0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
63 tayangan9 halaman
Pertemuan membahas konsep locus delicti, tempus delicti, dan kelakuan atau tingkah laku dalam hukum pidana. Locus delicti perlu diketahui untuk menentukan yurisdiksi dan tempus delicti penting untuk menentukan ketentuan hukum yang berlaku. Kelakuan dapat bersifat positif maupun negatif, dan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan seseorang dan diarahkan pada tujuan hukum.
Pertemuan membahas konsep locus delicti, tempus delicti, dan kelakuan atau tingkah laku dalam hukum pidana. Locus delicti perlu diketahui untuk menentukan yurisdiksi dan tempus delicti penting untuk menentukan ketentuan hukum yang berlaku. Kelakuan dapat bersifat positif maupun negatif, dan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan seseorang dan diarahkan pada tujuan hukum.
Pertemuan membahas konsep locus delicti, tempus delicti, dan kelakuan atau tingkah laku dalam hukum pidana. Locus delicti perlu diketahui untuk menentukan yurisdiksi dan tempus delicti penting untuk menentukan ketentuan hukum yang berlaku. Kelakuan dapat bersifat positif maupun negatif, dan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan seseorang dan diarahkan pada tujuan hukum.
Semester : III (Tiga) SKS : 2 (dua) SKS Alokasi Waktu : 2 x 50 menit Pertemuan ke- : 9 (sembilan) Kompetensi Dasar: Menjelaskan konsep-konsep Locus Delicti, Tempus Delicti dan tentang kelakuan atau tingkah laku Indikator: Mahasiswa dapat: • Menjelaskan perlunya mengetahui locus delicti • Menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan tempus delicti • Menjelaskan tentang kelakuan atau tingkah laku Materi Pokok Locus Delicti, Tempus Delicti dan tentang kelakuan atau tingkah laku • Perlunya mengetahui locus delicti • Hal-hal yang berhubungan dengan tempus delicti • Tentang kelakuan atau tingkah laku Locus Delicti, Tempus Delicti
Locus delicti perlu diketahui untuk:
1. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap perbuatan tersebut atau tidak. 2. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus mengurus perkaranya. Tempus delicti penting berhubung dengan: 1. Pasal 1 KUHP : Apakah perbuatan yang bersangkut paut pada waktu itu sudah dilarang dan diancam dengan pidana? 2. Pasal 44 KUHP : Apakah terdakwa ketika itu mampu bertanggung jawab? 3. Pasal 45 KUHP : Apakah terdakwa ketika melakukan perbuatan sudah berumur 16 tahun atau belum. Kalau belum berumur 16 tahun, maka boleh memilih antara ketiga kemungkinan: a. Mengembalikan anak tersebut kepada orang tuanya tanpa diberi pidana apapun. b. Menyerahkan anak tersebut kepada pemerintah untuk dimasukkan rumah pendidikan c. Menjatuhi pidana seperti orang dewasa. Maksimum daripada pidana-pidana pokok dikurangi ¼. 4. Pasal 79 (verjaring atau kedaluwarsa). Dihitung mulai hari setelah perbuatan pidana terjadi. 5. Pasal 57 HIR. Diketahuinya perbuatan dalam keadaan tertangkap tangan (on heterdaad). Dua aliran mengenai locus delicti: 1. Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat dimana terdakwa berbuat. 2. Aliran yang menentukan di beberapa tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan, dan mungkin pula tempat akibat. Mezger (hlm. 64) berpendapat bahwa untuk tempus delicti ini tidak mungkin diadakan jawaban yang sama buat semua keperluan. Haruslah dibedakan menurut maksud daripada peraturan: 1. Untuk keperluan kadaluwarsa dan hak penuntutan yang perlu ialah waktu perbuatan seluruhnya terjadi, jadi pada waktu sesudah terjadinya akibat. 2. Untuk keperluan : apakah aturan-aturan hukum pidana berlaku atau tidak, atau ada atau tidaknya perbuatan bersifat melawan hukum (karena ada atau tidaknya izin dari yang berwajib), tempus delicti adalah waktu melakukan kelakuan dan waktu terjadinya akibat di sini tidak mempunyai arti. Tentang Kelakuan atau Tingkah Laku Dalam hukum pidana, kelakuan atau tingkah laku ada yang positif dan ada yang negatif. Dalam hal kelakuan positif terdakwa berbuat sesuatu, sedangkan dalam hal negatif dia tidak berbuat sesuatu yang seharusnya dilakukan. Menurut Pompe, makna gedraging (kelakuan) dapat ditentukan dengan 3 syarat: suatu kejadian yang ditimbulkan oleh seseorang, yang tampak keluar dan yang diarahkan kepada tujuan yang menjadi obyek hukum (een gebeuren dat toe te shrijven is aan een mens, uiterlijk waarneembar en op een doel gericht dat als voorwerp van normen geldt) (hlm. 83)