Anda di halaman 1dari 7

HKUM4203-2

TUGAS MATA KULIAH


UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER : 2022/23.1 (2022.2)

Nama :
NIM :
Fakultas : FHISIP / Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kode / Nama MK : HKUM4203 / Hukum Pidana
Tugas :2

NO. SOAL
1. Apakah Hukum Pidana hanya dapat diterapkan hanya di wilayah negara Indonesia saja? Apa
dasar hukumnya? Jelaskan disertai dengan memberikan contohnya!

Jawaban:

Kesimpulan saya mengenai pembedaan tersebut Asas legalitas mengandung makna umum
bahwa setiap perbuatan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Asas legalitas tidak hanya dikenal dalam hukum pidana, tetapi juga dalam bidang
Hukum Administrasi Negara. Dasar hukumnya adalah Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam
perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu. Contoh hukum tidak tertulis yaitu
hukum adat, pengambilan keputusan berdasarkan atas musyawarah untuk mufakat, dekrit
Presiden, pidato Presiden, yurisprudensi.
Hukum Adat Berjenjang di Aceh Contoh hukum adat yang berlaku di Aceh adalah hukum
berjenjang sesuai dengan kesalahan yang dilakukan. Baik yang dilakukan oleh kalangan
bawah hingga orang yang memiliki jabatan tinggi. Sanksinya bagi pelanggar mulai dari
teguran, lalu naik pada level harus meminta maaf pada masyarakat luas, hingga hukuman
fisik untuk pelaku. Salah satu contohnya adalah laki-laki dan perempuan yang bukan suami
istri atau keluarga berduaan dalam satu ruangan. Sanksi yang akan diterima keduanya adalah
hukuman cambuk.
2. Contoh Kasus

Dalam sebuah penerbangan pesawat Garuda Indonesia dari Perancis menuju Jakarta,
Esmeralda
seorang warga negara Kolombia terlibat cekcok dengan Gatot yang merupakan seorang
warga negara Indonesia. Karena emosi, Esmeralda kemudian memukul kepala Gatot dengan
menggunakan botol kemasan air mineral kosong. Setelah terkena pukulan dari Esmeralda
kemudian Gatot kejang-kejang, seketika itu pula Gatot meninggal dunia, Gatot meninggal
ketika pesawat berada di wilayah udara Arab Saudi. Setibanya di Jakarta, jenazah Gatot
langsung di autopsi, kemudian diketahui penyebab kematian Gatot adalah akibat dari
serangan jantung.
*nama tokoh pada c kasus diatas adalah fiktif
HKUM4203-2

Pertanyaan:

Dalam kasus di atas, apakah Esmeralda dapat dituntut menurut hukum pidana di Indonesia?
Uraikan alasannya dengan menyebutkan dasar-dasar hukumnya!

Jawaban:

Teritorial Berlakunya Hukum Pidana Indonesia, ruang lingkup berlakunya undang-undang


pidana dalam suatu negara dapat dilihat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Pemberlakuan lex loci delicti atau undang-undang yang berlaku di tempat tindak
pidana itu telah dilakukan. Baik terhadap pelaku yang merupakan warga negaranya sendiri
maupun terhadap orang asing yang diketahui telah melakukan tindak pidana di dalam
wilayahnya.
Untuk lebih memperjelas pemberlakuan Undang-undang pidana menurut tempat, maka
digunakan beberapa asas yang biasanya juga disebut sebagai “asas-asas tentang berlakunya
undang-undang pidana menurut tempat” ataupun dalam bahasa Belanda disebut
dengan “de beginselen van de werking der strafwet naar de plaats”. Asas-asas tersebut
adalah sebagai berikut :

 Asas teritorial atau territorialiteits-begin atau yang disebut Lands-beginsel.

Menurut asas teritorial, berlakunya Undang-undang pidana suatu negara semata-mata


digantungkan pada tempat di mana suatu tindak pidana itu telah dilakukan, dan tempat
tersebut haruslah terletak di dalam wilayah negara yang bersangkutan.
Tentang hal tersebut, Prof. van Hattum dalam buku F.A.F Lamintang mengatakan bahwa,
Setiap negara berkewajiban menjamin keamanan dan ketertiban di dalam wilayah negaranya
masing-masing. Oleh karena itu, hakim dari setiap negara dapat mengadili orang yang di
dalam wilayah negaranya masing-masing telah melakukan suatu tindak pidana, dengan
memberlakukan Undang-undang Pidana di negaranya. Ini berarti bahwa Undang-undang
pidana suatu negara itu bukan saja dapat diberlakukan terhadap warga negaranya melainkan
juga terhadap orang asing yang di dalam wilayah negaranya diketahui telah melakukan tindak
pidana. Asas teritorial ini juga terdapat dalam Pasal 2 KUHP yang berbunyi:
Ketentuan-ketentuan pidana menurut Undang-undang Indonesia itu dapat diberlakukan
terhadap setiap orang yang bersalah telah melakukan suatu tindak pidana di dalam negara
Indonesia.

 Asas teritorial juga diperluas dalam ketentuan Pasal 3 KUHP yang berbunyi:

Ketentuan-ketentuan pidana menurut Undang-undang Indonesia itu dapat diberlakukan


terhadap setiap orang yang di luar negara Indonesia telah bersalah melakukan suatu tindak
pidana (tertentu) di atas alat pelayaran Indonesia.
Tentang apa yang dimaksud dengan “alat pelayaran Indonesia”, undang-undang sendiri tidak
memberikan penjelasannya. Akan tetapi perkataan “alat pelayaran itu sendiri dapat kita
jumpai dalam Pasal 94 KUHP yang berbunyi: termasuk ke dalam pengertian kapal Indonesia
adalah alat-alat pelayaran yang menurut Undang-undang Indonesia mengatur masalah
pemberian surat-surat laut dan pemberian izin mempergunakan bendera Indonesia.
Dengan demikian, maka Undang-undang pidana Indonesia itu juga dapat diberlakukan
terhadap setiap orang di atas kapal-kapal negara asing yang berada di wilayah perairan
negara kita, yang diketahui telah melakukan suatu perbuatan terlarang, di mana menurut
Undang-undang pidana yang berlaku di negara kita, pelaku tersebut dinyatakan dapat
dihukum.
HKUM4203-2

 Asas Kebangsaan (Nasional aktif)

Menurut asas kebangsaan, Undang-undang Pidana suatu negara tetap dapat diberlakukan
terhadap warga negaranya dimanapun mereka itu berada, bahkan juga seandainya mereka
itu berada di luar negeri. Asas kebangsaan ini dianut oleh Undang-undang pidana kita,
dimana terdapat dalam Pasal 5 KUHP yang berbunyi :

1) Ketentuan-ketentuan pidana menurut Undang-undang Indonesia itu dapat diberlakukan


terhadap Warga Negara Indonesia yang di luar negara Indonesia telah bersalah:

a. Melakukan salah satu kejahatan seperti yang dirumuskan dalam Bab-bab ke-I dan ke-II
Buku ke-II dan dalam Pasal 160,161,240,279,450 dan Pasal 451 KUHP;
b. Melakukan suatu tindak pidana yang oleh ketentuan-ketentuan pidana menurut Undang-
undang Indonesia telah dianggap sebagai suatu kejahatan, dan oleh undang-undang
negara dimana tindak pidana tersebut dilakukan, diancam dengan hukuman.

Dari rumusan Pasal 5 KUHP diatas dapat kita diektahui bahwa undang-undang pidana
Indonesia dapat diberlakukan terhadap Warga Negara Indonesia yang bersalah telah
melakukan tindak pidana tertentu di luar negeri itu tidak digantungkan pada suatu ketentuan
pidana menurut undang-undang negara dimana tindak pidana tersebut telah
dilakukan. Meskipun kejahatan dilakukan di luar wilayah Indonesia dan telah diadili oleh
negara tempat kejahatan terjadi, sepanjang masih Warga Negara Indonesia maka KUHP
Indonesia dapat menjangkaunya.

2) Seseorang atau pelaku tindak pidana tidak akan tidak akan dimintai pertanggungjawaban
pidana atau dijatuhi pidana apabila tidak melakukan perbuatan pidana dan perbuatan
pidana tersebut haruslah melawan hukum, namun meskipun dia melakukan perbuatan
pidana , tidaklah dia selalu dapat dipidana, orang yang melakukan perbuatan pidana
hanya akan dipidana apabila dia terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
kesalahan.

Pembentukan undang-undang dapat berlakunya undang-undang yang


dibuatnya.pembentuk undang-undang pusat dapat menetapkan berlakunya undang-undang
pidana terhadap tindak pidana atau di luar wilaytah Negara, sedangkan pembentukan
undang-undang daerah hanya terbatas pada daerahnya masing-masing.
Dari sejarah hukum pidana dapat diketahui bahwa sudah sejak lama orang mengenal apa
yang oleh Mayer disebut elementen princip, atau yang oleh Van Hamel
disebut grondbeginsel, yang kedua-duanya dapat diterjemahkan dengan “asas dasar yang
menentukan” pada waktu mengadili seseorang yang dituduh telah melakukan tindak pidana.
Hakim tidak dibenarkan memberlakukan undang-undang pidana lain kecuali yang berlaku di
negaranya sendiri. Tetapi sekarang orang harus mengakui kenyataan bahwa sulit untuk
memberlakukan asas dasar tadi tanpa penyimpangan sedikitpun. Bagaimana caranya agar
pelakuntindak pidana itu dapat diadili oleh hakim seperti yang dimaksud dalam asas dasar
terdebut (memberlakukan undang-undang negaranya sendiri?) untuk memecahkan
persoalan tersebut di dalam doktrin dikenal beberapa asas yang bias disebut sebagai: “Asas-
asas tentang berlakunya undang –undang pidana menurut tempat”. Asas-asas tersebut
adalah:

- Asas Territorial
HKUM4203-2

Tercantum dalam Pasal 2 yang menyatakan: “ketentuan pidana dalam Undang-undang


Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di alam wilayah Indonesia melakukan tindak
pidana”. Berdasarkan ketentuan pasal ini maka bagi setiap orang (baik WNI maupun orang
asing) yang melakukan tindak pidana di wilayah Republik Indonesia, maka baginya dikenakan
aturan pidana yang dicantumkan dalam undang-undang Indonesia.

- Asas Kebangsaan atau Asas Nasional Aktif atau Asas Personal


Asas ini dapat pula disebut asas kepentingan nasional atau asas personalitas. Asas ini
tercantum pada Pasal 5 KUHP. Berdasarkan pasal ini maka, bagi warga Negara Indonesia yang
melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia yang menyangkut tentang keamanan
Negara, kedudukan Kepala Negara, penghasutan untuk melakukan tindak pidana, tidak
memenuhi kewajiban militer, perkawinan melebihi jumlah yang ditentukan, dan
pembajakan, maka pelakunya dapat dituntut menurut aturan pidana Indonesia oleh
Pengadilan Indonesia. Kepentingan nasional yang dipertahankan di sini adalah agar pelaku
tindak pidana yang warga negara Indonesia itu, walaupun peristiwanya terjadi di luar
Indonesia tidak diadili dan dikenakan hukum dari Negara tempat terjadinya peristiwa itu.

- Asas Perlindungan atau Asas Nasional Pasif


Asas ini juga disebut asas perlindungan (bescherming-beginsel). Asas ini bertujuan
melindungi wibawa dan martabat Negara Indonesia dari tindakan orang jahat yang dilakukan
oleh warga Negara Indonesia maupun orang asing yang mengancam kepentingan nasional
Indonesia. Asas nasionalitas pasif in tidak melihat kewarganegaraan dari pelaku, melainkan
melihat pada tindak pidana yang terjadi itu telah mengancam kepentingan nasional
(Indonesia).

- Asas Persamaan atau Asas Universalitas


Asas ini melindungi kepentingan antar Negara tanpa melihat kewarganegaraan pelakunya.
Yang diperhatikan adalah kepentingan Negara lain sebagai tempat dilakukannya suatu tindak
pidana tertentu.

Esmeralda dapat dituntut menurut hukum pidana di Indonesia, karena Gatot yang
merupakan seorang warga negara Indonesia. Jadi, Kepentingan nasional yang dipertahankan
di sini adalah agar pelaku tindak pidana yang warga negara Indonesia itu, walaupun
peristiwanya terjadi di luar Indonesia tidak diadili dan dikenakan hukum dari Negara tempat
terjadinya peristiwa itu.
HKUM4203-2

3. Contoh Kasus

Dalam sebuah penerbangan pesawat Garuda Indonesia dari Perancis menuju Jakarta,
Esmeralda
seorang warga negara Kolombia terlibat cekcok dengan Gatot yang merupakan seorang
warga negara Indonesia. Karena emosi, Esmeralda kemudian memukul kepala Gatot dengan
menggunakan botol kemasan air mineral kosong. Setelah terkena pukulan dari Esmeralda
kemudian Gatot kejang-kejang, seketika itu pula Gatot meninggal dunia, Gatot meninggal
ketika pesawat berada di wilayah udara Arab Saudi. Setibanya di Jakarta, jenazah Gatot
langsung di autopsi, kemudian diketahui penyebab kematian Gatot adalah akibat dari
serangan jantung.
*nama tokoh pada c kasus diatas adalah fiktif
HKUM4203-2

Pertanyaan:

Jika dilihat dari kasus diatas, apakah Esmeralda dapat dipertanggungjawabkan atas
meninggalnya Gatot? Uraikanlah berdasarkan macam-macam ajaran kausalitas yang saudara
pahami!

Jawaban:

Jika dilihat dari kasus diatas, maka Esmeralda dapat dipertanggungjawabkan atas
meninggalnya Gatot, karena dalam hal terwujudnya tindak pidana materiil secara sempurna
diperlukan 3 syarat esensial, yaitu:
 terwujudnya tingkah laku
 terwujudnya akibat (akibat konstitutif atau constitutief gevolg), dan
 ada hubungan kausal (causal verband) antara wujud tingkah laku dengan akibat
konstitutif.
Tiga syarat itu adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan untuk terwujudnya tindak pidana
materiil atau tiga syarat diatas adalah kumulatif. Untuk menentukan terwujudnya tingkah
laku dengan terwujudnya akibat tidak lah sulit.
Macam-Macam Ajaran Kausalitas
Ada beberapa macam ajaran kausalitas, yang dapat dikelompokkan kedalam 3 teori yang
besar, yaitu:
1. Teori conditio sine que non;
2. Tori-teori yang mengindividualisir (individualiserede theorien);
3. Teori-teori yang menggeneralisir (genaraliserende theorien).

Masing-masing penjelasannya di bawah ini :

1. Teori Conditio Sine Que Non

Teori ini berasal dari Von Buri, seorang ahli hukum Jerman yang pernah menjabat sebagai
Presiden reichtsgericht (Mahkamah Agung Jerman), yang menulis dua buku mengenai
hukum ialah (1) Uber Kausalitat und deren verantwortung, dan (2) Die Kausalitat und ible
strafrechtliche Beziebungen.
Tentang ajaran yang pertama kali dicetuskan oleh beliau dalam tahun 1873 ini, menyatakan
bahwa penyebab adalah semua faktor yang ada dan tidak dapat dihilangkan untuk
menimbulkan suatu akibat.
Teori ini tidak membedakan mana faktor syarat dan mana faktor penyebab, segala sesuatu
yang masih berkaitan dalam suatu peristiwa sehingga melahirkan suatu akibat adalah
termasuk penyebabnya.
Sehingga keenam faktor yang disebutkan diatas yang menyebabkan kematian pengendara
motor diatas tidak ada yang merupakan syarat, semuanya menjadi faktor penyebab. Semua
faktor dinilai sama perananannya terhadap timbulnya akibat yang dilarang.
Tanpa salah satu atau dihilangkannya salah satu dari rangkaian faktor tersebut tidak akan
terjadi akibat menurut waktu, tempat dan keadaan senyatanya dalam peristiwa itu.
Teori ini memperluas pertanggung jawab dalam hukum pidana disebabkan karena orang
yang perbuatannya dari sudut objektif hanya sekadar syarat saja dari timbulnya suatu akibat.
Misalnya pada contoh diatas tadi ialah faktor pengeamudi mobil menginjak rem dengan keras
dan kemudian faktor menimbulkan bunyi keras dari gesekan ban dengan aspal adalah
sekadar faktor syarat saja, akan tetapi karena dinilai sama dengan faktor penyebab
kematiannya secara medis adalah karena kambuhnya penyakit jantung, sehingga si
pengemudi dinilai bertanggung jawab atas kematian bapak tadi.
Kelemahan ajaran ini ialah pada tidak membedakan antara faktor syarat dengan faktor
penyebab, yang dapat menimbulkan tidakadilan.
Walupun teori ini memiliki kelemahan yang mendasar, tetapi toh dalam praktik di negeri
Belanda pernah juga dianut oleh Hoge Raad dalam pertimbangan suatu putusan (8-4-1929)
yang menyatakan bahwa “untuk dianggap sebagai sebab daripada suatu akibat, perbuatan
HKUM4203-2

Anda mungkin juga menyukai