Anda di halaman 1dari 24

HUKUM ASURANSI

ANALISIS PUTUSAN

Nomor : 301/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel.

Dosen Pengampu: Maria Mu’ti Wulandari, S.H.,M.H.

Disusun Oleh:

1. Rahyang Pramodawardhana E1A021010

2. Kholid Dwi Prasetya E1A021016

3. Muhammad Adam Fadhil E1A021028

4. Rizma Auliani Azzahra E1A021054

5. Nanda Auliya Putri E1A021072

6. Setya Aufa Nur Aida E1A021088

7. Asma' Nadia Ghoya E1A021090

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2023
I. IDENTITAS PARA PIHAK :

1. Penggugat : PT. PHINTRACO TECHNOLOGY diwakili


oleh Direktur Utama Go Kiong Hwoo

Alamat Penggugat : Gedung East Tower lantai 17, Jl. Dr. Ide Anak
Agung Gde Agung Kav. E.3.3 No. 1, Kawasan
Mega Kuningan, RT.5/RW.2, Kuningan,
Kuningan Timur, Kota Jakarta Selatan (12950).

2. Tergugat : BPJS KETENAGAKERJAAN

Alamat Tergugat : Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 79, Jakarta


Selatan (12930).

II. DUDUK PERKARA


Pada tanggal 14 Juli 2014 telah diadakan sebuah perjanjian antara PT.
PHINTRACO TECHNOLOGY dengan BPJS Ketenagakerjaan mengenai
pengadaan jasa Customer Relationship Management System ditandai dengan
adanya Surat Perjanjian No. PER/64/072014, untuk tetap dapat menjaga
kepuasan serta loyalitas peserta BPJS Ketenagakerjaan maka dilakukanlah
perjanjian perpanjangan Kerjasama untuk pengimplementasian Relationship
Management System tersebut yang mana PT. PHINTRACO TECHNOLOGY
ditunjuk sebagai pelaksana sistem tersebut berdasar Surat Perjanjian No.
PER/38/032015. Program ini dijalankan dengan sebuah proses yang dinamakan
e-Procurement No. 3480-2. Di dalam perjanjian tersebut juga telah disepakati
berbagai hak serta kewajiban kedua belah pihak untuk dipenuhi agar pelayanan
ini dapat berjalan maksimal dan menguntungkan peserta BPJS
Ketenagakerjaan.

Untuk menjalankan program tersebut PT. PHINTRACO TECHNOLOGY


harus dapat mengimplementasikan dengan membuat program Sistem Informasi
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (SIJSTK) kepada peserta BPJS Ketenagakerjaan
sampai dinyatakan Go Live Nasional dengan target selama 8 bulan Kerjasama.
Untuk dapat membuat dan menjalankan program tersebut maka dibutuhkan
biaya sebesar Rp. 17.199.804.001,00 (Tujuh Belas Milyar Seratus Sembilan
Puluh Juta Delapan Ratus Empat Ribu Satu Rupiah). Untuk proses pembayaran
didasarkan perjanjian tersebut dilakukan sebanyak 5 tahap yang mana
rinciannya adalah :

1. Tahap I sebesar 10% dari biaya keseluruhan.

2. Tahap II sebesar 30% dari biaya keseluruhan.

3. Tahap III sebesar 30% dari biaya keseluruhan.

4. Tahap IV sebesar 20% dari biaya keseluruhan.

5. Tahap V sebesar 10% dari biaya keseluruhan.

Yang kesemuanya dibayarkan setelah Penggugat menyelesaikan


pekerjaannya dari tugas yang berbeda sesuai dengan tahapannya dan
memberikan laporan berita acara serta melampirkan copy laporan tersebut saat
menyampaikan tagihan.

Namun pihak BPJS Ketenagakerjaan hanya melakukan pembayaran kepada


PT. PHINTRACO TECHNOLOGY pada tahap ke I dan II saja sementara tahap
III, IV, dan V tidak dilakukan pembayaran padahal tugas dan pekerjaan pada
tahap III, IV, dan V telah selesai dikerjakan sebagaimana mestinya sesuai
dengan perjanjian sebelumnya sehingga diajukanlah gugatan wanprestasi oleh
PT. PHINTRACO TECHNOLOGY terhadap BPJS Ketenagakerjaan yang
menimbulkan kerugian yang harus ditanggung oleh PT. PHINTRACO
TECHNOLOGY secara materil yang telah dirincikan dalam putusan.

Dalam proses peradilan terhadap gugatan ini BPJS Ketenagakerjaan juga


mengajukan konvensi dengan alasan isi gugatan tidak jelas/ kabur serta
rekonvensi dengan alasan memang seluruh pekerjaan telah dilaksanakan namun
tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang telah ada di dalam perjanjian.
III. Latar Belakang Masalah

Seluruh tenaga kerja Indonesia mempunyai hak keselamatan ataupun


perlindungan resiko dari sebuah pekerjaan yang dilakukannya, maka dari itu
melahirkan suatu program untuk serta merta melindungi hak tersebut, dengan
adanya Perusahaan jaminan sosial tenaga kerja yang dahulunya bernama
JAMSOSTEK namun dengan adanya perkembangan perundang – undangan
yakni dikeluarkannya UU No. 24/2011 melahirkan Organisasi Jaminan Sosial
(BPJS) diwujudkan sebagai pelayanan publik dalam usaha memberikan
perlindungan bagi pekerja dengan meliputi Asuransi kecelakaan Kerja (JKK),
Asuransi Kematian (JKM), Asuransi Pensiun (JHT), dan Asuransi Pensiun(JP)
diimplementasikan sebagai asuransi sosial untuk para pekerja Indonesia agar
hak mengenai resiko kerja nya terlindungi sebagai jaminan sosial.

Dengan adanya keempat produk utama BPJS Ketenagakerjaan tersebut


pekerja dapat memilih sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang akan
didapatkan hal tersebut diatur sesuai dengan jumlah besaran biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan minat dan
kemampuan masing – masing individu, maka dapat disebutkan bahwasannya
peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam hal ini disebut sebagai konsumen. Dalam
menjaga loyalitas peserta atau konsumennya tentunya BPJS Ketenagakerjaan
harus secara maksimal dalam memberikan pelayanan sehingga memberikan
suatu kepuasan bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan itu sendiri. Untuk
meningkatkan kepuasan peserta BPJS yakni meningkatkan kualitas pelayanan
dengan Customer Relationship Management yang merupakan sebuah bentuk
peningkatan pelayanan dengan melakukan Kerjasama dengan sebuah
Perusahaan yang nantinya di dalam program tersebut ada continuity marketing,
one to one marketing, serta partnering program yang mana ketiganya adalah
pelayanan khusus untuk konsumen/peserta BPJS Ketenagakerjaan yang
bersifat jangka panjang atau dapat disebut dengan cara keep in touch antara
Perusahaan dengan konsumen/peserta BPJS Ketenagakerjaan sehingga
meningkatkan loyalitas serta ketertarikan konsumen/peserta BPJS
Ketenagakerjaan untuk terus dapat terikat dengan produk layanan BPJS
Ketenagakerjaan tersebut.

Berangkat dari latar belakang tersebut dikaitkan dengan putusan yang telah
kami pilih dan telaah berkaitan dengan adanya permasalahan wanprestasi
antara BPJS Ketenagakerjaan dan PT. PHINTRACO TECHNOLOGY dalam
upaya untuk meningkatkan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan untuk konsumen/
peserta BPJS menjadi hal yang menarik sebab menimbulkan suatu
permasalahan yang patut dianalisis mengenai peran BPJS Ketenagakerjaan
dalam prosesnya masih memiliki hambatan.

IV. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kewajiban BPJS Ketenagakerjaan tersebut dalam


menjalankan putusan Nomor : 301/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel.
2. Apa pertimbangan hakim dalam mengabulkan putusan Nomor :
301/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel.

V. TUNTUTAN

Bahwa dalam perkara a quo ini, penggugat telah memberikan uraian dan
keterangan serta fakta fakta hukum yang terjadi, dengan itu penggugat
memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut :

DALAM PETITUM :

1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya,


2. Menyatakan tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi/ingkar
janji,
3. Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum PERJANJIAN
No. PER/64/072014 tentang pengadaan jasa impementasi customers
relationship managemen system tanggal 14 juli 2015 dan addendum
pertama perjanjian No. PER/64/072014 tentang perpanjangan
jangka waktu customer relationship management system No.
PER/38/032015 tanggal 25 mei 2015,
4. Menghukum tergugat untuk melakukan pembayaran tahap III,
pembayaran tahap IV, dan pembayaran tahap 5 kepada penggugat
secara tunai dan sekaligus, dengan total keseluruhan sebesar Rp.
10.319.882.300,60 (Sepuluh Milyar Tiga Ratus Sembilan Belas Juta
Delapan Ratus Delapan Puluh Dua Ribu Empat Ratus Rupiah Enam
Puluh Per Seratus),
5. Menghukum tergugat untuk membayar bunga, biaya dan ganti
kerugian kepada penggugat secara tunai dan sekaligus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku yaitu sebesar
Rp. 24.542.223.065,- (Dua Puluh Empat Milyar Lima Ratus Empat
Puluh Dua Juta Dua Ratus Dua Puluh Tiga Ribu Enam Puluh Lima
Rupiah),
6. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom)
sebesar Rp. 1.500.000,- (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) setiap
hari tergugat lalai melaksanakan isi putusan perkara ini terhitung
semenjak putusan ini berkekuatan hukum tetap (incracht),
7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun
ada upaya hukum verzet, banding, kasasi maupun peninjauan
kembali (uitvoerbaar bij voorraad),
8. Membebani biaya perkara kepada tergugat,
9. Apabila majelis hakim pengadilan negeri jakarta selatan yang
memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil adilnya (ex aequo et bono).

VI. PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM

DALAM POKOK PERKARA


Menimbang, bahwa ternyata yang menjadi pokok permasalahan
gugatan Penggugat adalah mengenai perbuatan wanprestasi yang menurut
Penggugat telah dilakukan oleh Tergugat sehubungan dengan Perjanjian
untuk Pengadaan Jasa Implementasi Customer Relationship Management
System.
Bahwa sebaliknya Tergugat menyatakan justru Penggugat lah yang
telah melakukan perbuatan wanprestasi terlebih dahulu kepada Tergugat
dengan tidak menyelesaikan pekerjaan pekerjaannya sebagaimana yang
sudah diperjanjikan, dan berdasarkan hasil audit dari BPK, ternyata ada
kelebihan bayar yang telah Tergugat lakukan kepada Penggugat, sehingga
dengan demikian maka Tergugat lah yang justru mengalami kerugian.
Bahwa dasar hukum pembuktian dalam perkara perdata adalah
sebagaimana dirumuskan dalam pasal 163 HIR sebagai berikut : “Barang
siapa yang mendalilkan mempunyai sesuatu hak atau menyebutkan sesuatu
kejadian untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang
lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya
kejadian itu.
Bahwa legalitas Penggugat sebagai sebuah badan hukum yang sah
sehingga dapat mengajukan gugatan dalam perkara aquo dibuktikan dengan
bukti P-1 yang berupa Salinan Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT.
Phintraco Technology (Penggugat) Nomor 26 tanggal 11 Februari 2008,
dikeluarkan Fransiscus Xaverius Budi Santoso Isbandi, SH., dan bukti P-2
yang berupa Salinan Akta Pernyataan Keputusan Bersama Para Pemegang
Saham PT. Phintraco Technology No. 55 tanggal 27 Maret 2017,
dikeluarkan oleh Notaris Kumala Tjahyani Widodo, SH.,MKn.
Bahwa terhadap pekerjaan tahap II, Penggugat yang mengalami
keterlambatan telah dikenai sanksi pemotongan denda sebesar 5% dari nilai
kontak, hal ini sebagaimana termuat dalam bukti T-4 yang berupa Voucher
pembayaran Nomor : JMS43A2015A01092 perihal BYMHD Pembayaran
tahap kedua PT. Phintraco Technology sesuai PER/64/072014, pembayaran
dikenakan denda sebesar Rp 17.199.804.001 x 5% = 859.990.200,-
Pembayaran dapat ditransfer melalui Bank BCA Cabang Matraman atas
nama PT. PHINTRACO TECHNOLOGY dengan No. Rek. : 3423037080,
sejumlah Rp.5.159.941.200,00, dari bukti tersebut terlihat bahwa walaupun
ada keterlambatan dari pihak Penggugat, Tergugat tidak pernah
mempermasalahkannya karena segala keterlambatan pekerjaan yang
dilakukan oleh Penggugat telah dikenai pemotongan denda yang cukup
besar.
Bahwa pembayaran tahap ketiga, sebagaimana diatur dalam
Addendum Pertama Perjanjian No. PER/38/032015 (vide bukti P-6),
dilakukan setelah Penggugat menyelesaikan pekerjaan dan laporan kegiatan
Tahap Development Project CRM, seluruh proses pekerjaan tahap III
tersebut setelah Majelis Hakim teliti bukti-bukti surat yang diajukan oleh
Penggugat.
Bahwa pekerjaan tahap IV yang menjadi tugas Penggugat
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 angka 4 Addendum Pertama Perjanjian
No. PER/38/032015 adalah pekerjaan dan laporan kegiatan Roll Out dan
Project review untuk project CRM, dan pekerjaan-pekerjaan tersebut juga
sudah terselesaikan seluruhnya oleh Penggugat sebagaimana terlihat dari
bukti-bukti surat.
Bahwa dari bukti-bukti penyelesaian pekerjaan tahap I hingga tahap
IV tersebut di atas, terlihat bahwa pihak Tergugat saat itu sudah menerima
hasil pekerjaan dari Penggugat tanpa ada satupun keluhan atau keberatan
yang tidak terselesaikan hal ini pun bersesuaian dengan keterangan saksi-
saksi yang diajukan oleh Penggugat di persidangan, namun demikian
sebagaimana didalilkan oleh Penggugat, bahwa pekerjaan tahap III dan
tahap IV belum dibayarkan oleh Tergugat.
Bahwa pekerjaan tahap V yang hanya merupakan perawatan selama
masa garansi pun telah dilakukan oleh Penggugat, dimana Penggugat tetap
melakukan perbaikan terhadap aplikasi yang dibuatnya untuk Tergugat,
sebagaimana termuat dalam bukti-bukti surat. Ini membuktikan bahwa
seluruh pekerjaan Penggugat telah selesai dilakukan dan tidak ada
permasalahan atau keluhan yang disampaikan oleh Tergugat yang tidak
ditangani oleh Penggugat, dan seharusnya Tergugat telah menyelesaikan
pembayarannya kepada Penggugat.
Bahwa walaupun hasil laporan audit yang dilakukan oleh BPK RI
sudah diterima oleh Tergugat pada tanggal 9 Februari 2017, namun
kenyataannya Tergugat tidak pernah memberitahukan hasil audit tersebut
kepada Penggugat, bahkan setelah Penggugat mengirimkan surat teguran
kepada Tergugat sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana bukti-bukti surat.
Tergugat tetap tidak memberitahukannya kepada Penggugat, dan baru pada
tanggal 22 Maret 2019 Tergugat mengirimkan surat kepada Penggugat
sebagaimana bukti T-13 yang berupa Surat dari BPJS Ketenagakerjaan
kepada PT. Phintraco Technology Nomor : B/12740/032019 tanggal 22
Maret 2019 perihal Tanggapan atas Surat Pemberitahuan.
Bahwa namun demikian terhadap tuntutan bunga yang dimintakan
oleh Penggugat dapat dikabulkan Majelis Hakim sebesar 6% per tahun dari
total tagihan yang belum dibayarkan oleh Tergugat selama 4 (empat) tahun,
hal ini bersesuaian dengan ketentuan dalam Pasal 1767 KUHPerdata
sebagaimana diterangkan oleh ahli dari Tergugat, sehingga terhadap petitum
angka 5, Majelis Hakim mengabulkannya dengan perbaikan redaksi dan
perbaikan jumlah bunga yang harus dibayarkan
Bahwa terhadap petitum angka 6 yang meminta agar Tergugat
dikenakan uang paksa setiap hari Tergugat lalai melaksanakan isi putusan,
oleh karena tuntutan yang dimintakan Penggugat untuk dilaksanakan oleh
Tergugat adalah mengenai pembayaran sejumlah uang, maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 606a Rv, lembaga uang paksa tidak dapat dikenakan
terhadap Tergugat, sehingga petitum angka 6 harus ditolak.
Bahwa terhadap Tuntutan Penggugat agar Majelis Hakim
menjatuhkan putusan serta merta dalam perkara aquo, menurut Majelis
Hakim tidak dapat dikabulkan karena tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana ditentukan pasal 180 ayat (1) HIR jo. Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 3 Tahun 2000 jo. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun
2001.
VII. PUTUSAN HAKIM
DALAM KONPENSI :
Dalam Eksepsi ;
- Menolak eksepsi yang diajukan oleh Tergugat untuk seluruhnya ;

Dalam Pokok Perkara ;


1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian ;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi /
ingkar janji ;
3. Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum PERJANJIAN
No. PER/64/072014 Tentang Pengadaan Jasa Implementasi
Customers Relationship Management System tanggal 14 Juli 2015
dan Addendum Pertama Perjanjian No. PER/64/072014 tentang
Perpanjangan Jangka Waktu Customer Relationship Management
System No. PER/38/032015 tanggal 24 Mei 2015 ;
4. Menghukum Tergugat untuk melakukan Pembayaran Tahap III,
Pembayaran Tahap IV dan Pembayaran Tahap V kepada Penggugat
secara tunai dan sekaligus, dengan total keseluruhan sebesar Rp.
10.319.882.400,60 (Sepuluh Milyar Tiga Ratus Sembilan Belas Juta
Delapan Ratus Delapan Puluh Dua Ribu Empat Ratus Rupiah Enam
Puluh Per Seratus);
5. Menghukum Tergugat untuk membayar bunga kepada Penggugat
secara tunai dan sekaligus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku yaitu sebesar Rp. 2.476.771.776,144
(Dua Milyar Empat Ratus Tujuh Puluh Enam Juta Tujuh Ratus
Tujuh Puluh Satu Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Enam Rupiah
Seratus Empat Puluh Empat Sen) ;
6. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya ;

DALAM REKONPENSI :
- Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya ;
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI:

- Menghukum Tergugat Konpensi/ Penggugat Rekonpensi untuk


membayar biaya perkara yang hingga kini ditaksir sebesar Rp.
741.000,- (Tujuh ratus empat puluh satu ribu rupiah) ;

VIII. Analisis
Mengenai Eksepsi Tergugat yang Ditolak
Dalam konvensi, dalam ekspesi: hakim menolak eksepsi yang
diajukan oleh tergugat oleh seluruhnya, sebagaimana eksepsi yang
diajukan tergugat antara lain yaitu:
Gugatan penggugat kabur. Gugatan Kabur (obscuur libel) adalah
di dalam gugatannya terdapat unsur-unsur ketidakjelasan, kabur,
sehingga gugatannya tidak dapat diterima atau bertentangan dengan
ketentuan yang berlaku1 (Dudung Abdul Azis, Ayu Novita Sari, 2022).

a. faktor yang dapat menyebabkan suatu gugatan dikatakan kabur ialah

- dasar hukum dalil gugatan tidak jelas


- objek sengketa tidak jelas
- petitum gugatan tidak jelas
- masalah posita wanprestasi dan PMH

Hal tersebut ditolak oleh hakim dikarenakan dalam gugatan tersebut,


tergugat telah menyebutkan dasar-dasar hukum dengan jelas
sebagaimana berikut.
Penggugat mendasarkan pada pasal 1238 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa “si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat
perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau

1
Dudung Abdul Azis, Ayu Novita Sari. (2022). ANALISIS YURIDIS
TERHADAP GUGATAN OBSCUUR LIBEL DALAM SENGKETA BPJS.
Jurnal Berkala Fakultas Hukum Universitas Bung Karno. Vol. 1, No 1.
demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan bahwa si berutang
harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”, maka
apabila telah lewat dari waktu yang ditentukan dan tergugat belum
melunasi kewajibannya, maka ia dianggap telah lalai, dan tergugat dapat
dikatakan wanprestasi.
Selain itu, penggugat mendasarkan pada Pasal 1239 KUHPerdata
yang berbunyi : “tiap tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu, apabila si berhutang tidak memenuhi
kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban
memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”.
Pasal 1243 memerintahkan kepada si berutang yang telah
dinyatakan lalai, penggantian biaya, rugi, dan bunga mulai diwajibkan.
Berdasarkan dasar-dasar hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa,
tergugat memiliki kewajiban membayar penggantian biaya, rugi, dan
bunga atas perbuatan tergugat yang tidak melakukan kewajibannya
kepada penggugat yaitu membayarkan sejumlah uang kepada penggugat
selama waktu yang telah disepakati dalam perjanjian, yaitu perjanjian
No. PER/64/072014 dan perjanjian No.PER/38/032015 sebagaimana
telah dijelaskan dalam duduk perkara.
Yang kedua ialah objek sengketa tidak jelas. Alasan tersebut tidak
dapat dikabulkan karena penggugat telah menyebutkan dengan jelas
objek sengketa. Objek sengketa ialah sesuatu yang diperebutkan ataupun
dipersoalkan oleh kedua belah pihak yang sedang berperkara. Dalam
perkara ini, objek sengketa yang dimaksud ialah pembayaran sejumlah
ganti rugi (Sebagian harta milik tergugat seharusnya menjadi milik
penggugat) karena tergugat telah dinyatakan wanprestasi.
Faktor yang ketiga ialah petitum gugatan yang tidak jelas. Petitum
ialah segala sesuatu yang diajukan oleh penggugat dan diharapkan dapat
dikabulkan oleh hakim. Alasan yang ketiga ini tidak dapat diterima
karena penggugat dalam gugatannya telah menyebutkan petitum yang
jelas berdasarkan alasan-alasan hukum yang sesuai.
Faktor yang terakhir ialah masalah posita wanprestasi dan PMH.
Dalam gugatan tersebut penggugat hanya mendalilkan alasan
wanprestasi dan tidak mengganungkannnya dengan Perbuatan Melawan
Hukum, maka faktor tersebut tidak dapat diterima.
Dapat diambil kesimpulan bahwa, alasan gugatan penggugat kabur tidak
dapat diterima.

Mengenai Bunga yang Ditetapkan


Tuntutan bunga yang dimintakan oleh Penggugat dapat
dikabulkan Majelis Hakim sebesar 6% per tahun dari total tagihan yang
belum dibayarkan oleh Tergugat selama 4 tahun, hal ini didasarkan pada
ketentuan dalam Pasal 1767 KUHPerdata yang mengatur mengenai
bunga apabila debitur wanprestasi, pasal 1767 KUHPerdata berbunyi
Bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian boleh melampaui bunga
menurut undang-undang dalam segala hal yang tidak dilarang oleh
undang-undang. Besarnya bunga yang diperjanjikan dalam perjanjian
harus ditetapkan secara tertulis.”Apabila dalam perjanjian tidak
ditentukan besarnya bunga apabila debitur wanprestasi, maka bunga
yang dipakai adalah bunga bank yaitu 6 % setahun sesuai dengan
ketentuan pasal 1767 Kitab Undang-undang Hukum Perdata2(Eti Mul
Erowati,2019). Maka, Majelis Hakim mengabulkannya dengan
perbaikan redaksi dan perbaikan jumlah bunga yang harus dibayarkan,
yaitu:
Rp. 10.319.882.400,60 X 6% = Rp. 619.192.944,036 X 4 tahun =
Rp.2.476.771.776,144 (Dua Milyar Empat Ratus Tujuh Puluh Enam Juta
Tujuh Ratus Tujuh Puluh Satu Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Enam
Rupiah Seratus Empat Puluh Empat Sen). Bunga yang dikabulkan oleh
hakim sudah tepat karena tidak melebihi 6%.

2
Eti Mul Erawati. (2019). Bunga Dalam Perjanjian Hutang Piutang. Majalah
Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma. Vol. 21, No.2
Mengenai Biaya Perkara
Dalam Konvensi dan Rekonvensi, hakim menghukum tergugat
untuk membayar biaya perkara. Biaya perkara ialah segala biaya yang
timbul dalam Proses Perkara atau biaya yang dipergunakan untuk proses
penyelesaian perkara. Biaya perkara diatur dalam pasal 183 (1) H.I.R
yang menyatakan bahwa sebagai pihak yang dinyatakan kalah dalam
persidangan akan dihukum harus membayar biaya perkara dan biaya
perkara tersebut harus disebutkan dalam keputusan3 (Nino Pandu
Saputra, 2019). Maka, tergugat sebagai pihak yang dikalahkan wajib
membayar segala biaya yang timbul dalam persidangan tersebut.

Mengenai rincian pembayaran


Terhadap hukuman bagi Tergugat dalam putusan Nomor :
301/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel yang dijatuhi Hakim telah tepat. Hal ini
didasarkan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya oleh Penggugat dan
Tergugat yang tertuang didalam perjanjian No. PER/64/072014 Tentang
Pengadaan Jasa Implementasi Customers Relationship Management
System pada tanggal 14 Juli 2014 yang nantinya melakukan
Perpanjangan Jangka Waktu Customer Relationship Management
System yang dituangkan dalam Perjanjian No. PER/38/032015. Sehingga
Tergugat wajib membayar apa yang telah dilakukan oleh Penggugat
dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah disepakati. Terkait
pembayaran telah dilakukan kesepakatan yang tertuang didalam Pasal 2
Addendum Perjanjian No: PER /38/032015 antara Penggugat dan
Tergugat tentang Perpanjangan Jangka Waktu Customer Relationship
Management System, merubah ketentuan Pasal 7 Perjanjian No.

3
Nino Pandu Saputra. (2019). Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Untuk
Memeriksa Pengelolaan Biaya Perkara Di Mahkamah Agung. Jurnal Hukum
Indonesia. hal. 126
PER/64/072014 tanggal 14 Juli 2014 tentang tata cara pembayaran yang
menjadi hak Penggugat tersebut akan dilakukan oleh Tergugat secara
bertahap dengan ketentuan sebagai berikut :

● Pembayaran Tahap I, dibayarkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari


biaya pekerjaan atau sebesar 10% x 17.199.804.001,00 =
Rp.1.719.980.400,10 (Satu Milyar Tujuh Ratus Sembilan Belas Juta
Sembilan Ratus Delapan Puluh Ribu Empat Ratus Rupiah Sepuluh
Perseratus)
● Pembayaran Tahap II, dibayarkan sebesar 30% (tiga puluh persen)
dari Pekerjaan sebesar 30% x 17.199.804.001.00 =
Rp.5.159.941.200,30 (Lima Milyar Seratus Lima Puluh Sembilan
Juta Sembilan Ratus Empat Puluh Satu Ribu Dua Ratus Rupiah Tiga
Puluh Per Seratus)
● Pembayaran Tahap III, dibayarkan sebesar 30% (tiga puluh persen)
dari Pekerjaan sebesar 30% x Rp 17.199.804.001,00 = Rp.
5.159.941.200,30 (Lima Milyar Seratus Lima Puluh Sembilan Juta
Sembilan Ratus Empat Puluh Satu Ribu Dua Ratus Rupiah Tiga
Puluh Per Seratus)
● Pembayaran Tahap IV, dibayarkan sebesar 20% (dua puluh persen)
dari biaya pekerjaan sebesar 20% x 17.199.804.001,00 =
Rp.3.439.960.800,20 (Tiga Milyar Empat Ratus Tiga Puluh
Sembilan Juta Sembilan Ratus Enam Puluh Ribu Delapan Ratus
Rupiah Dua Puluh Per Seratus)
● Pembayaran Tahap V, dibayarkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari
biaya pekerjaan sebesar 10% X 17.199.804.001,00 =
Rp.1.719.980.400,10 (Satu Milyar Tujuh Ratus Sembilan Belas Juta
Sembilan Ratus Delapan Puluh Ribu Empat Ratus Rupiah Sepuluh
Per Seratus)

Dari uraian diatas untuk pembayaran tahap 1 dan 2 telah


terpenuhi. Namun pembayaran tahap 3-5 belum terpenuhi oleh Tergugat
kepada Penggugat dimana jika dijumlah total keseluruhan pembayaran
tahap 3-5 adalah sebesar Rp.10.319.882.400,60 (Sepuluh Milyar Tiga
Ratus Sembilan Belas Juta Delapan Ratus Delapan Puluh Dua Ribu
Empat Ratus Rupiah Enam Puluh Per Seratus). Maka gugatan di dalam
petitum nomor 4 dikabulkan oleh hakim karena berkenaan apa
seharusnya diterima oleh Penggugat atas pekerjaannya terhadap
Tergugat yang belum membayar kewajibannya.

Mengenai beberapa tuntutan yang ditolak


Di dalam mengabulkan petitum Penggugat, hakim tidak
mengabulkan semuanya apa yang diminta oleh Penggugat. Ada beberapa
pertimbangan hakim yang membuat petitum yang dilayangkan oleh
Penggugat antara lain masalah membayar bunga, biaya dan ganti
kerugian. Hal ini ditolak karena tidak pernah diperjanjikan besaran bunga
oleh Penggugat dan Tergugat dalam Perjanjian No. PER/64/072014
sebagai vide bukti P-5 berikut Addendum Pertama Perjanjian No.
PER/38/032015 sebagai vide bukti P-6, maka terhadap tuntutan biaya
dan ganti kerugian tidak dapat dikabulkan. Terlebih sepanjang
pemeriksaan perkara pihak Penggugat tidak pernah membuktikan bahwa
Penggugat melakukan pekerjaan tambahan berupa pekerjaan Design
Core dengan biaya sebesar Rp. 458.800.000,- per bulan selama 9 bulan.
Tetapi mengenai tuntutan bunga ada beberapa koreksi oleh mengenai
jumlah bunga yang semestinya ditetapkan sesuai PASAL 1767
KUHPerdata yang berlaku sebesar 6%. Sehingga di dalam perhitungan
bunga yang dilakukan oleh hakim ditemukan besaran bunga Rp.
10.319.882.400,60 X 6% = Rp. 619.192.944,036 X 4 tahun =
Rp.2.476.771.776,144 (Dua Milyar Empat Ratus Tujuh Puluh Enam Juta
Tujuh Ratus Tujuh Puluh Satu Ribu Tujuh Ratus Tujuh Puluh Enam
Rupiah Seratus Empat Puluh Empat Sen).
Kemudian petitum no 6 yang berupa permintaan uang paksa
diberlakukan kepada Tergugat juga tidak dikabulkan hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 606a Rv, lembaga uang paksa tidak dapat
dikenakan terhadap Tergugat, sehingga petitum angka 6 harus ditolak.
Terhadap Tuntutan Penggugat agar Majelis Hakim menjatuhkan
putusan serta merta dalam perkara aquo, menurut Majelis Hakim tidak
dapat dikabulkan karena tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
ditentukan pasal 180 ayat (1) HIR jo. Surat Edaran Mahkamah Agung
No. 3 Tahun 2000 jo. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2001.

WANPRESTASI
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan
kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat
antara kreditur dengan debitur4. Dalam putusan Nomor :
301/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel antara penggugat yaitu PT.PHINTRACO
TECHNOLOGY dan tergugat BPJS KETENAGAKERJAAN
melakukan perjanjian dengan Ketentuan hak dan kewajiban sebagai
berikut :
pihak pertama/ tergugat:

1. Menerima hasil pekerjaan sesuai dengan lampiran perjanjian ini


2. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh pihak
kedua/penggugat
3. Menangguhkan pembayaran
4. Mengenakan denda keterlambatan atas keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan oleh pihak kedua/penggugat
5. Membayar biaya pekerjaan kepada pihak kedua/penggugat

pihak kedua/penggugat

1. Menerima pembayaran biaya pekerjaan dari pihak pertama

4
Pohan, M. N., & Hidayani, S. (2020). Aspek Hukum Terhadap Wanprestasi
Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Jurnal Perspektif Hukum, 1(1), 45-58.
2. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal
pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam perjanjian
beserta lampirannya
3. Melaporkan pelaksanaan pekerjaan kepada pihak pertama/tergugat
4. Memberikan laporan pekerjaan yang diperlukan untuk pemeriksaan
pekerjaan yang dilakukan pihak pertama/tergugat.

Penggugat berhak memperoleh pembayaran dari tergugat BPJS


KETENAGAKERJAAN dengan perjanjian Ketentuan tahapan yang
dibagi menjadi 5 yaitu :
1. pembayaran tahap 1 dibayarkan 10%

2. pembayaran tahap 2 sebesar 30%

3. pembayaran tahap 3 sebesar 30%

4. pembayaran tahap 4 sebesar 20%

5. pembayaran tahap 5 sebesar 10%

Dalam hal ini tergugat BPJS KESEHATAN belum membayarkan


tahap 1, tahap 2, tahap 3. Padahal dalam hal ini penggugat telah
menyelesaikan tahapan pekerjaan pada tahapan 1, tahap 2, dan tahap 3.
Sehingga dalam hal ini tergugat BPJS KESEHATAN lalai dalam
melaksanakan kewajibanya sebagaimana yang telah ditentukan dalam
perjanjian.
Seseorang dinyatakan lalai atau wanprestasi karena Sama sekali
tidak memenuhi prestasi; Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
Terlambat memenuhi prestasi; dan Melakukan apa yang dalam perjanjian
dilarang untuk dilakukan. Unsur-unsur wanprestasi antara lain: Adanya
perjanjian yang sah (1320), adanya kesalahan (karena kelalaian dan
kesengajaan), adanya kerugian, adanya sanksi, dapat berupa ganti rugi,
berakibat pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya
perkara (apabila masalahnya sampai dibawa ke pengadilan)5.
BPJS KESEHATAN sebagai tergugat hanya membayarkan
kewajibannya terhadap penggugat PT. PHINTRACO TECHNOLOGY
pada tahapan 1 dan tahapan 2 sehingga dapat dikatakan bahwa tergugat
telah melakukan prestasi tetapi tidak sempurna karena berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati pada tanggal 6 juni 2014 sampai
finalisasi harga perjanjian pada tanggal 23 juni 2014 yaitu disepakati
sebesar Rp. 17.199.804.001,00 dengan dibayarkan melalui 5 tahapan
pembayaran.

a) Surat PT. Phintraco Technology tanggal 7 Agustus 2017 Nomor


056/VIII/PT/2017, perihal : Outstanding Pembayaran kepada BPJS
TK ;
b) Surat PT. Phintraco Technology tanggal 28 Maret 2018 Nomor
017/III/PT/2018-EN, perihal : Perkembangan Status Outstanding
Pembayaran kepada BPJS TK ;
c) Surat PT. Phintraco Technology tanggal 23 Agustus 2018 Nomor
054/VIII/PT/2018, Perihal : Perkembangan Status Outstanding
Pembayaran kepada BPJS TK ;

Seorang debitur baru dikatakan wanprestasi apabila ia telah


diberikan somasi oleh kreditor atau juru sita. Somasi itu minimal telah
dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor atau juru sita. Apabila somasi
itu diindahkannya, maka kreditur berhak membawa persoalan itu ke
dalam pengadilan6. PT. PHINTRACO TECHNOLOGY sebagai
penggugat dalam menuntut hak nya telah melakukan teguran/somasi

5
Sinaga, N. A., & Darwis, N. (2020). Wanprestasi dan Akibatnya Dalam
pelaksanaan perjanjian. Jurnal Mitra Manajemen, 7(2).
6
Umar, D. U. (2020). Penerapan Asas Konsensualisme Dalam Perjanjian Jual
Beli Menurut Perspektif Hukum Perdata. Lex Privatum, 8(1).
kepada tergugat BPJS KETENAGAKERJAAN sebanyak 3 kali secara
berturut-turut sebagaimana tertuang dalam surat berikut :
Sehingga berdasarkan hal tersebut tergugat BPJS KESEHATAN
telah ingkar terhadap apa yang telah diperjanjikannya sehingga
melahirkan wanprestasi, terlebih penggugat telah memberikan teguran
sebanyak 3 kali secara berturut turut namun tidak diindahkan oleh
tergugat.sehingga penggugat berhak untuk meneruskan hal ini ke
pengadilan.

IX. PETITUM YANG DIKABULKAN DAN DITOLAK

Dalam Putusan Nomor : 301/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel gugatan penggugat


angka 4 dikabulkan dengan menghukum tergugat untuk melakukan
pembayaran tahap III, pembayaran tahap IV, dan pembayaran tahap V kepada
penggugat dengan total keseluruhan sebesar Rp. 10.319.882.400,60 (Sepuluh
Milyar Tiga Ratus Sembilan Belas Juta Delapan Ratus Delapan Puluh Dua
Ribu Empat Ratus Rupiah Enam Puluh Per Seratus) ; karena pada saat
pembayaran tahap II pihak Penggugat telah dikenakan pemotongan denda
maksimal sebesar 5% sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat 1 Perjanjian No.
PER/64/072014 , dana dalam Pasal 15 ayat 1 tersebut denda yang diatur hanya
dikenai maksimal 5% saja tanpa ada denda lainnya, maka terhadap pembayaran
tahap III hingga tahap V sudah tidak dapat lagi dikenakan denda keterlambatan,
sehingga dengan demikian maka besarnya pembayaran tahap III hingga tahap
V yang harus Tergugat bayarkan kepada Penggugat.

Petitum gugatan penggugat menyatakan Menghukum Tergugat untuk


membayar bunga, biaya dan ganti kerugian kepada Penggugat secara tunai dan
sekaligus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku yaitu
sebesar Rp. 24.542.223.065,- (Dua Puluh Empat Milyar Lima Ratus Empat
Puluh Dua Juta Dua Ratus Dua Puluh Tiga Ribu Enam Puluh Lima Rupiah)
dalam petitum angka 5 gugatan penggugat tersebut tidak dapat dikabulkan
karena terhadap tuntutan biaya dan ganti kerugian tidak dapat dikabulkan,
apalagi sepanjang pemeriksaan perkara ini pihak Penggugat tidak pernah
membuktikan bahwa Penggugat melakukan pekerjaan tambahan berupa
pekerjaan Design Core dengan biaya sebesar Rp. 458.800.000,- per bulan
selama 9 bulan namun terhadap tuntutan bunga yang dimintakan oleh
Penggugat dapat dikabulkan Majelis Hakim sebesar 6% per tahun dari total
tagihan yang belum dibayarkan oleh Tergugat selama 4 (empat) tahun, hal ini
bersesuaian dengan ketentuan dalam Pasal 1767 KUHPerdata sebagaimana
diterangkan oleh ahli dari Tergugat, sehingga terhadap petitum angka 5,
Majelis Hakim mengabulkannya dengan perbaikan redaksi dan perbaikan
jumlah bunga yang harus dibayarkan,

Dalam petitum gugatan penggugat angka 6 yang meminta untuk


menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp.
1.500.000 setiap kali tergugat lalai melakukan putusan tidak dapat dikabulkan
karena tuntutan yang dimintakan Penggugat untuk dilaksanakan oleh Tergugat
adalah mengenai pembayaran sejumlah uang, maka sesuai dengan ketentuan
Pasal 606a Rv, lembaga uang paksa tidak dapat dikenakan terhadap Tergugat.

PEMBAHASAN

a) kewajiban BPJS Ketenagakerjaan tersebut dalam menjalankan putusan


Nomor : 301/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Sel

Berdasarkan analisis yang telah kami kemukakan sebelumnya, dapat


diketahui bahwa BPJS Ketenagakerjaan harus melaksanakan tanggung
jawab berupa melunasi pembayaran biaya pokok, rugi, dan bunga kepada
penggugat sebesar 10.319.882.400,60, sebagaimana telah dijelaskan dalam
analisis dan BPJS Ketenagakerjaan tersebut terbukti melakukan
wanprestasi. BPJS Ketenagakerjaan tersebut juga harus membayar biaya
perkara ini sebesar Rp 741.000,00.
b) Pertimbangan hakim dalam memutus perkara

Dalam memutus perkara tersebut, hakim mendasarkan pada pasal 1238


KUHPerdata tentang perbuatan wanprestasi. Dalam hal tersebut, tergugat
terbukti melakukan tindak wanprestasi karena lalai terhadap kewajibannya
kepada Penggugat.

Dalam jawaban tergugat, ia menyatakan bahwa gugatan


penggugat kabur. Namun, eksepsi tersebut telah memasuki materi pokok
perkara, sehingga dengan demikian maka eksepsi yang diajukan oleh
Tergugat tersebut haruslah ditolak oleh Hakim.
Kemudian terhadap Tuntutan Penggugat, Majelis Hakim
menjatuhkan putusan serta merta dalam perkara a quo, menurut Majelis
Hakim tidak dapat dikabulkan karena tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana ditentukan pasal 180 ayat (1) HIR jo. Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2000 jo. Surat Edaran Mahkamah Agung
No. 4 Tahun 2001. Maka berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, maka Majelis Hakim menyatakan mengabulkan gugatan
Penggugat untuk sebagian dan menolak selebihnya. Serta mengenai
bunga yang ditetapkan, hakim mendasarkan pada ketentuan pasal 1767
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

KESIMPULAN
Di dalam proses peradilan terhadap gugatan ini BPJS
Ketenagakerjaan juga mengajukan sebuah konvensi dengan alasan di
dalam isi gugatan tersebut tertera bahwasanya tidak jelas/ kabur serta
rekonvensi dengan alasan memang seluruh pekerjaan telah dilaksanakan
namun tidak sepenuhnya sesuai dengan apa yang telah ada di dalam suatu
perjanjian yang di tentukan.
SARAN
Seharusnya Ketenagakerjaan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) memenuhi tanggung jawabnya kepada PT. Phyntraco
Technology dalam pembiayaan program Sistem Informasi Jaminan
Sosial Tenaga Kerja agar program tersebut berjalan sebagaimana
mestinya serta dapat digunakan oleh Peserta Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan karena hal tersebut menyangkut
kesejahteraan bersama dan sebagai bentuk pelayanan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS ) Ketenagakerjaan terhadap
Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Dudung Abdul Azis, Ayu Novita Sari. (2022). Analisis Yuridis Terhadap Gugatan
Obscuur Libel dalam Sengketa Bpjs. Jurnal Berkala Fakultas Hukum Universitas
Bung Karno. Vol. 1, No 1.

Eti Mul Erawati. (2019). Bunga Dalam Perjanjian Hutang Piutang. Majalah Ilmiah
Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma. Vol. 21, No.2.

Nino Pandu Saputra. (2019). Kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan Untuk


Memeriksa Pengelolaan Biaya Perkara Di Mahkamah Agung. Jurnal Hukum
Indonesia. hal. 126.

Pohan, M. N., & Hidayani, S. (2020). Aspek Hukum Terhadap Wanprestasi Dalam
Perjanjian Sewa Menyewa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jurnal
Perspektif Hukum. 1(1), 45-58.

Sinaga, N. A., & Darwis, N. (2020). Wanprestasi dan Akibatnya Dalam


pelaksanaan perjanjian. Jurnal Mitra Manajemen. 7(2).

Umar, D. U. (2020). Penerapan Asas Konsensualisme Dalam Perjanjian Jual Beli


Menurut Perspektif Hukum Perdata. Lex Privatum. 8(1).

Anda mungkin juga menyukai