Pasal 2 ayat (1) UUK, tegas mengatur bahwa permohonan pailit dapat
diajukan oleh Kreditor dan Debitor, sepanjang memenuhi ketentuan bahwa
debitor memiliki minimal 2 kreditor dan sedikitnya satu telah jatuh tempo.
Ketika debitur dinyatakan pailit, maka seluruh harta milik debitur menjadi
harta pailit. Harta debitur yang menjadi harta pailit meliputi harta yang
dijaminkan maupun yang tidak dijaminkan.
Kedudukan dan perlakuan sama tersebut, berlaku bagi kedua kreditur pemegang
jaminan dan non jaminan, baik dalam masa pengurusan maupun dalam tahap
pemberesan kepailitan. Semua kreditur harus melakukan tahap pengajuan tagihan
dan proses verifikasi dan pada tahap pemberesan, semua harus menunggu tahapan
pembagian sesuai daftar pembagian yang telah disusun oleh kurator dan
ditetapkan oleh hakim pengawas.
Namun, hak di atas, oleh Pasal 56 ayat (1) UUK, ditangguhkan untuk masa
maksimal 90 hari (masa stay) atau hingga insolvensi atau berakhirnya
kepailitan yang lebih cepat.
Berbeda dengan Kepailitan, dalam PKPU, Pasal 281 ayat (1) huruf b,
memberi hak pilih kepada kreditur separatis tanpa adanya pengalihan
status kreditur dari separatis ke konkuren.
Bagi kurator, yang menjadi dasar untuk meminta dan melakukan penjualan
setelah waktu 60 hari kreditur pemegang jaminan tidak berhasil menjual,
adalah ketentuan Pasal 59 ayat (2) UUK:
“ setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk
selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
185, tanpa mengurangi hak kreditor pemegang hak tersebut atas hasil
penjualan agunan tersebut”
Lalu masalah berikutnya adalah jika telah memulai haknya dalam masa 60 hari, lalu
sampai kapan hak tersebut berakhir? Jika ternyata lelang berulang-ulang di atas
waktu 60 hari masih tidak terjual, apakah hak menjualnya masih melekat pada
kreditur pemegang jaminan atau sudah harus diserahkan kepada kurator. Undang-
undang kepailitan tidak tegas mengatur tentang hal ersebut.
Catatan:
Jika kurator yang melakukan penjualan terhadap benda jaminan, maka atas hasil
penjualan tersebut harus dibayarkan terlebih dahulu kepada kreditur pemegang
jaminan tersebut.
Jika barang jaminan hilang sebelum barang tersebut berada dalam kekuasaan
kurator dan masih berada dalam kekuasaan debitur pailit, maka yang
bertanggung jawab adalah debitur pailit.
Sebaliknya jika barang jaminan tersebut telah berada dalam kekuasaan kurator,
maka tanggung jawab atas hilangnya barang jaminan tersebut ada pada Kurator.
Kemudian jika barang tersebut hilang dan barang jaminan tersebut ada dalam
kekuasaan pemegang jaminan, maka pemegang jaminan yang bertanggung jawab
atas hilangya barang tersebut.
Bagi bank X, mereka telah memulai proses eksekusi dalam waktu 60 hari,
sehingga sesuai ketentuan UUK, yang penting adalah telah memulai, bukan
harus terjual. Sementara bagi kurator setelah 60 hari, sesuai perintah UUK,
harus meminta harta tersebut diserahkan kepada Kurator.
Karena tidak ada titik temu, maka kedua pihak meminta fatwa ke MA,
namun fatwa tersebut tidak bisa dieksekusi oleh Para Pihak. Kurator
kemudian mengajukan gugatan ke PN Niaga untuk meminta putusan siapa
yang berhak melakukan penjualan atas benda jaminan tersebut.
Pendidikan:
S1 Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (2000)
S2 Hukum Bisnis Universitas Indonesia (2004)
Organisasi Profesi:
Sekjend Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI, 2013-2016 & 2016-2019)
Wakil Ketua DPC PERADI Jakarta Selatan (2013-2018 & 2018-2023)
Lain-Lain:
Pengajar Kepailitan pada Pendidikan Kurator dan Pendidikan Advokat
Narasumber Kepailitan dan PKPU pada pelatihan di bebeberapa Kampus, Bank dan Perusahaan
Anggota Tim Penyusun Naskah Akademik RUU Tentang Perubahan UU Kepailitan dan PKPU.
Buku: “Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit” (Rajawali Pers, 2004)