, keyakinan, nilai-nilai) yang kita miliki untuk
mendapatkan sumber penghasilan yang memungkinkan kita untuk maju dan berkembang baik
secara kualitas (hidup) maupun kuantitas (kesejahteraan).
Sesunguhnya dalam perencanaan karir ini yang ditekankan bukan hanya pada pekerjaan
apa yang nantinya kita peroleh, tetapi pada persiapan-persiapan yang kita lakukan. Salah satun
persiapan yang sangat penting adalah memilih pendidikan dan keterampilan yang akan
dikembangkan. Misalnya kalau saat ini kita berada di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA)
maka kita nantinya harus bisa menentukan kira-kira jurusan apa yang akan dipilih IPS, Bahasa,
atau IPA.
Oleh karena itu poin-poin penting dalam Perencanaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Menyadarkan diri sendiri terhadap peluang-peluang, kendala-kendala, pilihan-pilihan,
dan konsekuensi yang akan dihadapi.
2. Mengidentifikasi tujuan-tujuan hidup terutama yang berkaitan dengan karir,
3. Penyusunan program pendidikan, keterampilan dan pengalaman-pengalaman yang
bersifat pengembangan dalam meraih tujuan karir.
4. Langkah-Langkah Dalam Merencanakan Karir
1. Mengembangkan rencana karir. Pikirkanlah mengenai apa yang akan kita lakukan dan
langkah-langkah strategis apa yang dibutuhkan untuk melakukan hal-hal yang kita
inginkan
2. Tinjaulah bakat atau kemampuan serta minat yang kita miliki. Pikirkan secara serius
dan mendalam hal-hal yang kita sukai, mampu kita kerjakan dengan baik, serta nilai-
nilai yang kita yakini kebenarannya.
3. Cobalah mencari tahu jenis-jenis karir atau pekerjaan yang mendekati dengan diri
kita, yaitu sesuai bakat serta minat yang kita miliki, latar belakang pendidikan, kondisi
kerja serta lingkungan yang kita harapkan, serta hal-hal lain yang akan memberikan
kejelasan arah dan fokus karir/pekerjaan kita.
4. Selanjutnya, bandingkanlah keterampilan dan minat yang kita miliki dengan jenis
karir atau pekerjaan yang akan kita pilih. Jadi karir atau pekerjaan yang paling sesuai
dan dekat dengan diri kita sangat mungkin menjadi karir atau pekerjaan kita di masa
depan.
5. Kembangkanlah tujuan karir/ pekerjaan yang kita pilih. Hal ini akan menjadi panduan
yang sangat penting bagi kita untuk menyusun langkah-langkah strategis selanjutnya.
6. Ikutilah pendidikan atau pelatihan yang mendekatkan kita dengan tujuan karir atau
pekerjaan yang telah kita buat.
7. Hal penting yang tidak boleh dilewatkan adalah masalah keuangan. Kita mungkin
akan berfikir mengenai sumber-sumber dan besarnya uang yang kita butuhkan untuk
mewujudkan karir kita.
8. Cobalah minta nasehat dari beberapa sumber yang anda yakini dapat membantu anda
memberikan penjelasan dan arahan megenai karir/pekerjaan pilihan anda.
Karier = T + 2P + E + V
T : Talent / Bakat
2P : Passion dan Purpose
E : Environment
V : Vision
T : yang berarti talent atau bakat.
Untuk mengetahui arah karir dan profesi yang cocok untuk kita jalani dimasa depan,
cobalah mendeteksi apa saja kelebihan dan kelemahan yang kita miliki.
2P yaitu Passion dan Purpose, atau keinginan dan tujuan.
Maksudnya, dalam meilih sebuah karir, diperlukan adanya gairan atau keinginan yang
kuat untuk menggapai karir tersebut dengan maksimal. Selain itu, dibutuhkan pula tujuan
dan arah yang jelas, agar pencapaian karir dimasa depan tidak salah arah. Kedua elemen
ini membutuhkan kerja keras dan pengenalan diri yang mendalam agar tujuan karir yang
akan dicapai dapat diarahkan dengan benar.
E atau Environment (lingkungan).
Masa remaja merupakan fase dimana kita sangat membutuhkan lingkungan sekitar untuk
dapat mengembangkan kepribadian dan emosi. Lingkungan sekitar kita dapat berupa
lingkungan keluarga, sekolah, atau tempat bermain. Dalam lingkungan sekitar, seseorang
dapat mengasah bakat dan minatnya sedemikian rupa sehingga dapat menggapai karir
yang direncanakan. Lingkungan sekitar menjadi tempat belajar dan aktualisasi diri. Oleh
karena itu, pilihlah selalu lingkungan yang positif, sehingga kita tidak akan terjerumus
kedalam hal-hal yang justru akan dapat menghambat karir kita dimasa depan.
V atau Vision yang berarti pandangan (visi).
Leider melihat bahwa dengan menerapkan pola visioning atau memandang jauh ke masa
depan, kita akan dapat mengetahui bentuk-bentuk karir yang akan dicapai. Untuk
menciptakan sebuah visi yang baik, langkah pertama adalah menggali potensi diri dan
membuat perencanaan bagaimana memanfaatkan potensi tersebut untuk meraih karir yang
dicita-citakan.
E. Pilihan Karir
Pilihan karir merupakan ekspresi, atau perpanjangan kepribadian ke dalam dunia kerja, di
ikuti oleh identifikasi berikutnya dengan stereotip pekerjaan tertentu. Sebuah perbandingan diri
dengan persepsi pendudukan dan penerimaan atau penolakan selanjutnya adalah penentu utama
dalam pilihan karir.
Ekspresi atau perpanjangan kepribadian ke dalam dunia kerja sering disebut kepribadian
karir. Kepribadian karir adalah hasil dari interaksi–interaksi faktor-faktor bawaan dan lingkungan
dan interaksi-interaksi ini membawa kepada preferensi-preferensi untuk jenis-jenis aktivitas-
aktivitas khusus, yang pada gilirannya mengarahkan persepsi serta tipe-tipe perilaku-perilaku
tertentu.
Salah satu pengusung teori kepribadian karir adalah Jhon L. Holland. Menurutnya
individu yang tertarik pada karir karena adanya kepribadian tertentu dan berbagai variabel yang
merupakan latar belakang mereka. Kesesuaian pandangan seseorang tentang diri dengan
preferensi kerja menetapkan apa yang Holland sebut sebagai gaya pribadi modal. Pusat untuk
Teori Holland adalah konsep bahwa seseorang memilih karir untuk memuaskan modal orientasi
pribadi yang disukai seseorang. Jika individu telah mengembangkan orientasi dominan yang kuat,
kemungkinan kepuasan dalam lingkungan kerja akan sesuai.
Kepribadian seseorang menurut Holland merupakan hasil dari keturunan dan pengaruh
lingkungan (Osipow, 1983: 84). Winkel & Hastuti (2005: 634-635) menjelaskan bahwa
pandangan Holland mencakup tiga ide dasar, yaitu :
1. Semua orang dapat digolongkan menurut patokan sampai seberapa jauh mereka mendekati
salah satu di antara enam tipe kepribadian, yaitu : Tipe Realistik (The Realistik Type), Tipe
Peneliti/Pengusut (The Investigative Type), Tipe Seniman (The Artistic Type), Tipe Sosial
(The Social Type), Tipe Pengusaha (The Enterprising Type), dan Tipe Konvensional
(Conventional Type). Semakin mirip seseorang dengan salah satu di antara enam tipe itu,
makin tampaklah padanya ciri-ciri dan corak perilaku yang khas untuk tipe bersangkutan.
Setiap tipe kepribadian adalah suatu tipe teoritis atau tipe ideal, yang merupakan hasil dari
interaksi antara faktor-faktor internal dan eksternal. Berdasarkan interaksi itu manusia muda
belajar lebih menyukai kegiatan/aktivitas tertentu, yang kemudian melahirkan suatu minat
kuat yang pada gilirannya menumbuhkan kemampuan dan keterampilan tertentu. Kombinasi
dari minat dan kemampuan itu menciptakan suatu disposisi yang bersifat sangat pribadi untuk
menafsirkan, bersikap, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara tertentu. Profil total dari
keseluruhan kemiripan dalam urutan pertama ke bawah, menampakkan pola kepribadian
seseorang (the individual’s personality pattern ). Usaha untuk menentukan profil total itu
dapat digunakan berbagai metode seperti testing psikologis dan analisis sejarah hidup
sehubungan dengan aspirasi okupasi.
2. Berbagai lingkungan yang di dalamnya orang hidup dan bekerja, dapat digolongkan menurut
patokan sampai berapa jauh suatu lingkungan tertentu mendekati salah satu model lingkungan
(a model environment).
3. Perpaduan antara tipe kepribadian tertentu dan model lingkungan yang sesuai menghasilkan
keselarasan dan kecocokan okupasional (occupational homogenity), sehingga seseorang dapat
mengembangkan diri dalam lingkungan okupasi tertentu dan merasa puas. Perpaduan dan
pencocokan antara tiap tipe kepribadian dan suatu model lingkungan memungkinkan
meramalkan pilihan okupasi, keberhasilan, stabilitas seseorang dalam okupasi yang dipangku.
Orang yang memasuki lingkungan okupasi yang jauh dari tipe kepribadian yang paling khas
baginya akan mengalami konflik dan tidak akan merasa puas, sehingga cenderung untuk
meninggalkan lingkungan okupasi itu dan mencari lingkungan lain yang lebih cocok baginya.
Holland (Manrihu, 1992: 77-78) juga menambah tiga asumsi tentang orang-orang dan
lingkungan-lingkungan, asumsi-asumsi ini adalah:
1. Konsistensi
Pada diri seseorang atau lingkungan, beberapa pasangan tipe lebih dekat hubungannya
dari pada yang lainnya. Misalnya, tipe-tipe realistik dan investigatif lebih banyak persamaannya
daripada tipe-tipe konvensional dan artistik. Konsistensi adalah tingkat hubungan antara tipe-tipe
kepribadian atau antara model-model lingkungan. Taraf-taraf konsistensi atau keterhubungan
diasumsikan mempengaruhi preferensi vokasional. Misalnya, orang yang paling menyerupai tipe
realistik dan paling menyerupai berikutnya dengan tipe investigatif (orang yang realistik-
investigatif) seharusnya lebih dapat diramalkan daripada orang yang realistik-sosial.
2. Diferensiasi
Beberapa orang atau lingkungan lebih dibatasi secara jelas daripada yang lainnya.
Misalnya, seseorang mungkin sangat menyerupai suatu tipe dan menunjukkan sedikit kesamaan
dengan tipe- tipe lainnya, atau suatu lingkungan mungkin sebagian besar didominasi oleh suatu
tipe tunggal. Sebaliknya, orang yang menyerupai banyak tipe atau suatu lingkungan yang
bercirikan kira-kira sama dengan keenam tipe tersebut tidak terdiferensiasi atau kurang
terdefinisikan. Taraf di mana seseorang atau suatu lingkungan terdefinisikan dengan baik adalah
taraf diferensiasinya.
3. Kongruensi
Berbagai tipe memerlukan berbagai lingkungan. Misalnya, tipe-tipe realistik tumbuh
dengan subur dalam lingkungan-lingkungan realistik karena lingkungan seperti itu memberikan
kesempatan-kesempatan dan menghargai kebutuhan-kebutuhan tipe realistik. Ketidakharmonisan
(incongruence) terjadi bila suatu tipe hidup dalam suatu lingkungan yang menyediakan
kesempatan-kesempatan dan penghargaan-penghargaan yang asing bagi preferensi-preferensi
atau kemampuan-kemampuan orang itu misalnya, tipe realistik dalam suatu lingkungan sosial.
Salah satu asumsi Holland adalah Semua orang dapat digolongkan menurut patokan sampai
seberapa jauh mereka mendekati salah satu tipologi karir yang terdiri atas enam tipe kepribadian,
yaitu : Tipe Realistik (The Realistik Type), Tipe Peneliti/Pengusut (The Investigative Type), Tipe
Seniman (The Artistic Type), Tipe Sosial (The Social Type), Tipe Pengusaha (The Enterprising
Type), dan Tipe Konvensional (Conventional Type). Semakin mirip seseorang dengan salah satu
di antara enam tipe itu, makin tampaklah padanya ciri-ciri dan corak perilaku yang khas untuk
tipe bersangkutan. Berikut merupakan penjelasan dari ke enam tipe kepribadian tersebut:
1. Tipe Realistik yang preferensinya pada aktivitas-aktivitas yang memerlukan manipulasi
eksplisit, teratur, atau sistematik terhadap obyek-obyek, alat-alat, mesin-mesin, dan binatang-
binatang. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas pemberian bantuan atau pendidikan. Preferensi-
preferensi membawa kepada pengembangan kompetensi-kompetensi dalam bekerja dengan
benda-benda, binatang binatang, alat-alat dan perlengkapan teknik, dan mengabaikan
kompetensi-kompetensi sosial dan pendidikan. Menganggap diri baik dalam kemampuan
mekanikal dan atletik dan tidak cakap dalam keterampilan-keterampilan sosial hubungan-
hubungan insani. Menilai tinggi benda-benda nyata, seperti : uang dan kekuasaan. Ciri-ciri
khususnya adalah praktikalitas, stabilitas, konformitas. Mungkin lebih menyukai
keterampilan-keterampilan dan okupasi¬-okupasi teknik.
2. Tipe Investigatif memiliki preferensi untuk aktivitas-aktivitas yang memerlukan penyelidikan
observasional, simbolik, sistema¬tik, dan kreatif terhadap fenomena fisik, biologis, dan
kultural agar dapat memahami dan mengontrol fenomena tersebut, dan tidak menyukai
aktivitas-aktivitas persuasif, sosial, dan repetitif. Contoh-contoh dari okupasi-okupasi yang
memenuhi kebutuhan-¬kebutuhan tipe-tipe investigatif adalah ahli kimia dan ahli fisika.
3. Tipe Artistik lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang ambiguous, bebas, dan tidak
tersistematisasi untuk menciptakan produk-produk artistik, seperti lukisan, drama, karangan.
Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang sistematik, teratur, dan rutin. Kompetensi-
¬kompetensi dalam upaya-upaya artistik dikembangkan dan keterampilan-keterampilan yang
rutin, sistematik, klerikal diabaikan. Memandang diri sebagai ekspresif, murni, independen,
dan memiliki kemampuan-kemampuan artistik. Beberapa ciri khususnya adalah emosional,
imaginatif, impulsif, dan murni. Okupasi¬-okupasi artistik biasanya adalah lukisan, karangan,
akting, dan seni pahat.
4. Tipe Sosial lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang melibatkan orang-orang lain dengan
penekanan pada membantu, mengajar, atau menyediakan bantuan. Tidak menyukai aktivitas-
aktivitas rutin dan sistematik yang melibatkan obyek-obyek dan materi-materi. Kompetensi-
kompetensi sosial cenderung dikembangkan, dan hal-hal yang bersifat manual & teknik
diabaikan. Menganggap diri kompeten dalam mcmbantu dan mengajar orang lain serta
menilai tinggi aktivitas-attivitas hubungan-hubungan sosial. Beberapa ciri khususnya adalah
kerja sama, bersahabat, persuasif, dan bijaksana. Okupasi-okupasi social mencakup
pekerjaan¬-pekerjaan seperti mengajar, konseling, dan pekerjaan kesejahteraan sosial.
5. Tipe Enterprising lebih menyukai aktivitas-¬aktivitas yang melibatkan manipulasi terhadap
orang-orang lain untuk perolehan ekonomik atau tujuan-tujuan organisasi. Tidak menyukai
aktivitas-aktivitas yang sistematik, abstrak, dan ilmiah. Kompetensi-kompetensi
kepemimpinan, persuasif dan yang bersifat supervisi dikembangkan, dan yang ilmiah
diabaikan. Me¬mandang diri sebagai agresif, populer, percaya diri, dan memiliki kemampuan
memimpin. Keberhasilan politik dan ekonomik dinilai tinggi. Ciri-ciri khasnya adalah ambisi,
dominasi, optimisme, dan sosiabilitas.
6. Tipe Konvensional lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang memerlukan manipulasi data yang
eksplisit, teratur, dan sistema¬tik guna memberikan kontribusi kepada tujuan-tujuan
organisasi. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang tidak pasti, bebas dan tidak sistematik.
Kompetensi-kompetensi dikembangkan dalam bidang-bidang klerikal, komputasional, dan
sistem usaha. Akti¬vitas-aktivitas artistik dan semacamnya diabaikan. Memandang diri
sebagai teratur, mudah menyesuaikan diri, dan memiliki keterampilan-keterampilan klerikal
dan numerikal. Beberapa ciri khasnya adalah efisiensi, keteraturan, praktikalitas, dan kontrol
diri. Okupasi-okupasi yang sesuai adalah bankir, penaksir harga, ahli pajak, dan pemegang
buku
Artinya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka. Dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berkata):
“Bukankah ini Tuhanmu?” mereka menjawab:“Betul (Engkau Tuhan kami) kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lemah
terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS. Al-A’raf: 172) (Depag RI, Al-Qur’an dan
Terjemahan, 1990: 250).
Selanjutnya dikemukakan dengan indah oleh Khalil Khavary bahwa SQ adalah
fakultas dari dimensi non material kita. Ruh manusia dan SQ merupakan intan yang
belum terasah, (Agus Nggermanto, 2002: 117) karena baik EQ ataupun SQ bukanlah
kecerdasan yang berkembang alamiah, tapi sangat tergantung pada proses pelatihan dan
pendidikan yang kontinu. EQ erat kaitannya dengan (الناس من حبلhubungan antar manusia)
agar dapat bekerja sama dengan baik, sedangkan SQ merupakan kecerdasan yang
digunakan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor pendidikan dan lingkungan sosial. Dalam
keluarga orang tua sangat berperan dalam pembentukan atau perkembangan spiritual anak, begitu
juga dengan faktor pendidikan. Pendidikan moral dan budi pekerti baik yang ditanamkan kepada
peserta didik sejak dini, maka dapat memberikan bekas dan pengaruh kuat dalam perilaku
spiritual peserta didik di sekolah dan dalam kehidupannya sehari-hari (Sukidi, 2002: 30).
Sama halnya dengan lingkungan sosial atau masyarakat. Komunitas masyarakat dengan
norma spiritual yang dijunjung tinggi juga sangat berpengaruh dalam pembentukan positif atas
kecerdasan spiritual ataupun sebaliknya. Tetapi kondisi pendidikan kita saat ini menuntut guru
untuk lebih cenderung terbelenggu dengan ketentuan administrasi, sebagai contoh lebih
mengutamakan pada aspek kognitifnya dan mengesampingkan nilai emosional dan spiritual
daripada anak didiknya. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk mengajarkan nilai-nilai
kebenaran yang terkandung dalam agama, membekali anak didik dengan pondasi ihsan,
kejujuran, kebajikan, keindahan, sehingga dapat membentuk pribadi anak yang tidak hanya
unggul dalam intelektualitas tetapi juga memiliki keagungan akhlak dan kebajikan moral guna
mendapatkan kebahagiaan sejati, baik di dunia dan di akhirat.
G. Wirausaha
Dahulu kewirausahaan dianggap dapat dilakukan melalui pengalaman langsung di
lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir sehingga kewirausahaan tidak dapat
dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang mempunyai bakat kewirausahaan dapat
mengembangkan bakatnya melalui pendidikan,pelatihan dan pengalaman. Mereka yang
menjadi enterpreneur adalah orang-orang yang mengenal potensi dan belajar mengembangkan
potensi untuk menangkap peluang serta mengorganisir usahanya. Untuk menjadi wirausaha yang
sukses mempunyai bakat saja tidak cukup namun diperlukan pengetahuan memadai mengenai
segala aspek usaha yang akan ditekuni.
Sejak awal abad ke-20, kewirausahaan sudah diperkenalkan di beberapa negara misalnya
di Belanda dikenal dengan istilah “Ondernemer” sedangkan di Jerman dikenal dengan
“Unternehmer”. Di beberapa negara, kewirausahaan memiliki banyak tanggung jawab antara lain
tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepemimpinan teknis,
kepemimpinan organisasi penyediaan modal, penanganan tenaga kerja, pembelian, penjualan,
pemasangan dan sebagainya.
Teodore Levit mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah proses yang berkaitan
dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi dan mengelola
sumber-sumber sehingga peluang itu terwujud menjadi suatu usaha yang mampu menghasilkan
laba atau nilai untuk jangka waktu yang lama. Definisi dari Levit tersebut menitikberatkan
kepada aspek kreativitas dan inovasi, karena dengan sifat kreativitas dan inovatif seseorang dapat
menemukan peluang. Kreativitas adalah berfikir sesuatu yang baru (thinking new thing) oleh
karena itu Levit menambahkan bahwa kewirausahaan berarti berfikir dan bertindak sesuatu yang
baru atau berfikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru.
Wirausaha adalah bagian dari kewirausahaan. Wirausaha adalah kepribadian unggul yang
mencerminkan budi luhur dan suatu sifat yang patut diteladani, karena atas dasar kemampuannya
sendiri dapat melahirkan suatu skarya untuk kemajuan kemanusiaan yang berlandaskan
kebenaran dan kebaikan (Yuyun Wirasasmita, 1982). Wirausahawan menurut Ranupandoyo
(1982) adalah seorang inovator atau individu yang mempunyai kemampuan untuk mencari
kombinasi baru yang merupakan gabungan dari proses inovasi yaitu mencakup hal-hal berikut:
1. Menemukan pasar baru,
2. Pengenalan barang baru
3. Metode produksi baru
4. Sumber penyediaan bahan mentah baru dan
5. organisasi industri baru
Wirausaha menurut Ibnu Soedjono (1993) adalah seorang entrepreneurial action yaitu
seseorang yang berjiwa inisiator, inovator, kreator dan organisator dalam suatu kegiatan usaha
yang dicirikan dengan sifat sebagai berikut:
1. selalu mengamankan investasi terhadap resiko dan bersikap mandiri
2. berkreasi menciptakan nilai tambah
3. selalu mencari peluang dan berorientasi ke masa depan.
H. MEMBENTUK JIWA WIRAUSAHA
Berwirausaha memang tidak mudah sehingga calon wirausaha harus siap menjalani
berbagai tantangan. Tidak sedikit orang yang berhenti menjadi wirausaha dan lebih menyukai
untuk melamar pada perusahaan untuk bekerja menjadi karyawan dengan gaji yang aman dan
rutin setiap bulan. Berbagai tantangan harus siap dihadapi oleh calon wirausaha misalnya
penghasilan yang tidak tetap, fluktuasi kenaikan harga-harga kebutuhan hidup serta yang paling
penting adalah komitmen diri. Salah satu penyebab banyaknya wirausaha yang bangkrut adalah
masih terbatasnya kemampuan untuk berinovasi dan berkreativitas.
Berwirausaha tak cukup hanya bermodalkan rasa ingin belaka namun harus diiringi
dengan komitmen dan konsistensi. Apalagi tingkat persaingan usaha dan perilaku pasar semakin
dinamis sehingga wirausahawan harus memiliki keyakinan, cita-cita untuk menjadi besar diawali
dengan langkah-langkah kecil. Calon wirausahawan harus belajar banyak lebih dulu tentang
kemampuan dirinya sendiri yaitu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, melakukan analisis dan
survey pasar sehingga dapat menetapkan bidang usaha apakah yang cocok untuk mereka tekuni.
Meskipun resiko kegagalan selalu ada, para wirausaha mengambil resiko dengan jalan menerima
tanggungjawab atas tindakan mereka sendiri. Kegagalan harus diterima sebagai pengalaman
belajar. Belajar dari pengalaman lampau akan membantu wirausahawan untuk mencapai hasil
yang lebih positif.
Wirausahawan harus selalu berkomitmen dalam melakukan tugasnya sampai berhasil dan
tidak setengah-setengah dalam melakukan pekerjaannya. Karena itu, wirausahawan harus selalu
tekun, ulet, pantang menyerah sebelum pekerjaannya berhasil. Tindakan dalam wirausaha tidak
didasari oleh spekulasi melainkan dengan perhitungan yang matang.
Dusselman (1989) menambahkan bahwa seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan
ditandai oleh pola tingkah laku sebagai berikut :
1. Keinovasian dalam menciptakan, menemukan dan menerima ide baru
2. Keberanian menghadapi resiko dalam menghadapi ketidakpastian dan pengambilan
keputusan.
3. Kemampuan manajerial dalam aspek perencanaan, pengkoordiniran, pengawasan dan
pengevaluasian usaha.
4. Kepemimpinan dalam memotivasi, melaksanakan dan mengarahkan terhadap tujuan
usaha.
Sedangkan menurut Suryana (2003) jiwa seorang wirausaha bercirikan sikap sebagai
berikut:
1. Percaya diri pada keyakinan serta optimis
2. Berorientasi pada tugas, hasil dan prestasi
3. Mempunyai tekad kuat, energik dan selalu berinisiatif
4. Suka pada tantangan dan pengambil resiko
5. Mempunyai visi dan misi yang kuat
I. Pilihan karir
Beberapa fresh graduate bingung ketika diminta untuk memilih pekerjaan.
Alasannya adalah karena mereka tidak memiliki cukup pengalaman dan mereka juga takut
untuk memulai hal yang baru. Akan tetapi, mencari pekerjaan tidak selalu harus sesuai
dengan jurusan. Banyak orang bekerja namun tidak sesuai dengan jurusan mereka ketika
kuliah. Lalu, karir seperti apa yang cocok untuk kamu yang baru saja lulus kuliah?
Mungkin, kamu bisa memilih karir sesuai dengan tipe kepribadianmu. Ternyata ada pilihan
karir yang tepat dan sesuai dengan kepribadian seseorang. Pilihan karir seperti apakah itu?
1. Tipe Intelektual
Tipe kepribadian pertama adalah tipe intelektual. Apakah kamu termasuk dalam tipe
ini? Biasanya, seseorang yang memiliki tipe intelektual selalu memiliki karakter analitis. Ia
adalah seseorang yang hobi meneliti atau mencari solusi untuk suatu masalah. Seseorang
yang selalu bertanya akan semua hal termasuk dalam tipe intelektual. Seseorang yang
masuk dalam tipe ini dapat memilih pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan kepribadian
intelektual mereka seperti misalnya menjadi seorang peneliti, periset, software developer,
ahli matematika, ahli kimia, ahli fisika, dosen, psikiater, detektif, psikolog, dan sebagainya.
2. Tipe Konvensional
Tipe kepribadian berikutnya adalah tipe konvensional. Seseorang yang masuk dalam
katergori ini akan sangat menyukai pekerjaan yang berkaitan dengan dokumen dan berkas.
Apakah kamu termasuk dalam orang bertipe konvensional? Biasanya, orang bertipe ini
memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dan tidak mudah jenuh. Mereka suka dengan
pekerjaan yang berulang-ulang dan teratur. Selain ini, orang yang masuk tipe konvensional
juga tidak suka kotor dan lebih senang bekerja ditempat yang bersih dan tertata. Lalu,
pekerjaan apa yang cocok untuk orang bertipe konvensional? Jika kamu masuk dalam tipe
konvensional, mungkin kamu akan lebih cocok bekerja di bagian administrasi, keungan,
pegawai bank, pegawai arsip, dan akuntan. Tipe konvensional ini biasanya dimiliki oleh
wanita, tapi tidak sedikit pria yang juga masuk dalam kategori ini.
3. Tipe Realistis
Tipe kepribadian selanjutnya adalah tipe realistis. Biasanya, orang yang memiliki
sifat ini selalu menyukai hal-hal yang bersifat praktis. Dia adalah seseorang yang suka
menerapkan segalanya secara langsung. Apakah kamu suka menggunakan keterampilanmu
ketika bekerja? Mungkin, kamu masuk dalam kategori ini. Intinya, seseorang yang realistik
tidak begitu mementingkan teori, yang penting dia melakukan sesuai dengan praktiknya.
Praktek adalah kunci utama dalam bekerja bagi orang bertipe realistis. Orang bertipe
realistis tidak banyak bicara, tapi cepat beraksi ketika dibutuhkan. Oleh karena itu, jika
anda termasuk orang yang bertipe realistis, maka kamu bisa bekerja di beberapa bidang
seperti menjadi seorang insinyur, mekanik, teknisi, operator mesin, ahli listrik, dan
sebagainya.
4. Tipe Artistik
Tipe artistik merupakan tipe kepribadian untuk orang-orang berbakat, kreatif, serta
memiliki imajinasi yang tinggi. Tipe artistik tergolong sedikit karena ia hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu. Orang bertipe artistik tidak suka melakukan pekerjaan berulang-ulang
seperti tipe konvensional. Selain itu, orang dengan tipe ini juga tidak suka hal-hal yang
teratur dan interpersonal. Apakah kamu termasuk golongan tipe artistik? Jika ya, maka
kamu termasuk orang yang beruntung karena ini merupakan pemberian dari yang maha
kuasa. Oleh karena itu, kamu harus memanfaatkan bakat yang kamu punya hingga dapat
menghasilkan pundi-pundi rupiah. Orang yang kreatif akan lebih mudah mendapatkan
pekerjaan karena ia memiliki modal. Lalu, pekerjaan jenis apa yang cocok untuk tipe
artistik? Untuk pekerjaan, jika kamu bertipe artistik, maka kamu bisa menjadi seorang
pelukis jika kamu punya bakat melukis, menjadi penyanyi jika suara kamu bagus, pemain
musik jika kamu pandai bermain alat musik, desainer jika kamu bisa menggambar, dan
sebagainya. Tanpa harus melamar pekerjaan di perusahaan besar sekalipun, kamu bisa
membuat usaha kamu sendiri dengan bakat yang kamu miliki.
5. Tipe Usahawan
Tipe kepribadian berikutnya adalah tipe usahawan yang mana orang bertipe
usahawan adalah orang yang senang mempengaruhi orang lain dan merayu orang untuk
mengikuti apa yang dia inginkan. Orang yang masuk dalam kategori ini tidak suka dengan
hal-hal yang teliti atau yang membutuhkan observasi. Selain itu, orang bertipe usahawan
juga memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi dan selalu ingin berada dibarisan paling
depan. Ia tidak pernah mau mengalah karena ia yakin bahwa ia mampu. Biasanya, orang
bertipe ini juga pandai berbicara dan berani berbicara didepan orang banyak. Sangat jarang
orang yang memiliki tipe kepribadian seperti ini. Akan tetapi, tipe usahawan sebenarnya
bisa dimiliki oleh siapapun. Lalu, pekerjaan seperti apa yang layak bagi orang bertipe
usahawan? Jika kamu masuk dalam kategori ini, mungkin kamu bisa memiliki pekerjaan
seperti pengusaha, perwakilan dagang, pengacara, marketing, sales manager, dan
sebagainya.
6. Tipe Sosial
Tipe kepribadian yang terakhir adalah tipe sosial yang mana orang yang masuk
dalam tipe ini adalah orang yang senang membantu orang lain dan senang bersosialisasi
dengan lingkungan masyarakat. Orang bertipe seperti ini adalah mereka yang memiliki jiwa
sosial yang tinggi. Sama seperti tipe usahawan, orang bertipe sosial juga senang berbicara
dan pandai berbicara. Ia berani mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam fikirannya
sehingga orang percaya dengan apa yang dikatakannya. Tipe sosial juga sebenarnya dapat
dilatih karena tipe ini bukan masuk dalam tipe bakat. Pada kenyataannya, setiap orang
memiliki kepribadian seperti ini, hanya saja mereka tidak peduli. Lalu, pekerjaan apa yang
cocok untuk orang bertipe sosial? Jika kamu masuk dalam kategori ini, maka kamu bisa
memilih pekerjaan seperti menjadi seorang guru, perawat, mediator, penasehat, konselor,
dan sebagainya