Anda di halaman 1dari 21

DIKLAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PEMBENTUKAN JAKSA (PPPJ)


TAHUN 2016

MODUL
UPAYA HUKUM TUN

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEJAKSAAN


REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA 2016
DAFTAR ISI

Halaman

KATA SAMBUTAN KAPUSDIKLAT KEJAKSAAN RI ..................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. iii

BAB I PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL


KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA ............................................ 1

BAB II BANDING PERKARA TATA USAHA NEGARA .............................................. 3

BAB III KASASI PERKARA TATA USAHA NEGARA .................................................. 6

BAB IV PENINJAUAN KEMBALI DALAM PERKARA TATA USAHA NEGARA ..... 12

8SD\D+XNXP781 LLL
BAB I
PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL
KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

Dalam Pemeriksaan Perkara TUN, setelah gugatan Penggugat diregister


dalam Buku Register Perkara, maka Ketua Pengadilan akan melakukan Dismissal
Proses (Rapat Permusyawaratan) sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UU Nomor 5
Tahun 1986. Dalam Dismissal Proses tersebut Ketua Pengadilan akan penelitian
apakah gugatan tersebut dapat/layak diperiksa. Apabila Gugatan layak diperiksa
maka Ketua Pengadilan akan menunjuk Majelis Hakim (atau menunjuk seorang hakim
untuk acara cepat) yang akan memeriksa perkara tersebut. Namun apabila gugatan
tidak layak disidangkan di Pengadilan TUN dengan alasan memenuhi Pasal 62 ayat (1)
UU Nomor 5 Tahun 1986, maka Ketua Pengadilan TUN akan memutus dengan suatu
penetapan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima atau tidak berdasar.

Alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) tersebut adalah :


a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan;
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh
Penggugat sekalipun ia telah diberi tahu dan di peringatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan
Tata Usaha Negara yang di gugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktu.

Penetapan tersebut diucapkan dalam dismissal proses dengan memanggil


kedua belah pihak untuk mendengarkannya.

Terhadap penetapan tersebut, berdasarkan pasal 62 ayat (3) huruf a,


Penggugat dapat mengajukan upaya hukum Perlawanan ke Pengadilan dalam tenggang
waktu 14 (empat belas) hari setelah penetapan dismissal proses diucapkan.

Menurut Pasal 62 ayat (3) huruf b, pengajuan perlawanan dengan mengikuti


ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56. Perlawanan tersebut akan diperiksa
dengan Acara Pemeriksaan Singkat (Pasal 62 ayat (4). Inti dari pemeriksaan tersebut
adalah tepat atau tidaknya penggunaan salah satu atau lebih alasan yang tersebut
dalam Pasal 62 ayat 1 huruf a sampai dengan e yang digunakan oleh Ketua Pengadilan
dalam mengeluarkan Penetapan Dismissal Proses. Pemeriksaan dilakukan oleh majelis

8SD\D+XNXP781 
Hakim dalam sidang yang dilakukan secara tertutup dengan mendengarkan Para Pihak
baik Pelawan/Penggugat maupun Terlawan/Tergugat tanpa memeriksa pokok
gugatan.

Putusan terhadap Perlawanan dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum.


Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa Perlawanan dapat diterima, maka Majelis
Hakim mengeluarkan Penetapan yang menyatakan perlawanan diterima dan pokok
gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut acara biasa. (Pasal 62 ayat
(4) )

Apabila Majelis Hakim berpendapat bahwa perlawanan yang diajukan


Pelawan/Penggugat tidak dapat diterima, maka Majelis Hakim mengeluarkan putusan
bahwa perlawanan tidak diterima. Menurut Pasal 62 ayat (5), terhadap Putusan
tersebut tidak dapat digunakan upaya hukum. Namun demikian Penggugat masih
dapat mengajukan gugatan lagi, tetapi dengan dasar gugatan baru yang berbeda
dengan dasar gugatan yang telah mendapat penetapan dismissal tersebut.

 8SD\D+XNXP781
BAB II
BANDING PERKARA TATA USAHA NEGARA

Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan


pemeriksaan banding oleh Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara (Pasal 122 UU Nomor 5 tahun 1986).

Pemeriksaan di tingkat banding merupakan pemeriksaan oleh judex factie


tingkat yang terakhir. Pada pemeriksaan di tingkat banding pemeriksaan dilakukan
secara keseluruhan, baik mengenai fakta-fakta penerapan hukumnya dan putusan
akhir yang telah dijatuhkan oleh Hakim tingkat pertama dapat diulang kembali
pemeriksaannya.

Pada pemeriksaan tingkat banding, Pengadilan Tinggi memindahkan dan


mengulangi kembali seluruh pemeriksaan perkara yang pernah dilakukan oleh
Pengadilan tingkat pertama (PTUN). Hakim Pengadilan Tinggi seakan-akan duduk
sebagai Hakim Pengadilan tingkat pertama pada waktu memeriksa perkara tersebut di
tingkat banding.

Di tingkat banding, para pihak dapat mengajukan memori banding atau


kontra memori banding yang berisi alasan-alasan keberatan terhadap putusan yang
telah dijatuhkan oleh Pengadilan Tingkat pertama, surat keterangan, dan bukti-bukti
baru atau yang bersifat melengkapi bukti-bukti sebelumnya kepada Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara.

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus perkara


banding dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim. Apabila Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara berpendapat bahwa pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang
lengkap, maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berwenang untuk :
1. Mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan tambahan.
2. Memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama) yang
bersangkutan melaksanakan pemeriksaan tambahan tersebut.
Kedua hal diatas, secara alternatif dapat dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara.

Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan tidak


berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, sedang Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara berpendapat lain, Pengadilan Tinggi tersebut dapat memeriksa dan

8SD\D+XNXP781 
memutus sendiri perkara itu, atau memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang
bersangkutan memeriksa dan memutusnya.

Prosedur untuk mengajukan permohonan banding agar putusan pengadilan


tingkat pertama (PTUN) dapat diperiksa dan diputus lagi di tingkat banding, ialah :
1. Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau
kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara
yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
(menurut perhitungan tanggal kalender)
a. Setelah putusan Pengadilan itu dibacakan (apabila para pihak hadir)
b. Setelah Putusan diberitahukan secara sah kepada Para Pihak yang berarti Para
Pihak telah menerima salinan Putusan Pengadilan TUN yang dikirim dengan
surat tercatat oleh panitera (apabila Para Pihak tidak hadir mendengarkan
Putusan).
2. Panitera mencatat permohonan pemeriksaan banding itu dalam daftar perkara.
3. Membayar uang muka biaya perkara yang besarnya ditaksir oleh Panitera.
4. Panitera memberitahukan adanya permohonan banding dan pembanding tersebut
kepada pihak terbanding.
5. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah permohonan pemeriksaan
banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak bahwa
mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata Usaha Negara
dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mereka menerima
pemberitahuan tersebut.
6. Para pihak dapat (artinya tidak wajib) menyerahkan memori banding serta surat
keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara dengan
ketentuan bahwa salinan memori dan atau kontra memori diberikan kepada pihak
lainnya dengan perantaraan Panitera Pengadilan.
7. Salinan putusan, berita acara, dan surat lain yang bersangkutan harus dikirim
kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari sesudah pernyataan permohonan pemeriksaan banding.

Sebelum permohonan pemeriksaan banding diputus oleh Pengadilan Tinggi


Tata Usaha Negara, maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon,
dan dalam hal permohonan pemeriksaan banding telah dicabut, tidak dapat diajukan
lagi meskipun jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding
belum lampau.

 8SD\D+XNXP781
Apabila salah satu pihak sudah menerima dengan baik putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara, ia tidak dapat mencabut kembali pernyataan tersebut, meskipun
jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum lampau.

Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terhadap sengketa Tata Usaha
Negara yang dimohonkan banding tersebut dapat berupa :
1. Menguatkan putusan Hakim (tingkat pertama) dengan cara :
a. memperbaiki putusan Hakim tingkat pertama.
b. mengambil (mengoper) seluruh atau sebagian pertimbangannya.
2. Membatalkan untuk seluruhnya/untuk sebagian dari putusan Hakim tingkat
pertama dengan mengadili sendiri seperti seakan-akan duduk sebagai Hakim
tingkat pertama.

Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam waktu 30 (tiga puluh)
hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi beserta surat pemeriksaan dan
surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus dalam pemeriksaan
tingkat pertama.

8SD\D+XNXP781 
BAB III
KASASI PERKARA TATA USAHA NEGARA

Landasan hukum kewenangan Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan


kasasi yaitu sebagai berikut :

1. Pasal 24A ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi :


“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.

2. Pasal 20 ayat (2) huruf a Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, menegaskan kewenangan yang dimiliki Mahkamah Agung dalam
kedudukan dan kapasitasnya sebagai Pengadilan Negara Tertinggi :
“Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
mahkamah agung kecuali undang undang menentukan lain.”.

3. Pasal 28 ayat 1 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 jo Undang-undang No. 5 Tahun
2004 jo UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, dideskripsikan tugas
dan kewenangan Mahkamah Agung yang terdiri dari :
a. Memeriksa dan memutuskan permohonan kasasi.
b. Memeriksa dan memutuskan sengketa tentang kewenangan mengadili (SKM).
c. Memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

4. Pasal 55 ayat 1 Undang-undang Mahkamah Agung, yang berbunyi :


“Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh pengadilan di lingkungan
peradilan agama atau yang diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan
tata usaha Negara, dilakukan menurut ketentuan undang-undang ini”

5. Pasal 131 UU Nomor 5 Tahun 1986 yang mengatur :


“(1) Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(2) Acara Pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
(1) Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

 8SD\D+XNXP781
Putusan Pengadilan tingkat banding dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi
kepada Mahkamah Agung (Pasal 21 Ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 jis Pasal 29 UU No.
14 Tahun 1985, UU No. 5 Tahun 2004 dan Pasal 131 UU No. 5 Tahun 1986 serta UU No.
9 Tahun 2004). Mahkamah Agung bukan merupakan pengadilan tingkat ketiga,
sehingga pemeriksaan kasasi tidak dapat dianggap sebagai pemeriksaan tingkat ketiga.
Mahkamah Agung selaku judex juris hanya melakukan penilaian yang menyangkut
masalah penerapan hukumnya saja, tidak mengulang pemeriksaan mengenai fakta-
fakta perkara.

Pengaturan Kasasi dalam Perkara TUN pada prinsipnya sama dengan dalam
Perkara Perdata. Permohonan kasasi dapat diajukan apabila Pemohon telah
menggunakan upaya hukum banding terhadap perkaranya kecuali ditentukan lain oleh
Undang-undang (Pasal 43 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004). Khusus untuk
Perkara Tata Usaha Negara terdapat pembatasan pengajuan kasasi, yaitu terhadap
Perkara Tata Usaha Negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah
yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah daerah yang bersangkutan. (Pasal 43
ayat 2 Undang-undang Nomor 5 tahun 2004). Selanjutnya Pasal 45A ayat 3 UU MA
mengatur bahwa permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada
ayat 2 atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat formal, dinyatakan tidak
dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan tingkat pertama dan berkas
perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung. Terhadap penetapan ketua
pengadilan tersebut menurut Pasal 45 ayat (4), tidak dapat diajukan upaya hukum.

Menurut Pedoman Tehnis Administrasi dan Tehnis Peradilan Tata Usaha


Negara Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agungh RI, 2008, criteria Keputusan TUN yang
berupa keputusan pejabat daerah yang dapat atau tidak dapat dikasasi adalah :

1. Tidak dapat diajukan Kasasi apabila keputusan Pejabat daerah yang materi
muatannya sebagai pelaksanaan desentralissi wewenang yang diberikan oleh
pemerintaah pusat kepada daerah. Kewenangan desentralissi biasanya diatur lebih
lanjut ke dalam Peraturan Daerah.

2. Dapat diajukan kasasi apabila keputusan pejabat daerah yang materi muatannya
sebagai pelaksanaan dekonsentrasi wewenang, yaitu dalam rangka melaksanakan
wewenang pemerintah pusat.

3. Dapat diajukan kasasi apabila keputusan pejabat daerah dalam rangka tugas
perbantuan (medebewind)

8SD\D+XNXP781 
4. Harus dikirimkan ke Mahkamah Agung, apabila keputusan pejabat daerah yang
jangkauannya berlaku masuk dalam wilayah abu abau (grey area). Dalam hal ini
Mahkamah Agung yang menentukan perkaranya dapat atau tidak diajukan kasasi.
Untuk menentukan keputusan pejabat daerah yang masuk dalam wilayah abu-abu
(grey area) :
a. Keputusan pejabat daerah tersebut sebagai pelaksanaan desentralissi
wewenang akan tetapi jangkauan berlakunya meluas sampai ke luar wilayah
kewenangannya (melintas masuk terirorial/wilayah kewenangan pemerintah
pusat atau kewenangan pemerintah daerah yang lain) oleh akibat :
1) Tumpang tindih kewenangan (locus materiae) antara kewenangan
pemerintah pusat dengan kewenangan pemerintah daerah lainnya atau
sebaliknya.
2) Terdapat urusan pemerintahan di bidang-bidang tertentu yang diurus secara
bersamaan yang bersifat lintas sektoral (antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah atau antara propinsi dan/atau antar kabupaten/kota.
b. Keputusan Pejabat daerah yang bersifat derivative (turunan) dari peraturan
yang berlaku secara nasional sehingga jangkauan berlakunya keputusan
Keputusan TUN tersebut tidak hanya terbatas dalam wilayah daerah yang
bersangkutan, akan tetapi sudah ke luar wilayah derah tersebut, dan masih ada
kaitannya dengan peraturan yang bersifat nasional.

Alasan pengajuan kasasi sangat terbatas sebagaimana diatur dalam Pasal 30


ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985 yang menentukan bahwa Mahkamah Agung dalam
tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan pengadilan dari
semua tingkat pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan
yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Permohonan kasasi diajukan oleh para pihak yang bersengketa atau (para)
kuasa hukumnya secara tertulis atau lisan dalam tenggang waktu 14 (empat belas)
hari sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan diberitahukan
kepada Pemohon. Dalam SEMA Nomor 6/1994 diatur apabila dalam Surat uasa Khusus
tingkat pertama telah disebutkan bahwa Suarat Kuasa Khusus tersebut termasuk
untuk Kasasi, maka tidak diperlukan Surat Kuasa Khusus baru.

 8SD\D+XNXP781
Prosedur untuk mengajukan permohonan kasasi adalah sebagai berikut :

1. Permohonan tersebut diajukan melalui Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara
(tingkat pertama) yang memutus perkara itu.

2. Jika tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut terlampaui tanpa ada
pengajuan permohonan kasasi oleh pihak yang bersengketa, maka pihak yang
bersengketa dianggap telah menerima putusan.

3. Pemohon membayar biaya pemeriksaan kasasi tersebut.

4. Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera berkewajiban melakukan :


1. Mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar.
2. Pada hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada
berkas perkara.
3. Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi
terdaftar, Panitera memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan.

5. Permohonan selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari


setelah permohonan tersebut dicatat dalam buku daftar, wajib menyampaikan
memori kasasi yang memuat alasan-alasannya.
Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, pemohon kasasi diminta
menyerahkan sof copy memori kasasi dan hard copy memori kasasi.

6. Panitera memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan
menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan dalam sengketa
yang dimaksud dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

7. Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi (Kontra
Memori Kasasi) kepada Panitera dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal diterimanya salinan memori kasasi.
Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, Termohon Kasasi
diminta menyerahkan soft copy Kontra Memori Kasasi dan hard copy Kontra
Memori Kasasi.

8. Panitera mengirimkan seluruh berkas perkara (permohonan kasasi, memori kasasi,
kontra memori kasasi berkas yang lain) kepada Mahkamah Agung dalam tenggang
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.

9. Panitera Mahkamah Agung bertindak :

8SD\D+XNXP781 
1. Mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor
urut menurut tanggal penerimaannya.
2. Membuat catatan singkat tentang isinya.
3. Melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.

Pemohon dapat mencabut kembali permohonan kasasinya sebelum


permohonan kasasi itu diputus oleh Mahkamah Agung, dengan ketentuan, apabila
telah dicabut pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan kasasi dalam
perkara itu meskipun tenggang waktu kasasi belum lampau. Apabila pencabutan
permohonan kasasi dilakukan sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada
Mahkamah Agung, maka berkas perkara itu tidak diteruskan kepada Mahkamah Agung.

Pemeriksaan kasasi oleh Mahkamah Agung dilakukan berdasarkan surat-surat


(op de stukken), hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung melakukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Mendengar sendiri para pihak atau para saksi.
2. Memerintahkan Pegadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding yang
memutus perkara tersebut untuk mendengar para pihak atau para saksi.

Dalam mengambil putusan, Mahkamah Agung tidak terikat pada alasan-


alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi dan dapat memakai alasan-alasan hukum
lain namun masih tetap terbatas pada alasan alasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 30 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 1985.

Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan


Pengadilan-pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena :
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi berdasarkan alasan
tersebut, maka Mahkamah Agung menyerahkan perkara tersebut kepada
Pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan memutusnya.
b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku. Dalam hal ini, maka
Mahkamah Agung memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu. Apabila
Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan dan mengadili sendiri perkara
tersebut, maka dipakai hukum pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tinggi
Pertama.
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.

 8SD\D+XNXP781
Jika putusan dilakukan atas dasar alasan tersebut, maka Mahkamah Agung
memutus sendiri perkara yang dimohonkan kasasi itu.

Salinan putusan dikirimkan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara


(tingkat pertama) yang memutus perkara tersebut. Selanjutnya, putusan Mahkamah
Agung tersebut oleh Pengadilan Tingkat Pertama diberitahukan kepada kedua belah
pihak selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan dan berkas perkara
diterima oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (tingkat pertama) tersebut.

8SD\D+XNXP781 
BAB IV
PENINJAUAN KEMBALI DALAM PERKARA TATA USAHA NEGARA

Pemeriksaan Peninjauan Kembali dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha


Negara diatur dalam Pasal 132 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan
Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2004 dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yang berbunyi :

1) Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.

2) Acara pemeriksaan Peninjauan Kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat 1,


dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat 1
Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung .

Pengaturan Peninjauan kembali dalam perkara TUN pada prinsipnya sama


dengan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Perdata. Putusan Pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan
Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali merupakan upaya
hukum luar biasa, dan dapat diajukan hanya satu kali. Permohonan Peninjauan
Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.

Alasan-alasan Peninjauan Kembali dalam perkara TUN sama dengan dalam


perkara perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU Undang-Undang No. 14
Tahun 1985, yaitu :
a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu ;
b. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan ;
c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada yang
dituntut ;
d. Apabila mengenai sesuatu bagian dan tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya ;
e. Apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar
yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan
putusan yang bertentangan satu dengan yang lain ;

 8SD\D+XNXP781
f. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Menurut Indroharto (Buku II,1993;238) alasan permohonan pemeriksaan PK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f jo UU Nomor 14 Tahun 1985 jo UU
Nomor 5 Tahun 2004 jo UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung RI
tidak dimaksudkan untuk memberi peluang ditafsirkan bahwa apabila majelis PK
berbeda pendapat atau berbeda dalam penilaian mengenai suatu soal hukum,
lalu dibenarkan untuk menganggap bahwa majelis hakim yang putusannya
dimohonkan peninjauan kembal telah berbuat khilaf atau melakukan kekeliruan
yang nyata.

Tenggang waktu pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang didasarkan


atas alasan sebagaimana Pasal 67 UU Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 diatas adalah
180 (seratus delapan puluh) hari :
1. Yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau
sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada para pihak yang berperkara. Hari dan tanggal diketahuinya
kebohongan dan tipu muslihat itu harus dibuktikan secara tertulis;
2. Yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta
tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh
pejabat yang berwenang ;
3. Yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan hukum
tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara ;
4. Yang tersebut pada huruf e sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu
memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang
berperkara.

Permohonan Peninjauan Kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan


dalam hal sudah dicabut permohonan Peinjauan Kembali itu tidak dapat diajukan lagi.

Prosedur pengajuan permohonan Peninjauan Kembali adalah :


1. Para pihak yang berperkara, atau (para) ahli warisnya atau seorang wakilnya yang
secara khusus dikuasakan untuk itu mengajukan permohonan secara tertulis
dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar permohonan itu
dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus
perkara dalam tingkat pertama. Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka

8SD\D+XNXP781 
pemohon menguraikan permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan
Tata Usaha Negara yang memutus perkara dalam tingkat pertama atau Hakim yang
ditunjuk oleh Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan
tersebut.
Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai
kelengkapan permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, Pemohon diminta
menyerahkan soft copy Memori Peninjauan Kembai dan hard copy Memori
Peninjauan Kembali.

2. Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan permohonannya


secara lisan di hadapan Ketua PN yang memutus perkara dalam tingkat pertama
atau hakim yang ditunjuk oleh Ketua PN yang akan membuat catatan tentang
permohonan tersebut.

3. Setelah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus perkara dalam tingkat
pertama menerima permohonan Peninjauan Kembali, maka Panitera berkewajiban
untuk selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari memberikan atau
mengirimkan salinan permohonan tersebut kepada pihak lawan permohonan
(Termohon), dengan maksud :
a. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali didasarkan atas alasan sebagaimana
dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b agar pihak termohon mempunyai
kesempatan untuk mengajukan jawabannya ;
b. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali didasarkan atas salah satu alasan
yang tersebut dalam Pasal 67 huruf c sampai dengan huruf f agar dapat
diketahui.

4. Dalam hal permohonan Peninjauan Kembali didasarkan atas alasan sebagaimana
dimaksudkan Pasal 67 huruf a atau huruf b, pihak termohon diberi kesempatan
mengajukan jawabannya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah
tanggal diterimanya salinan permohonan Peninjauan Kembali.

5. Surat jawaban diserahkan atau dikirimkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara
yang memutus perkara dalam tingkat pertama.

Berdasarkan SEMA Nomor 14 tahun 2010 ttg dokumen elektronik sebagai


kelengkapan permohonan Kasasi dan PK, Termohon diminta menyerahkan sof copy
Kontra Memori PK dan hard copy Kontra Memori PK.

6. Untuk surat jawaban yang telah diterima oleh Panitera, selanjutnya Panitera
berkewajiban :

 8SD\D+XNXP781
1. Membubuhkan cap, hari, dan tanggal diterimanya jawaban tersebut pada
surat jawaban.
2. Menyampaikan atau mengirimkan salinan surat jawaban tersebut kepada
pihak pemohon untuk diketahui.

7. Untuk permohonan Peninjauan Kembali tidak diadakan surat menyurat antara
pemohon dan/atau pihak lain dengan Mahkamah Agung.

8. Permohonan tersebut lengkap dengan berkas perkara beserta biayanya oleh
Panitera selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dikirimkan
kepada Mahkamah Agung.
Berkaitan dengan adanya permohonan Peninjauan Kembali tersebut,
Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang
memeriksa perkara dalam Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat Banding
mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala keterangan serta
pertimbangan dari Pengadilan yang dimaksud. Pengadilan tersebut, setelah
melaksanakan perintah Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita acara
pemeriksaan tambahan serta pertimbangan yang diminta oleh Mahkamah Agung
kepada Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung memutus permohonan Peninjauan Kembali pada tingkat


pertama dan terakhir, sehingga upaya hukum Peninjauan Kembali ini merupakan
upaya hukum terakhir yang dapat dilakukan oleh para pihak yang berperkara.

Putusan Mahkamah Agung atas permohonan Peninjauan Kembali dapat


berupa :
1. Mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali dan membatalkan putusan yang
dimohonkan Peninjauan Kembali, dan kemudian memeriksa serta memutus
sendiri perkaranya.
2. Menolak permohonan Peninjauan Kembali, dalam hal Mahkamah Agung
berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan.
Putusan Mahkamah Agung tersebut disertai dengan pertimbangan-pertimbangannya.

Salinan putusan dikirimkan oleh Mahkamah Agung kepada Pengadilan Tata


Usaha Negara yang memutus perkara dalam Tingkat Pertama. Selanjutnya, Panitera
Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan menyampaikan salinan putusan itu
kepada pemohon serta memberitahukan putusan itu kepada pihak termohon dengan
memberikan salinannya selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

8SD\D+XNXP781 

Anda mungkin juga menyukai