Anda di halaman 1dari 24

TINJAUAN PUSTAKA

I. AMNIOTIC BAND SYNDROME


I.I Pendahuluan
Amniotic bands, disebut juga constriction bands, congenital rings, streeter dysplasia,
dan annular defects merupakan ikatan abnormal yang mengelilingi sebagian atau seluruh
jari atau ekstremitas.11 Hal ini menyebabkan terjadinya congenital lymph oedema, atau
penyumbatan cairan dalam sistem limfatik janin yang sedang berkembang. Namun, jika
penyempitan sangat ekstrim, amputasi kongenital mungkin terjadi.
Kelainan lain yang dapat ditemukan pada amniotic band sindrom seperti: clubhand,
labioschizis, palatoschizis, facial cleft, dan hemangioma.
Penyebab Amniotic Band Syndrome sudah didebatkan selama lebih dari 30 tahun.
Terdapat 2 teori utama mengenai penyababnya. 2 teori utama mendiskusikan teori
intrinsik dan ekstrinsik. Kondisi ini mungkin menyebabkan kondisi yang menghambat
atau mengancam jiwa serta deformitas. Untuk memperbaiki dan membantu
menambahkan fungsi pada kondisi ini diperlukan pilihan pembedahan. Orangtua harus
diinformasikan mengenai kemungkinan diagnosis dan tatalaksana untuk untuk masa
depan bayi mereka.

I.2 Epidemiologi
Prevalensi sindrom ini bervariasi dalam berbagai penelitian. Menurut data pada
penelitian populasi di Amerika latin, tingkat prevalensi kelahiran dari urutan ADAM
(amniotic deformity, adhesi, dan mutilasi) adalah 0,89 per 10.000 kelahiran atau
1:11.200 kelahiran. Analisis epidemiologi dilakukan selama periode 1982-1998, termasuk
kelahiran hidup dan kelahiran mati.
Penelitian lain menemukan prevalensi penyakit yang berbeda pada populasi. Beberapa
telah menemukan prevalensi yang kurang dari 1:18.000 yang tidak termasuk kelompok
dengan cacat trunkus dan dinding abdomen.
Diperkirakan sekitar 7.7/10.000 kelahiran hidup dengan angka abortus 178/10.000.
Kejadian sekitar 3 % di antara anak-anak di Negara Bagian Bayelsa, Nigeria Insiden
kelainan ini di Amerika Serikat satu diantara 10.000 bayi baru lahir. Sampai sekarang
tidak kurang dari 600 kasus telah dilaporkan. Tidak terdapat perbedaan angka kejadian
antara laki-laki dengan perempuan (Cignini P et al, 2012).

I.3 Patofisiologi
Konstriksi pelengkap oleh amniotic bands dapat menyebabkan banyak masalah pada
janin yang belum lahir, dan keparahan masalah bergantung pada lokasi konstriksi terjadi
dan seberapa ketat konstriksi tersebut. Beberapa diantaranya adalah constrictions rings
pada kaki, tangan, dan jari-jari menyebabkan bengkak pada bagian tubuh tersebut, yang
mana akan menghambat aliran darah. Hal ini menyebabkan terjadinya congenital lymph
oedema, atau penyumbatan cairan dalam sistem limfatik janin yang sedang berkembang.
Namun, jika penyempitan sangat ekstrim, amputasi kongenital mungkin terjadi.
Terdapat dua teori utama, teori pertama merupakan theory intrinsik yang disampaikan
oleh George Streeter, ketua embiologi di Carnegie Institure, pada tahun 1930, yang
disebut “Streeter’s Dysplasia”. Dia percaya bahwa germ plasma defect merupakan
penyebab. Teorinya terdiri dari peristiwa yang mengganggu selama blastogenesis yang
menyebabkan jarngan lunak menghilang. Kemudian, penyembuhan eksternal mulai
mengarah pada constriction rings yang menyebabkan gangguan pertumbuhan lokal. Dia
menjelaskan constrictions rings sebagai area jaringan yang terbentuk secara defektif
karena area germ plasma yang rusak, dan arena kedekatannya dengan amnion
menyebabkan kontriksi tersebut. Teori ini didukung oleh bukti kasus dimana bayi yang
terkena dampak terlahir dengan amnion utuh (Light & Ogden, 1993, p.153). Hal ini juga
mendukung teori kasus dengan abnormalitas jantung dan ginjal yang terjadi pada 37%
kasus dimana fibrous bands dari amnion tidak dapat dicapai (Twee, 2009, hal.2).

Teori lain yaitu teori ekstrinsik disampaikan oleh Richard Torpin, seorang spesialis
obstetric pada 1965 dan dikenal sebagai Amniotic Band Syndrome. Teorinya pertama kali
dikemukakan oleh Hippocrates bahwa trauma pada ibu hamil menyebabkan ketuban
pecah. Melanjutkan rupture, kantung amniotic berhenti tumbuh dengan baik dan akhirnya
terpisah dari korion. Bagian sisi korion dari amnion memunculkan banyak serat-serat
fibrous mesoblastic yang menjebak dan menangkap bagian tubuh janin. Hal ini kemudian
menyebabkan konstriksi/penyempitan pada bagian tubuh janin dan menghentikan aliran
darah ke area tersebut yang kemudian akan menyebabkan amputasi janin sebagai salah
satu dari banyak konsekuensi yang ada (Light & Ogden, 1993, p.153).

Untuk lebih memahami bagaimana hal ini dapat terjadi, penting untuk mengerti
bagaimana janin berkembang pada uterus ibu dan dikelilingi oleh cairan amnion. Cairan
tersebut tetap berada mengelilingi janin dan uterus oleh sebuah kantong. Kantong ini
terdiri dari dua lapiran yang saling terekat. (Lihat Fig.1). Layar bagian luar merupakan
korion. Lapiran dalam yang lebih dekat ke janin adalah amnion (Harrison, 2009, p.2).
Berdasarkan kepada Michael Harrison (MD) dari Fetal Treatment Center 2009, ini
merupakan proses dimana ABS terjadi.
Hal ini diyakini bahwa amniotic band syndrome terjadi ketika membrane dalam
rupture tanpa adanya injuri pada membrane luar. Perkembangan janin masing berada di
dalam cairan amnion tetapi kemudian terekspos ke floating tissue akibat dari rupturnya
amnion. Floating tissue ini dapat menjadi jeratan bagi janin (Harrison, 2009, p.2).
Indentasi terjadi ketika fibrous bands kurang cukup ketat untuk menyababkan
amputasi anggota tubuh. Meskipun begitu, setelah janin lahir hal ini dapat menyebabkan
edema jika tidak dilakukan koreksi pembedahan. (Lihat Fig.2). Amputasi sering
dilakukan apabila anggota tubuh janin tidak dapat berkembang akibat ikatannya
mencegah aliran darah ke area tersebut yang akhirnya akan sebabkan nekrosis atau
kematian sel.

Sebagai tambahan, pada beberapa kasus, ikatan ini terlihat seperti benang yang
mengelilingi jari secara bersamaan yang kemudian menjadi sebuah kondisi yang disebut
acrosyndactylization (Lihat Fig.3).

Acrosyndactylizationi dapat bervariasi derajat keparahannya dari beberapa jari terikat


bersama, sampai banyak jari. Constriction bands yang mengelilingi wajah dan kepala
mungkin menyebabkan facial clefts dan jika meluas hingga ke cranium, encephaloceles dapat
terjadi (Harrison, 2009, p.2). Jika ikatan ini mengelilingi tubuh, fisura kongenital pada
dinding dada dapat terjadi, hal ini disebut thoracoschisis. (Lihat Fig. 4). Meskipun kondisi ini
menjadi perhatian, konsekuensi yang paling parah dari CCBS adaah amputasi atau kematian
janin. (Jones & Sinclair, 1988, p.169).
Amputasi yang bersifat asimetris dapat melibatkan satu atau lebih bagian
ekstremitas. Konstriksi fokal yg terjadi karena ikatan amnion dapat menyebabkan
limfedema distal. Pencarian ikatan amnion sendiri perlu dilakukan. Tampakan ikatan
tersebut menunjang untuk konfirmasi diagnosis ABS. Namun perlu diperhatikan,
tampakan ikatan tanpa terjadinya deformitas pada janin tidak boleh disebut sebagai ABS,
mengingat sejumlah kehamilan normal dapat juga memperlihatkan tampakan ikatan
amnion. Ikatan tersebut terjadi di dalam amnion sebelum bergabung dengan korion pada
usia kehamilan 16 minggu, tampakan amnion dapat terjadi paska pemisahan
komioamniotik (biasanya setelah amniosentesis. Dan tampakan membran yang
mimsahkan dua amnion juga dapat terlihat pada kehamilan kembar. Lapisan ini
berkembang dari sinekia uterin dan ditandai oleh adanya ujung bebas di rongga amnion.
Membran tersebut harus dicari di banyak sudut untuk mendapatkan ujung bebas.
Identifikasi ujung bebas ini penting, mengingat hal tersebut tidak terlibat dalam
malformasi janin dan tidak mempengaruhi kehamilan. Jika salah mendiagnosis membran
tersebut sebagai ikatan amnion, dapat menyebabkan terminasi kehamilan yang
sebenarnya normal (Light and Ogden, 1993).
I.4 Manifestasi Klinis
1. Celah fasial
2. Amputasi jari
3. Bands/rings/constrictions
4. Defek cranial/ Sistem saraf Pusat
5. Amputasi/ Limb deficiency
6. Malformasi internal
7. Defek dinding tubuh
8. Short cord (Hill, 2010)
Deformitas batang tubuh (trunkus) yang terjadi pada ABS mencakup :
1. Defek dinding abdomen
2. Exteriorisasi hepar
3. Defek torso
4. Deformitas spinal.
5. Kifosis, lordosis, skoliosis, dan angulasi.
6. Amputasi spinal distal
(Rowlatt, 1979)

I.5 Klasifikasi
Klasifikasi constriction band syndrome menurut Patterson’s:
1. Simple constriction rings
2. Constriction rings yang berhubungan dengan deformitas pada bagian distal, dengan
atau tanpa lymphedema
3. Constriction rings yang berhubungan dengan acrosyndactyly
Type I: conjoined fingertips with wellformed webs of the proper depth
Type II: the tips of the digits are joined, but web formation is not complete
Type III: joined tips, sinus tracts between digits, and absent webs 4. Intrauterine
amputation (Effendi, 2013).
I.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Prenatal diagnosis
a) Ultrasound (USG)
Analisis ultrasonografi memungkinkan deteksi prenatal pada amniotic band
syndrome oleh visualisasi band ketuban yang melekat pada janin. Pada trimester
pertama, sangat sulit untuk mendeteksi sindrom ini, terutama jika band ketuban
terbatas pada ekstremitas. Pada trimester kedua dan ketiga, relatif lebih mudah
untuk mendeteksi anomali ini dengan ciri-ciri pembatasan gerakan janin (Neuman
et al, 2010).
b) Fetal MRI

2. Postnatal Diagnosis
I.7 Diagnosis
Analisis ultrasonografi memungkinkan deteksi prenatal pada amniotic band
syndrome oleh visualisasi band ketuban yang melekat pada janin. Pada trimester pertama,
sangat sulit untuk mendeteksi sindrom ini, terutama jika band ketuban terbatas pada
ekstremitas. Pada trimester kedua dan ketiga, relatif lebih mudah untuk mendeteksi
anomali ini dengan ciri-ciri pembatasan gerakan janin (Mahan and Kasser, 2010)
Radiografi dapat mengungkapkan cacat tulang yang parah seperti tidak adanya
ossifikasi cranium, cacat anggota tubuh yang berat, atau kelainan bentuk tulang belakang
(Nardozza et al, 2012). Manifestasi yang lebih serius dibandingkan kelainan tungkai
seperti kelainan kepala, leher, dan batang tubuh pada neonatus sering sulit didiagnosis
dengan keakuratan 29% -50% dari kasus tanpa adanya konsultasi genetik khusus. Hanya
13% dari kasus amniotic band syndrome dengan cacat kraniofasial berat yang dapat
didiagnosis dengan benar. Sebanyak satu dari 20 bayi mengalami anencephaly. Adanya
band pada titik-titik penyempitan sangat membantu dalam diagnosis (Cunniff, 2004).

I.8 Diagnosis Banding


Sindrom genetik yang menyebabkan pengurangan ukuran ekstremitas:
1. Holt-Oram sindrom-agenesis atau hipoplasia jari-jari dan ibu jari.
2. Asosiasi VACTERL (cacat vertebra, cacat Anal, jantung, trakeoesofageal fistula,
atresia esofagus, anomali ginjal, cacat Limb (ekstremitas).
3. Sindrom hypomelia unilateral atau sindrom regresi caudal sering muncul pada anak-
anak dari ibu diabetes di mana ada penurunan panjang femoralis tapi bukan amputasi
distal.

I.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan constriction band syndrome ini harus individual, dan
berkisar dari perbaikan kosmetik sampai pelepasan band limb-sparing darurat. Band
dangkal mungkin tidak memerlukan pengobatan operatif kecuali apabila mengganggu
sirkulasi atau drainase limfatik. Perbaikan kosmetik band dangkal tanpa limfedema dapat
dilakukan secara elektif. Band dalam membutuhkan pelepasan dari band penyempitan
oleh Z-plasty atau W-plasty sirkumferensial. Dalam kasus dengan iskemia berat,
yangdapat menyebabkan osteomielitis, amputasi bagian distal dapat dipertimbangkan.
Di-atas plasty (transfer sebagian digital), transfer jari kaki ke tangan, prosedur
pemanjangan tulang, dan prosedurpollisizasi telah dilakukan untuk mengembalikan
fungsi dalam kasus-kasus dengan hipoplasia digital dan amputasi. Pada pasien dengan
acrosindaktili, pemisahan jari dan rekonstruksi web diperlukan. Perbaikan saat ini dalam
diagnosis prenatal dan teknik bedah fetoscopic akhirnya dapat memungkinkan
penatalaksanaan intrauterin rahim dari constriction band syndrome (Chacko, Ivan and
Mohan, 2014)
Waktu Operasi
Waktu operasi ditentukan oleh keparahan penyakit dan perkiraan pertumbuhan tulang.
Penyempitan band dengan lymphedema distal berat, sianosis, dan masalah sirkulasi
darah dapat berkembang dengan cepat kepada iskemia irreversible dan ulserasi
subsekuen atau infeksi. Pada pasien yang seperti itu,pelepasan urgensi dari band harus
dilakukan dalam beberapa hari setelah lahir. Dalam kasus lain,pelepasan band
penyempitan dilakukan dengan pelepasan satu atau dua tahap, selalunya dimulai pada
umur 3 bulan. Beberapa penulis menganjurkan prosedur dua tahap untuk menghindari
gangguan pembuluh darah ke bagian distal. Hanya 50% dari band ini dilepaskan
sekaligus, dan apabila sirkulasi kutaneus telah terbentuk kembali dibekas luka, sisa 50%
dari band ini bisa dilepaskan dengan aman. Dianjurkan selang waktu antara 6-12 minggu
pada kedua prosedur ini.Kebanyakan ahli merekomendasikan untuk pelepasan tunggal
pada band dangkal dan dua-tahap untukband dalam. Pada pasien dengan acrosindactili,
pembedahan dianjurkan antara usia 6 bulan dan 1 tahun untuk membolehkan
pertumbuhan tulang longitudinal yang baik (Rushton, 1983).
Pelepasan Band Penyempitan
Terkait dengan teknik yang digunakan untuk pelepasan band penyempitan,
semua penulis setuju bahwa band penyempitan harus dipotong dan dibuang, dan tidak
digunakan sebagai bagian dari flapre konstruktif. Bagian yang berkerut pada band tetap
cacat selama transposisi dan dapat menambah defek residual. Pertimbangan bedah
lainnya termasuk pelestarian setidaknya satu atau duavena subkutan besar bersama
dengan berkas neurovaskular untuk mencegah kongesti vena distal pascaoperasi. Dalam
kasus dengan band-band dorsal dalam, sering kali ada kekurangan vena dorsal,
danpelepasan dua tahap harus dipertimbangkan (Peterside, Omietimi, and Adeyemi,
2013).
Secara tradisional, pelepasan band terkonstriksi telah dilakukan dengan serial-
plasties Z kulit sesudah tindakan eksisi dari band terkonstriksi yang fibrosis. Teknik
tradisional tidak efektif untuk menghilangkan cacat kontur pada kasus berat. Deformitas
pasir kaca, hasil dari defisiensi jaringan subkutan di bawah band penyempitan, muncul
setelah menggunakan teknik tradisional. Pada tahun 1991, Upton dan
Tan30menggambarkan sebuah teknik baru untuk pelepasan konstriksi band untuk
mencegah kelainan bentuk kontur berulang. Setelah eksisi dari band konstriksi dan
penimbunan jaringan adiposa berlebihan, flapsubkutan adiposa termobilisasi berlanjut ke
dalam defek sebagai satu lapisan yang terpisah, dengan plasties Z tipis yang dialihkan
secara terpisah. Z-plasties diposisikan sepanjang sisi angka dengan penutupan garis lurus
secara dorsal untuk meminimalkan jaringan parut. Banyak penulis telah melaporkan hasil
yang baik menggunakan teknik Upton untuk pengobatan dari konstriksi band.Namun,
dalam kasus dengan konstriksi band luas, flap lintas jari dapat digunakan untuk
menggantikan bagian yang mempunyai kekurangan. Jika digit ganda terlibat, flap besar
seperti flap selangkangan dapat dipertimbangkan. Seperti halnya dengan setiap kasus
konstriksi band, perawatan harus disesuaikan dengan individu (Robin, Franklin, Prucka,
Ryan, and Grant, 2005)
Pembedahan untuk Acrosindaktili
Akrosindaktili adalah suatu kondisi dimana dua atau lebih jari menyatu pada
bagian terminal mereka dengan celah berlapis epitel proksimal atau sinus diantara jari
jari. Tujuan dari operasi untuk Acro-sindaktili adalah untuk memisahkan jari-jari dan
menciptakan ruang web untuk memberikan hasil fungsional yang terbaik (Choulakian
and Williams, 2008)
Perencanaan bedah harus dipandu oleh diktum bahwa jumlah jari tidak sepenting
jarak, panjang, massal, stabilitas, dan kontrolnya. Teknik sindaktili standar digunakan
sebanyak mungkin. Secara umum, jari-jari dipisahkan dengan sayatan zigzag terencana,
dan ruang komissura luas dibuat dengan flap kulit dorsal. Bedah hanya boleh dilakukan
pada satu sisi jari pada satuwaktu. Kebanyakan pasien dengan akrosindaktili yang terkait
dengan gejala konstriksi band memiliki defek tipe III (ujung jari bergabung, saluran
sinus antara jari dan web tidak ada) sesuai dengan klasifikasi Patterson. Jika saluran
sinus tidak berfungsi dengan adekuat sebagai ruang web karena lokasi distal danruang
sempit, ia dapat dipotong dan dapat digunakan sebagai cangkok kulit. Kadang-kadang,
saluran sinus mungkin berisi kulit yang memadai pada dasarnya, kulit ini dapat
dipertahankan untuk melayani sebagai kulit ruang web. Pemisahan jari paling mudah bila
dilakukan di proksimal ke arah distal. Namun,teknik pemisahan standar sindaktili
kadang-kadang tidak dapat digunakan dari distal karena jari-jari distal ke titik fusi
mungkin tidak dapat didefinisikan secara jelas sebagai bagian dari sebuah jari tertentu.
Apabila diseksi berlangsung secara distal, keputusan harus dibuat pada ujung jari yang
mana akan pergi ke jari mana. Alokasi harus dibuat dengan mempertimbangkan daya
tahan hidup dari bagian distal serta panjang yang dihasilkan dan stabilitas. Pelestarian
ujung distal lebih disukai daripada amputasi karenatips mungkin berisi tunas falangeal
yang dapat dikaitkan dengan spasi artikular. Osteotomi dapat dilakukan untuk
meluruskan jari (angulated) berat. Segala upaya dilakukan untuk mempertahankan
panjang digital, yang dapat direkonstruksi ketika anak lebih besar. Cangkok kulit dengan
ketebalan penuh dapat digunakan untuk menutupi daerah yang terbuka. Perawatan pasca
operasi adalah sama seperti untuk prosedur bedah sindaktili lainnya (Kanitt, Aslan ,
Dicle, and Ugurel, 2001).

Rekonstruksi Hipoplasia Digital dan Amputasi


Banyak prosedur telah dijelaskan untuk pengobatan hipoplasia digital dan
amputasi yang dikaitkan dengan gejala konstriksi band, termasuk on-top plasty, transfer
jari kaki ke tangan, perdalaman ruang web, prosedur pollisisasi, dan prosedur
pemanjangan tulang. Manajemen ditujukan terutama untuk pemulihan fungsi dasar
tangan, khususnya daya pegang dancubitan presisi, dan kedua untuk
meningkatkan tampilan kosmetik, yang pasti akan terganggu. Jika fungsi tangan dapat
diterima, tidak ada perawatan yang mungkin menjadi alternatif yang wajar. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, ibu jari dipertahankan pada kebanyakan pasien dengan sindrom
konstriksi band, dan dengan demikian pengobatan seringkali diarahkan pada pemulihan
fungsi jari-jari yang tersisa. Struktur proksimal dari tingkat amputasi adalah normal,
sehingga transfer jari kaki ketangan menjadi suatu pertimbangan yang menarik. Transfer
jari kaki ke tangan secara primer dilakukan pada digit ulnaris untuk memberikan
tindakan menjepit. Mobilitas terbatas dari ujung kaki yangditransfer memungkinkan
pasien untuk menggunakannya sebagai sebuah pos ulnaris. Pemanjangan metacarpal juga
sering digunakan dan dapat diandalkan untuk jari yang diamputasi untuk mencapai
perbaikan fungsional dan estetik.Pemanjangan metakarpal bertahap dapat
dikombinasikan dengan cangkok tulang, atau gangguan kalus dapat dilakukan tanpa
cangkok tulang. (Baltaci, Akyol, Gul, and Sayli, 1998)
Prosedur ini biasanya dilakukan untuk pasien yang lebih dari 8 tahun, dimana
tingkat keberhasilan secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dan balita.
Pemanjangan tahap tunggal harus dihindari karena komplikasi yang sering dihadapi,
termasuk kolaps tulang yang dicangkok, nonunion, dan mal-serikat. On-top plasty
dianjurkan ketika metakarpal indeks diangkat untuk memberikan ruang web primer
dalam pada kasus dengan tidak adanya digit ganda. On-top plasty dapat dilakukan
dengan transfer dari jari telunjuk atau cincin pada bagian atas dari jari panjang yang
diamputasi. Meskipun kegunaan umumon-top plasty adalah untuk membangun tunggul
jempol menggunakan indeks metakarpal ketika jaritelunjuk juga hilang, perpanjangan
jari panjang juga dapat dilakukan oleh prosedur ini untuk kasus-kasus dengan ibu jari
utuh dan tidak adanya beberapa digit. Transfer digital parsial ini bisa memperpanjang
digit dan memperdalam ruang web primer ketika dikombinasikan dengan pemendekan
metacarpal indeks. Selama prosedur ini, perhatian harus qawdiambil untuk menghindari
gangguan peredaran darah indeks yang ditransposisikan (atau cincin) tunggul karena
struktur neurovaskular yang memasok indeks (atau cincin) tunggul yang pendek
dan memiliki kapasitas kecil untuk mobilisasi. Apabila hanya ibu jariyang terlibat, jari
telunjuk atau pollisizasi jari indeks atau prosedur pemanjangan ibu jari dapatdilakukan.
Transfer jari kaki ke tangan adalah pilihan lain untuk merekonstruksi kekurangan ibu
jari.Tidak adanya ibu jari pada tingkat sendi metakarpofalangeal adalah indikasi yang
kuat untuk transfer jari kaki ke tangan (Choulakian and Williams, 2008)

I.10 Prognosis
1. Tergantung organ yang terkena dan beratnya kelainan yang terjadi.
2. Cukup baik untuk bayi yang hanya mengalami cincin penyempitan kecil dan memiliki
harapan hidup dengan normal (Preetha, Visnawath, Agrawaal, and Parimala, 2011)
3. Anak-anak dengan amputasi tungkai mungkin memerlukan rekonstruksi atau operasi
plastik.
4. Sindrom ini bisa mematikan jika mendapatkan anomali yang parah seperti adanya
keterlibatan sistem saraf pusat
(Moran, Jensen, and Bravo, 2007)
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
Nama : By. Nellzea
Umur : 1 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan :-
Alamat : Grobogan, Purwodadi
MRS : 24-10-2017

Riwayat Penyakit Sekarang :


Sejak lahir jari-jari kaki kiri pasien menempel menjadi satu, bengkak (-), warna sama
dengan sekitar, jari-jari 2,3 dan 4 tangan kiri saling menempel.
+2 minggu SMRS, punggung kaki kiri bengkak, rewel (-), kemudian oleh keluarga di
bawa ke puskesmas dikatakan cacat bawaan kemudian di rujuk ke RSUP Dr Kariadi
semarang.

Riwayat penyakit dahulu


Tidak ada riwayat kelainan kongenital lainnya.

Riwayat Persalinan
Lahir SC di RS oleh Sp.OG karena partus macet
Preterm
Ketuban pecah dini (-)
Riw. ANC teratur di Bidan, USG janin 1x usia 6 bln dalam batas normal
Riw. Trauma saat kehamilan (-)
Riw. Sakit saat kehamilan (-)
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pembiayaan menggunakan pembiayaan BPJS.
Kesan sosial ekonomi cukup.

Pemeriksaan Fisik
KU : sadar, composmentis
Tanda vital :
RR : 20x / mnt TD : 90/70 mmHg
N : 98 x / mnt BB : 4 kg
t : 37 C
Kepala : Mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), pupil isokor 2mm
Hidung : discharge (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Leher : dalam batas normal

Dada
Pulmo :
I : Statis: hemithorak kanan = kiri
Dinamis: hemithorak kanan = kiri
Pa : Stem Fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
A : SD vesikuler, ST (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
Perkusi : Konfigurasi jantung dbn
Auskultasi: Suara Jantung I-II murni, bising (-)
Abdomen :
I : datar, venektasi (-)
Pa : supel, NT (-)
Pe : tympani, PH (+), PS (+) N, PA (-)
A : BU (+) N

Extremitas :
Superior inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianotik -/- -/-
Oedem -/- -/+
Motorik 5/5/5 5/5/5
Sensorik +/+ +/+
Capp reff < 2”/ < 2” <2”/<2”

Status lokalis
Regio pedis sinistra
I : tampak oedem, warna sama dengan sekitar, venektasi (+) lebih mengkilat,
tampak jepitan pada proximalnya
Pa : perabaan hangat sama dengan kulit sekitar, non pitting, teraba jepitan
melingkar di proximalnya, nyeri tekan (-), a. Dorsalis pedis sulit dinilai, a
tibialis posterior sulit dinilai, a. Poplitea (+), capp refill <2’’
ROM : Flexi – extensi passif (+), flaxi – extensi aktif sulit dinilai

Regio digiti II,III,IV manus sinistra


I : tampak perlekatan interdigiti II, III, dan 4, warna sama dengan sekitar
Pa : teraba hangat sama dengan sekitar, a. Radialis (+), capp refill <2’’
ROM : flexi-extensi jari-jari (+)
Diagnosis Kerja
Amniotic band sindrome regio pedis sinistra
Sindaktili digiti II, III, IV manus sinistra

Laboratorium

Hb : 11 g/dL Ht : 19,0 %
Eri : 2,20 jt/ul Leukosit : 11 rb/uL
GDS : 194 mg/dL Ureum : 41 mg/dL
Creatinin : 1,1 mg/dL
Na/K/Cl : 141/4/113 PPT/K : 14,2/46,3 detik

Diagnosis :
Amniotic band sindrom regio pedis sinistra
Sindaktili digiti II, III, IV manus sinistra

Terapi :
Rekonstruksi release band
Pembahasan
Pada pasien tersebut, dari anamnesis didapatkan jari-jari kaki kiri menempel menjadi satu,
kemudian lama kelamaan kaki kiri bengkak, terdapat jelas ring konstriksion di proximalnya,
warna masih sama dengan kulit sekitarnya.

Regio pedis sinistra


I : tampak oedem, warna sama dengan sekitar, venektasi (+) lebih mengkilat,
tampak jepitan pada proximalnya
Pa : perabaan hangat sama dengan kulit sekitar, non pitting, teraba jepitan
melingkar di proximalnya, nyeri tekan (-), a. Dorsalis pedis sulit dinilai, a
tibialis posterior sulit dinilai, a. Poplitea (+), capp refill <2’’
ROM : Flexi – extensi passif (+), flaxi – extensi aktif sulit dinilai

Regio digiti II,III,IV manus sinistra


I : tampak perlekatan interdigiti II, III, dan 4, warna sama dengan sekitar
Pa : teraba hangat sama dengan sekitar, a. Radialis (+), capp refill <2’’
ROM : flexi-extensi jari-jari (+)

Amniotic bands, disebut juga constriction bands, congenital rings, streeter dysplasia, dan
annular defects merupakan ikatan abnormal yang mengelilingi sebagian atau seluruh jari
atau ekstremitas.11 Hal ini menyebabkan terjadinya congenital lymph oedema, atau
penyumbatan cairan dalam sistem limfatik janin yang sedang berkembang. Namun, jika
penyempitan sangat ekstrim, amputasi kongenital mungkin terjadi.

Klasifikasi constriction band syndrome menurut Patterson’s:


4. Simple constriction rings
5. Constriction rings yang berhubungan dengan deformitas pada bagian distal, dengan
atau tanpa lymphedema
6. Constriction rings yang berhubungan dengan acrosyndactyly
Type I: conjoined fingertips with wellformed webs of the proper depth
Type II: the tips of the digits are joined, but web formation is not complete
Type III: joined tips, sinus tracts between digits, and absent webs 4. Intrauterine
amputation (Effendi, 2013).

Penatalaksanaan constriction band syndrome ini harus individual, dan berkisar dari perbaikan
kosmetik sampai pelepasan band limb-sparing darurat. Band dangkal mungkin tidak
memerlukan pengobatan operatif kecuali apabila mengganggu sirkulasi atau drainase
limfatik. Perbaikan kosmetik band dangkal tanpa limfedema dapat dilakukan secara elektif.
Band dalam membutuhkan pelepasan dari band penyempitan oleh Z-plasty

Waktu operasi ditentukan oleh keparahan penyakit dan perkiraan pertumbuhan tulang.
Penyempitan band dengan lymphedema distal berat, sianosis, dan masalah sirkulasi darah
dapat berkembang dengan cepat kepada iskemia irreversible dan ulserasi subsekuen atau
infeksi. Pada pasien yang seperti itu,pelepasan urgensi dari band harus dilakukan dalam
beberapa hari setelah lahir. Dalam kasus lain,pelepasan band penyempitan dilakukan dengan
pelepasan satu atau dua tahap, selalunya dimulai pada umur 3 bulan. Beberapa penulis
menganjurkan prosedur dua tahap untuk menghindari gangguan pembuluh darah ke bagian
distal. Hanya 50% dari band ini dilepaskan sekaligus, dan apabila sirkulasi kutaneus telah
terbentuk kembali dibekas luka, sisa 50% dari band ini bisa dilepaskan dengan aman.
Dianjurkan selang waktu antara 6-12 minggu pada kedua prosedur ini.Kebanyakan ahli
merekomendasikan untuk pelepasan tunggal pada band dangkal dan dua-tahap untukband
dalam. Pada pasien dengan acrosindactili, pembedahan dianjurkan antara usia 6 bulan dan 1
tahun untuk membolehkan pertumbuhan tulang longitudinal yang baik (Rushton, 1983).
DAFTAR PUSTAKA

Adu EJ, Annan C. Congenital constriction ring syndrome of the limbs: A prospective study of
16 cases. Afr J Paediatr Surg 2008;5:7983

Chandran S, Band Sequence - Past, Present and Future. International Journal of Gynecology,
Obstetrics and Neonatal Care, 2015, 2, 23-30

Choulakian MY, Williams HB. 2008. Surgical correction of congenital constriction band
syndrome in children: Replacing Z-plasty with direct closure. Can J Plast
Surg;16(4):221-223

Cignini P et al. 2012. Epidemiology and risk factors of amniotic band syndrome, or ADAM
sequence. Journal of Prenatal Medicine; 6 (4): 59-63

Das SP, Sahoo PK, Mohanty RN, Das SK. One-stage release of congenital constriction band
in lower limb from new born to 3 years. Indian J Orthop. 2010 Apr-Jun; 44(2): 198-
201.

Dy CJ, Swarup I, Daluiski A. Embryology, diagnosis, and evaluation of congenital hand


anomalies. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine. 2014;7(1):60-67.
doi:10.1007/s12178-014-9201-7.

Effendi S, Goswami P, Constriction band sequence along with associated malformations.


IOSR Journal of Dental and Medical Sciences (IOSR-JDMS)e-Volume 7, Issue 6
(May.- Jun. 2013), PP 56-61.

Fetal Care Center of Cincinnati. 2015. Amniotic Band Syndrome (ABS). Diakses dari
www.fetalcarecenter.org

Goldfarb CA, Sathienkijkanchai A and Robin NH. 2009. Amniotic Constriction Band: A
Multidisciplinary Assessment of Etiology and Clinical Presentation. J Bone Joint
Surg Am.;91:68-75

Gupta R, Malik F, Gupta R, Basit MA, and Singh D. 2008. Congenital Constriction Band
Syndrome. JK Science Vol 10; pp 89-90

Hill DS. 2010. Extensive Nonunion of the Amnion: An Unusual Presentation of Amniotic
Band Syndrome?. Journal of Diagnostic Medical Sonography XX(X) 1-3

Hung NN. Congenital constriction ring in children: sine plasty combined with removal of
fibrous groove and fasciotomy. J Child Orthop 2012; 6: 189-97

Jaiman, Richa, et. al. A child presented with bilateral congenital constriction ring in lower
extremity: a case report. Cases Journal 2009, 2:7772
Khan F, Shah SA, Naji Ullah Khan, Faheem Ullah. Pattern of constriction band syndrome · R
M J 2010; 35(2):184-7.

Light TR, Ogden JA. Congenital Constriction Band Syndrome Pathophysiology and
Treatment. YALE JOURNAL OF BIOLOGY AND MEDICINE 66 (1993), pp. 143-
155

Mahan ST and Kasser JR. 2010. Prenatal Ultrasound for Diagnosis of Orthopaedic
Conditions. J Pediatr Orthop;30:S35–S39

Mahmood F, Tasneem S. Limb Threatening Constriction Ring Syndrome of Right Leg. J


Neonat Surg 2012;1(3):47

Matic A, Komazec J. 2009. Amniotic Band Syndrome. Institute for Children and Youth
Health Care of Vojvodina

Nardozza LMM et al. 2012. Prenatal Diagnosis of Amniotic Band Syndrome in the Third
Trimester of Pregnancy using 3D Ultrasound. Journal of Clinical Imaging Science; pp
1-3

Osama T. Abu-Salah. Amniotic band syndrome; a case report Rawal Medical Journal 2011;
36:(2)

Ozkan, Korhan, et. al. Congenital constriction ring syndrome with foot deformity: two case
reports. Cases Journal 2009, 2:6696

Pardini JRA, Santos MA, Freitas AD. Congenital Constriction Bands: original article. ACTA
ORTOP BRAS 9 (2), 2001

Peterside O, Omietimi JE, and Adeyemi OO. 2013. Amniotic band syndrome: a report of
two cases and review of the literature. Journal of Dental and Medical Sciences;
Volume 5, Issue 3. PP 30-34

S Rabah, S Salati, S Wani. Congenital constriction rings . The Internet Journal of Plastic
Surgery. 2008 Volume 6 Number 1.

Shetty P, Menezes LT, Tauro LF, Diddigi KA. Amniotic Band Syndrome. The Indian Journal
of Surgery. 2013;75(5):401-402. doi:10.1007/s12262-012-0468-x.

Turğal, et al, Integration of three-dimensional ultrasonography in the prenatal diagnosis of


amniotic band syndrome: A case report. J Turk Ger Gynecol Assoc 2014; 15: 56-9

Wahegaonkar C, et al. Presentation and treatment of congenital constriction ring syndromes:


case series of 12 patients.Int J Res Med Sci.2016 Jun 4(6); 2181-2184

Anda mungkin juga menyukai