Anda di halaman 1dari 5

Judul:

Tinjauan Yuridis Pengaturan Jangka Waktu Pelaksanaan Hak Eksekusi Kreditor Separatis Dalam
Perkara Kepailitan

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana kedudukan dan kewenangan kreditor sparatis mengenai pengeksekusian


jaminan dalam perkara kepailitan?
2. Bagaimana pengaturan pembatasan pelaksanaan hak dan perpanjangan jangka waktu
pengeksekusian jaminan dalam mewujudkan kepastian hukum kreditor separatis

Alur:

1. Dalam kasus kepailitan, dalam hal jika seorang debitor dinyatakan pailit maka dalam
jaminan kebendaan, kreditor separatis yang merupakan pemegang hak jaminan
kebendaan tetap memiliki posisi yang didahulukan dalam pelunasan hutang-piutangnya
diantara kreditor-kreditor lain dari hasil penjualan harta benda milik debitor. Kreditor
separatis terjadi karena adanya suatu jaminan kebendaan yang telah diberikan seorang
debitor kepada kreditor pada saat terjadinya hutang-piutang. Oleh karena hak separatis
adalah sebagai hak yang telah diberikan oleh hukum kepada kreditor pemegang jaminan.
2. Hak eksekusi kreditor, secara khusus kreditor separatis telah dijamin dalam Pasal 55 ayat
(1) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, yaitu:
“ Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5626,
Pasal 5727, dan Pasal 5828, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak
tanggungan, hipotek,atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi
haknya seolah–olah tidak terjadi kepailitan.”
Berdasarkan bunyi pasal tersebut maka dapat disimpulkan adalah hak kreditor separatis
dalam melaksanakan eksekusi tidak terpengaruh oleh proses kepailitan. Padahal jika
dilihat dari frasa “dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan” yang
berlawanan dengan prinsip ketidakpengaruhan dengan proses kepailitan pada kata
“seolah-olah” dimana mengindikasikan hak eksekusi kreditor separatis dalam kepailitan
tidak terbatas. Oleh karena itu hadir pembatasan dalam jangka waktu pelaksanaan
eksekusi objek jaminan kebendaan yang dipegangnya.
3. Ketentuan Pasal 55 ayat (1) tidak serta merta dapat dilakukan, karena dalam Pasal 56 ayat
(1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dimana hak eksekusi kreditor untuk
mengeksekusi benda-benda agunan, maupun pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang
berada dalam penguasaan debitor yang pailit atau kurator ditangguhkan untuk jangka
waktu paling lama 90 hari sejak tanggal putusan pailit ditetapkan. Selama jangka waktu
penangguhan berlangsung, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas
suatu piutang tidak dapat diajukan ke dalam sidang peradilan, baik itu kreditor maupun
pihak ketiga dilarang untuk mengeksekusi atau memohon sita atas barang yang menjadi
agunan.
4. Masa penangguhan atau dikenal dengan istilah stay, berlaku sejak tanggal putusan
pernyataan pailit atas debitor diucapkan. Masa stay disebutkan “jangka waktu paling
lama 90 (sembilan puluh) hari dapat terpenuhi sebagian (hakim pengawas dapat
memutuskan untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan) atau
sepenuhnya (maksimal 90 (sembilan puluh) hari).
5. Ketentuan lain yang mengatur hak kreditor separatis adalah pasal 59 yang menyatakan
bahwa kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (1) harus
melaksanakan haknya paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi
(keadaan dimana apabila dalam rapat pencocokan piutang, debitor tidak menawarkan
rencana perdamaian atau rencana perdamaiain yang ditawarkan debitor tidak diterima)
sebagaimana dimaksud Pasal 178 ayat (1). Setelah lewat jangka waktu tersebut maka
kurator harus menuntut diserahkannya benda jaminan.
6. Berdasarkan penjelasan Pasal 59 ayat (1) bahwa jangka waktu pelaksanaan hak eksekusi
oleh kreditor separatis memiliki arti bahwa jangka waktu dua bulan tersebut
kreditor separatis harus sudah mulai melaksanakan haknya.
7. Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU adalah hak untuk memulai pelaksanaan
eksekusi dan bukan kewajiban untuk menyelesaikan pelaksanaan eksekusi objek
jaminan kebendaan.
8. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 015/PUU-III/2005 pada tanggal 14
Desember 2005 dalam pertimbangan hakimnya menjelaskan dua hal, yaitu:
a) Jangka waktu dua bulan yang dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) UU Kepailitan
dan PKPU hanya mengatur tentang kewajiban untuk memulai melaksanakan hak
kreditor separatis untuk menjual objek jaminan kebendaan, sehingga tidak
diartikan bahwa dalam jangka waktu dua bulan tersebut objek jaminan kebendaan
sudah harus laku terjual.
b) Penyerahan objek jaminan kebendaan kepada kurator adalah ketika kreditor
separatis tidak atau belum mulai melaksanakan penjualan objek jaminan
kebendaan dalam jangka waktu dua bulan sejak insolvensi.
9. Pelaksanaan eksekusi jaminan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) merupakan hal yang sulit bagi kreditor. Ketentuan ini
sangat tidak realistis dan bertentangan dengan konsep hukum jaminan kebendaan
yang mengakui hak kreditor pemegang jaminan. Jangka waktu tersebut di rasa
semakin berkurang apabila keadaan insolven yang menjadi dasar mulai timbulnya
kewenangan kreditor untuk mengeksekusi hak jaminan yaitu selama 90 (sembilan puluh)
hari. Dengan demikian, waktu 2 (dua) bulan akan terpotong karena pada masa
penangguhan ini kreditor tidak diperkenankan menjual hak jaminan meskipun hak
mengeksekusi tersebut ada padanya. Oleh karena itu, konsep time frame antara jatuh
putusan pailit, masa penangguhan dan terjadinya keadaan insolven yang menjadi dasar
dimulainya kewenangan mengeksekusi Kreditor separatis perlu diperjelas untuk
mencegah semakin berkurangnya waktu Kreditor separatis dalam mengeksekusi. Serta
jangka waktu 2 (dua) bulan tidak realistis untuk menjual aset besar.
10. Dalam mewujudkan kepastian hukum perihal jamian dan perlindungan hak-hak kreditor
separatis, maka diperlukan suatu penambahan waktu yang lebih realistis dengan
mempertimbangkan cara eksekusi mana yang dipilih oleh kreditor separatis dan
segala problematika yang muncul dalam penjualan di muka umum (administrasi,
pengumuman, pelaksanaan lelang) dan penjualan di bawah tangan.
11. Jika kreditor separatis sudah selesai melaksanakan hak eksekusinya terhadap objek
jaminan yang dimilikinya maka terdapat kewajiban kreditor separatis untuk
mempertanggungjawabkan kepada kurator perihal hasil penjualan benda yang dijaminkan
dan menyerahkan sisa hasil setelah dikurangi jumlah utang, bunga dan biaya kepada
kurator.
12. Namun dalam ketentuan Pasal 59 ayat (2) tersebut dalam prakteknya menimbulkan
permasalahan karena adanya ketidaksesuaian antara pasal dengan penjelasan pasal yang
mengakibatkan multitafsir dimana dalam implementasinya terdapat ketidaksesuaian
antara pasal dan penjelasan pasal. Ketidaksesuaian yang hadir adalah di dalam pasal
menyatakan harus melaksanakan haknya tersebut adalah kreditor sudah mulai
melaksanakan haknya, sedangkan dalam prakteknya mulai melaksanakan haknya
dianggap baru mulai dilakukan persiapan penjualan dan sebagainya sehingga
menjadi tidak jelas perihal waktu penjualan.
13. Berdasarkan penjelasan tersebut, sebagai tanda bahwa seorang kreditor separatis telah
selesai melaksanakan haknya yaitu hak eksekusi, kreditor separatis telah dibebankan
kewajiban oleh UU Kepailitan dan PKPU untuk dapat mempertanggungjawabkan hasil
eksekusi kepada kurator. Tetapi sampai saat ini belum ada suatu indikator yang
menyatakan bahwa kapan seorang kreditor separatis telah berhenti atau dianggap berhenti
dalam melaksanakan haknya, sehingga kurator dapat menuntut diserahkannya objek
jaminan kebendaan milik kreditor separatis.
14. Dalam ketentuan UU Kepailitan dan PKPU telah menetapkan batasan kapan kreditor
separatis harus mulai melaksanakan haknya dan indikator apa yang menjadi batasan
kreditor separatis selesai melaksanakan hak eksekusinya. Tidak diaturnya suatu
batasan yang jelas perihal berapa lama kreditor separatis harus merampung
pelaksanaan hak eksekusinya menjadi permasalahan tersendiri.
15. Berdasarkan hal tersebut, kurator memiliki hak untuk menuntut penyerahan objek
jaminan kebendaan dari kreditor separatis yang sudah melaksanakan haknya, jika dan
hanya jika kreditor separatis yang dimaksud berhenti melaksanakan haknya di kemudian
hari. Oleh sebab itu, perlu diketahui perihal tindakan kreditor separatis yang
dikategorikan sebagai “mulai melaksanakan haknya”, “sudah selesai melaksanakan
haknya” dan “berhenti melaksanakan haknya”
16. Kreditor separatis dikatakan sudah harus memulai melaksanakan haknya dalam jangka
waktu dua bulan setelah dimulainya insolvensi. Pelaksanaan hak eksekusi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu penjualan di muka umum (lelang) dan penjualan di
bawah tangan. Penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
a) Penjualan di muka umum dapat dilihat tdalam Pasal 20 ayat (1), (2) dan (3) UU
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan juga Pasal 29 UU No. 42 Tahun
1999 tentang Fidusia. Perihal tata cara penjualan melalui lelang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indnesia Nomor 27/PMK.06/2016 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang (PMK 27/2016)
b) Penjualan di bawah tangan dapat dilihat dalam UU Kepailitan dan PKPU yang
telah diatur dalam Pasal 185 ayat (2) dijelaskan bahwa:
“Dalam hal penjualan di muka umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
tercapai maka penjualan di bawah tangan dapat dilakukan dengan izin hakim
pengawas.”
Tata cara penjualan di bawah tangan mengikuti jenis objek jaminna terkait.
17. Berdasarkan poin 11, penjualan yang dilakukan di muka umum atau secara lelang,
mensyaratkan pengajuan permohoan lelang ke kantor lelang dimana pengajuan
permohonan lelang ini dapat dikategorikan sebagai tindakan memulai pelaksanaan
haknya. Untuk penjualan di bawah tangan, tindakan kreditor separatis yang dapat
dikategorikan sebagai memulai pelaksanaan haknya adalah ketika sudah melakukan
pemberitahuan secara tertulis atau mengumumkan dalam surat kabar terkait
penjualan di bawah tangan yang dimaksud.

Konklusi:

Pada intinya topik ini lebih menekankan kepada bagaimana kedudukan dan kewenangan
kreditor sparatis mengenai pengeksekusian jaminan dalam perkara kepailitan. Serta pembaharuan
yang hadir adalah dua hal, pertama adalah perihal perlu penegasan dalam Pasal 59 ayat (1)
bahwa yang dimaksud dengan melaksanakan haknya itu seperti apa? Dimana ketika terdapat
frasa melaksanakan haknya dan itu belum diatur maka tidak ada kejelasan perihal mulai
melaksanakan haknya, selesai melaksanakan haknya dan berhenti melaksanakan haknya itu
bagaimana?. Kedua, adalah perihal jangka waktu dua bulan yang tidak realistis dalam menjual
aset besar, sehingga dibutuhkan suatu perpanjangan waktu dengan mempertimbangkan cara
eksekusi mana yang dipilih oleh seorang kreditor separatis yaitu penjualan di muka umum
(lelang) dan penjualan di bawah tangan dengan segala problematika yang hadir didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai