Anda di halaman 1dari 26

MATERI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

KELAS XII (DUA BELAS) SMA / MA

Satuan Pendidikan: MAN KARO

Kelas / Semester: XII (Dua Belas) / 1 dan 2

Nama Guru: Nirwati Br Tarigan, S.Ag

NIP: 19660206 198703 2 002


A. Pendahuuan
Berbagai persoalan dalam hubungan antar manusia pada sebuah organisasi sering menjadi
topik pembahasan para eksekutif pada berbagai perusahaan. Baik pada level atas maupun level
dibawahnya.
Munculnya tema ini sebagai top list dalam daftar persoalan internal bahkan eksternal yang
kemudian perlu dibahas secara lebih detail dalam forum-forum resmi organisasi, dikarenakan
persoalan tersebut telah memberikan dampak buruk bagi iklim hubungan manusia pada
perusahaan.
Hubungan manusia saya maknai sebagai interaksi antara seseorang dengan orang lain baik
dalam situasi kerja atau dalam organisasi tertentu. Yang keberadaan mereka dalam rangka untuk
mencapai sebuah tujuan bersama.
Bagaimanapun unsur manusia merupakan variabel sangat penting dalam sebuah
organisasi. Sehingga keberadaannya menjadi dilema, artinya jika tidak dikelola dengan tepat dan
baik, maka akan mendatangkan kemunduran bagi organisasi.
Oleh sebab itu, para eksekutif selalu memberikan perhatian yang lebih besar terhadap tata
kelola manusia yang berada dalam wewenang mereka. Jika mereka mengabaikan sedikit saja
persoalan hubungan manusia dalam organisasi mereka, maka persoalan tersebut bisa berubah
menjadi "bom" waktu yang suatu saat bisa meledakkan seluruh bangunan organisasi.
Jika kita membaca berbagai literasi yang mengupas tentang hubungan manusia, para
pakar selalu menekankan pada pentingnya seorang pemimpin agar memahami dengan baik
masalah ini. Mereka menganjurkan manajer harus memiliki kapasitas dalam mengelola manusia.
Permasalahan hubungan manusia hampir bisa dipastikan selalu muncul dalam berbagai
jenis dan tingkatan organisasi. Problem-nya pun sangat beragam dengan kualitas yang berbeda-
beda. Hal ini mengindikasikan bahwa siapapun pemimpinnya, ia bakal dihadapkan pada masalah
tersebut, dan pemimpin harus dapat menyelesaikan dengan pendekatan win-win solution.
Memilih pendekatan yang tidak merugikan kedua belah pihak penting untuk dipilih dan
dijalankan oleh para manajer dalam menangani masalah hubungan manusia. Kenapa? Karena
yang dihadapi bukanlah mesin ataupun robot, tetapi manusia. Nah bagaimana menyelesaikan
masalah manusia dengan tetap memanusiakan mereka.
Sebagaimana Elton Mayo dalam sebuah penelitiannya menyimpulkan, masalah manusia
hanya dapat diselesaikan secara manusiawi dan menggunakan data, informasi dan alat-alat
kemanusiaan pula.
Dari hasil penelitian Elton Mayo jelas terlihat bahwa kedudukan manusia menjadi lebih
tinggi dari apapun, dengan memanusiakan mereka berarti para manajer telah memperlakukan
secara manusiawi. Sebaliknya menjatuhkan mereka dengan pendekatan apapun merupakan
tindakan para manajer yang tidak manusiawi.
Disisi lain menurut teori Y (Yung) mengemukakan bahwa sifat dan tingkah laku manusia
terbentuk dari "keturunan dan lingkungan "nya. Ada beberapa tipe tingkah laku seseorang. D.
Yung membagikan sifat dan tingkah laku manusia tersebut dalam tiga kelompok, introverse,
ekstroverse, dan ambiverse.
Tipe introverse, tipe mereka yang tergolong dalam kelompok ini yaitu perhatiannya
terutama diarahkan kedalam dirinya sendiri. Orang-orang introverse ciri-cirinya adalah egoistis,
pendiam, senang menyendiri, kurang bisa bergaul dan selalu mengutamakan kepentingan
pribadinya daripada kepentingan bersama.
Tipe ektroverse yaitu jika perhatiannya ditujukan kesekelilingnya. Orang dalam kategori
ini memiliki ciri-ciri adalah berhati terbuka, sosial, gembira, ramah tamah, luas pergaulan dan
mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Sedangkan orang-orang yang
tergolong dalam jenis ambiverse adalah mereka yang tingkahlakunya berada diantara introverse
dan ektroverse.
Memiliki kompetensi, karena begitu penting dan strategisnya posisi manusia dalam
sebuah struktur organisasi, maka manusia atau sumber daya manusia harus memiliki seperangkat
kompetensi untuk menciptakan produktivitas dan menghindari konflik.
Sumber daya manusia yang memiliki keunggulan, mereka bukan hanya memiliki skill
ataupun keterampilan namun juga mempunyai moral dan akhlak yang baik.
Sebagaimana Elton Mayo memberitahukan bahwa moral dan semangat kerja lebih besar
peranan dan pengaruhnya untuk meningkatkan produktivitas kerja daripada kompensasi. Moral
adalah suatu keadaan yang berhubungan erat dengan kondisi mental seseorang. Meskipun
demikian bukan berarti kompensasi menjadi tidak penting.
Oleh karena itu kompetensi yang saya maksudkan bukan hanya bentuk penguasaan
keterampilan namun juga mempunyai moralitas yang sesuai.
Dalam konteks tersebut penulis tertarik untuk membagikan seperangkat kompetensi
dalam beberapa unit, diantarnya sebagai berikut :
 Kompetensi Knowledge Set.
Sumber daya manusia sudah semestinya memiliki pengetahuan yang luas, tidak hanya
yang berkaitan dengan bidang pekerjaan yang ditanganinya. Namun juga pengetahuan umum
lainnya.
Sumber pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai macam media, bisa melalui
pendidikan formal/informal, bisa melalui seminar, kursus, atau kelas-kelas khusus yang diadakan
untuk maksud tersebut.
Dengan seperangkat pengetahuan yang dimiliki, sumber daya manusia akan mampu
mengembangkan pola pikirnya dan cara pandang baru dalam menangani pekerjaan.
Muncul ide-ide kreatif karena mereka dapat menggunakan pengetahuannya yang luas untuk
melakukan berbagai eksperimen dan memadukan berbagai macam gagasan.
 Kompetensi Skill Set
Pada tingkatan tertentu, sumber daya manusia yang handal adalah mereka memiliki
keterampilan sebagai alat yang dapat membantu menyelesaikan pekerjaannya.
Biasanya sumber daya manusia yang menangani pekerjaan teknis lebih dominan
menguasai kompetensi skill teknis tersebut. Jika mereka bagian teknologi, maka mereka
menguasai keterampilan dalam bidang teknologi.
 Kompetensi Moral Set
Memiliki pengetahuan dan menguasai keterampilan khusus bidang tertentu saja tidak
cukup. Dalam dunia kerja, sumber daya manusia juga wajib memiliki kompetensi moral yang
baik.
Moral dapat diartikan sebagai sebuah ajaran yang baik. Ajaran moral mengarahkan
manusia pada jalan yang benar. Sehingga sumber daya manusia dapat menentukan pilihan yang
baik dalam membuat keputusan.
Moralitas juga erat kaitannya dengan etika. Sumber daya manusia yang tidak memiliki
moral yang baik, maka cenderung tidak memiliki etika yang baik pula.
 Kompetensi Spiritualitas Set
Pengertian spritualitas yang saya maksudkan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
keimanan, keyakinan kepada tuhan dan kebenaran yang datangnya dari ilahi.
Unsur spritualitas yang tampak pada sumber daya manusia adalah mereka yakin dan
beriman kepada Tuhan, beragama dan menolak atheisme. Ini spritualitas yang saya maksud,
barangkali bisa berbeda dengan yang Anda maksud (tidak masalah).
Kompetensi spritualitas ini dapat memberikan pengaruh dan motivasi kerja tinggi bagi
sumber daya manusia. Unsur spritual mampu menjadi penyeimbang dalam hubungan manusia.
Dengan meyakini bahwa manusia sebagai ciptaan tuhan dan diperintahkan untuk
memakmurkan bumi, maka manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam dunia kerja
akan lebih harmonis dan saling bekerjasama.
Munculnya sikap-sikap yang saling menghormati, saling menghargai, dan saling
menyayangi merupakan bentuk perwujudan dari adanya kompetensi spritualitas yang saya
maksudkan.
 Kompetensi Sosial Set
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri. Mereka saling bergantung
satu sama lain dalam berbagai aspek kehidupan.
Organisasi ataupun perusahaan bisa dikatakan merupakab bagian dari struktur sosial.
Dimana didalamnya berkumpul sejumlah orang dan mereka saling berinteraksi. Hubungan
tersebut merupakan bentuk saling bergantung satu sama lain dalam konteks sosial.
Oleh sebab itu, hubungan manusia termasuk dalam seperangkat tata kelola struktur sosial
yang harus dijalankan dengan baik. Karenanya sumber daya manusia dituntut untuk menyadari
bahwa bekerja dalam sebuah organisasi berarti bersosialisasi.
Saya rasa untuk tulisan kali ini cukup segitu dulu, semoga pihak berkepentingan dapat
menempatkan hubungan manusia sebagai aspek paling penting dalam sebuah organisasi ataupun
perusahaan.
Dengan penerapan manajemen hubungan manusia yang baik, modern dan berwawasan
kemanusiaan, maka interaksi harmonis akan mudah terjalin. Pada akhirnya akan menjadi insentif
bagi produktivitas kerja dan hubungan manusia
B. Dunia Kerja
Pengertian Dunia Kerja – Kesiapan adalah segala sesuatu yang harus dipersiapkan dalam
melaksanakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk itu kesiapan memasuki dunia kerja
diperlukan pengetahuan tentang gambaran orang-orang bekerja pada suatu bidang pekerjan
tertentu, Smyth dan Cerbner di kutip Wright (1985) memberikan batasan dunia kerja pada
kelompok kerja seperti: eksekutif bisnis, pejabat, pegawai kantor, guru, hakim, jaksa, pengacara,
wartawan, dokter, ilmuwan, petugas kepolisian, personel militer, artis, mandor, perawat, penjual,
pekerja setengah ahli dan tidak memiliki keahlian, penjahit, penghibur, petani, nelayan, pelayan,
dan ibu rumah tangga.
Pengertian Dunia Kerja - Dari pengertian dan batasan-batasan dunia kerja pada kelompok
kerja di atas maka. Pengertian Dunia Kerja adalah gambaran tentang beberapa jenis dan proporsi
pekerjaan yang ada seperti dalam bidang pertanian, usaha dan perkantoran, rekayasa, kesehatan,
militer kemasyarakatan, kerumah tanggaan, dan seni budaya. Dalam era globalisasi seluruh dunia
kerja dan industeri berusaha meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. Adanya peningkatan
efisiensi dan produktifitas kerja menunjukkan bahwa perusahaan telah melaksanakan re-
engineering dan re-strukturing dalam rangka mempersingkat proses produksi.
Kebangkitan ekonomi setelah krisis moneter telah menumbuhkan berbagai usaha di semua
sektor. Seluruh perusahaan di harapkan akan dapat tumbuh dan berkembang menyerap angkatan
kerja baru, Sementara mulai banyak perusahaan yang sudah mempersiapkan penempatan calon
tenaga kerja.
Pemutusan hubungan kerja yang merupakan salah satu dampak krisis moneter sangat
ditakuti oleh para pekerja sudah mulai berkurang, kegiatan usaha sudah mulai bangkit, masa
krisis berakhir perekonomian mulai menggeliat, dunia usaha mulai bergairah, demikian juga
dengan kebutuhan akan tenaga kerja pada dunia usaha, percepatan pertumbuhan jumlah angkatan
kerja dengan kesiapan memasuki dunia kerja haruslah sebanding.
Untuk itu para calon tenaga kerja harus mempersiapkan diri segera dengan mengikuti
keterampilan tambahan melalui berbagai macam kursus, baik kursus dasar untuk berkomunikasi
(Bahasa Inggris) maupun kursus keterampilan yang diselenggarakan oleh SKB, BLK, Panti
asuhan Depsos dan badan penyelenggara kursus dan lain-lain. Guna menambah macam-macam
keterampilan sesuai dengan minat dan bakat peserta didik, agar menjadi calon pekerja yang siap
pakai dan siap memasuki dunia kerja. Oleh karena itu kita berharap dengan adanya globalisasi di
semua bidang dapat membuka peluang kerja di dunia usaha dan dunia industri.
Flores A. Maljers, CEO dari Unilever N.V. (Randals, Schuler & Susan E. Jackson, 1992)
mengatakan bahwa: Kendala terbesar yang dihadapi perusahaan dalam menghadapi globalisasi
adalah keterbatasan sumberdaya manusia bukan terbatasnya modal. Pendapat semacam ini jelas
menunjukkan adanya pergeseran paradikma dalam masyarakat industeri yang tidak lagi
mendudukan modal sebagai satu-satunya sumber daya utama tetapi telah terbuka kesadaran
bahwa manusia akan menjadi yang utama. Hal demikian di karenakan manusia merupakan unsur
penting dalam kelancaran proses produksi.
Menurut Harjono (1990:23) mengemukakan bahwa: Kesiapan peserta didik untuk
memasuki dunia kerja adalah segala sesuatu yang harus di siapkan dalam melaksanakan sesuatu
untuk mencapai suatu tujuan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesiapan lulusan
kelompok belajar paket C untuk memasuki dunia kerja seperti: motivasi kerja, kemampuan kerja,
kemampuan beradaptasi dengan pekerjaan, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan,
kemampuan berkomunikasi, penguasaan informasi tentang dunia kerja, persepsi tentang
prospek karir, peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja, dan gambaran pekerjaan yang
dikerjakan di dunia kerja.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesiapan memasuki dunia kerja seperti: motivasi
kerja, adalah sesuatu yang mengarahkan timbulnya tingkah laku seseorang, dan memelihara
tingkah laku tetrsebut untuk mencapai tujuan, yaitu suatu dorongan dari dalam diri individu untuk
dapat mengerjakan tugas-tugas atau pekerjaan yang bermamfaat bagi diri individu sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai.
Kemampuan kerja juga dipandang sebagai ukuran keberhasilan peserta didik dalam
menyelesaikan tugas-tugas dalam berpraktek di bengkel-bengkel dan ini dapat di jadikan sebagai
ukuran keberhasilan usaha pendidikan/pelatihan.
Disamping itu, ada faktor lain yang juga berpengaruh dalam kesiapan memasuki dunia
kerja seperti: kemampuan beradabtasi dengan pekerjaan adalah kemampuan untuk menyesuaikan
diri dengan jenis-jenis pekerjaan, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan, adalah
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, kemampuan berkomunikasi.
Yaitu kemampuan berkomunikasi dengan baik dan benar, penguasan informasi tentang
dunia kerja, di mana semakin banyaknya seseorang mendapatkan informasi tentang dunia kerja
maka pandangannya tentang dunia kerja akan semakin baik, persepsi tentang prospek karir
merupakan pandangan tentang karir masa depan diramalkan dari masa kini dalam mewujudkan
cita-cita masa depan, peluang untuk mendapatkan kesempatan kerja, yaitu mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi untuk bersaing dalam mendapatkan pekerjaan dan gambaran
pekerjaan yang tersedia merupakan gambaran kerja yang banyak terdapat di dunia usaha.
Kesiapan untuk memasuki dunia kerja ada beberapa aspek yang harus di siapkan yaitu:
(a) kepercayan diri, yaitu mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dengan bekal pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja,
(b) komitmen, yaitu kemauan/kesungguhan dalam melaksanakan pekerjaan sesuai dengan aturan
yang berlaku,
(c) inisiatif/kreatif, yaitu mempunyai inisiatif dan kreatifitas yang tinggi dalam mengembangkan
suatu keputusan tentang tugas yang di berikan,
(d) ketekunan dalam bekerja, yaitu mempunyai keyakinan dan kesabaran dalam menyelesaikan
pekerjaan,
(e) kecakapan kerja, yaitu mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melaksanakan pekerjaan
baik dari segi pengetahuan, maupun keterampilan,
(f) kedisiplinan, yaitu mempunyai sikap disiplin yang tinggi, patuh dan taat mengikuti segala
peraturan dan ketentuan yang berlaku,
(g) motivasi berprestasi, yaitu mempunyai kemauan yang tinggi untuk mengembangkan diri,
(h) kemampuan bekerja sama, yaitu mempunyai sikap terbuka dan siap untuk bekerja sama
dengan siapa saja dan bekerja dalam satu tim,
(i) tanggung jawab, yaitu mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaan yang
diberikan,
(j) kemampuan berkomunikasi, yaitu mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik,
seperti penguasaan bahasa teknik, bahasa asing dan lain-lain.
Bertolak dari pendekatan, maka beberapa aspek tersebut erat hubungannya dengan
masalah ketenagakerjaan, dunia kerja dan dunia industeri membutuhkan tenaga kerja yang
mempunyai kopetensi yang baik di sisi lain dengan globalisasi memiliki sisi positif dan negatif,
di satu sisi pasar bebas merupakan peluang bagi dunia kerja dan dunia industeri untuk
mengembangkan usahanya, karena kran eksport terbuka lebar,
sedangkan dampak negatif nya secara terbuka Indonesia akan menjadi serbuan tenaga kerja asing
yang secara kualitatif lebih baik dibanding tenaga kerja kita, dan persaingan di dalam dunia kerja,
dunia bisnis dan dunia industeri juga kan semakin meningkat karena persaingan tidak hanya
dengan sesama pekerja lokal, tetapi sudah dengan pekerja profesional dari negara asing. Ini
berarti kita akan segera memasuki persaingan global dalam beberapa aspek pekerja, bisnis, usaha,
perdagangan, baik perdagangan umum dan jasa, serta hasil-hasil pertanian, industeri, teknologi,
ataupun produksi lainnya.
Jika pertumbuhan ekonomi terus semakin membaik, prospek dunia bisnis, dunia kerja dan
dunia industri juga akan terus berkembang sesuai dengan geliat peningkatan dan perkembangan
perekonomian negara. Dalam mewujudkan peningkatan dunia usaha, dunia kerja, dunia bisnis,
dan dunia industeri memerlukan tenaga atau sumber daya manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi yang baik dan siap memasuki dunia kerja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan memasuki dunia kerja
merupakan hasil kerja yang di tunjukkan oleh oleh seorang peserta didik.
Hal ini mencerminkan dengan indikator sebagai berikut:
a) Kepercayaan diri,
b) Rasa Tanggung jawab,
c) komitmen,
d) Kemampuan bekerja sama,
e) Kemampuan bekomunikasi,
f) Kecakapan kerja,
g) Ketekunan dalam bekerja,
h) Kedisplinan kerja,
i) Inisiatif/kreatifitas.
C. Dunia Perguruan Tinggi
1. Perguruan Tinggi di Indonesia
Perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut
dosen. Di Indonesia, perguruan tinggi  dapat berbentuk akadem, sekolah tinggi, institute, atau
universitas. Program pendidikan perguruan tinggi dapat berupa program diploma (D-1, D-2, D-3,
D-4), sarjana (S-1), magister (S-2), spesialis dan doctor (S-3). Perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, poloteknik, profesi dan atau vokasi (kejuruan).
Universitas, institute, dan sekolah tinggi yang memiliki program doctor berhak
memberikan gelar doctor kehormatan kepada individu yang layak memperoleh penghargaan
berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan atau seni. Sebutan guru besar atau professor hanya
digunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Pengelolaan dan regulasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Depertemen
Pendidikan Nasional. Rektor Perguruan Tinggi Negeri merupakan pejabat eselon di bawah
Menteri Pendidikan Nasional. Selain itu, terdapat perguruan tinggi yang dikelola oleh depertemen
atau Lembaga Pemerintah Nondepartemen yang umunya merupakan perguruan tinggi kedinasan.
Misalnya Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (STAN) dikelola oleh Departemen Keuangan. Berikut
merupakan gambaran umum mengenai instansi pendidikan tersebut :
a. Akademi
Akademi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan
professional dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian
tertentu. Akademi terdiri atas satu jurusan atau lebih yang menyelenggarakan Program Diploma-
1 (D-1).(D-2) dan (D-3). Contoh Akademi antara lain Akademi Bahasa Asing dan Akademi
Keperawatan.
b. Politeknik
Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan
professional dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Politeknik terdiri atas tiga jurusan atau
lebih yang menyelenggarakan Program Diploma (D-1), (D-2),(D-3), DAN (D-4). Contoh
Politeknik di Indonesia antara lain Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Negeri Surabaya, dan
Politeknik Negeri Medan.
c. Sekolah Tinggi
Sekolah tinggi adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan professional
dan akademik dalam lingkup satu disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
Sekolah tinggi terdiri atas dua jurusan atau lebih yang menyelenggarakan Program Diploma (D-
1), (D-2),(D-3) dan (D-4). Sekolah tinggi yang memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
Program Spesialais (Sp-1 dan Sp-2), Program Sarjana/ Strata (S-1), Program Magister (S-2), dan
atau Program Doktor (S-3). Contoh sekolah tinggi antara lain : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
(STIE), Sekolah Tinggi Ilmu Sosial DAN Ilmu Politik (STISIP)
d. Institut
Institut adalah perguruan tinggi yang disamping menyelenggarakan pendidikan akademik
dapat pula menyelenggarakan pendidikan professional dalam sekelompok disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi atau kesenian sejenis. Institut terdiri atas tiga fakultas atau lebih yang
meneyelenggarakan Program Sarjana (S-1) dan atau Program Diploma yang masing-masing
terdiri atas dua jurusan atau lebih yang menyelenggarakan satu atau lebih program studi. Institut
yang memenuhi syarat dapat menyelenggaraka Progaram Magister (S-2),Program Doktor (S-3),
Program Spesialis (Ps-1 dan Ps-2). Contoh institute di Indonesia antara lain : Institut Pertanian
Bogor, Institut Teknologi Bandung, Institut Ilmu Sosial dll.
e. Universitas
Universitas adalah perguruan tinggi yang di samping menyelenggarakan pendidikan
akademik dapat pula menyelenggarakan pendidikan professional dalam sejumlah disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi dan atau kesenian tertentu. Universitas terdiri atas tiga fakultas kelompok
IPA  dan dua fakultas kelompok IPS atau lebih yang menyelenggarakan Program S-1 atau
Program Diploma dan masing-masing terdiri atas dua jurusan atau lebih yang menyelenggarakan
satu atau lebih program studi. Universitas yang memenuhi syarat dapat menyelenggarakan
Program Magister (S-2), Program Doktor (S-3), Program Spesialis (Sp-1 dan Sp-2).

2. Jenis-jenis  Perguruan Tinggi


a. Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
Perguruan tinggi negeri adalah satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintah, khususnya departemen yang bertanggung jawab atas pendidikan tinggi. Untuk
memasuki PTN seorang calon mahasiswa diharuskan memiliki ijasah SLTA dan lulus ujian
masuk PTN yang disebut Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Mengingat terbatasnya jumlah
PTN di Indonesia maka tidak semua orang berkesempatan untuk menempuh pendidikan di PTN.
Contoh PTN di Indonesia adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Sebelas Maret,Universitas
Diponegoro dll.
b. Perguruan Tinggi Swasta
Perguruan tinggi swasta adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh badan
penyelenggaraan PTS yang berbentuk yayasan, perkumpulan sosial atau badan wakaf. PTS
memiliki otonomi penuh untuk menyelenggarakan pendidikan sendiri, tidak secara langsung
bergantung pada pemerintah. Jumlah TTS DI Indonesia masih sangat banyak. PTS berperan
penting dalam mengakomodasi permintaan masyarakat terhadap dunia pendidikan tinggi, akibat
terbatasnya jumlah PTN yag berkualitas. Contoh PTS di Indonesia adalah Universitas Trisakti,
Universitas Muhamadiyah Surakarta, Universitas pelita Harapan dll.
c. Perguruan Tinggi Kedinasan
Perguruan tinggi kedinasan adalah satuan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
menteri pimpinan lembaga pemerintah Non-departeman. PTK juga dapat dikelompokan menjadi
PTK Negeri dan PTK Swasta. Contoh PTK di Indonesia antara lain : Sekolah Tinggi Akuntasi
Negara (negeri), Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (negeri), Politeknik Gajah Tunggal (swasta)

3. Proses Penerimaan Mahasiswa Baru


Biasanya setiap sekolah akan memberikan informasi tentang berbagai perguruan tinggi
baik PTN maupun PTS dan juga perguruan tinggi di luar negeri. Tatacara dan persyaratan juga
disampaikan. Beberapa PTS mulai menerima mahasiswa baru beberapa bulan sebelum Ujian
Akhir SMA  sedangkan PTN biasanya setelah pengumuman kelulusan SMA. Kenyataan ini
member peluang pilihan yang lebih banyak dan variatif. Oleh karena itu ada beberapa
kemungkinan yang dapat dilakukan oleh pelajar SMA kelas III, misalnya:
a. Memilih dan mengikuti seleksi di salah satu PTS yang dianggap memenuhi kriterianya,
maka jika diterima ia kan kuliah disana saja sehingga tidak perlu ikut seleksi PT lain.
b. Memilih dan mengikuti seleksi dan diterima di salah satu PTS namun juga berminat
masuk PTN, maka ia akan memenuhi kewajiban di PTS yang menerimanya, namun jika
nanti diterima di PTN maka ia akan meninggalkan PTS tersebut.
c. Memilih PTN saja, jika diterima maka akan kuliah disana dan jika belu diterima maka
akan mencoba tahun berikutnya.
d. Memilih PTN terlebih dahulu, jika tidak diterima maka akan mencoba PTS tertentu yang
biasanya masih membuka pendaftaran gelombang terakhir.
e. Bila ingin kuliah di luar negeri biasanya ada lembaga yang melayani hal tersebut, iklan
atau brosurnya mudah didapatkan.
Ada beberapa SMA yang melayani pendaftaran PTN secara kolektif, para siswa akan
mendapatkan kemudahan dalam proses pendaftaran sehingga tidak perlu bersusah payah mencari
formulir di PTN yang dimaksud. Apabila tidak ada pelayanan kolektif di sekolah maka perlu
mendatangi PTN terdekat untuk membeli formulir.
Baik PTN maupun PTS calon mahasiswa perlu mempersiapkan berbagai persyaratan
administratif  yang diminta. Persyaratan administratif di PTS biasanya lebih banyak
dibandingkan dengan PTN. Dalam beberapa kasus bisa dijumpai adanya siswa yang hanya
mencoba-coba menguji dirinya, setelah diterima di PTN tertentu rupanya tidak ditindaklanjuti
sehingga ada beberapa kursi kosong, hal ini merugikan calon lain karena kehilangan kesempatan.
4. Memilih Jurusan atau Program Studi
Memilih jurusan atau  program studi di perguruan tinggi tidak boleh dilakukan
sembarangan dan asal-asalan karena akan berakibat tidak baik terhadap prestasi dan masa depan
yang diinginkan. Pemilihan ini didasari oleh beberapa hal yaitu :
a. Minat dan kemampuan pribadi.
b. Prestasi akademik selama di SMA.
c. Hasil tes psikologi.
d. Kemampuan sosial ekonomi orang tua.
e. Peluang kursi pada jurusan yang dituju.
f. Lokasi, letak, akomodasi ke perguruan tinggi.

D. Merencanakan Karir di Masa Depan


1. Arti dan Pentingnya Perencanaan Karir
Memperoleh karir atau pekerjaan yang layak dan sesuai harapan, merupakan salah satu
aspek  terpenting dalam kehidupan manusia yang sehat, di mana pun dan kapan pun mereka
berada. Betapa orang akan merasa sangat susah dan gelisah jika tidak memiliki pekerjaan yang
jelas, apalagi kalau sampai menjadi penganggur. Demikian pula banyak orang yang mengalami
stres dan frustrasi dalam hidup ini karena masalah pekerjaan.
Menggapai karir yang gemilang tidak didapatkan hanya dengan melewati proses
semalam. Ia membutuhkan kerja keras, aktualisasi diri yang mendalam, dan kemauan untuk terus
belajar. Seorang professional yang berhasil dalam karirnya adalah ia yang telah merintisnya sejak
muda. Para praktisi SDM mengatakan, ”Orang yang berhasil pada umumnya akan melakukan
analisa serta mengetahui apa yang menjadi tujuan karirnya, apa rencana serta tindakan yang
diambil untuk mencapai karir yang diharapkan”.
2. Pengertian Karir
Pekerjaan tidak serta merta merupakan karier. Kata pekerjaan (work, job, employment)
menunjuk pada setiap kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa, sedangkan kata karier
(career) lebih menunjuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai
panggilan hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan seseorang, serta mewarnai
seluruh gaya hidupnya.Pada dasarnya yang dimaksud dengan karir adalah suatu pilihan profesi
atau pekerjaan yang menjadi tujuan bagi seorang individu. Karir juga dapat diartikan sebagai
perkembangan dari perjalanan kehidupan kerja seseorang yang digeluti secara serius dan
ditingkatkan semaksimal mungkin

Karir tertiggi (puncak karir) tidak dapat dicapai secara instant, melainkan harus dengan
perencanaan matang. Cara yang paling efektif untuk meniti karir adalah dengan menggali bakat
atau potensi sedini mungkin. Masa remaja merupakan saat yang paling tepat untuk meniti karir
yakni dengan mengenal bakat dan minat yang dimilikinya. Sehingga nantinya seseorang tersebut
tidak hanya akan berhasil meniti karir tersebut dengan sempurna, melainkan juga menggapainya
dengan optimal.
3. Apakah perencanaan karir itu?
Perencanaan karir adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara terarah dan
terfokus demga berdasar pada potensi (minat, bakat, keyakinan, nilai-nilai) yang kita miliki untuk
mendapatkan sumber penghasilan yang memungkinkan kita untuk maju dan berkembang baik
secara kualitas (hidup) maupun kuantitas (kesejahteraan).
Sesunguhnya dalam perencanaan karir ini yang ditekankan bukan hanya pada pekerjaan
apa yang nantinya kita peroleh, tetapi pada persiapan-persiapan yang kita lakukan. Salah satun
persiapan yang sangat penting adalah memilih pendidikan dan keterampilan yang akan
dikembangkan. Misalnya kalau saat ini kita berada di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA)
maka kita nantinya harus bisa menentukan kira-kira jurusan apa yang akan dipilih IPS, Bahasa,
atau IPA.
Oleh karena itu poin-poin penting dalam Perencanaan meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Menyadarkan diri sendiri terhadap peluang-peluang, kendala-kendala, pilihan-pilihan,
dan konsekuensi yang akan dihadapi.
2. Mengidentifikasi tujuan-tujuan hidup terutama yang berkaitan dengan karir,
3. Penyusunan program pendidikan, keterampilan dan pengalaman-pengalaman yang
bersifat pengembangan dalam meraih tujuan karir.
4. Langkah-Langkah Dalam Merencanakan Karir
1. Mengembangkan rencana karir. Pikirkanlah mengenai apa yang akan kita lakukan dan
langkah-langkah strategis apa yang dibutuhkan untuk melakukan hal-hal yang kita
inginkan
2. Tinjaulah bakat atau kemampuan serta minat yang kita miliki. Pikirkan secara serius
dan mendalam hal-hal yang kita sukai, mampu kita kerjakan dengan baik, serta nilai-
nilai yang kita yakini kebenarannya.
3. Cobalah mencari tahu jenis-jenis karir atau pekerjaan yang mendekati dengan diri
kita, yaitu sesuai bakat serta minat yang kita miliki, latar belakang pendidikan, kondisi
kerja serta lingkungan yang kita harapkan, serta hal-hal lain yang akan memberikan
kejelasan arah dan fokus karir/pekerjaan kita.
4. Selanjutnya, bandingkanlah keterampilan dan minat yang kita miliki dengan jenis
karir atau pekerjaan yang akan kita pilih. Jadi karir atau pekerjaan yang paling sesuai
dan dekat dengan diri kita sangat mungkin menjadi karir atau pekerjaan kita di masa
depan.
5. Kembangkanlah tujuan karir/ pekerjaan yang kita pilih. Hal ini akan menjadi panduan
yang sangat penting bagi kita untuk menyusun langkah-langkah strategis selanjutnya.
6. Ikutilah pendidikan atau pelatihan yang mendekatkan kita dengan tujuan karir atau
pekerjaan yang telah kita buat.
7. Hal penting yang tidak boleh dilewatkan adalah masalah keuangan. Kita mungkin
akan berfikir mengenai sumber-sumber dan besarnya uang yang kita butuhkan untuk
mewujudkan karir kita.
8. Cobalah minta nasehat dari beberapa sumber yang anda yakini dapat membantu anda
memberikan penjelasan dan arahan megenai karir/pekerjaan pilihan anda.

5. Rumus Dalam Memilih Karir


Richard leider, seorang konsultan karir dari Amerika Serikat, memiliki rumus moderen
yang dapat mengkalkulasikan bagaimana kita dapat mewujudkan rencana karir di masa depan
degan eektif dan gemilang. Rumus yang dimilikinya adalah sebagai berikut :

Karier = T + 2P + E + V
T : Talent / Bakat
2P : Passion dan Purpose
E : Environment
V : Vision
T : yang berarti talent atau bakat.

Untuk mengetahui arah karir dan profesi yang cocok untuk kita jalani dimasa depan,
cobalah mendeteksi apa saja kelebihan dan kelemahan yang kita miliki.
 2P yaitu Passion dan Purpose, atau keinginan dan tujuan.
Maksudnya, dalam meilih sebuah karir, diperlukan adanya gairan atau keinginan yang
kuat untuk menggapai karir tersebut dengan maksimal. Selain itu, dibutuhkan pula tujuan
dan arah yang jelas, agar pencapaian karir dimasa depan tidak salah arah. Kedua elemen
ini membutuhkan kerja keras dan pengenalan diri yang mendalam agar tujuan karir yang
akan dicapai dapat diarahkan dengan benar.
 E atau Environment (lingkungan).
Masa remaja merupakan fase dimana kita sangat membutuhkan lingkungan sekitar untuk
dapat mengembangkan kepribadian dan emosi. Lingkungan sekitar kita dapat berupa
lingkungan keluarga, sekolah, atau tempat bermain. Dalam lingkungan sekitar, seseorang
dapat mengasah bakat dan minatnya sedemikian rupa sehingga dapat menggapai karir
yang direncanakan. Lingkungan sekitar menjadi tempat belajar dan aktualisasi diri. Oleh
karena itu, pilihlah selalu lingkungan yang positif, sehingga kita tidak akan terjerumus
kedalam hal-hal yang justru akan dapat menghambat karir kita dimasa depan.
 V atau Vision yang berarti pandangan (visi).
Leider melihat bahwa dengan menerapkan pola visioning atau memandang jauh ke masa
depan, kita akan dapat mengetahui bentuk-bentuk karir yang akan dicapai. Untuk
menciptakan sebuah visi yang baik, langkah pertama adalah menggali potensi diri dan
membuat perencanaan bagaimana memanfaatkan potensi tersebut untuk meraih karir yang
dicita-citakan.
E. Pilihan Karir
Pilihan karir merupakan ekspresi, atau perpanjangan kepribadian ke dalam dunia kerja, di
ikuti oleh identifikasi berikutnya dengan stereotip pekerjaan tertentu. Sebuah perbandingan diri
dengan persepsi pendudukan dan penerimaan atau penolakan selanjutnya adalah penentu utama
dalam pilihan karir.
Ekspresi atau perpanjangan kepribadian ke dalam dunia kerja sering disebut kepribadian
karir. Kepribadian karir adalah hasil dari interaksi–interaksi faktor-faktor bawaan dan lingkungan
dan interaksi-interaksi ini membawa kepada preferensi-preferensi untuk jenis-jenis aktivitas-
aktivitas khusus, yang pada gilirannya mengarahkan persepsi serta tipe-tipe perilaku-perilaku
tertentu.
Salah satu pengusung teori kepribadian karir adalah Jhon L. Holland. Menurutnya
individu yang tertarik pada karir karena adanya kepribadian tertentu dan berbagai variabel yang
merupakan latar belakang mereka. Kesesuaian pandangan seseorang tentang diri dengan
preferensi kerja menetapkan apa yang Holland sebut sebagai gaya pribadi modal. Pusat untuk
Teori Holland adalah konsep bahwa seseorang memilih karir untuk memuaskan modal orientasi
pribadi yang disukai seseorang. Jika individu telah mengembangkan orientasi dominan yang kuat,
kemungkinan kepuasan  dalam lingkungan kerja akan sesuai.
Kepribadian seseorang menurut Holland merupakan hasil dari keturunan dan pengaruh
lingkungan (Osipow, 1983: 84). Winkel & Hastuti (2005: 634-635) menjelaskan bahwa
pandangan Holland mencakup tiga ide dasar, yaitu :
1. Semua orang dapat digolongkan menurut patokan sampai seberapa jauh mereka mendekati
salah satu di antara enam tipe kepribadian, yaitu : Tipe Realistik (The Realistik Type), Tipe
Peneliti/Pengusut (The Investigative Type), Tipe Seniman (The Artistic Type), Tipe Sosial
(The Social Type), Tipe Pengusaha (The Enterprising Type), dan Tipe Konvensional
(Conventional Type). Semakin mirip seseorang dengan salah satu di antara enam tipe itu,
makin tampaklah padanya ciri-ciri dan corak perilaku yang khas untuk tipe bersangkutan.
Setiap tipe kepribadian adalah suatu tipe teoritis atau tipe ideal, yang merupakan hasil dari
interaksi antara faktor-faktor internal dan eksternal. Berdasarkan interaksi itu manusia muda
belajar lebih menyukai kegiatan/aktivitas tertentu, yang kemudian melahirkan suatu minat
kuat yang pada gilirannya menumbuhkan kemampuan dan keterampilan tertentu. Kombinasi
dari minat dan kemampuan itu menciptakan suatu disposisi yang bersifat sangat pribadi untuk
menafsirkan, bersikap, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara tertentu. Profil total dari
keseluruhan kemiripan dalam urutan pertama ke bawah, menampakkan pola kepribadian
seseorang (the individual’s personality pattern ). Usaha untuk menentukan profil total itu
dapat digunakan berbagai metode seperti testing psikologis dan analisis sejarah hidup
sehubungan dengan aspirasi okupasi.
2. Berbagai lingkungan yang di dalamnya orang hidup dan bekerja, dapat digolongkan menurut
patokan sampai berapa jauh suatu lingkungan tertentu mendekati salah satu model lingkungan
(a model environment).
3. Perpaduan antara tipe kepribadian tertentu dan model lingkungan yang sesuai menghasilkan
keselarasan dan kecocokan okupasional (occupational homogenity), sehingga seseorang dapat
mengembangkan diri dalam lingkungan okupasi tertentu dan merasa puas. Perpaduan dan
pencocokan antara tiap tipe kepribadian dan suatu model lingkungan memungkinkan
meramalkan pilihan okupasi, keberhasilan, stabilitas seseorang dalam okupasi yang dipangku.
Orang yang memasuki lingkungan okupasi yang jauh dari tipe kepribadian yang paling khas
baginya akan mengalami konflik dan tidak akan merasa puas, sehingga cenderung untuk
meninggalkan lingkungan okupasi itu dan mencari lingkungan lain yang lebih cocok baginya.
Holland (Manrihu, 1992: 77-78) juga menambah tiga asumsi tentang orang-orang dan
lingkungan-lingkungan, asumsi-asumsi ini adalah:
1.       Konsistensi
Pada diri seseorang atau lingkungan, beberapa pasangan tipe lebih dekat hubungannya
dari pada yang lainnya. Misalnya, tipe-tipe realistik dan investigatif lebih banyak persamaannya
daripada tipe-tipe konvensional dan artistik. Konsistensi adalah tingkat hubungan antara tipe-tipe
kepribadian atau antara model-model lingkungan. Taraf-taraf konsistensi atau keterhubungan
diasumsikan mempengaruhi preferensi vokasional. Misalnya, orang yang paling menyerupai tipe
realistik dan paling menyerupai berikutnya dengan tipe investigatif (orang yang realistik-
investigatif) seharusnya lebih dapat diramalkan daripada orang yang realistik-sosial.
2.      Diferensiasi
Beberapa orang atau lingkungan lebih dibatasi secara jelas daripada yang lainnya.
Misalnya, seseorang mungkin sangat menyerupai suatu tipe dan menunjukkan sedikit kesamaan
dengan tipe- tipe lainnya, atau suatu lingkungan mungkin sebagian besar didominasi oleh suatu
tipe tunggal. Sebaliknya, orang yang menyerupai banyak tipe atau suatu lingkungan yang
bercirikan kira-kira sama dengan keenam tipe tersebut tidak terdiferensiasi atau kurang
terdefinisikan. Taraf di mana seseorang atau suatu lingkungan terdefinisikan dengan baik adalah
taraf diferensiasinya.
3.      Kongruensi
Berbagai tipe memerlukan berbagai lingkungan. Misalnya, tipe-tipe realistik tumbuh
dengan subur dalam lingkungan-lingkungan realistik karena lingkungan seperti itu memberikan
kesempatan-kesempatan dan menghargai kebutuhan-kebutuhan tipe realistik. Ketidakharmonisan
(incongruence) terjadi bila suatu tipe hidup dalam suatu lingkungan yang menyediakan
kesempatan-kesempatan dan penghargaan-penghargaan yang asing bagi preferensi-preferensi
atau kemampuan-kemampuan orang itu misalnya, tipe realistik dalam suatu lingkungan sosial.
Salah satu asumsi Holland adalah Semua orang dapat digolongkan menurut patokan sampai
seberapa jauh mereka mendekati salah satu tipologi karir yang terdiri atas enam tipe kepribadian,
yaitu : Tipe Realistik (The Realistik Type), Tipe Peneliti/Pengusut (The Investigative Type), Tipe
Seniman (The Artistic Type), Tipe Sosial (The Social Type), Tipe Pengusaha (The Enterprising
Type), dan Tipe Konvensional (Conventional Type). Semakin mirip seseorang dengan salah satu
di antara enam tipe itu, makin tampaklah padanya ciri-ciri dan corak perilaku yang khas untuk
tipe bersangkutan. Berikut merupakan penjelasan dari ke enam tipe kepribadian tersebut:
1. Tipe Realistik yang preferensinya pada aktivitas-aktivitas yang memerlukan manipulasi
eksplisit, teratur, atau sistematik terhadap obyek-obyek, alat-alat, mesin-mesin, dan binatang-
binatang. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas pemberian bantuan atau pendidikan. Preferensi-
preferensi membawa kepada pengembangan kompetensi-kompetensi dalam bekerja dengan
benda-benda, binatang binatang, alat-alat dan perlengkapan teknik, dan mengabaikan
kompetensi-kompetensi sosial dan pendidikan. Menganggap diri baik dalam kemampuan
mekanikal dan atletik dan tidak cakap dalam keterampilan-keterampilan sosial hubungan-
hubungan insani. Menilai tinggi benda-benda nyata, seperti : uang dan kekuasaan. Ciri-ciri
khususnya adalah praktikalitas, stabilitas, konformitas. Mungkin lebih menyukai
keterampilan-keterampilan dan okupasi¬-okupasi teknik.
2. Tipe Investigatif memiliki preferensi untuk aktivitas-aktivitas yang memerlukan penyelidikan
observasional, simbolik, sistema¬tik, dan kreatif terhadap fenomena fisik, biologis, dan
kultural agar dapat memahami dan mengontrol fenomena tersebut, dan tidak menyukai
aktivitas-aktivitas persuasif, sosial, dan repetitif. Contoh-contoh dari okupasi-okupasi yang
memenuhi kebutuhan-¬kebutuhan tipe-tipe investigatif adalah ahli kimia dan ahli fisika.
3. Tipe Artistik lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang ambiguous, bebas, dan tidak
tersistematisasi untuk menciptakan produk-produk artistik, seperti lukisan, drama, karangan.
Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang sistematik, teratur, dan rutin. Kompetensi-
¬kompetensi dalam upaya-upaya artistik dikembangkan dan keterampilan-keterampilan yang
rutin, sistematik, klerikal diabaikan. Memandang diri sebagai ekspresif, murni, independen,
dan memiliki kemampuan-kemampuan artistik. Beberapa ciri khususnya adalah emosional,
imaginatif, impulsif, dan murni. Okupasi¬-okupasi artistik biasanya adalah lukisan, karangan,
akting, dan seni pahat.
4. Tipe Sosial lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang melibatkan orang-orang lain dengan
penekanan pada membantu, mengajar, atau menyediakan bantuan. Tidak menyukai aktivitas-
aktivitas rutin dan sistematik yang melibatkan obyek-obyek dan materi-materi. Kompetensi-
kompetensi sosial cenderung dikembangkan, dan hal-hal yang bersifat manual & teknik
diabaikan. Menganggap diri kompeten dalam mcmbantu dan mengajar orang lain serta
menilai tinggi aktivitas-attivitas hubungan-hubungan sosial. Beberapa ciri khususnya adalah
kerja sama, bersahabat, persuasif, dan bijaksana. Okupasi-okupasi social mencakup
pekerjaan¬-pekerjaan seperti mengajar, konseling, dan pekerjaan kesejahteraan sosial.
5. Tipe Enterprising lebih menyukai aktivitas-¬aktivitas yang melibatkan manipulasi terhadap
orang-orang lain untuk perolehan ekonomik atau tujuan-tujuan organisasi. Tidak menyukai
aktivitas-aktivitas yang sistematik, abstrak, dan ilmiah. Kompetensi-kompetensi
kepemimpinan, persuasif dan yang bersifat supervisi dikembangkan, dan yang ilmiah
diabaikan. Me¬mandang diri sebagai agresif, populer, percaya diri, dan memiliki kemampuan
memimpin. Keberhasilan politik dan ekonomik dinilai tinggi. Ciri-ciri khasnya adalah ambisi,
dominasi, optimisme, dan sosiabilitas.
6. Tipe Konvensional lebih menyukai aktivitas-aktivitas yang memerlukan manipulasi data yang
eksplisit, teratur, dan sistema¬tik guna memberikan kontribusi kepada tujuan-tujuan
organisasi. Tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang tidak pasti, bebas dan tidak sistematik.
Kompetensi-kompetensi dikembangkan dalam bidang-bidang klerikal, komputasional, dan
sistem usaha. Akti¬vitas-aktivitas artistik dan semacamnya diabaikan. Memandang diri
sebagai teratur, mudah menyesuaikan diri, dan memiliki keterampilan-keterampilan klerikal
dan numerikal. Beberapa ciri khasnya adalah efisiensi, keteraturan, praktikalitas, dan kontrol
diri. Okupasi-okupasi yang sesuai adalah bankir, penaksir harga, ahli pajak, dan pemegang
buku

F. ESQ (Kecerdasan Emosional dan Spiritual)


1. ESQ (Kecerdasan Emosional dan Spiritual)
a. Pengertian
1) EQ (Kecerdasan Emosional)
Dalam khazanah ilmu pengetahuan terutama psikologi istilah EQ merupakan istilah
yang relatif baru dan pertama kali dipopulerkan oleh Goleman, pada pertengahan tahun
1990-an. Daniel Goleman yang banyak bergelut dalam neurosains dan psikologi berhasil
meruntuhkan legenda tentang IQ yang pernah bertahta selama bertahun-tahun itu dengan
temuan barunya yang disebut sebagai kecerdasan emosional EQ (emotional quotient)
yaitu sebuah kecerdasan yang lebih menekankan pada penguasaan dan pengendalian diri
(nafsu) dan emosi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Goleman, setinggi-tingginya IQ, hanya bisa
menyumbangkan kira-kira 20% bagi faktor yang menentukan sukses seseorang dalam
hidup. Sedangkan yang 80%nya ditentukan oleh faktor lain, bukan IQ, melainkan oleh
kelas sosial hingga nasib baik (Abdul Wahid Hasan, 2006: 55).
Sedangkan menurut Suharsono EQ (kecerdasan emosional) merupakan kemampuan
untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain. Kemampuan
untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi yang muncul dalam
dirinya serta hubungannya dengan orang lain (Suharsono, 2000: 38).
Daniel Goleman, mengklasifikasikan kecerdasan emosional dalam lima komponen
penting yaitu:
a) Mengenali emosi diri (knowing one’s emotions self awareness)
Yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki
kepercayaan diri yang kuat dengan mengenali emosi diri, memungkinkan pikiran
rasional memberikan informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang
tidak menyenangkan, sehingga hati dan jiwanya akan selalu aman serta tercermin
juga pada kesehatan jiwa dan tubuhnya. Sesungguhnya Islam telah menyerukan
manusia untuk dapat menguasai dan mengendalikan emosi pada diri mereka karena
apabila gagal melakukannya, akan banyak timbul keterguncangan dalam kehidupan
manusia yang mendatangkan banyak penyakit pada tubuh dan jiwanya, dengan
memiliki jiwa yang sehat maka individu telah memiliki kematangan emosi dan
sosial hingga mampu membentuk kepribadian yang diidamkan (Musfir bin Said Az-
Zahrani, 2006: 455).
b) Mengelola emosi (managing emotions)
Kemampuan mengelola emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan
perasaannya sendiri sehingga tidak terorganisir dan akhirnya dapat mempengaruhi
prilakunya secara salah. Mungkin dapat diibaratkan sebagai seorang pilot pesawat
yang dapat membawa pesawatnya kesuatu kota tujuan kemudian mendaratkannya
secara mulus. Misalnya seorang yang sedang marah dapat mengendalikan emosinya
secara baik tanpa harus menimbulkan akibat yang akhirnya disesalinya dikemudian
hari (Hamzah, B. Uno, Masri Kuadrat, 2009: 16).
c) Memotivasi diri (motivating oneself)
Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalamdiri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau
berbuat motif, tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan
dalam tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga
munculnya suatu tingkah laku tertentu. Motivasi merupakan dorongan yangterdapat
dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah lak yang lebih
baik dalam memenuhi kebutuhannya (Uno, 2009: 3).
Memotivasi diri adalah kemampuan memberikan semangat kepada diri sendiri untuk
melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung unsur harapan dan
optimisme yang tinggi sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan
aktivitas tertentu, misalnya dalam hal belajar, bekerja, menolong orang lain, dan sebagainya
(Hamzah, B. Uno, Masri Kuadrat, 2009: 16).
d) Mengenali emosi orang lain (recognizing emotions in other)
Yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu
memahami perspektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. Hal ini berarti orang
yang memiliki kecerdasan emosional ditandai dengan kemampuannya untuk
memahami perasaan orang lain.
e) Membina Hubungan (handling relationship)
Yaitu kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial,
berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan
antar manusia.
Selanjutnya, menurut Daniel Goleman ada 5 dasar kecakapan emosi dan sosial
yaitu: (Musfir bin Said Az-Zahrani, 2006: 457).
f) Kesadaran diri yaitu mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki
tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
g) Pengaturan diri yaitu menangani emosi kita sedemikian rupa sehingga berdampak
positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapai suatu sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan
emosi.
h) Motivasi yaitu menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk menggerakkan
dan menuntunnya menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif, bertindak
sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan serta frustasi.
i) Empati yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami
perspektif mereka membentuk hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri
dengan bermacam-macam orang.
j) Ketrampilan sosial yaitu menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan
orang lain, dengan cermat membaca situsi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan
lancar, menggunakan ketrampilan untuk mempengaruhi, memimpin
bermusyawarah, menyelesaikan serta untuk bekerjasama dalam tim.
2) SQ (Kecerdasan Spiritual)
Di akhir abad ke-20 (1999-an) Danah Zohar dan dan Marshall melalui penelitian
ilmiahnya menemukan kecerdasan lain, kecerdasan ketiga (third intelligence) yang
disebut-sebut sebagai the ultimate intelligence (kecerdasan tertinggi) yaitu SQ (spiritual
quotient) atau SI (spiritual intelligence). Menurut Johar dan Marshall, SQ adalah
kecerdasan yang dengannya kita bisa mengarahkan dan memecahkan persoalan-persoalan
makna dan nilai, yaitu kecerdasan dengannya, kita menempatkan perilaku dan hidup kita
dalam konteks makna yang lebih luas dan lebih kaya, kecerdasan untuk menilai tindakan
atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain (Abdul Wahid
Hasan, 2006: 63).
Lain halnya dengan Ary Ginanjar, menurutnya, di dalam ESQ, kecerdasan spiritual
adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan
melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang
seutuhnya (hanif), serta memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berprinsip
“hanya karena Allah” (Ary Ginanjar Agustian, 2005: 57).
Menurut Ary Ginanjar perwujudan daripada kecerdasan emosional ataupun spiritual
bersumber dari suara hati. Hati nurani akan menjadi pembimbing terhadap apa yang harus
ditempuh dan apa yang harus diperbuat, artinya setiap manusia sebenarnya telah memiliki
radar hati sebagai pembimbingnya. Hati merupakan cermin daripada tingkah laku
(akhlak) seseorang.
Dengan mendengarkan suara hati itulah kita dapat melatih diri untuk selalu berjalan
pada kebenaran dan kebaikan serta menjadikan suara hati sebagai kompas. Seirama
dengan Ary Ginanjar, Toto Tasmara mengungkapkan bahwa SQ adalah kemampuan
seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan kebenaran yang meng-Illahi
dalam dirinya dan beradaptasi, dengan demikian kecerdasan spiritual sangat ditentukan
oleh upaya untuk membersihkan dan memberikan pencerahan qalbu, sehingga mampu
memberikan nasihat dan arah tindakan serta caranya mengambil keputusan. Qalbu harus
senantiasa berada pada posisi yang bermuatan kebenaran dan kecintaan pada Illahi (Toto
Tasmara, 2001: 47).  Diketahui bahwa kecerdasan spiritual merupakan bentuk kesadaran
tertinggi yang berangkat dari keimanan kepada Allah (Imam Taufiq, 2005: 246). Sesuai
dengan surat al-A’raf : 172.
‫ك َأ َخ َذ وَِإ ْذ‬
َ ُّ‫ُور ِه ْم ِم ْن آ َد َم بَنِي ِم ْن َرب‬ِ ‫ْت َأ ْنفُ ِس ِه ْم َعلَى َوَأ ْشهَ َدهُ ْم ُذ ِّريَّتَهُ ْم ظُه‬ُ ‫َألَس‬
   .‫غَافِلِينَ هَ َذا ع َْن ُكنَّا ِإنَّا ْالقِيَا َم ِة يَوْ َم تَقُولُوا َأ ْن َش ِه ْدنَا بَلَى قَالُوا بِ َربِّ ُك ْم‬

Artinya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka. Dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berkata):
“Bukankah ini Tuhanmu?” mereka menjawab:“Betul (Engkau Tuhan kami) kami
menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lemah
terhadap ini (keesaan Tuhan)” (QS. Al-A’raf: 172) (Depag RI, Al-Qur’an dan
Terjemahan, 1990: 250).
Selanjutnya dikemukakan dengan indah oleh Khalil Khavary bahwa SQ adalah
fakultas dari dimensi non material kita. Ruh manusia dan SQ merupakan intan yang
belum terasah, (Agus Nggermanto, 2002: 117) karena baik EQ ataupun SQ bukanlah
kecerdasan yang berkembang alamiah, tapi sangat tergantung pada proses pelatihan dan
pendidikan yang kontinu. EQ erat kaitannya dengan ‫(الناس من حبل‬hubungan antar manusia)
agar dapat bekerja sama dengan baik, sedangkan SQ merupakan kecerdasan yang
digunakan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional dan Spiritual


Faktor-faktorr yang mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang:
a. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri seseorang itu sendiri meliputi aspek
fisiologis (fisik, jasmani atau pembawaan) dan aspek psikologis (kerohanian).
1) Aspek fisiologis
Kondisi fisiologis (jasmani) dapat mempengaruhi kepribadian, (Ary H Gunawan, 2000:
59) semisal, jika seseorang itu memiliki fisik yang cacat, besar kemungkinan dia akan menjadi
orang yang minder akan dirinya sendiri, dan semua ini akan berdampak pada kepribadiannya
yang cenderung menyendiri, karena malu untuk berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain,
sehingga berpengaruh pada kecerdasan emosinya.
2) Aspek psikologis
Dalam aspek psikologis, banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
seseorang. Namun diantara faktor-faktor psikologis ini atau lebih dikenal dengan faktor
kerohanian, cenderung biasanya akan dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, sikap, bakat, minat
dan motivasi (Muhibbni Syah, 1997: 133). Semisal, seseorang memiliki kecerdasan tinggi mudah
bergaul dan bekerja sama dengan orang lain. Karena dia merasa cukup percaya diri dengan
kecerdasan yang dimilikinya, sama dengan sikap, bakat, ataupun minat. Dengan sikap yang
tenang, percaya diri, optimis, pandai bersosialisasi, maka semua itu akan mempengaruhi pada
kematangan EQ seseorang. Sedangkan berbicara mengenai minat, menurut Ary Ginanjar, minat
berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu,
disini diartikan bahwa jika seseorang itu menaruh minat besar terhadap suatu hal, maka dia akan
terus berusaha untuk memusatkan perhatiannya akan hal itu sehingga minat sangat berpengaruh
pada kecerdasan emosi seseorang, sama dengan motivasi, karena motivasi merupakan bagian
daripada elemen kecerdasan emosional.
b. Faktor ekstern
Faktor ekstern berasal dari faktor lingkungan sosial yang meliputi keluarga, sekolah dan
masyarakat, dan kesemuanya itu mempengaruhi kecerdasan emosional seseorang, jika dia hidup
dalam keluarga yang harmonis dan lingkungan masyarakat yang baik, maka akan memberikan
dampak positif bagi perkembangan emosional seseorang. Dalam ajaran agama Islam baik
kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual yang luhur itu dapat terwujud dengan adanya
akhlak yang baik dalam diri seseorang, jadi sebagai orang tua yang berperan sebagai pendidik
pertama bagi seorang anak maka wajib bagi mereka menanamkan akhlak yang baik pada
anaknya.
Sama halnya dengan lingkungan pendidikan (sekolah), tinggal dalam lingkungan sekolah
dan berhubungan dengan para teman, guru yang menunjukkan sikap dan perilaku simpatisan”
(Abi Abdullah Muhammad ibn Yazid al-Qazwini ibn Majjah, Juz II: 1211) positif maka akan
menjadikan motivasi yang positif bagi perkembangan seseorang. Selain itu sekolah merupakan
lingkungan kedua setelah keluarga dan guru sebagai orang tua kedua bagi peserta didik, maka
dari itu guru sangat berperan penting dalam meningkatkan kecerdasan emosional bagi anak
didiknya. Jadi seorang guru harus bisa membina dan mengembangkan potensi peserta didiknya
untuk menempuh kesuksesan dengan cara mengembangkan sikap simpati, empati, kerja keras
serta tanggung jawab, yang kesemuanya itu masuk dalam kecerdasan emosional.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual Seseorang
a. Faktor Internal
Faktor internal meliputi kepribadian seseorang yang merujuk pada fitrah dan kesucian
manusia, bahwa nilai spiritual itu sudah ada dalam diri manusia sejak lahir, bahkan dalam
kandungan. Dan semakin dapat dirasakan setelah seseorang menginjak dewasa, kesadaran inilah
yang dapat merangsang dan menumbuh kembangkan potensi serta bakat spiritual anak menjadi
lebih cerdas secara spiritual. Pada dasarnya semua anak yang dilahirkan memiliki kesiapan
sempurna untuk menerima segala sesuatu yang diberikan orangtuanya baik berupa bimbingan
maupun pendidikan serta mempunyai kemampuan untuk meniru perilaku dan adat kebiasaan
yang baik dan buruk, oleh karena itu orang tua berkewajiban memberikan bimbingan yang benar
agar membekas dalam ingatannya dan senantiasa menjadi pedoman dalam hidupnya sebagaimana
sabda nabi:
ُ ‫ص†لَّى هَّللا‬
َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَ†ا َل قَ†ا َل النَّبِ ُّي‬ ِ ‫ي ع َْن َأبِي َسلَ َمةَ ْب ِن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬ ُّ ‫ب ع َْن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا آ َد ُم َح َّدثَنَا ابْنُ َأبِي ِذْئ‬
ْ ِ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُكلُّ َموْ لُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬
‫ط َر ِة فََأبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه َأوْ يُنَصِّ َرانِ ِه َأوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه َك َمثَ ِل ْالبَ ِهي َم ِة تُ ْنتَ ُج ْالبَ ِهي َمةَ† هَلْ ت ََرى‬
‫فِيهَا َج ْدعَا َء‬.
Artinya: Telah menceritakan kepada Adam  telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu
Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah
berkata: Nabi SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian
kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau
Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan
sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya? (HR. Bukhori) (Shahih Bukhori,
Juz 5: 182).

b. Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, faktor pendidikan dan lingkungan sosial. Dalam
keluarga orang tua sangat berperan dalam pembentukan atau perkembangan spiritual anak, begitu
juga dengan faktor pendidikan. Pendidikan moral dan budi pekerti baik yang ditanamkan kepada
peserta didik sejak dini, maka dapat memberikan bekas dan pengaruh kuat dalam perilaku
spiritual peserta didik di sekolah dan dalam kehidupannya sehari-hari (Sukidi, 2002: 30).
Sama halnya dengan lingkungan sosial atau masyarakat. Komunitas masyarakat dengan
norma spiritual yang dijunjung tinggi juga sangat berpengaruh dalam pembentukan positif atas
kecerdasan spiritual ataupun sebaliknya.  Tetapi kondisi pendidikan kita saat ini menuntut guru
untuk lebih cenderung terbelenggu dengan ketentuan administrasi, sebagai contoh lebih
mengutamakan pada aspek kognitifnya dan mengesampingkan nilai emosional dan spiritual
daripada anak didiknya. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk mengajarkan nilai-nilai
kebenaran yang terkandung dalam agama, membekali anak didik dengan pondasi ihsan,
kejujuran, kebajikan, keindahan, sehingga dapat membentuk pribadi anak yang tidak hanya
unggul dalam intelektualitas tetapi juga memiliki keagungan akhlak dan kebajikan moral guna
mendapatkan kebahagiaan sejati,  baik di dunia dan di akhirat.
G. Wirausaha
Dahulu kewirausahaan dianggap dapat dilakukan melalui pengalaman langsung di
lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir sehingga kewirausahaan tidak dapat
dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang mempunyai bakat kewirausahaan dapat
mengembangkan bakatnya melalui pendidikan,pelatihan dan pengalaman. Mereka yang
menjadi enterpreneur adalah orang-orang yang mengenal potensi dan belajar mengembangkan
potensi untuk menangkap peluang serta mengorganisir usahanya. Untuk menjadi wirausaha yang
sukses mempunyai bakat saja tidak cukup namun diperlukan pengetahuan memadai mengenai
segala aspek usaha yang akan ditekuni.
Sejak awal abad ke-20, kewirausahaan sudah diperkenalkan di beberapa negara misalnya
di Belanda dikenal dengan istilah  “Ondernemer” sedangkan  di Jerman dikenal dengan
“Unternehmer”. Di beberapa negara, kewirausahaan memiliki banyak tanggung jawab antara lain
tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepemimpinan teknis,
kepemimpinan organisasi penyediaan modal, penanganan tenaga kerja, pembelian, penjualan,
pemasangan dan sebagainya.
Teodore Levit mendefinisikan bahwa kewirausahaan adalah proses yang  berkaitan
dengan kreativitas dan inovasi dalam memahami peluang, mengorganisasi dan mengelola
sumber-sumber sehingga peluang itu terwujud menjadi suatu usaha yang mampu menghasilkan
laba atau nilai untuk jangka waktu yang lama. Definisi dari Levit tersebut menitikberatkan
kepada aspek kreativitas dan inovasi, karena dengan sifat kreativitas dan inovatif seseorang dapat
menemukan peluang. Kreativitas adalah berfikir sesuatu yang baru (thinking new thing) oleh
karena itu Levit menambahkan bahwa kewirausahaan berarti berfikir dan bertindak sesuatu yang
baru atau berfikir sesuatu yang lama dengan cara-cara baru.
Wirausaha adalah bagian dari kewirausahaan. Wirausaha adalah kepribadian unggul yang
mencerminkan budi luhur dan suatu sifat yang patut diteladani, karena atas dasar kemampuannya
sendiri dapat melahirkan suatu skarya untuk kemajuan kemanusiaan yang berlandaskan
kebenaran dan kebaikan (Yuyun Wirasasmita, 1982). Wirausahawan menurut Ranupandoyo
(1982) adalah seorang inovator atau individu yang mempunyai kemampuan untuk mencari
kombinasi baru yang merupakan gabungan dari proses inovasi yaitu mencakup hal-hal berikut:
1. Menemukan pasar baru,
2. Pengenalan barang baru
3. Metode produksi baru
4. Sumber penyediaan bahan mentah baru dan
5. organisasi industri baru
Wirausaha menurut Ibnu Soedjono (1993) adalah seorang entrepreneurial action yaitu
seseorang yang berjiwa inisiator, inovator, kreator dan organisator dalam suatu kegiatan usaha
yang dicirikan dengan sifat sebagai berikut:
1. selalu mengamankan investasi terhadap resiko dan bersikap mandiri
2. berkreasi menciptakan nilai tambah
3. selalu mencari peluang dan berorientasi ke masa depan.
H. MEMBENTUK JIWA WIRAUSAHA
Berwirausaha memang tidak mudah sehingga calon wirausaha harus siap menjalani
berbagai tantangan. Tidak sedikit orang yang berhenti menjadi wirausaha dan lebih menyukai
untuk melamar pada perusahaan untuk bekerja menjadi karyawan dengan gaji yang aman dan
rutin setiap bulan. Berbagai tantangan harus siap dihadapi oleh calon wirausaha misalnya
penghasilan yang tidak tetap,  fluktuasi kenaikan harga-harga kebutuhan hidup serta yang paling
penting adalah komitmen diri. Salah satu penyebab banyaknya wirausaha yang bangkrut adalah
masih terbatasnya kemampuan  untuk berinovasi dan berkreativitas.
Berwirausaha tak cukup hanya bermodalkan rasa ingin belaka namun harus diiringi
dengan komitmen dan konsistensi. Apalagi tingkat persaingan usaha dan perilaku pasar semakin
dinamis sehingga wirausahawan harus memiliki keyakinan, cita-cita untuk menjadi besar diawali
dengan langkah-langkah kecil. Calon wirausahawan harus belajar banyak lebih dulu tentang
kemampuan dirinya sendiri yaitu kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, melakukan analisis dan
survey pasar sehingga dapat menetapkan bidang usaha apakah yang cocok untuk mereka tekuni.
Meskipun resiko kegagalan selalu ada, para wirausaha mengambil resiko dengan jalan menerima
tanggungjawab atas tindakan mereka sendiri. Kegagalan harus diterima sebagai pengalaman
belajar. Belajar dari pengalaman lampau akan membantu wirausahawan untuk mencapai hasil
yang lebih positif.
Wirausahawan harus selalu berkomitmen dalam melakukan tugasnya sampai berhasil dan
tidak setengah-setengah dalam melakukan pekerjaannya. Karena itu, wirausahawan harus selalu
tekun, ulet, pantang menyerah sebelum pekerjaannya berhasil. Tindakan dalam wirausaha tidak
didasari oleh spekulasi melainkan dengan perhitungan yang matang.
Dusselman (1989) menambahkan bahwa seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan
ditandai oleh pola tingkah laku sebagai berikut :
1. Keinovasian dalam menciptakan, menemukan dan menerima ide baru
2. Keberanian menghadapi resiko dalam menghadapi ketidakpastian dan pengambilan
keputusan.
3. Kemampuan manajerial dalam aspek perencanaan, pengkoordiniran, pengawasan dan
pengevaluasian usaha.
4. Kepemimpinan dalam memotivasi, melaksanakan dan mengarahkan terhadap tujuan
usaha.
Sedangkan menurut Suryana (2003) jiwa seorang wirausaha bercirikan sikap sebagai
berikut:
1. Percaya diri pada keyakinan serta optimis
2. Berorientasi pada tugas, hasil dan prestasi
3. Mempunyai tekad kuat, energik dan selalu berinisiatif
4. Suka pada tantangan dan pengambil resiko
5. Mempunyai visi dan misi yang kuat
I. Pilihan karir
Beberapa fresh graduate bingung ketika diminta untuk memilih pekerjaan.
Alasannya adalah karena mereka tidak memiliki cukup pengalaman dan mereka juga takut
untuk memulai hal yang baru. Akan tetapi, mencari pekerjaan tidak selalu harus sesuai
dengan jurusan. Banyak orang bekerja namun tidak sesuai dengan jurusan mereka ketika
kuliah. Lalu, karir seperti apa yang cocok untuk kamu yang baru saja lulus kuliah?
Mungkin, kamu bisa memilih karir sesuai dengan tipe kepribadianmu. Ternyata ada pilihan
karir yang tepat dan sesuai dengan kepribadian seseorang. Pilihan karir seperti apakah itu?
1. Tipe Intelektual
Tipe kepribadian pertama adalah tipe intelektual. Apakah kamu termasuk dalam tipe
ini? Biasanya, seseorang yang memiliki tipe intelektual selalu memiliki karakter analitis. Ia
adalah seseorang yang hobi meneliti atau mencari solusi untuk suatu masalah. Seseorang
yang selalu bertanya akan semua hal termasuk dalam tipe intelektual. Seseorang yang
masuk dalam tipe ini dapat memilih pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan kepribadian
intelektual mereka  seperti misalnya menjadi seorang peneliti, periset, software developer,
ahli matematika, ahli kimia, ahli fisika, dosen, psikiater, detektif, psikolog, dan sebagainya.
2. Tipe Konvensional
Tipe kepribadian berikutnya adalah tipe konvensional. Seseorang yang masuk dalam
katergori ini akan sangat menyukai pekerjaan yang berkaitan dengan dokumen dan berkas.
Apakah kamu termasuk dalam orang bertipe konvensional? Biasanya, orang bertipe ini
memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dan tidak mudah jenuh. Mereka suka dengan
pekerjaan yang berulang-ulang dan teratur. Selain ini, orang yang masuk tipe konvensional
juga tidak suka kotor dan lebih senang bekerja ditempat yang bersih dan tertata. Lalu,
pekerjaan apa yang cocok untuk orang bertipe konvensional? Jika kamu masuk dalam tipe
konvensional, mungkin kamu akan lebih cocok bekerja di bagian administrasi, keungan,
pegawai bank, pegawai arsip, dan akuntan. Tipe konvensional ini biasanya dimiliki oleh
wanita, tapi tidak sedikit pria yang juga masuk dalam kategori ini.
3. Tipe Realistis
Tipe kepribadian selanjutnya adalah tipe realistis. Biasanya, orang yang memiliki
sifat ini selalu menyukai hal-hal yang bersifat praktis. Dia adalah seseorang yang suka
menerapkan segalanya secara langsung. Apakah kamu suka menggunakan keterampilanmu
ketika bekerja? Mungkin, kamu masuk dalam kategori ini. Intinya, seseorang yang realistik
tidak begitu mementingkan teori, yang penting dia melakukan sesuai dengan praktiknya.
Praktek adalah kunci utama dalam bekerja bagi orang bertipe realistis. Orang bertipe
realistis tidak banyak bicara, tapi cepat beraksi ketika dibutuhkan. Oleh karena itu, jika
anda termasuk orang yang bertipe realistis, maka kamu bisa bekerja di beberapa bidang
seperti menjadi seorang insinyur, mekanik, teknisi, operator mesin, ahli listrik, dan
sebagainya.
4. Tipe Artistik
Tipe artistik merupakan tipe kepribadian untuk orang-orang berbakat, kreatif, serta
memiliki imajinasi yang tinggi. Tipe artistik tergolong sedikit karena ia hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu. Orang bertipe artistik tidak suka melakukan pekerjaan berulang-ulang
seperti tipe konvensional. Selain itu, orang dengan tipe ini juga tidak suka hal-hal yang
teratur dan interpersonal. Apakah kamu termasuk golongan tipe artistik? Jika ya, maka
kamu termasuk orang yang beruntung karena ini merupakan pemberian dari yang maha
kuasa. Oleh karena itu, kamu harus memanfaatkan bakat yang kamu punya hingga dapat
menghasilkan pundi-pundi rupiah. Orang yang kreatif akan lebih mudah mendapatkan
pekerjaan karena ia memiliki modal. Lalu, pekerjaan jenis apa yang cocok untuk tipe
artistik? Untuk pekerjaan, jika kamu bertipe artistik, maka kamu bisa menjadi seorang
pelukis jika kamu punya bakat melukis, menjadi penyanyi jika suara kamu bagus, pemain
musik jika kamu pandai bermain alat musik, desainer jika kamu bisa menggambar, dan
sebagainya. Tanpa harus melamar pekerjaan di perusahaan besar sekalipun, kamu bisa
membuat usaha kamu sendiri dengan bakat yang kamu miliki.
5. Tipe Usahawan
Tipe kepribadian berikutnya adalah tipe usahawan yang mana orang bertipe
usahawan adalah orang yang senang mempengaruhi orang lain dan merayu orang untuk
mengikuti apa yang dia inginkan. Orang yang masuk dalam kategori ini tidak suka dengan
hal-hal yang teliti atau yang membutuhkan observasi. Selain itu, orang bertipe usahawan
juga memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi dan selalu ingin berada dibarisan paling
depan. Ia tidak pernah mau mengalah karena ia yakin bahwa ia mampu. Biasanya, orang
bertipe ini juga pandai berbicara dan berani berbicara didepan orang banyak. Sangat jarang
orang yang memiliki tipe kepribadian seperti ini. Akan tetapi, tipe usahawan sebenarnya
bisa dimiliki oleh siapapun. Lalu, pekerjaan seperti apa yang layak bagi orang bertipe
usahawan? Jika kamu masuk dalam kategori ini, mungkin kamu bisa memiliki pekerjaan
seperti pengusaha, perwakilan dagang, pengacara, marketing, sales manager, dan
sebagainya.
6. Tipe Sosial
Tipe kepribadian yang terakhir adalah tipe sosial yang mana orang yang masuk
dalam tipe ini adalah orang yang senang membantu orang lain dan senang bersosialisasi
dengan lingkungan masyarakat. Orang bertipe seperti ini adalah mereka yang memiliki jiwa
sosial yang tinggi. Sama seperti tipe usahawan, orang bertipe sosial juga senang berbicara
dan pandai berbicara. Ia berani mengungkapkan segala sesuatu yang ada dalam fikirannya
sehingga orang percaya dengan apa yang dikatakannya. Tipe sosial juga sebenarnya dapat
dilatih karena tipe ini bukan masuk dalam tipe bakat. Pada kenyataannya, setiap orang
memiliki kepribadian seperti ini, hanya saja mereka tidak peduli. Lalu, pekerjaan apa yang
cocok untuk orang bertipe sosial? Jika kamu masuk dalam kategori ini, maka kamu bisa
memilih pekerjaan seperti menjadi seorang guru, perawat, mediator, penasehat, konselor,
dan sebagainya

Anda mungkin juga menyukai