Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

RUANG LINGKUP BERLAKUNYA UNDANG – UNDANG


PIDANA

Diajukan untuk memenuhi salah satu


Tugas Mata kuliah Reguler Semester 3
HUKUM PIDANA

Dosen pengampu :
Yuli Indarsih, S.H.,M.H.

Disusun Oleh :
RisdaYanti / C1A.20.0022

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUBANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi kami kesempatan dan kesehatan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam semoga tercurah
limpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, juga pada
keluarga dan para sahabatnya serta kita sebagai umatnya. semoga kita semua
tetap berada dalam lindungan Allah SWT.
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk menunaikan tugas mata kuliah
Hukum HAM yang dibimbing oleh dosen Yuli Indarsih, S.H.,M.H. dengan judul
“Ruang Lingkup Berlakunya Undang – Undang Pidana”. Kami berharap
penyusunan dalam bentuk makalah ini akan memberi banyak manfaat dan
memperluas ilmu pengetahuan kita.
Kami menyadari bahwa didalam penyusunan makalah ini mungki belum
sempurna dan tedapat banyak kesalahan dan penyusunannya, saya mohon untuk
bimbingan dan kritik serta saran yang bersifat membangun.
Akhirnya, hanya kepada Allah SWT kami memohon, semoga usaha ini
merupakan usaha yang murni bagi-Nya dan berguna bagi kita sekalian sampai
hari kemudian.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum pidana adalah sebuah aturan – aturan yang mempunyai sanksi kurungan,
putusan bebas, putusan pidana dan lepas dari tuntutan pidana. Tindak pidana merupakan
penderitaan baik berupa fisik maupun psikis, ialah perasaan tidak senang, sakit hati, amarah,
tidak puas, terganggunya ketentraman batin. Halini bukan dirasakan oleh pelaku
kejahatannya saja, akan tetapi semua masyarakat pada umumnya. Untuk itu perlunya
diberikan balasan yang setimpal (sudutobjektif) kepada pelakunya.
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang – undangan pidana berkaitan dengan
waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Berlakunya hukum pidana menurut waktu
mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan
tentang berlakunya hukum pidana menurut waktu dapat dilihat dari pasal 1 KUHP.
Selanjutnya berlakunya undang – undang hukum pidana menurut tempat mempunyai
arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya hukum pidana sesuatu negara
itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana. Ketentuan tentang asas berlakunya hukum
pidana ini dapat dilihat dalam pasal 2sampai dengan pasal 9 KUHP.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok pikiran yang tertuang dalam latar belakang diatas, maka masalah
yang dibahas disini adalah:
1) Apa pengertian Hukum Pidana ?
2) Bagaimana berlakunya Hukum Pidana menurut waktu?
3) Bagaimana berlakunya Hukum Pidana menurut tempat?

3. Tujuan Pembahasan
Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dalam makalah iniantara lain adalah:
1) Untuk mengetahun pengertian Hukum Pidana.
2) Untuk mengetahui berlakunya Hukum Pidana menurut tempat dan waktu.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum pidana


Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran – pelanggaran dan
kejahatan - kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang di ancam dengan
hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Antara pelanggaran dan kejahatan terdapat perbedaan yang berikut :
1) Pelanggaran ialah mengenai hal – hal kecil atau ringan, yang diancam dengan
hukuman denda, misalnya : Sopir mobil yang tak memiliki Surat Izin Mengemnudi
(SIM).
2) Kejahatan ialah mengenai soal – soal yang besar, seperti : pembunuhan,
penganiayaan, penghinaan, pencurian, dan sebagainya. Contoh pelanggaran kejahatan
terhadap kepentingan umum berkenaan dengan :
a) Badan/Peraturan Perundangan Negara, misalnya pemberontakan, penghinaan, tidak
membayar pajak, melawan pegawai negeri yang sedangmenjalankan tugasnya.
b) Kepentingan hukum tiap manusia :
 Terhadap jiwa (pembunuhan)
 Terhadap tubuh (penganiayaan)
 Terhadap kemerdekaan (penculikan)
 Terhadap kehormatan (penghinaan)
 erhadap milik (pencurian)
Ada beberapa definis hukum pidana yang diuraikan di bawah antara lain :

1) Hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-


perbuatan yang dapat di hukum dan aturan pidananya.
2) Hukum Pidana dalam arti :
 Objektif (Ius Poenale), meliputi :
o Perintah dan larangan yang pelanggarannya di ancam dengan sanksi pidana oleh
badan yang berhak.
o Ketentuan – ketentuan yang mengatur upaya yang dapat dipergunakan, apabila norma
itu di langgar, yang dinamakan dengan hukum penitentiaire.
o Aturan – aturan yang menentukan kapan dan dimana berlakunya norma – norma
tersebut di atas.

B. Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana menurut Tempat


Teori tentang ruang lingkup berlakunya hukum pidana nasional menurut tempat
terjadinya. Perbuatan (yurisiksi hukum pidana nasional), apabila ditinjau dari sudut negara
ada 2 pendapat yaitu :
1. Perundang – undangan dimana hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana
yang terjadi di wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun
oleh orang lain (asas teritorial).
2. Perundang - undangan hukum pidana berlaku bagi semua pidana yangdilakukan oleh
warga negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan diluar wilayah
negara. Pandangan ini disebut menganut asas personal atau prinsip nasional aktif.
Asas berlakunya undnag – undang hukum pidana menurut tempat dapat dibedakan
menjadi empat asas, yaitu asas territorial (territorialiteitsbeginsel), asas personal
(personaliteitsbeginsel), asas perlindungan atau nasional yang pasif (bescermingsbeginsel
atau passief nationliteitsbeginsel), dan asas universal (universaliteitsbeginsel). Menurut
Pompe, yang mendasar sifat hukum pidana adalah melindungi, maka asas perlindungan
menjadi sumber dari semua asas – asas, oleh karena itu keempat asas itu dapat dipersatukan
menjadi asas–asas perlindungan untuk kepentingan dan kewibawaan dari setiap subjek
hukum yangharus di lindungi.
Berlakunya undang – undang hukum pidana berdasarkan asas hukum menurut tempat, telah
tercantumkan dalam ketentuan dari pasal 2 – 9 KUHP, berikut uraina asas – asas hukum
pidana menurut tempat, antara lain :
1) Asas Teritorial
Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan:
“Ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia ditetapkan bagi setiap orang yang
melakukan suatu tindak pidana di Indonesia”.
Perluasan dari asas teritorial diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan:
“Ketentuna pidana perundang – undangan Indonesia berlaku bagisetiap orang yang diluar
wilayah Indonesia yang melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara
Indonesia”.
2) Asas Personal (Nasional Aktif)
Asas personal (actief nationaliteit) yang terkandung dalam pasal 5 KUHPdapat dibagi
atas tiga golongan yaitu :
a) Pada ayat (1) ke-1 menetukan beberapa perbuatan pidana yang membahayakan
kepentingan nasional bagi Indonesia, dan perbuatan – perbuatan itu tidak dapat
diharapkan dikenai pidana ataupun sungguh – sungguh untuk dituntut oleh undang –
undang hukum pidana negara asing, oleh karena itu pembuat deliknya adalah warga
negara Indonesia, maka kepada setiap warga negara Indonesia yang diluar wilayah
Indonesia yang melakukan perbuatan pidana tertentu itu berlaku KUHP.
b) Ayat (1) ke-2 memperluas ketentuan golongan pertama, dengan syarat – syarat bahwa
Perbuatan – perbuatan yang terjadi harus merupakan kejahatan menurut ketentuan
KUHP, dan Juga harus merupakan perbuatan yang diancam dengan pidana oleh
undang – undang hukum pidana negara asing dimana perbuatan terjadi. Dua syarat itu
harus dipenuho, sebab apabila menurut hukum pidana negara asing tidak diancam
dengan pidana, maka KUHP tidak berlaku sekalipun sebagai kejahatan (diluar
golongan pertama).
c) Pada ayat (2) untuk menhadapi kejahatan yang dilakukan dengan perhitungan yang
masak dan agar tidak lolos dari tuntutan hukum, yaitu apabila orang asing diluar
negeri melakukan kejahatan (golongan kedua) dan sesudah itu melakukan naturalisasi
menjadi warga negara Indonesia, maka penuntutan atas kejahatan pasal 5 ayat (1)
kedua masih dapat dilaksankan.
Sekalipun rumusan pasal 5 ini memuat perkataan “Ditetapkan bagi warga negara
Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”, sehingga seolah – olah mengandung asas personal
akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi kepentingan nasional (asas
nasional pasif) karena ketentuan pidana yang diberlakukannya bagi warga negara diluar
wilayah teritorial wilayah Indonesia tersebut hanya pasal – pasal tertentu saja, yang dianggap
penting sebagai pelindungan terhadap kepentingan nasional.
3) Asas Perlindungan (Nasional Pasif)
Asas perlindungan (nasional pasif) adalah asas yang menyatakan berlakunya undang –
undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara bagisetiap orang, warga negara atau
orang asing yang melanggar kepentingan hukumIndonesia atau melakukan perbuatan pidana
yang membahayakan kepentingannasional Indonesia di luar negeri.
Pasal 4 ke-1, ke-2 bagian akhir dan ke-3 KUHP mengandung asas nasional passif atau
asas perlindungan (passief nasionaliteitsbeginsel atau beschermingsbeginsel), dengan alasan
menilik kejahatan – kejahatan yang ditunjuk disitu semua kejahatan yang amat penting
karena menyangkut martabak Negara dan Kepala Negara, Pemerintah, Kaemanan Negara,
maupun Keuanganatas Perekonomian Negara.
4) Asas Universal
Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan
pidana dapat dituntut undang - undang hukum pidana Indonesia diluar wilayah negara untuk
kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Namun tidakmungkin semua kepentingan hukum
didunia akan mendapat perlindungan, melainkan hanya untuk kejahatan yang menyaangkut
tentang keuangan dan pelayaran. Pasal 4 ke-2 kalimat pertama dan keempat KUHP
mengandung asas universal yang melindungi kepentingan hukum dunia terhadap kejahatan
dalam mata uang atau uang kertas dan pembajakan laut, yang dilakukan oleh setiap orang,
dan dimana saja dilakukan.
C. Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana menurut Waktu
Sumber utama tentang berlakunya undang – undang hukum pidana menurut waktu,
tersimpul dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dan pasal 1 ayat (2) KUHP.
1) Pasal 1 ayat (1) KUHP
Sesuai yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP yang mengatakan bahwa “Suatu
perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang –
undangan pidana yang telah ada”. Maka apabila perbuatan tersebut telah dilakukan orang
setelah suatu ketentuan pidana menurut undang – undang itu benar – benar berlaku,
pelakunya itu dapat dihukum dan dituntut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam
ketentuan pidana tersebut.
Ini berarti bahwa orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan diancam
dengan hukuman oleh undang – undang itu hanya dapat dihukum dan dituntut berdasarkan
undang – undang pidana atau berdasarkan ketentuan pidana menurut undang – undang yang
berlaku, pada waktu orang tersebut telah melakukan tindakannya yang terlarang dan diancam
dengan hukuman.
Didalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung asas legalitas, yakni seseorang tidak
dapat dikenai hukuman atau pidana jika tidak ada undang – undang yang dibuat sebelumnya.
Contoh: pada sekitar tahun 2003 di Yogyakarta terjadi kasus cyber crime yang berupa
carding , tetapi pada saat itu undang – undang tentang cyber crime belum disahkan oleh
karena itu para pelaku tidak bias diadili atau dikenai hukuman. Kemudian pada bulan Maret
tahun 2008, Menteri Komunikasi dan Informasi M.NUH sebagai wakil pemerintah dalam
sidang Paripurna mengapresiasikan sikap DPR yang menyetujui RUU ITE untuk kemudian
resmi menjadi undang – undang

2) Pasal 1 ayat (2)


Konsep KUHP lebih memperinci perubahan undang – undang pidana tersebut. Pasal 1
ayat (2) KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut(reokraktif) undang – undang
pidana. Berdasarkan pasal 1 ayat (2) KUHP dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku
surut, namun demikian aturan undang – undang tersbeut haruslah yang paling ringan atau
menguntungkan bagiterdakwa.
Dalam pasal 1 ayat (2) KUHP mempunyai 2 ketentuan pokok, yaitu :
a. Sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang – undangan.
b. Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan.
Menurut Bambang Poernomo, 2 ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) KUHP itu
menimbulkan pandangan dan masalah, sehingga perlu ditinjau kembali atas kemanfaatan dari
hukum peralihan yang perumusannya seperti itu akan ditiadakan sama sekali dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a) Tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan hukum yang lain
sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan perkembangan lapangan hukum
yang lain.
b) Dasar perubahan undang – undang yang baru adalah karena bahan perasaan/
keyakinan/ kesadaran hukum rakyat, yang melalui badan pembentukundang – undang
membentuk undang–undang baru, untuk perbuatan pidana yang terjadi kemudian
sehingga
c) perubahan undang – undang yang karena sifatnya berlaku sementara tidak termasuk
perubahan disini. Perubahan undang – undang yang menyangkut berat atau ringannya
ancaman pidana tidak akan mempunyai arti, karena didalam prakteknya hakim tetap
memegang asas kebebasan didalam menjatuhkan pidana yang di ancam.
d) Asas lex temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis adalah
asas yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum.Kemudian Bambang
Poernomo lebih lanjut menyatakan bahwa hukum peralihan yang tercantum dalam
pasal 1 ayat (2) KUHP hanyalah mempunyai artihistoris bagi suatu negara yang untuk
pertama kali mempunyai dan membentuk kodifikasi atau udang – undang hukum
pidana sebagai peralihan dari keadaanhukum yang teratur dan sewenang – wenang
menuju tata tertib hukum pidana.
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan

1. Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran–pelanggaran dan


kejahatan–kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan
hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
2. Ruang lingkup berlakunya Hukum Pidana terbagi atas 2 keadaan yaitu menurut
tempat dan waktu.
3. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana menurut tempat terbagi atas empatasas,
yaitu
a. Asas teritorial,
b. Asas personal,
c. Asas perlindungan,
d. Asas universal.
4. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana menurut waktu itu sumber
utamanyatersimpul dalam pasal 1 ayat (1) KUHP dan pasal 1 ayat (2) KUHP
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Poernomo, Asas–Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Balai Aksara, 1993)


Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (jakarta : BalaiPustaka, 2002)
Prodjodikoro Wiejono, Asas–Asas Hukum Pidana
http://dzuriatu-assahar.blogspot.co.id, berlakunya hukum pidana menurut tempat dan waktu
https://www.academia.edu/35058928/
RUANG_LINGKUP_BERLAKUNYA_HUKUM_PIDANA_MENURUT_TEMPAT_DAN_
WAKTU

Anda mungkin juga menyukai