Anda di halaman 1dari 9

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 (UNTAG) SEMARANG

PROGRAM STUDI HUKUM PROGRAM MAGISTER


Jl. Pemuda No. 70 Telp/Fax 024-3558376 Semarang 50133
Home page : https://www.magisterhukum.untagsmg.ac.id
E-mail : magisterhukum@untagsmg.ac.id atau pmih_untag_smg@yahoo.com

UJIAN AKHIR PENDIDIKAN PRA PASCA SARJANA


SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021/2022

MATA UJIAN : HUKUM ACARA PERDATA


KELOMPOK : PRA PASCA
HARI/TANGGAL : SELASA, 07 JUNI 2022
WAKTU : 90 MENIT (18.20-19.50)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
--------

Petunjuk: Kerjakan 6 soal dari 10 soal yang tersedia, soal No 10 wajib dikerjakan!
Soal
1. Apa Fungsi Hukum Acara Perdata dalam penegakan hukum di Indonesia?
2. Jelaskan peraturan yang mengatur tentang hukum acara perdata di seluruh Indonesia?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sengketa hak?
4. Dalam suatu surat gugatan ada berbagai macam perihal sengketa, sebut dan jelaskan secara
singkat 5 macam sengketa tersebut!
5. Bagaimana tahapan pengyelesaian sengketa di wilayah Pengadilan Negeri?
6. Jelaskan mengapa mediasi diperlukan dalam proses peradilan perdata?
7. Apa keutamaan dalam proses mediasi?
8. Apa yang dimaksud dengan
a. Fundamentum petendi
b. Petitum
9. Didalam beracara ada surat kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa, jelaskan apa
fungsi surat kuasa tersebut disertai dasar hukumnya!
10. Jelaskan struktur badan peradilan dalam Mahkamah Agung!

Semarang, 07 Juni 2022


Dosen Penguji
Ttd.
Dr. Markus Suryo Utomo, SH, Msi
Lembar Jawaban
Nama : Patrico Rillah Setiawan
NPM : 211003741011172
Mata Kuliah :

1. Fungsi Hukum Acara Perdata dalam Penegakan hukum di Indonesia:

Sebagai pedoman tentang bagaimana menegakkan hukum perdata materiil jika terjadi pelanggaran

2. Peraturan Yang mengatur tentang hukum acara perdata di seluruh indonesia :


Yang merupakan Sumber Hukum Acara Perdata atau tempat dimana dapat ditemukan peraturan
Hukum Acara Perdata yang berlaku dinegara kita yaitu:
1. Herziene Inlandsch Reglemen (HIR)
HIR adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah Pulau Jawa dan Madura. Hukum
Acara perdata dalam HIR dituangkan pada Pasal 115-245 yang termuat dalam BAB IX,  serta
beberapa pasal yang tersebar antara Pasal 372-394.
Pasal 115 s/d Pasal 117 HIR tidak berlaku lagi berhubung dihapusnya Pengadilan Kabupaten oleh
UU No.1 drt. Tahun 1951, dan peraturan mengenai banding dalam pasal 188 – 194 HIR  juga tidak
berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di
Jawa dan Madura.
2. Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg)
RBg adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku untuk daerah-daerah luar pulau Jawa dan Madura.
RBg terdiri dari 5 (lima) BAB dan 723 (tujuh ratus dua puluh tiga) pasal yang mengatur tentang
pengadilan pada umumnya dan acara pidananya tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang
Darurat Nomor 1 Tahun 1951.
Ketentuan Hukum Acara Perdata yang termuat dalam BAB II Title I, II, III, VI, dan VII tidak
berlaku lagi, yang masih berlaku hingga sekarang adalah Title IV dan V bagi Landraad (sekarang
Pengadilan Negeri).
3. Burgerlijk Wetboek (BW)
Burgerlijk wetboek (Kitab Undang–Undang Hukum Perdata), meskipun sebagai kodifikasi Hukum
Perdata Materiil, namun juga memuat Hukum Acara Perdata, terutama dalam Buku IV tentang
pembuktian dan daluarsa (Pasal 1865- Pasal 1993), selain itu juga terdapat dalam pasal Buku I,
misalnya tentang tempat tinggal atau domisili (Pasal 17 – Pasal 25) serta beberapa pasal Buku II
dan Buku III (misalnya Pasal 533,535,1244 dan 1365).
4. Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29
Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29 ini memuat ketentuan Hukum Acara Perdata tentang kekuatan
pembuktian tulisan-tulisan dibawah tangan dari orang-orang Indonesia (Bumiputera) atau yang
dipersamakan dengan mereka. Pasal-pasal ordonasi ini diambil oper dalam penyusunan
Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg).
5. Wetboek van Koophandel (WVK)
Kitab Undang-undang Dagang, meskipun juga sebagai kodifikasi Hukum Perdata Materiil, namun
didalamnya ada beberapa pasal yang memuat ketentuan Hukum Acara Perdata (Misalnya Pasal 7,
8, 9, 22, 23, 32, 255, 258, 272, 273, 274, dan 275).
6. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
adalah Undang-Undang tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang
memuat ketentuan-ketentuan hukum acara perdata khusus untuk kasus kepailitan.
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947
adalah Undang-undang tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura yang berlaku sejak 24 Juni
1947, dengan adanya undang-undang ini, peraturan mengenai banding dalam HIR pasal 188 – 194
tidak berlaku lagi.
8. Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
adalah Undang-Undang tentang Tindakan-tindakan Sementara Untuk menyelenggarakan Kesatuan
Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil yang berlaku sejak tanggal 14 Januari
1951.
9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
adalah Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman yang berlaku sejak diundangkan tanggal 15
Januari 2004. Ketentuan Hukum Acara Perdatanya termuat dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 36 ayat
(3), selainya juga memuat hukum acara pada umumnya. Undang-Undang ini telah di ganti dengan
Undang-Undang baru yaitu uu 48 tahun 2009Tentang Kekuasaan Kehakiman.
10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
adalah Undang-Undang tentang Perkawinan, memuat ketentuan-ketentuan Hukum Acara Perdata
(khusus) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan serta menyelesaikan perkara-perkara
perdata mengenai perkawinan, pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan, dan perceraian
yang terdapat dalam Pasal 4, 5, 6, 7, 9, 17, 18, 25, 28, 38, 39, 40, 55, 60, 63, 65, dan 66. Undang-
undang ini diatur lebih lanjut  dengan PP No.9 th 1975
11. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
adalah Undang-Undang tentang Mahkamah Agung yang mulai berlaku sejak diundangkan tanggal
30 Desember 1985, yang kemudian mengalami perubahan pertama dengan UU no.5 tahun 2004,
kemudian dirubah lagi dengan perubahan kedua dengan UU no.3 tahun 2009, tetapi hukum acara
perdata yang ada dalam pasal tersebut tidak mengalami perubahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 diatur
mengenai kedudukan, susunan, kekuasaan dan hukum acara bagi Mahkamah Agung (Pasal 40-78).
Hukum Acara bagi Mahkamah Agung yang termuat dalam BAB IV Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu :
-                Bagian Pertama Pasal 40 s/d Pasal 42 tentang ketentuan umum;
-                Bagian Kedua Pasal 43 s/d Pasal 55 tentang pemeriksaan kasasi;
-                Bagian Ketiga Pasal 56 s/d Pasal 65 tentang pemeriksaan sengketa perihal kewenangan
mengadili;
-                Bagian Keempat Pasal 66 s/d Pasal 77 tentang pemeriksaan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap; dan
-                Bagian Kelima Pasal 78 tentang pemeriksaan sengketa yang timbul karena perampasan
kapal.
12. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
adalah Undang-Undang tentang Peradilan Umum, berlaku sejak diundangkan tanggal 8 Maret
1986. Ketentuan dalam Undang-undang tersebut mengatur mengenai kedudukan, susunan, dan
kekuasaan pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Pasal-pasal yang memuat Peraturan
Hukum Acara Perdatanya, antara lain termuat dalam Pasal 50, 51, 60, dan 61. Undang-undang ini
dirubah dengan uu no.8 tahun 2004, tetapi tidak mengenai hukum acara perdata. Undang-undang
ini kemudian mengalami perubahan kedua dengan UU 49 th 2009
13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003
adalah Undang-Undang tentang Advokat yang mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 5 April
2003.
14. Yurisprudensi
Beberapa yurisprudensi terutama dari Mahkamah Agung menjadi sumber Hukum Acara Perdata
yang sangat penting di negara kita ini, terutama untuk mengisi kekosongan, kekurangan, dan
ketidak sempurnaan yang banyak terdapat dalam peraturan perundang-undangan Hukum Acara
Perdata peninggalan Zaman Hindia Belanda.
15. Peraturan Mahkamah Agung
Peraturan Mahlkamah Agung juga merupakan sumber Hukum Acara Perdata. Dasar hukum bagi
Mahkamah Agung untuk mengeluarkan  Peraturan  Mahkamah Agung ini termuat dalam Pasal 79
Uundang-undang Nomor 14 Tahun 1985.

3. Jelaskan mengapa mediasi diperlukan dalam proses peradilan perdata


Karena Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang tepat, efektif, dan dapat
membuka akses yang lebih luas kepada para pihak untuk memperoleh penyelesaian yang
memuaskan serta berkeadilan.Perdamaian merupakan cara terbaik dalam menyelesaikan
persengketaan di antara pihak berperkara. Dengan perdamaian, maka pihak-pihak berperkara dapat
menjajaki suatu resolusi yang saling menguntungkan satu sama lain. Ini dikarenakan, dalam
perdamaian, yang ditekankan bukanlah aspek hukum semata, namun bagaimana kedua belah pihak
tetap dapat memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari pilihan-pilihan yang mereka sepakati.
Disini terlihat pula bahwa dengan perdamaian, penyelesaian justru lebih mengedepankan sisi
humanitas dan keinginan untuk saling membantu dan berbagi. Tidak ada pihak yang kalah maupun
menang, yang ada hanyalah pihak yang menang secara bersama-sama

4. Apa keutamaan dalam proses mediasi?

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa dan konflik melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan di antara para pihak yang prosesnya dibantu oleh mediator.
 
Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi bersifat sederhana dan fokus pada musyawarah
antar-pihak terkait sehingga hasilnya menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa. Mediator,
sebagai pihak ketiga, berfungsi untuk memfasilitassi para pihak yang bersengketa untuk
menemukan solusi penyelesaian sengketa yang memuaskan para pihak tersebut
 
Pada dasarnya mediasi dilakukan untuk meraih dan mendapatkan titik pertemuan antara kebutuhan
dan kepentingan para pihak yang berkonflik untuk dapat menuju ke perjanjian perdamaian yang
dapat diterima dan dilaksanakan oleh para pihak.
 
Dengan pendekatan yang mencerminkan kekeluargaan maka ada 5 keuntungan penyelesaian
konflik melalui mediasi
 
1. Cepat dan singkat
Karena prosedur mediasi sederhana, maka waktu penyelesaian konflik juga jauh lebih singkat.
 
2. Sama-sama untung.
Forum mediasi akan memberikan hasil yang menguntungkan bagi semua pihak yang terlibat dalam
konflik dengan meminimalisir kerugian masing – masing pihak
 
3. Terpercaya
Forum mediasi pada dasarnya dibangun dengan rasa percaya, termasuk membangun rasa percaya
antara para pihak yang berkonflik dengan mediator. Mediator bukanlah sembarang orang, namun
orang yang telah memiliki pengetahuan dan keterampilan sebagai mediator dan telah terdaftar
sebagai mediator tersertifikasi.Karenanya segala proses perundingan akan berlangsung secara aman
dan terpercaya.
 
4. Adil
Sebagai forum penyelesaian sengketa, mediasi mengandalkan pada penyelesaian secara
musyawarah dan dilakukan secara fleksibel. Karena itu penyelesaian yang adil dapat lebih mudah
diterima oleh para pihak yang bersengketa, karena hasilnya sesuai dengan kehendak masing-masing
pihak karena para pihak dilibatkan secara aktif dalam penyelesaian sengketanya.
 
5. Berkekuatan hukum
Meski mediasi merupakan forum penyelesaian sengketa yang dilakukan secara musyawarah dengan
prosedur yang sederhana, namun hasil dari mediasi mengikat para pihak secara hukum. Karena
hasil dari mediasi dituliskan dalam perjanjian perdamaian, apalagi jika perjanjian perdamaian
tersebut didaftarkan di Pengadilan. Karena itu, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan
perjanjian, maka pihak lainnya dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan.

5. Apa yang dimaksud dengan


a. Fundamentum petendi
b. Petitum
a. Fundamentum petendi
Dalam perkara perdata, surat gugatan pada umumnya terdiri dari tiga bagian. Pertama, bagian yang
disebut persona standi judicio, yakni bagian yang memuat identitas para pihak (nama dan tempat
tinggal). Kedua, bagian yang disebut posita atau fundamentum petendi. Ketiga, adalah tuntutan atau
petitum.
Fundamentum petendi adalah sebutan lain dari posita dalam sebuah gugatan. Ia merupakan dalil
yang menggambarkan adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Untuk
mengajukan suatu tuntutan, seseorang harus menguraikan dulu alasan-alasan atau dalil sehingga ia
bisa mengajukan tuntutan seperti itu. Karenanya, fundamentum petendi berisi uraian tentang
kejadian perkara atau duduk persoalan suatu kasus.
Suatu fundamentum petendi mencakup bagian yang memuat alasan-alasan berdasarkan keadaan
kasusnya, dan bagian yang memuat alasan-alasan yang berdasarkan hukum. Tidak mungkin
seseorang menuntut sesuatu kalau tidak dijabarkan dalam posita. Perbedaan posita dan petitum bisa
membuat suatu gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.

b. Petitum
Secara umum, yang dimaksud dengan petitum adalah kesimpulan dari suatu gugatan, yang berisi
hal-hal yang dimohonkan oleh penggugat untuk diputuskan oleh hakim atau pengadilan. Petitum
atau tuntutan atau dapat juga disebut dictum dapat juga berarti kesimpulan dari permohonan atau
gugatan yang berisikan rincian satu persatu apa yang diminta atau dikehendaki untuk dihukumkan
kepada para pihak, terutama kepada pihak tergugat atau termohon agar diputuskan oleh hakim.

Pada prinsipnya, petitum merupakan bagian dari surat permohonan gugatan yang berisi pokok
tuntutan penggugat, yaitu berupa diskripsi yang jelas dengan menyebut satu persatu dalam akhir
gugatan tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang dibebankan kepada
tergugat.

6. Jelaskan struktur badan peradilan dalam Mahkamah Agung

Kewenangan Mahkamah Agung dilaksanakan untuk semua badan peradilan yang terdapat di
bawahnya. Untuk itu susunan MA tersebut terdiri dari Sekretariat MA, ketua Mahkamah, dan
Panitera MA. Kemudian adapula hakim agung yang merupakan hakim dan pemimpin Mahkamah
Agung. Hakim tersebut berjumlah 60 orang. Adapun penjelasan mengenai masing masing bagian
dalam struktur organisasi MA yaitu meliputi:
Pimpinan
Struktur organisasi Mahkamah Agung yang pertama ialah pimpinan. Pimpinan MA terdiri dari
beberapa kepala muda, ketua, dan dua wakil ketua. Struktur ini telah dijelaskan dalam pengertian
Mahkamah Agung di atas. Bahkan dalam menjalankan kewenangan Mahkamah Agung juga tidak
dapat dilepaskan dari peran seorang pimpinan MA. Kemudian adapula wakil ketua MA yang
tersusun oleh wakil ketua yudisial dan wakil ketua bidang non yusidial. Dalam wewenang
Mahkamah Agung terdapat ketua MA yang diangkat oleh Presiden serta dipilih dari dan oleh hakim
itu sendiri.
Hakim Anggota
Struktur organisasi Mahkamah Agung selanjutnya ialah hakim anggota. Hakim agung merupakan
hakim Mahkamah Agung yang terdiri dari 60 orang. Hakim tersebut dapat dipilih melalui sistem
non karir ataupun sistem karier. Kemudian pihak Komisi Yudisial DPR memberikan usulan
nominasi agar dapat disetujui oleh Presiden dan ditetapkan menjadi hakim agung. Tugas dari
Hakim Agung ialah memberi keputusan terkait perkara tingkat Kasasi.
Kepaniteraan
Struktur organisasi Mahkamah Agung selanjutnya ialah kepaniteraan. Kepaniteraan merupakan
bagian dalam struktur organisasi MA yang mendukung pelaksanaan kewenangan Mahkamah
Agung. Wewenang Mahkamah Agung tersebut akan terlaksana sebagaimana mestinya sesuai
dengan pengertian Mahkamah Agung di atas. Tugas panitera MA ialah memberikan dukungan
teknik dari Dewan Tertinggi Hakim di bidang keadilan dan administrasi sehingga dapat dicek,
menyelesaikan administrasi, memutuskan perkara, dan mengadili sesuasi dengan keputusan
Mahkamah Agung.
Sekretariat
Struktur organisasi Mahkamah Agung selanjutnya ialah sekretariat. Pimpinan sekretariat
Mahkamah Agung ialah seorang Sekretariat beserta 6 unit eselon satu yang membantu seperti:
 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum
 Direktorat Jenderal Badan Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer
 Badan Urusan Administrasi
 Badan Pengawasan
 Badan Pendidikan, Penelitian, Pelatihan dan Pengembangan Peradilan serta Hukum.
Pengadilan Tingkat Banding
Struktur organisasi Mahkamah Agung selanjutnya ialah pengadilan tingkat banding. Dalam
pengertian Mahkamah Agung yang terdiri dari beberapa struktur bagian untuk mendukung
pelaksanaan wewenang Mahkamah Agung. Salah satunya ialah pengadilan tingkat banding ini.
Letak pengadilan tingkat banding berada di bawah MA. Adapun beberapa macam pengadilan
tingkat banding yang letaknya di bawah MA yaitu meliputi:
 Pengadilan Tinggi
 Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
 Pengadilan Tinggi Agama
 Pengadilan Militer Tinggi
 Pengadilan Militer Utama
Pengadilan Tingkat Pertama
Struktur organisasi Mahkamah Agung selanjutnya ialah pengadilan tingkat pertama. Letak
pengadilan tingkat pertama ialah dibawah Mahkamah Agung seperti:
 Pengadilan Agama
 Pengadilan Militer
 Pengadilan Negeri
 Pengadilan Tata Usaha Negara
 

Anda mungkin juga menyukai