Anda di halaman 1dari 38

PROSEDUR BERACARA DI TINGKAT

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA


Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM.,MH.

I. PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dibentuk dengan Keputusan


Presiden (Keppres), dan sampai dengan sekarang ada 26 PTUN.
Berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1990 tentang Pembentukan PTUN di
Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, Ujung Pandang. Keppres No. 16
Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN di Bandung, Semarang dan
Padang. Keppres No. 41 Tahun 1992 tentang Pembentukan PTUN
Pontianak, Banjarmasin dan Manado. Keppres No. 16 Tahun 1993 tentang
Pembentukan PTUN Kupang, Ambon, dan Jayapura. Keppres No. 22 Tahun
1994 tentang Pembentukan PTUN Bandar Lampung, Samarinda dan
Denpasar. Keppres No. 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan PTUN Banda
Aceh, Pakanbaru, Jambi, Bengkulu, Palangkaraya, Palu, Kendari,
Yogyakarta, Mataram dan Dili. Untuk wilayah hukum PTUN Dili, setelah
Timor Timur merdeka bukan lagi termasuk wilayah Republik
Indonesia.PTUN mempunyai wewenang untuk memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara pada tingkat pertama.

II. TAHAPAN PEMERIKSAAN:

Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya


dirugikan oleh Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan
ke PTUN yang berwenang untuk mengadilinya.Penyelesaian sengketa di
PTUN tahapannya sebagai berikut :

A. Penelitian Administrasi
Penelitian Administrasi dilakukan oleh Kepaniteraan, merupakan
tahap pertama untuk memeriksa gugatan yang masuk dan telah didaftar
serta mendapat nomor register yaitu setelah Penggugat/kuasanya
menyelesaikan administrasinya dengan membayar uang panjar perkara.
UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tidak menentukan secara
tegas pengaturan tentang penelitian segi administrasi terhadap gugatan
yang telah masuk dan didaftarkan dalam register perkara di Pengadilan,
akan tetapi dari ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1986
jo UU No. 9 Tahun 2004 yang antara lain menyatakan, “Syarat-syarat
gugatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 56 tidak terpenuhi oleh
penggugat sekalipun ia telah diberitahukan dan diperingatkan”Dalam
Surat Edaran MA No.2/1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa
Ketentuan Dalam UU No. 5 Tahun1986 diatur mengenai Penelitian
Administrasi :

1
1. Petugas yang berwenang untuk melakukan penelitian administrasi
adalah Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda Perkara sesuai
pembagian tugas yang diberikan.
2. Pada setiap surat gugatan yang masuk haruslah segera dibubuhi
stempel dan tanggal pada sudut kiri atas halaman pertama yang
menunjuk mengenai :
1. Diterimanya surat gugatan yang bersangkutan.
2. Setelah segala persyaratan dipenuhi dilakukan pendaftaran nomor
perkaranya setelah membayar panjar biaya perkara.
3. Perbaikan formal surat gugatan (jika memang ada).
4. Surat gugatan tidak perlu dibubuhi materai tempel, karena hal
tersebut tidak disyaratkan oleh UU.
5. Nomor Register perkara di PTTUN harus dipisahkan antara perkara
tingkat banding dan perkara yang diajukan ke PTTUN sebagai
instansi tingkat pertama (vide Pasal 51 ayat 3 UU No. 5
Tahun1986).
6. Di dalam kepala surat, alamat kantor PTUN atau PTTUN harus
ditulis secara lengkap termasuk kode posnya walaupun mungkin
kotanya berbeda.Misalnya: Pengadilan Tata Usaha Negara
Surabaya Jalan … No… di Sidoarjo Kode Pos ……Tentang hal ini
harus disesuaikan dengan penyebutan yang telah ditentukan
dalam UU No. 19 Tahun1960, Keppres No. 52 tahun 1990.
7. a. Identitas Penggugat harus dicantumkan secara lengkap dalam
surat gugatan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 56 UU
No. 5 Tahun1986.
b. Untuk memudahkan penanganan kasus-kasus dan demi
keseragaman model surat gugatan harus disebutkan terlebih
dahulu nama dari pihak Penggugat pribadi (in person) dan baru
disebutkan nama kuasa yang mendampingi, sehingga dalam
register perkara akan tampak jelas siapa pihak-pihak yang
berperkara senyatanya.
c. Penelitian administratisi supaya dilakukan secara formal tentang
bentuk dan isi gugatan sesuai Pasal 56 dan tidak menyangkut segi
materiil gugatan. Namun dalam tahap ini Panitera harus
memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya dan dapat meminta
kepada pihak untuk memperbaiki yang dianggap perlu. Sekalipun
demikian, Panitera tidak berhak menolak pendaftaran perkara
tersebut dengan dalih apapun juga yang berkaitan dengan materi
gugatan.
8. Pendaftaran perkara di tingkat pertama dan banding dimasukkan
dalam register setelah yang bersangkutan membayar uang muka
atau panjar biaya perkara yang ditaksir oleh panitera sesuai Pasal
59 sekurang-kurangnya sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah).b.Dalam perkara yang diajukan melalui pos, panitera harus
memberi tahu tentang pembayaran uang muka kepada penggugat
dengan diberi waktu paling lama 6 (enam) bulan bagi Penggugat
itu untuk memenuhi dan kemudian diterima di Kepaniteraan
Pengadilan, terhitung sejak dikirimkannya surat pemberitahuan

2
tersebut dan uang muka biaya perkara belum diterima di
Kepaniteraan, maka perkara Penggugat tidak akan
didaftar.c.Walaupun gugatan yang dikirim melalui pos selama
masih belum dipenuhi pembayaran uang muka biaya perkara
dianggap sebagai surat biasa, akan tetapi kalau sudah jelas
merupakan surat gugatan, maka harus tetap disimpan di
Kepaniteraan Muda Bidang Perkara dan harus dicatat dalam Buku
Bantu Register dengan mendasar pada tanggal diterimanya
gugatan tersebut, agar dengan demikian ketentuan tenggang
waktu dalam Pasal 55 tidak terlampaui.
9. Dalam hal Penggugat bertempat tinggal jauh dari PTUN dimana ia
akan mendaftarkan gugatannya, maka tentang pembayaran uang
muka biaya perkara dapat ditempuh dengan cara :
1. Panjar biaya perkara dapat dibayarkan melalui PTUN mana
gugatan diajukan yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Ongkos kirim ditanggung penggugat di luar panjar biaya
perkara.
2. Panjar biaya perkara dikirim langsung kepada PTUN dimana ia
mendaftarkan gugatannya.
10. a. Dalam hal suatu pihak didampingi kuasa, maka bentuk Surat
Kuasa Khusus dengan materai secukupnya, dan Surat Kuasa
Khusus yang diberi cap jempol haruslah dikuatkan (waarmerking)
oleh pejabat yang berwenang.
b. Surat Kuasa Khusus bagi pengacara/advokat tidak perlu
dilegalisir.
c. Dalam pemberian kuasa dibolehkan adanya substitusi tetapi
dimungkinkan pula adanya kuasa insidentil.
d. Surat kuasa tidak perlu didaftarkan di Kepaniteraan PTUN.
11. Untuk memudahkan pemeriksaan perkara selanjutnya maka
setelah suatu perkara didaftarkan dalam register dan memperoleh
nomor perkara, oleh staf kepaniteraan dibuatkan resume gugatan
terlebih dahulu sebelum diajukan kepada Ketua Pengadilan,
dengan bentuk formal yang isinya pada pokoknya sebagai
berikut :
a. Siapa subyek gugatan, dan apakah penggugat maju sendiri
ataukah diwakili oleh Kuasa.
b. Apa yang menjadi obyek gugatan, dan apakah obyek gugatan
tersebut termasuk dalam pengertian Keputusan TUN yang
memenuhi unsur Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986.

1. Apakah yang menjadi alasan-alasan gugatan, dan apakah alasan


tersebut memenuhi unsur Pasal 53 ayat 2 huruf a, b, dan c UU No.
5 Tahun 1986. (Setelah keluarnya UU No. 9 Tahun 2004 alasan
gugatan mendasarkan pada Pasal 53 ayat 2 huruf a dan b UU No. 9
Tahn 2004).
2. Apakah yang menjadi petitum atau isi gugatan, yaitu hanya
pembatalan Keputusan TUN saja, ataukah ditambah pula dengan
tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.

3
Untuk penelitian syarat-syarat formal gugatan, Panitera atau staf
Kepaniteraan dapat memberikan catatan atas gugatan tersebut,
untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan untuk ditindaklanjuti
dengan Prosedur Dismissal

B. Proses Dismissal

Setelah Penelitian Administrasi, Ketua melakukan proses dismissal,


berupa prosses untuk meneliti apakah gugatan yang diajukan penggugat
layak dilanjutkan atau tidak. Pemeriksaan Disimissal, dilakukan secara
singkat dalam rapat permusyawaratan oleh ketua dan ketua dapat
menunjuk seorang hakim sebagai reporteur (raportir). Dalam Prosedur
Dismissal Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar
keterangan para pihak sebelum menentukan penetapan disimisal
apabila dipandang perlu.Ketua Pengadilan berwenang memutuskan
dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-
pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak
diterima atau tidak berdasar, dalam hal :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam
wewenang Pengadilan.
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan
diperingatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi
oleh Keputusan TUN yang digugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat
waktunya.Dalam hal adanya petitum gugatan yang nyata-nyata tidak
dapat dikabulkan, maka kemungkinan ditetapkan dismissal terhadap
bagian petitum gugatan tersebut. Hal ini dalam praktek tidak pernah
dilakukan karena adanya perbaikan gugatan dalam pemeriksaan
persiapan.Penetapan Dismissal ditandatangani oleh ketua dan
panitera/wakil panitera (wakil ketua dapat pula menandatangani
penetapan dismissal dalam hal ketua berhalangan).Penetapan Ketua
Pengadilan tentang dismissal proses yang berisi gugatan penggugat
tidak diterima atau tidak berdasar, diucapkan dalam rapat
permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan terlebih dahulu
memanggil kedua belah pihak untuk didengar
keterangannya.Berdasarkan Surat MARI No. 222/Td.TUN/X/1993 tanggal
14 Oktober 1993 Perihal : Juklak bahwa agar ketua pengadilan tidak
terlalu mudah menggunakan Pasal 62 tersebut kecuali mengenai Pasal
62 ayat 1 huruf :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam
wewenang pengadilan. Pengertian “pokok gugatan” ialah fakta
yang dijadikan dasar gugatan atas dasar fakta tersebut penggugat
mendalilkan adanya suatu hubungan hukum tertentu dan oleh
karenanya mengajukan tuntutannya. (Penjelasan Pasal 62 ayat 1
huruf a UU No5 Tahun 1986).

4
b. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat
waktunya.Terhadap penetapan dismissal dapat diajukan
perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 (empat
belas) hari setelah diucapkan. Proses perlawanan dilakukan secara
singkat, serta setidak-tidaknya Penggugat/Pelawan maupun
Tergugat/Terlawan didengar dalam persidangan
tersebut.Berdasarkan Surat MARI No. 224/Td.TUN/X/1993 tanggal
14 Oktober 1993 Perihal : Juklak, diatur mengenai Prosedur
perlawanan- Pemeriksaan terhadap perlawanan atas
penetapan dismissal (Pasal 62 ayat 3 sd. 6 UU No.5/1986) tidak
perlu sampai memeriksa materi gugatannya seperti memeriksa
bukti-bukti, saksi-saksi, ahli, dsb. Sedangkan penetapan dismissal
harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.-
Pemeriksaan gugatan perlawanan dilakukan secara tertutup, akan
tetapi pengucapan putusannya harus diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum.- Terhadap perlawanan yang
dinyatakan benar maka dimulailah pemeriksaan terhadap pokok
perkaranya mulai dengan pemeriksaan persiapan dan
seterusnya.- Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah
Majelis yang sama dengan yang memeriksa gugatan perlawanan
tersebut tetapi dengan penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak
dengan secara otomatis. Dalam hal perlawanan tersebut
dibenarkan oleh Pengadilan maka penetapan dismissal itu gugur
demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus, dan
diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai
perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum. Baik upaya
hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Apabila
pihak Pelawan mengajukan permohonan banding atau upaya
hukum lainnya, maka Panitera berkewajiban membuat akte
penolakan banding atau upaya hukum lainnya.

c. Pemeriksaan Persiapan

Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib


mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang
kurang jelas. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan
perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan
tersebut diserahkan kearifan dan kebijaksanaan ketua majelis. Oleh
karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil penggugat untuk
menyempurnakan gugatan dan atau tergugat untuk dimintai
keterangan/ penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak selalu
harus didengar secara terpisah. Pemeriksaan persiapan dilakukan di
ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di
ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja
hakim tanpa toga. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh
hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua majelis. Maksud Pasal 63 ayat
(2) b tidak terbatas hanya kepada Badan/Pejabat TUN yang digugat,

5
tetapi boleh juga terhadap siapa saja yang bersangkutan dengan data-
data yang diperlukan untuk mematangkan perkara itu. Dalam
pemeriksaan persiapan sesuai dengan ketentuan Pasal 63 UU No. 5
Tahun 1986 dan Surat Edaran (SEMA No. 2 Tahun1991) serta Juklak MARI
(Juklak MARI No.052/Td.TUN/III/1992 tanggal 24 Maret 1992), (Surat MARI
No. 223/Td.TUN/ X/ 1993 tanggal 14-10-1993 tentang Juklak), (Surat
MARI No. 224 /Td.TUN/X/1993 tanggal 14-10-1993 tentang Juklak).
Majelis Hakim berwenang untuk :
 Wajib memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki
gugatan dan melengkapi dengan data yang diperlukan dalam jangka
waktu tiga puluh hari.
 Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat TUN yang
bersangkutan, demi lengkapnya data yang diperlukan untuk gugatan
itu. Wewenang Hakim ini untuk mengimbangi dan mengatasi kesulitan
seseorang sebagai Penggugat dalam mendapatkan informasi atau
data yang diperlukan dari Badan atau Pejabat TUN mengingat bahwa
penggugat dan Badan atau Pejabat TUN kedudukannya tidak sama.
Dapat pula melakukan acara mendengarkan keterangan-keterangan
dari Pejabat TUN lainnya atau mendengarkan keterangan siapa saja
yang dipandang perlu oleh hakim serta mengumpulkan surat-surat
yang dianggap perlu oleh hakim.
 Dalam kenyataan Keputusan TUN yang hendak disengketakan itu
mungkin tidak ada dalam tangan penggugat. Dalam hal keputusan itu
ada padanya, maka untuk kepentingan pembuktian ia seharusnya
melampirkannya pada gugatan yang ia ajukan. Tetapi apabila
penggugat yang tidak memiliki Keputusan TUN yang bersangkutan
tentu tidak mungkin melampirkan pada gugatan terhadap keputusan
yang hendak disengketakan itu. Untuk itu, Hakim dapat meminta
kepada Badan/Pejabat TUN yang bersangkutan untuk mengirimkan
kepada Pengadilan Keputusan TUN yang sedang disengketakan itu.
Dengan kata “sedapat mungkin” tersebut ditampung semua
kemungkinan, termasuk apabila tidak ada keputusan yang dikeluarkan
menurut ketentuan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986.
 Pemeriksaan persiapan terutama dilakukan untuk menerima bukti-
bukti dan surat-surat yang berkaitan. Dalam hal adanya tanggapan
dari Tergugat, tidak dapat diartikan sebagai replik dan duplik. Bahwa
untuk itu harus dibuat berita acara pemeriksaan persiapan.
 Mencabut “Penetapan Ketua PTUN tentang penundaan pelaksanaan
Keputusan TUN” apabila ternyata tidak diperlukan. ·
 Dalam tahap pemeriksaan persiapan juga dapat dilakukan
pemeriksaan setempat. Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan
setempat tidak selalu harus dilaksanakan lengkap, cukup oleh salah
seorang anggota yang khusus ditugaskan untuk melakukan
pemeriksaan setempat. Penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk
penetapan.

Kalau gugatan dari Penggugat dinilai oleh Hakim sudah sempurna maka
tidak perlu diadakan perbaikan gugatan. ·
6
Majelis Hakim juga harus menyarankan kepada penggugat untuk
memperbaiki petitum gugatan yang sesuai dengan maksud ketentuan
Pasal 53 tentang petitum gugatan dan dalam Pasal 97 ayat 7 tentang
putusan pengadilan, maka untuk keseragaman bunyi amar putusan
adalah sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan penggugat.
2. Menyatakan batal keputusan TUN yang disengketakan yang
dikeluarkan oleh nama intansi atau nama Badan/Pejabat TUN
tanggal… Nomor….perihal….atau menyatakan tidak sah keputusan
TUN yang disengketakan yang dikeluarkan oleh nama instansi atau
nama Badan/Pejabat TUN, tanggal ….nomor…perihal…).

Selanjutnya diikuti amar berupa mewajibkan atau memerintahkan


Tergugat untuk mencabut Keputusan TUN yang disengketakan. Untuk itu
didalam praktek masih adanya putusan yang sifatnya deklaratoir
(Menyatakan batal atau tidak sah saja) , tidak diikuti amar selanjutnya
berupa :Mewajibkan atau Memerintahkan Tergugat untuk mencabut
Keputusan TUN yang disengketakan.

Tenggang waktu 30 hari untuk perbaikan gugatan dalam fase


pemeriksaan persiapan, janganlah diterapkan secara ketat sesuai bunyi
penjelasan Pasal 63 ayat 3 UU No. 5 Tahun 1986. Tenggang waktu 30
hari tersebut tidak bersifat memaksa maka hakim tentu akan berlaku
bijaksana dengan tidak begitu saja menyatakan bahwa gugatan
penggugat tidak dapat diterima kalau penggugat baru satu kali diberi
kesempatan untuk memperbaiki gugatannya. (Penjelasan Pasal 63 ayat
3 UU No. 5 Tahun1986).Dalam pemeriksaan perkara dengan acara cepat
tidak ada pemeriksaan persiapan. Setelah ditunjuk Hakim tunggal,
langsung para pihak dipanggil untuk persidangan.

d. Persidangan

Dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara


cepat (Pasal 98 dan 99 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun
2004).Ketua Majelis/Hakim memerintahkan panitera memanggil para
pihak untuk pemeriksaan persidangan dengan surat tercatat. Jangka
waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari
enam hari, kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa dengan
acara cepat. Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah,
apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirim
dengan surat tercatat.Surat panggilan kepada tergugat disertai sehelai
salinan gugatan dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat
dijawab dengan tertulis.

Apabila dipandang perlu Hakim berwenang memerintahkan kedua belah


pihak yang bersengketa datang menghadap sendiri ke persidangan,
sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa.Dalam menentukan hari

7
sidang, Hakim harus mempertimbangkan jauh dekatnya tempat tinggal
kedua belah pihak dari tempat persidangan.Dalam pemeriksaan dengan
acara biasa, Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa TUN dengan
tiga orang Hakim, sedangkan dengan acara cepat dengan Hakim
Tunggal. Pengadilan bersidang pada hari yang ditentukan dalam surat
panggilan. Pemeriksaan sengketa TUN dalam persidangan dipimpin oleh
Hakim Ketua Sidang. Hakim Ketua Sidang wajib menjaga supaya tata
tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap orang dan segala
perintahnya dilaksanakan dengan baik. Untuk keperluan pemeriksaan,
Hakim Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk
umum.

Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan


menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan
dapat dinyatakan tertutup untuk umum, namun putusan tetap diucapkan
dalam persidangan yang terbuka untuk umum.Dalam hal penggugat
atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan pada
hari yang ditentukan dalam panggilan kedua tanpa alasan yang dapat
dipertanggung jawabkan, meskipun setiap kali dipanggil dengan patut,
gugatan dinyatakan gugur, dan penggugat harus membayar biaya
perkara. Setelah gugatan penggugat dinyatakan gugur, penggugat
berhak memasukkan gugatannya sekali lagi sesudah membayar uang
muka biaya perkara.

Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali
sidang berturut-turut dan atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan
yang dapat dipertanggung jawabkan meskipun setiap kali telah dipanggil
dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan surat penetapan
meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan atau
menanggapi gugatan. Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah
dikirimkan dengan surat tercatat penetapan tersebut tidak diterima
berita baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim
Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan
sengketa dilanjutkan menurut acara biasa, tanpa hadirnya tergugat.

Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah


pemeriksaan mengenai segi pembuktiannya dilakukan secara
tuntas.Dalam hal terdapat lebih dari seorang tergugat dan seorang atau
lebih diantara mereka atau kuasanya tidak hadir di persidangan tanpa
alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, pemeriksaan sengketa itu
dapat ditunda sampai hari sidang yang ditentukan Hakim Ketua
Sidang.Penundaan sidang itu diberitahukan kepada pihak yang hadir,
sedang terhadap pihak yang tidak hadir oleh Hakim Ketua Sidang
diperintahkan untuk dipanggil sekali lagi. Apabila pada hari penundaan
sidang tersebut tergugat atau kuasanya masih ada yang tidak hadir,
sidang dilanjutkan tanpa kehadirannya.Pemeriksaan sengketa dimulai
dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawaban oleh
Hakim Ketua Sidang dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat

8
diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya. Hakim Ketua Sidang
memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk menjelaskan
seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing. Penggugat
dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai
dengan replik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan
kepentingan tergugat, dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan
seksama oleh Hakim. Tergugat dapat mengubah alasan yang mendasari
jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang
cukup serta tidak merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut
harus dipertimbangkan dengan seksama oleh Hakim.

Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum


tergugat memberikan jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan
jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh penggugat akan
dikabulkan oleh pengadilan hanya apabila disetujui tergugat.Eksepsi
tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap waktu
selama pemeriksaan, dan meskipun tidak ada eksepsi tentang
kewenangan absolut Pengadilan, apabila hakim mengetahui hal itu, ia
karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pengadilan tidak
berwenang mengadili sengketa yang bersangkutan.

Eksepsi tentang kewenangan relatif Pengadilan diajukan sebelum


disampaikan jawaban atas pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus
diputus sebelum pokok sengketa diperiksa. Eksepsi lain yang tidak
mengenai kewenangan Pengadilan hanya dapat diputus bersama dengan
pokok perkara.Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua
Sidang berhak di dalam sidang memberikan petunjuk kepada para pihak
yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat bukti yang dapat
digunakan oleh mereka dalam sengketa.

Ketentuan ini menunjukkan bahwa peranan hakim ketua sidang dalam


proses pemeriksaan sengketa TUN adalah aktif dan menentukan serta
memimpin jalannya persidangan agar pemeriksaan tidak berlarut-larut.

Oleh karena itu, cepat atau lambatnya penyelesaian sengketa tidak


semata-mata bergantung pada kehendak para pihak, melainkan Hakim
harus selalu memperhatikan kepentingan umum yang tidak boleh terlalu
lama dihambat oleh sengketa itu.Hakim menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk
sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti
berdasarkan keyakinan hakim. Pasal 107 UU No.5 Tahun 1986 jo UU No.
9 Tahun 2004 mengatur ketentuan dalam rangka usaha menemukan
kebenaran materil. Berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam
hukum acara Perdata, maka dengan memperhatikan segala sesuatu
yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa bergantung pada fakta dan hal
yang diajukan oleh para pihak, Hakim Peratun dapat menentukan sendiri
:
1. Apa yang harus dibuktikan.

9
2. Siapa yang harus dibebani pembuktian hal apa saja yang harus
dibuktikan oleh hakim sendiri.
3. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan
dalam pembuktian.
4. Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan.

Alat bukti terdiri dari : Surat atau tulisan, Keterangan ahli, Keterangan
saksi, Pengakuan para pihak, Pengetahuan hakim. Keadaan yang telah
diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.

Untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila Hakim Ketua Sidang


memandang perlu ia dapat memerintahkan pemeriksaan terhadap surat
yang dipegang oleh Pejabat TUN, atau pejabat lain yang menyimpan
surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang
bersangkutan dengan sengketa. Hakim Ketua Sidang dapat
memerintahkan pula supaya surat tersebut diperlihatkan kepada
Pengadilan dalam persidangan yang akan ditentukan untuk keperluan
itu.

Apabila surat itu merupakan bagian dari sebuah daftar, sebelum


diperlihatkan oleh penyimpannya dibuat salinan surat itu sebagai ganti
yang asli selama surat yang asli belum diterima kembali dari
pengadilan.Pemeriksaan saksi di persidangan dipanggil ke dalam ruang
sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-
baiknya oleh Hakim Ketua Sidang. Saksi yang sudah diperiksa harus
tetap di dalam ruang sidang kecuali jika hakim ketua sidang
menganggap perlu mendengar saksi yang lain di luar hadirnya saksi
yang telah didengar itu misalnya apabila saksi lain yang akan diperiksa
itu berkeberatan memberikan keterangan dengan tetap hadirnya saksi
yang telah didengar.Atas permintaan salah satu pihak atau karena
jabatannya, Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan seorang saksi
untuk didengar dalam persidangan.Pejabat yang dipanggil sebagai saksi
wajib datang sendiri di persidangan. Biaya perjalanan pejabat yang
dipanggil sebagai saksi di Pengadilan tidak dibebankan sebagai biaya
perkara.

Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggung


jawabkan meskipun telah dipanggil dengan patut dan hakim mempunyai
cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi sengaja tidak datang,
Hakim Ketua Sidang dapat memberi perintah supaya saksi dibawa oleh
polisi ke persidangan. Menjadi saksi adalah satu kewajiban hukum setiap
orang. Orang yang dipanggil menghadap sidang Pengadilan untuk
menjadi saksi tetapi menolak kewajiban itu dapat dipaksa untuk
dihadapkan di persidangan dengan bantuan polisi. Seorang saksi yang
tidak bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan yang bersangkutan
tidak diwajibkan datang di Pengadilan tersebut tetapi pemeriksaan saksi
itu dapat diserahkan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kediaman saksi. Ketua Pengadilan yang mendelegasikan

10
wewenang pemeriksaan saksi tersebut mencantumkan dalam
penetapannya dengan jelas hal atau persoalan yang harus ditanyakan
kepada saksi oleh Pengadilan yang diserahi delegasi wewenang
tersebut.Dari pemeriksaan saksi tersebut dibuat berita acara yang
ditandatangani oleh Hakim dan Panitera Pengadilan yang kemudian
dikirimkan kepada Pengadilan yang memberikan delegasi wewenang di
atas.

1). Pada setiap pemeriksaan, panitera harus membuat berita acara


sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi dalam sidang.
2). Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan
panitera. Apabila salah seorang dari mereka berhalangan, maka hal itu
dinyatakan dalam berita acara tersebut .Apabila hakim ketua sidang dan
panitera berhalangan menandatangani maka berita acara
ditandatangani oleh ketua pengadilan dengan menyatakan
berhalangannya hakim ketua sidang dan panitera tersebut.Apabila suatu
sengketa tidak dapat diselesaikan pada suatu hari persidangan,
pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya. Lanjutan
sidang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak, dan bagi mereka
pemberitahuan ini disamakan dengan panggilan. Dalam hal salah satu
pihak yang datang pada hari persidangan pertama ternyata tidak datang
pada hari persidangan selanjutnya Hakim Ketua Sidang menyuruh
memberitahukan kepada pihak yang tidak hadir tentang waktu, hari, dan
tanggal persidangan berikutnya. (Pasal 95 UU No. 5 Tahun1986 jo UU No.
9 Tahun 2004).Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan,
kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat
yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.

e. Putusan

Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim


Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan
kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan
tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan
sengketa tersebut.Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin
oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali
setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai
permufakataan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.

Apabila musyawarah majelis tersebut tidak dapat menghasilkan putusan,


permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya.
Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara
terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang
menentukan.Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga
dalam sidang yang terbuka untuk umum atau ditunda pada hari lain
yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak.Putusan Pengadilan
harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Apabila salah satu
pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan

11
pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan
putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang
bersangkutan.

Tidak diucapkannya putusan dalam sidang terbuka untuk umum


mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai
kekuatan hukum.Putusan pengadilan harus memuat dan memenuhi
syarat sebagai berikut :

a. Kepala putusan yang berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN


KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kedudukan para pihak;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal
yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama
panitera, serta keterangan hadir atau tidak hadirnya para pihak.
(Pasal 109 UU No.5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004).

Tidak terpenuhinya salah satu ketentuan dalam syarat putusan tersebut,


dapat menyebabkan batalnya putusan Pengadilan.Dalam Pasal 97 ayat
(7), (8), (9) UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 mengenai
putusan yaitu :
(7) Putusan pengadilan dapat berupa :
a. Gugatan penggugat ditolak.
b. Gugatan penggugat dikabulkan.
c. Gugatan penggugat tidak diterima.
d. Gugatan penggugat gugur.
(8) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan
dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau
Pejabat TUN.
(9) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dapat disertai
pembebanan ganti rugi berupa :
a. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan atau
b. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan penerbitan
keputusan TUN yang baru; atau
c. Penerbitan keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada
Pasal 3.
(10) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dapat disertai
pembebanan ganti rugi.
(11) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(8) menyangkut kepegawaian, maka disamping kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam (9) dan ayat (10) dapat disertai pemberian rehabilitasi.

Bagi pihak yang tidak sependapat dengan Putusan PTUN dapat


mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha

12
Negara (PT.TUN) dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan PTUN
diberitahukan secara sah.

ALUR PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Oleh Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM

A. PERBEDAAN DENGAN HUKUM ACARA PERDATA

13
Hukum acara pengadilan tata usaha Negara merupakan hukum acara yang
secara bersama-sama diatur dengan hukum materiilnya didalam Undang-
undang Nomor 5 tahun 1986.
Ada beberapa ciri khusus yang membedakan antara Pengadilan Tata Usaha
Negara dengan Pengadilan lainnya, yaitu:

- Peranan hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari


kebenaran materiil

- Adanya ketidak seimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat


(Pejabat Tata Usaha Negara). Dengan mengingat hal ini maka perlu
diatur adanya kompensasi, karena diasumsikan bahwa kedudukan
Penggugat (orang atau badan hukum perdata), adalah dalam posisi yang
lebih lemah dibandingkan Tergugat selaku pemegang kekuasaan publik.

- Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas.

- Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda pelaksanaan


Keputusan tata Usaha Negara yang digugat.

- Putusan hakim tidak boleh melebihi tuntutan Penggugat, tetapi


dimungkinkan membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih buruk
sepanjang hal ini diatur dalam Undang-undang.

- Putusan hakim tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa,
tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak yang terkait.

- Para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya


sebelum hakim membuat putusannya.

- Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan dari sang


Penggugat.

- Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materiil dengan tujuan


menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum.

B. PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA

Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua macam cara antara
lain:

I. Melalui Upaya Administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5


tahun 1986)

Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh dalam


14
menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh seseorang
atau badan hokum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu
Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau
pemerintah sendiri.

Bentuk upaya administrasi:


1. Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang
dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan
Keputusan yang bersangkutan.
2. Keberatan, yaitu penyelesaian upaya administrasi yang dilakukan
sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan
Keputusan itu.

II. Melalui Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun


1986)

Apabila di dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak ada


kewajiban untuk menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara tersebut
melalui Upaya Administrasi, maka seseorang atau Badan Hukum Perdata
tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha


Negara ada 2 pihak, yaitu:

-Pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang


merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan
tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di
pusat atau di daerah.

-Pihak Tergugat, yaitu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya
atau yang dilimpahkan kepadanya.

HAK PENGGUGAT:

1. Mengajukan gugatan tertulis kepada PTUN terhadap suatu Keputusan


Tata Usahan Negara. (pasal 53)
2. Didampingi oleh seorang atau beberapa orang kuasa (pasal 57)
3. Mengajukan kepada Ketua Pengadilan untuk bersengketa cuma-cuma
(pasal 60)
4. Mendapat panggilan secara sah (pasal 65).
5. Mengajukan permohonan agar pelaksanaan keputusan TUN itu
ditunda selama pemeriksaan sengketa TUN sedang berjalan, sampai ada
putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 67).
6. Mengubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai dengan
replik asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan

15
tergugat (pasal 75 ayat 1)
7. Mencabut jawaban sebelum tergugat memberikan jawaban (pasal
76 ayat 1)
8. Mempelajari berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang
bersangkutan di kepaniteraan dan membuat kutipan seperlunya (pasal
81)
9. Membuat atau menyuruh membuat salinan atau petikan segala surat
pemeriksaan perkaranya, dengan biaya sendiri setelah memperoleh izin
Ketua Pengadilan yang bersangkutan (pasal 82)
10. Mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan pada
saat pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan (pasal 97 ayat 1)
11. Mencantumkan dalam gugatannya permohonan kepada Pengadilan
supaya pemeriksaan sengketa dipercepat dalam hal terdapat
kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat
disimpulkan dari alasan-alasan permohonannya (pasal 98 ayat 1)
12. Mencantumkan dalam gugatannya permohonan ganti rugi (pasal
120)
13. Mencantumkan dalam gugatannya permohonan rehabilitasi (pasal
121)
14. Mengajukan permohonan pemeriksaan banding secara tertulis
kepada Pengadilan Tinggi TUN dalam tenggang waktu empat belas hari
setelah putusan Pengadilan TUN diberitahukannya secara sah (pasal
122)
15. Menyerahkan memori banding dan atau kontra memori banding
serta surat keterangan bukti kepada Panitera Pengadilan TUN dengan
ketentuan bahwa salinan memori banding dan atau kontra memori
banding diberikan kepada pihak lainnya dengan perantara Panitera
Pengadilan (pasal 126 ayat 3)
16. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi secara tertulis kepada
MA atas suatu putusan tingkat terakhir Pengadilan (pasal 131)
17. Mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali kepada
MA atas suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (pasal 132)

KEWAJIBAN PENGGUGAT:
Membayar uang muka biaya perkara (pasal 59)

HAK TERGUGAT:
1. Didampingi oleh seorang atau beberapa orang kuasa (pasal 57)
2. Mendapat panggilan secara sah (pasal 65)
3. Mengubah alasan yang mendasari jawabannya hanya sampai dengan
duplik asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan
kepentingan penggugat (pasal 75 ayat 2)
4. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan,
pencabutan gugatan oleh penggugat akan dikabulkan olen pengadilan
hanya apabila disetujui tergugat (pasal 76 ayat 2)
5. Mempelajari berkas perkara dan surat-surat resmi lainnya yang
bersangkutan di kepaniteraan dan membuat kutipan seperlunya (pasal

16
81)
6. Mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan pada saat
pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan (pasal 97 ayat 1)
7. Bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan
segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut (pasal 97 ayat 2)
8. Mengajukan permohonan pemeriksaan banding secara tertulis kepada
Pengadilan Tinggi TUN dalam tenggang waktu empat belas hari setelah
putusan Pengadilan TUN diberitahukannya secara sah (pasal 122)
9. Menyerahkan memori banding dan atau kontra memori banding serta
surat keterangan bukti kepada Panitera Pengadilan TUN dengan
ketentuan bahwa salinan memori banding dan atau kontra memori
banding diberikan kepada pihak lainnya dengan perantara Panitera
Pengadilan (pasal 126 ayat 3)
10. Mengajukan permohonan pemeriksaan kasasi secara tertulis kepada
MA atas suatu putusan tingkat terakhir Pengadilan (pasal 131)
11. Mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali kepada
MA atas suatu putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (pasal 132)

KEWAJIBAN TERGUGAT:
1. Dalam hal gugatan dikabulkan, badan/pejabat TUN yang
mengeluarkan Keputusan TUN wajib (pasal 97 ayat 9):
a. Mencabut Keputusan TUN yang bersangkutan; atau
b. Mencabut Keputusan TUN yang bersangkutan dan menerbitkan
Keputusan TUN yang baru;
c. Menerbitkan Keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada
pasal 3
2. Apabila tidak dapat atau tidak dapat dengan sempurna melaksanakan
putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
disebabkan oleh berubahnya keadaan yang terjadi setelah putusan
Pengadilan dijatuhkan dan atau memperoleh kekuatan hukum tetap, ia
wajib memberitahukannya kepada Ketua Pengadilan dan penggugat
(pasal 117 ayat 1)
3. Memberikan ganti rugi dalam hal gugatan penggugat atas
permohonan ganti rugi dikabulkan oleh Pengadilan (pasal 120)
4. Memberikan rehabilitasi dalam hal gugatan penggugat atas
permohonan rehabilitasi dikabulkan oleh Pengadilan (pasal 121)

PROSES PEMERIKSAAN GUGATAN DI PTUN

PEMANGGILAN PIHAK-PIHAK:
Pada Pengadilan Tata Usaha Negara, pemanggilan pihak-pihak yang
bersengketa dilakukan secara administrative yaitu dengan surat tercatat
yang dikirim oleh panitera pengadilan.

17
Pemanggilan tersebut mempunyai aturan sebagai berikut:
- Panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah apabila
masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirim dengan
surat tercatat.(pasal 65 UU No 5 tahun 1986)
- Jangka waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh
kurang dari 6 hari kecuali dalam hal sengketa tersebut harus diperiksa
dengan acara (pasal 64 UU No 5 tahun 1986)

KEWAJIBAN HAKIM:
1. Mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang
kurang jelas (pasal 63)
2. Menjaga supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap
orang dan perintahnya dilaksanakan dengan baik (pasal 68).
3. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan
keluarga sedarah, atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan
suami atau istri meskipun telah bercerai dengan salah seorang hakim
anggota atau panitera (pasal 78 ayat 1)
4. Mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan
keluarga sedarah, atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan
suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat
atau penasehat hukum (pasal 78 ayat 2)
5. Mengundurkan diri apabila ia berkepentingan langsung atau tidak
langsung atas suatu sengketa (pasal 79 ayat 1)
6. Menanyakan identitas saksi-saksi (pasal 87 ayat 2)
7. Membacakan Putusan Pengadilan dalam sidang terbuka untuk umum
(pasal 108 ayat 1)

PIHAK KETIGA:
1. Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan
dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik
atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas
prakarsa Hakim dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan
bertindak sebagai: pihak yang membela haknya; atau peserta yang
bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa (pasal 83)
2. Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut
sertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan, pihak
ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan perlawanan terhadap
pelaksanaan putusan pengadilan tersebut kepada Pengadilan yang
mengadili sengketa tersebut pada tingkat pertama (pasal 118 ayat 1)

18
MENGAJUKAN GUGATAN DALAM PERADILAN TATA
USAHA NEGARA

Oleh Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM

Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat


diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu
sengketa yang timbul karena dirugikannya kepentingan seseorang atau
suatu badan hukum akibat dikeluarkannya sutau putusan Tata Usaha
Negara. Gugatan itu diajukan secara tertulis dengan permintaan agar
putusan Tata Usaha Negara itu dinyatakan batal atau tidak sah. Agar

19
gugatan itu diterima oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, maka
gugatan itu harus memuat alasan antara lain:

1. Keputusan Tata Usaha Negara itu bertentangan dengan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sewaktu mengeluarkan
putusan tersebut telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan
lain dari maksud diberikannya wewenang tersebut.
3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan
atau tidak mengeluarkan putusan seharusnya telah
mempertimbangkan tidak sampai pada pengambilan putusan itu.

Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan


Tata Usaha Negara yang berwenang, yaitu pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat. Apabila tergugat
lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan masing-
masing berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum, maka gugatan
itu dapat diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Jika tergugat tidak berada dalam satu daerah hukum dengan tempat
kedudukan penggugat, maka gugatan dapat juga diajukan ke pengadilan
yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk
selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan di daerah hukum tergugat.

Pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara hanya dapat


dilakukan dalam tenggang waktu 90 hari sejak diterimanya atau
diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Dalam gugatan itu harus dimuat identitas para pihak dan dasar gugatan.
Apabila gugatan diajukan oleh kuasa penggugat, maka gugatan itu harus
disertai dengan surat kuasa – atau tanpa surat kuasa asalkan pemberian
kuasa itu dilakukan secara lisan di persidangan. Selain surat kuasa,
gugatan itu sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha
Negara yang disengketakan.

Sebelum gugatan didaftarkan dalam daftar perkara oleh Panitera,


terlebih dahulu penggugat harus membayar uang muka biaya perkara.
Setelah uang muka dibayarkan barulah gugatan dapat dicatat dalam
daftar perkara. Jika penggugat tidak mampu membayar uang muka
biaya perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara untuk bersengeketa dengan
cuma-cuma pada saat penggugat mengajukan gugatannya. Permohonan
itu harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari kepala
desa atau lurah tempat tinggal penggugat. Permohonan berperkara
cuma-cuma itu harus diperiksa dan ditetapkan lebih dulu sebelum
pokok sengketanya diperiksa.

PEMBUKTIAN DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

20
Oleh Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM

Dalam pemeriksaan di sidang Peradilan Tata Usaha Negara, alat


bukti yang dapat diajukan ialah meliputi surat atau tulisan,
keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan para pihak, dan
pengetahuan Hakim. Suatu keadaan yang telah diketahui oleh umum
tidak perlu dibuktikan. Dalam pembuktian, hakim dapat menentukan apa
yang harus dibuktikan, beban pembuktiannya, serta penilaian terhadap
bukti-bukti tersebut. Untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-
kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

Sebagai alat bukti, surat terdiri dari akta otentik, akta di bawah
tangan, dan surat lainnya yang bukan merupakan akta. Akta
merupakan surat yang sengaja dibuat untuk kepentingan pembuktian
mengenai suatu perbuatan hukum tertentu yang diterangkan di
dalamnya. Akta otentik sebagai surat dibuat oleh atau di hadapan
seorang pejabat umum yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan berwenang membuatnya. Sebagai alat bukti perbuatan
hukum, akta otentik memiliki kekuatan bukti yang sempurna.
Berlainan dengan akta otentik, akta di bawah tangan merupakan
surat yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak pihak dan bukan
dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Surat-surat lainnya yang
bukan akta merupakan surat biasa yang dibuat tidak dengan maksud
untuk dijadikan alat bukti mengenai suatu perbuatan hukum tertentu –
namun tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti.

Keterangan ahli sebagai alat bukti adalah pendapat orang yang


diberikan di bawah sumpah dalam persidangan tentang sesuatu hal
yang ia ketahui. Pengetahuan seorang ahli yang memberi keterangan
ahlinya itu diperolehnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
Keterangan ahli itu diberikannya di persidangan atas penunjukan oleh
Hakim Ketua, baik atas permintaan para pihak maupun karena
jabatannya. Mereka yang tidak boleh didengar keterangannya sebagai
ahli adalah:

 Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke


atas atau ke bawah sampai derajat ke dua dari salah satu pihak
yang bersengketa.
 Isteri atau suami salah satu pihak yang bersengketa meskipun
sudah bercerai.
 Anak yang belum berusia tujuh belas tahun.
 Orang yang sakit ingatan

Keterangan saksi merupakan alat bukti jika keterangan itu berkenaan


dengan hal yang dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi.
Sebuah rumor ataupun asumsi dari seorang saksi bukanlah merupakan
21
keterangan saksi yang dapat dijadikan alat bukti. Pengakuan para pihak
adalah apa yang para pihak akui mengenai suatu keadaan tertentu.
Pengakuan itu tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan
yang kuat dan dapat diterima oleh hakim, sedangkan pengetahuan
hakim sebagai alat bukti adalah hal yang olehnya diketahui dan
diyakini kebenarannya.

PROSES DISMISSAL DAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN

Oleh Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM

1. PENDAHULUAN

Proses dismissal merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang


masuk di Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Ketua Pengadilan. Dalam
proses penelitian itu, Ketua Pengadilan dalam rapat permusyawaratan
memutuskan dengan suatu Penetapan yang dilengkapi dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu
dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah


dan ditambah dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara (dan untuk memudahkan penyebutannya
selanjutnya disebut UU PERATUN), dan juga di dalam penjelasannya,
istilah proses dismissal tidak dikenal, akan tetapi substansi dari makna
tersebut diatur dalam Pasal 62 UU PERATUN.

Istilah prosedur dismissal atau proses dismissal hanya dapat ditemui


dalam keterangan Pemerintah di hadapan siding paripurna DPR-RI yang
mengantarkan RUU tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
disampaikan oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh, S.H., pada tanggal
29 April 1986.

2. PROSES DISMISSAL

Pasal 62 UU PERATUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana


mekanisme pemeriksaan terhadap gugatan yang masuk dalam proses
dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum acaranya, Mahkamah
Agung dalam SEMA No.2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Beberapa Ketentuan Di Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
22
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Romawi II, antara lain mengatur
sebagai berikut :

a. Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga


menunjuk seorang Hakim sebagai reporteur (raportir).

b. Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat permusyawaratan (di


dalam kamar Ketua) atau dilaksanakan secara singkat.

c. Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan


keterangan para pihak sebelum menentukan Penetapan Dismissal
apabila dianggap perlu.

d. Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau


tidak berdasar, dan Penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua dan
Panitera Kepala/Wakil Panitera. Wakil Ketua Pengadilan dapat pula
menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua Pengadilan
berhalangan.

e. Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan


sebelum hari persidangan ditentukan, dengan memanggil kedua belah
pihak untuk mendengarkan.

f. Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat


dikabulkan, maka dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian
petitum gugatan tersebut (dismissal parsial).

g. Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan


terhadap Penetapan Dismissal berlaku juga dalam hal ini.

h. Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan


tidak terlalu mudah menggunakan Pasal 62 tersebut, kecuali mengenai
Pasal 62 ayat (1) butir a dan e.

3. ALASAN-ALASAN UNTUK “MENDISMISSAL GUGATAN”

Alasan-alasan yang dapat dipakai untuk melakukan dismissal terhadap


gugatan ditentukan secara limitatif dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :

a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam


wewenang Pengadilan.

Yang dimaksud dengan “pokok gugatan”, menurut penjelasannya adalah


fakta yang dijadikan dasar gugatan. Atas dasar fakta tersebut
Penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan hukum tertentu, dan
oleh karenanya mangajukan tuntutan.

23
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
tidak dipenuhi oleh Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan
diperingatkan.

c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.

d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi


oleh Keputusan TUN yang digugat.

e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau telah lewat waktunya.

4. PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL

Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal diatur dalam Pasal 62 ayat


(3), (4), (5) dan (6) UU PERATUN, selengkapnya sebagai berikut :

(3) a. Terhadap Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14
hari setelah ditetapkan ;

b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 56.

(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan


diputus oleh Pengadilan dengan acara singkat.

 Maksud diterapkannya acara singkat menurut Indroharto dalam


Buku II hal. 149 adalah :

1. Agar rintangan-rintangan yang mungkin terjadi untuk penyelesaian


perkara secara cepat terhadap sengketa TUN sedapat mungkin di
singkirkan.

2. Cara yang sederhana dan singkat untuk menanggulangi arus


masuknya perkara yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk
diproses sebagai gugatan di Pengadilan TUN.

(5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka


Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum
dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut
cara biasa.

(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan


upaya hukum.

Isi perlawanan pada pokoknya menyatakan bahwa gugatan Penggugat


telah sempurna atau telah benar-benar sesuai dengan fakta-fakta yang
didalilkan dalam gugatan, dan tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal

24
62 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986.

Selanjutnya dalam JUKLAK Mahkamah Agung RI No.222/Td.TUN/X/1993


tanggal 14 Oktober 1993, ditentukan :

a. Dalam proses perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, setidak-


tidaknya Penggugat/Pelawan maupun Tergugat didengar dalam
persidangan tanpa memeriksa pokok gugatan.

b. Putusan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal tidak tersedia


upaya hukum apapun (vide Pasal 62 ayat 6 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986), baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa.

c. Dalam hal pihak Pelawan mengajukan perlawanan, banding atau


upaya hukum lainnya, maka Panitera berkewajiban membuat Akta
Penolakan Banding.

d. Nomor dalam perkara perlawanan adalah sama dengan Nomor


gugatan asal dengan ditambah kode PLW.

5. CARA PEMERIKSAAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN


TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL

Undang-undang tidak mengatur mengenai tata cara pemeriksaan


terhadap perlawanan Penetapan Dismissal.

Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diatur dalam Surat


Mahkamah Agung RI No.224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993
perihal JUKLAK yang dirumuskan dalam Pelatihan Hakim Pengadilan Tata
Usaha Negara Tahap III Angka VII.1, sebagai berikut :

a. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak


perlu sampai memeriksa materi gugatannya, seperti memeriksa bukti-
bukti, saksi-saksi, ahli dan sebagainya.

b. Barulah kalau perlawanan tersebut dinyatakan benar, maka


dilakukan pemeriksaan terhadap pokok perkaranya yang dimulai dengan
pemeriksaan persiapan dan seterusnya.

c. Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang


sama dengan yang memeriksa gugatan perlawanan tersebut, tetapi
dengan Penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak dengan secara otomatis.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa :

1. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal dilakukan oleh


Majelis dalam sidang yang terbuka untuk umum.

25
2. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak
boleh sampai memeriksa materi gugatan.

3. Dalam hal perlawanan ditolak, maka bagi Pelawan tidak tersedia


upaya hukum. Dalam hal perlawanan diterima, maka persidangan
terhadap perkaranya dilakukan dengan acara biasa oleh Majelis Hakim
yang sama, dengan nomor perkara yang sama.

4. Gugatan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal Ketua


Pengadilan diajukan dalam waktu 14 hari setelah Penetapan Ketua
Pengadilan diucapkan.

5. Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal dilakukan dengan cara


mengajukan gugatan biasa (vide Pasal 62 ayat 3b jo. Pasal 56).

6. Untuk melengkapi gugatan perlawanan dilampirkan salinan


Penetapan Dismissal Ketua PTUN yang bersangkutan.

7. Dasar gugatan atau hal yang diminta untuk diputus dalam


perlawanan adalah menjelaskan mengenai mengapa Penetapan
Dismissal Ketua dianggap tidak tepat menurut Pelawan, disertai tuntutan
agar Penetapan Dismissal Ketua dinyatakan tidak berdasar.

8. Jika diperlukan dalam gugatan perlawanan, Pelawan sendiri diminta


hadir dalam persidangan untuk didengar oleh Majelis perlawanan.

9. Gugatan perlawanan ditandatangani oleh Pelawan dan Kuasanya.

10. Pokok pemeriksaan yang dilakukan terhadap gugatan perlawanan


oleh Majelis Hakim perlawanan adalah :

a. Tepat tidaknya penetapan Ketua PTUN yang menyatakan gugatan


tidak diterima atau tidak berdasar.

b. Dengan demikian yang diuji adalah tepat tidaknya penggunaan


salah satu atau lebih alasan yang ditentukan dalam Pasal 62 huruf a
sampai dengan huruf e UU PERATUN yang digunakan sebagai dasar
untuk mendismissal gugatan Penggugat oleh Ketua PTUN dengan
menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak berdasar.

11. Dalam hal Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan dibenarkan oleh


Majelis Hakim Perlawanan yang memutus gugatan perlawanan, maka
putusannya harus disusun dalam bentuk yang mengacu ketentuan Pasal
109, yaitu memuat :

1. Kepala Putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan


Ketuhanan Yang Maha Esa”.

26
2. Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman atau Tempat
Kedudukan para pihak yang bersengketa.

3. Pertimbangan dan penilaian Ketua Pengadilan atau Majelis yang


memutusnya.

4. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan.

5. Amar putusan tentang sengketa yang bersangkutan.

6. Hari, tanggal putusan, nama Majelis yang memutus, nama Panitera,


serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

Apabila pihak-pihak tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka


kepada Panitera diperintahkan agar salinan putusan dikirimkan dengan
surat tercatat kepada yang bersangkutan.

12. Akibat hukum apabila Penetapan Dismissal Ketua dibenarkan atau


menurut pendapat Majelis perlawanan gugatan perlawanan tidak
berdasar atau tidak dapat diterima, maka terhadap putusan Majelis
perlawanan yang dilakukan dengan acara singkat tersebut tidak dapat
diajukan upaya hukum (vide Pasal 62 ayat 6). Akibatnya terhadap
Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan menjadi berkekuatan hukum
tetap seperti putusan akhir terhadap pokok perkaranya.

6. PEMERIKSAAN DALAM PROSES DISMISSAL DAN UPAYA


PERLAWANAN DILAKUKAN DENGAN ACARA SINGKAT

Dalam Undang-Undang tidak diatur apa yang dimaksud dengan acara


singkat. Undang-undang tersebut hanya mengatur pemeriksaan dengan
acara cepat yaitu dalam Pasal 98.

Dengan mengintrodusir acara singkat, kemungkinan Pembentuk undang-


undang bermaksud agar rintangan yang mungkin akan menjadi
penghalang penyelesaian sengketa tata usaha negara dapat dihindari
secara cepat. Di samping itu, sebagai upaya untuk menghindari agar
terhadap gugatan yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk
diproses sebagai gugatan tata usaha negara dilanjutkan pemeriksaannya
sampai dengan terhadap pokok sengketanya.

Cara pemeriksaannya dalam hal pemeriksaan dalam proses dismissal


oleh Ketua, sesuai dengan ratio legisnya seharusnya memang sangat
singkat, yaitu pemutusannya hanya dilakukan dalam rapat
permusyawaratan Ketua Pengadilan tanpa ada proses antar pihak, dan
tanpa dilakukan pemeriksaan di muka persidangan.

Sedangkan yang dilakukan dalam proses pemeriksaan gugatan


perlawanan oleh Majelis perlawanan hanyalah menguji tepat tidaknya

27
penggunaan Pasal 62 huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang
PERATUN oleh Ketua PTUN di dalam mendismissal gugatan.

28
CONTOH SURAT GUGATAN PTUN

PERMOHONAN GUGATAN
Nomor :
Lampiran : 5 lembar
Perihal : Gugatan

Kepada Yth,
Bapak Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara
Padang
Di-
Padang,...

Dengan Hormat,
Sebagi kuasa hukum:
……………………..…….NURUL SYAFUAN, SH.,
MM………………………………...….
Selaku Kuasa Hukum yang beralamat di : Jl.
-----------------------------------------------------Bertindak untuk dan atas nama:
…………………………….…....SURYA DHARMA……………………………………..
Umur:22 Tahun, Pekerjaan:Pengadilan Negeri, Agama:Islam,
Alamat:Jl.Hamka No.24 Batusangkar.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 012/SKK/X/BL/2008 tertanggal
05 Oktober 2010.
Yang selanjutnya disebut:
……………………………….... PIHAK
PENGGUGAT…………………………………….

Dengan ini menyampaikan gugatan terhadap:


Nama : KEPALA KANTOR PERTAHANAN
BUKITTINGGI
Berkedudukan : Jalan Belakang Balok Bukittinggi

Yang selanjutnya disebut:


……………………………….PIHAK TERGUGAT…………………………………

OBJEK GUGATAN :
Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek gugatan
adalah :
Sertifikat Hak Milik Nomor: M.886/Bj. Tahun 2008 tanggal 21 September
2008, luas 1.930 M2 atas nama YOLI MELTA.

TENTANG DUDUK PERKARA:


1. bahwa penggugat semula pada tahun 1990 an memiliki sebidang

29
tanah yang terletak di Tangah Jua, seluas 1.000 M2. oleh karena tanah
penggugat tersebut terkena proyek irigasi, mendapat ganti dalam
bentuk tanah pula dan dipindahkan ke wilayah Blakang Balok
berdasarkan surat dari Kepala Pengawasan Lapangan Proyek Irigasi
Bukittinggi dengan Surat Pemeriksaan Pekerjaan tertanggal 10 Juli 2006
(Bukti P-1);
2. bahwa lokasi tanah yang diterbitkan Sertifikat atas nama beberapa
orang, diantaranya sertifikat Hak Milik Nomor: M.886/Bj.Tahun 2008
tangal 21 September 2008, luas 1.930 M2 atas nama YOLI MELTA,
setempat pada saat sekarang ini telah dikenal dengan Tangah Jua, Kota
Bukittinggi,dengan batasan-batasan sebagai berikut:
sebelah timur,berbatasan dengan tanah milik Hi.Rojali
sebelah barat,berbatasan dengan tanah milik gereja
sebelah utara,berbatasan dengan jalan kampung
sebelah selatan,berbatasan dengan jalan Tangah Jua pada sekitar awal
tahun 2007, penggugat didatangi seseorang bernama HASANUDIN
(anggota polisi) dengan maksud untuk membeli sebagian dari bidang
tanah milik penggugat. Oleh karena kedatangannya pertamakali
beritikad baik, maka Penggugat menyetujuinya dengan luas/ukuran
Panjang 50 Meter dan lebar 25 Meter, namun itu baru berupa
kesepakatan secara lisan dan tidak disertai transaksi apapun baik
berupa pajer maupun perjanjian tertulis lainnya;
4. bahwa selang waktu beberapa waktu lamanya kurang lebih satu bulan
lamanya, HASANUDIN mendatangi penggugat dengan membawa
seorang keturunan tiong Hoa bernama ALIM SUSILO (Lo Kie Lim). Setelah
penggugat di perkenalkan kepada Alim Susilo oleh Hasanudin,
selanjutnya diutarakan dengan maksud kedatangannya yaitu: bahwa
saudara Alim susilo bermaksud hendak mendirikan banguana sebagi
gudang untuk menyimpan barang-barang pabriknya di atas sebagian
tanah Penggugat (tidak ada melalui jual beli) akan tetapi melalui
kompensasi apabila kelak gudang itu sudah tidak digunakan lagi, maka
bangunan gudang tersebut akan menjadi hak milik penggugat;
5. tanpa pikir panjang, karena memperkenalkan adalah Pak HASANUDIN,
akhirnya penggugat mempersilahkannya dan ini pun sekali lagi tidak ada
perjanjian secara tertulis di atas kertas;
6. pengguaagt telah berusaha berulang kali meminta penyelesaian
kepada Bapak Hasanudin namun yang bersangkutan senantiasa
beralasan dan senantiasa mengelak hingga akhir hidupnya terhadap
penggugat tersebut tidak pernah dibayar oleh Hasanudin (yang saat itu
bertugas sebagi anggota polisi);
7. bahwa hingga saat gugatan ini didaftarkan di daftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Padang, Penggugat tetap
masih mengusai tanah tersebut walau diatasnya telah diterbitkan
beberapa sertifikat atas nama orang lain;
8. bahwa pada suatu saat tepatnya pada hari sabtu tanggal 24 april
2007 penggugat menerima Surat Panggilan dari Kepolisian Resor Kota
Bukittinggi dengan nomor : Pol.Sp.Pgl/114/SERSE/2008, tertanggal 24
April 2007 sebagi tersangka dalam kasus penyerobotan tanah atas

30
laporan seseorang;
9. bahwa pada hari senin tanggal 26 april 2007 penggugat diperiksa di
Kantor Kepolisian Resor Kota Bukittinggi, di dalam pemeriksaan tersebut
penggugat menceritakan keadaan yang sebenarnya dengan
menunjukkan surat bukti P-1 tersebut di atas. Atas dasar buktisurat hasil
pemeriksaan pekerjaan proyek irigasi tersebut, pemeriksaan terhadap
penggugat tidak dilanjutkan. Dan oleh pihak penyidik pada saat itu
diberitahukan kepada penggugat, bahwa di atas tanah milik penggugat
tersebut terlah disertifikasikan oleh atas nama orang lain (atas nama
YOLI MELTA). Oleh penyidik, disarankan mengapa HIDAYAT tidak
menggugatnya? Saat itu penggugat, menjawab bahwa penggugat belum
mempunyai bukti sertifikat tersebut.
10. bahwa, selanjutnya pada tahun 2007 tiba-tiba Penggugat menerima
lagi Surat Panggilan dari Kepolisian Resort Bukittinggi dengan nomor:
Pol.Sp.Pgl/249/Reskrim/IV/2007. Tanggal 25 April 2007 sebagai
tersanggka dalam kasus penyerobotan tanah yang dilaporkan oleh
seseorang
11. bahwa pada hari yang telah ditetapkan, penggugat menghadap ke
Kantor Polisi Resort Bukittinggi, tepatnya pada hari Kamis, tanggal 28
april 2007, dengan stastus sebagi tersangka dalam perkara
penyerobotan tanah. Dalam pemeriksaan tersebut Penggugat
menerangkan hal yang sesungguhnya sambil menunjukkan Surat
Pemeriksaan Pekerjaan Proyek Irigasi yang menerangkan tentang status
tanah yang Penggugat kuasai sebagai bukti P-1 tersebut di atas. Dan
kasus ini tidak berlanjut.
12. bahwa, tuduhan terhadap Penggugat yang dilaporkan oleh seseorang
ke kantor Polisi Resort Bukittinggi pun tidak berlanjut. Dan pada saat
itulah penggugat mulai mendapatkan Sertifikat atas nama ALIM SUSILO
alias LO KIE LIM (bukti P-2), KESUMA SUNJAYA (bukti P-3), dan atas nama
WIDAWATI (bukti P-4), berdampingan dengan tanah point 3 dan 4
gugatan tersebut di atas. Sungguh aneh, penggugat terkejut, karena
ternyata ALIM SUSILO alias LO KIE LIM telah mensertifikasikan tanah
Penggugat seluas 3780 M2 dalam sertifikat Nomor 15/Bj. Tahun 1977
yang sudah terbagi habis dengan sertifikat-sertifikat turunannya.
13. bahwa, semula gugatan Penggugat ditunjukkan untuk menggugat
kelima sertifikat tersebut di atas. Namun atas petunjuk Bapak Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara Padang, seyogyanya gugatan dipecah
menjadi empat gugatan, karena untuk masing-masing penerbitaan
Sertifikat tersebut mempunyai alasan-alasan tersendiri. Dan untuk itu,
Penggugat telah melaksanakan petunjuk dari Bapak Ketua Pengadilan
Tata Usaha Negara Padang, dan telah tercatat dalam buku register
Perkara di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Padang pada
tanggal 16 Juni 2008.

DASAR DAN ALASAN GUGATAN


TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK NOMOR 886 TAHUN/Bj.Tahun 2008
Tanggal 21 September 2008 luas 1.930 m2 atas nama YOLI MELTA

31
adalah sebagai berikut:
14. bahwa, setelah Alim Susilo meninggal pada sekitar tahun 1996,
semula harta benda beralih kepemilikannya kepada ahli warisnya,
istrinya yang bernama AGNES NANCI K. alas hak yang di jadikan dasar
penerbitan Sertifikat Nomor ; 886/Bj Tahun 2008 tanggal 21 September
2008, luas 1.930 m2 atas nama YOLI MELTA (bukti P-4) adalah atas dasar
transaksi jual beli antara YOLI MELTA dengan ahli waris ALIM SUSILO
sebagai orang yang pernah diperkenalkan kepada Penggugat oleh Al-
marhum HASANUDIN untuk membangun gudang bagi penyimpanan
barang-barang pabriknya di atas sebidang tanah milik Penggugat
(sebagaimana point 3 da 4) yang nota bene hingga sekarang antara
Penggugat Alim Susilo tidak pernah ada transaksi apapun dalam
peralihan sebagian hak atas tanah yang didirikan gudang bagi
pabriknya. Dalam hal ini, apakah Sdr.Alim Susilo serta ahli waris Alim
Susilo mempunyai kapasitas bertindak sebagai penjual (pemilik sejati?)
Penggugat serahkan sepenuhnya kepada penilaian Majelis Hakim
Pengadilan Tata Usaha Negara Padang.
15. bahwa, sebagai pihak petunjuk batas dalam pembuatan sertifikat
tersebut , hanya ditunjuk oleh Sdr.Alim Susilo tanpa ada penunjukan
batas yang lainnya termasuk Penggugat. Sedangkan secara defacto
tanah yang diukur itu merupakan bagian tanah yang penggugat kuasai
sejak tahun 1969 berdasarkan bukti P-1.
16. bahwa Foto Kopi Serifikat-serifikat yang dijadikan objek gugatan
dalam kasus ini oleh Penggugat setelah dilakukan pemeriksaan atas
tuduhan penyerobotan tanah terhadap Penggugat, sekali tidak terbukti,
baru kemudian penggugat memperoleh Seretifikat atas nama Alim Susilo
dan Kesuma Sanjaya serta atas nama Yoli Melta, pemeriksaan tersebut
dilaksanakan pada hari : Kamis, 9 Oktober 2008 mulai saat itulah
penggugat memproleh foto kopi sertifikat dimaksud sehingga dengan
demikian, hingga didaftarkannya gugatan Penggugat di Kepaniteraan
Pengadilan Tata Usaha Negara Padang berdasarkan ketentuan pasal 55
Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Uandang-
undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu 90 hari.
17. Bahwa dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik nomor: 886/Bj.Tahun
2008 Tanggal 21 September 2008, luas 1.930 m2 atas nama Yoli Melta
adalah bertentangan dengan Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 5
tahun 1973, khususnya pasal 4 ayat 2 Jounto Pasal 17 ayat 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dan telah
melanggar azas-azas umum pemerintahan yang baik khusunya azas
bertindak sewenag-wenang, TIDAK CERMAT/TIDAK TELITI sehingga
bertentangan dengan ketentuan pasal 53 ayat 2 Undang-undang Nomor
9 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
18. Bahwa terhadap tanah-tanah yang penggugat kuasai hingga kini
tidak pernah terjadi transaksi dalam bentuk apapun yang menyebabkan
beralihnya hak kepemilikan sebagian tanah milik penggugat kepada
pihak siapapun atau pihak ketiga lainnya.

32
19. Bahwa pihak-pihak pemegang sertifikat yang objek tanahnya berada
di sebagian bidang tanah milik penggugat semula seluas keseluruhannya
adalah 11.000m2, yang secara fisik tanahnya dalam penguasaan
Penggugat sepenuhnya.

PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut, Penggugat memohon kepada Pengadilan
Tata Usaha Negara Padang untuk memeriksa, memutus serta
menyelesaikan berdasarkan hukum, keadilan dan kebenaran, sebagai
berikut:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Tata Usaha Negara
yang di terbitkan oleh Tergugat (Kepala Dinas Pertahanan Kota
Bukittinggi) berupa: Sertifikat Hak Milik Nomor M.886.Bj tahun 2000
tanggal 21 september 2000, luas 1.930 m2 atas nama Yoli Melta, nya
dari daftar Register Buku Tanah yang bersangkutan;
4) Menghukum tergugat untuk mebayar biaya perkara yang timbul
dalam sengketa Tata Usaha Negara ini.

JIKA PENGADILAN / MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT LAIN MOHON


KEPUTUSAN YANG SEADIL-ADILNYA BERDASARKAN HUKUM DAN
KEBENARAN.

Hormat saya,

Nurul syafuan, SH., MM. (Penggugat)

33
CONTOH SURAT GUGATAN PTUN

Perihal : Gugatan

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang
di
Jl. Abdulrahman Saleh No. 89 Semarang - 50145

Dengan hormat,

Yang tersebut di bawah ini, adalah :

HARNO SEMITRO, kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Swasta, tempat


tinggal Tangkisan Rt.004/Rw.002, Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo,
Kab.Sukoharjo.

Untuk selanjutnya dalam gugatan ini mohon disebut : ------------------


PENGGUGAT;

Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 20 Maret 2009 sebagaimana


terlampir telah memberi kuasa kepada :

NURUL SYAFUAN, SH., MM.

Kewarganegaraan Indonesia, Profesi Advokat pada berkantor di


……………………………………………………………………………………………………

Dengan ini Penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap:

Nama jabatan : Kepala Kantor Pertanahan Kab. sukoharjo

Tempat kedudukan: Jl. Jenderal Sudirman No. 310 Sukoharjo

Untuk selanjutnya dalam gugatan ini mohon disebut : -----------------------


-TERGUGAT;

OBYEK GUGATAN:
34
Keputusan Tata usaha Negara yang menjadi obyek sengketa adalah :
Sertipikat Hak Milik Nomor : 2345/Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab.
Sukoharjo, Prop. Jawa Tengah tercatat atas nama Sastro Mulyono.

DASAR DAN ALASAN GUGATAN :

Adapun yang menjadi dasar/alasan gugatan adalah sebagai berikut :

35
1. Bahwa pada tanggal 18 Agustus 2000 Penggugat membeli sebidang tanah
pekarangan yang terletak di Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo
seluas + 356 m2 dari seseorang bernama Mulyo Diharjo selaku pemilik
tanah pekarangan tersebut. Adapun batas-batas tanah pekarangan
tersebut adalah:
- sebelah utara : Jalan
- sebelah timur : rumah Minto Pawiro
- sebelah selatan : rumah Muh. Ali
- sebelah barat : Jalan

Untuk selanjutnya dalam gugatan ini mohon disebut sebagai


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----TANAH SENGKETA.

2. Bahwa karena pada saat itu tanah sengketa masih berupa Letter C Desa
No. 543 atas nama Mulyo Diharjo sebagaimana tercatat di Kantor Kelurahan
Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo maka belum bisa dilakukan balik
nama ke atas nama Penggugat.

3. Bahwa karena masih berupa Letter C Desa maka antara Penggugat dengan
Mulyo Diharjo baru melakukan perikatan jual beli atas tanah sengketa
dengan Akta Perikatan Jual Beli No. 03 tanggal 18 Agustus 2000 yang buat
di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT Nur Zulaikah, S.H.

4. Bahwa selanjutnya tanah sengketa yang masih berupa letter C desa


kemudian melalui PPAT Nur Zulaikah, S.H. dilakukan pendaftaran ke Kantor
Tergugat untuk bisa mendapatkan Sertifikat atas tanah tersebut sebagai
tanda bukti kepemilikan yang sah.

5. Bahwa permohonan pendaftaran tanah letter C Desa atas tanah sengketa


tersebut oleh Tergugat diterbitkanlah Sertifikat Hak Milik No. 2245 Kel.
Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Mulyo Diharjo
seluas + 356 m2 tertanggal 23 Desember 2000 dengan Gambar Situasi No.
1400/2000 tanggal 4 Desember 2000.

6. Bahwa dengan adanya sertifikat atas tanah sengketa tersebut Penggugat


yang sebelumnya baru melakukan perikatan jual maka Penggugat
berkeinginan untuk ditingkatkan menjadi transaksi jual beli kemudian
Penggugat dan Muyo Diharjo melakukan transaksi jual beli di hadapan PPAT
Nur Zulaikah, S.H. sebagaimana tercatat di dalam Akta Jual Beli No. 20
tertanggal 27 Desember 2000.

7. Bahwa berdasarkan akta jual beli tersebut yang sebelumnya Sertifikat Hak
Milik No. 2245 Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas
nama Mulyo Diharjo seluas + 356 m2 tertanggal 23 Desember 2000
dengan Gambar Situasi No. 1400/2000 tanggal 4 Desember 2000 beralih
nama menjadi atas nama Pengggugat.

36
8. Bahwa pada bulan Pebruari 2009 Penggugat bermaksud untuk
menjaminkan tanah sengketa ke salah satu bank swasta untuk memperoleh
modal usaha yang dimiliki Penggugat. Namun alangkah terkejutnya
Penggugat, ternyata tanah pekarangan yang telah dibeli oleh Penggugat
telah terbit sertifikat baru atas nama orang lain. Dengan demikian telah
terjadi sertifikat ganda atas satu bidang tanah pekarangan, Sertifikat
pertama, Sertifikat Hak Milik No. 2245 Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo atas nama Harno Semitro/Penggugat seluas + 356
m2 tertanggal 23 Desember 2000 dengan Gambar Situasi No. 1400/2000
tanggal 4 Desember 2000 dan sertifikat kedua, Sertifikat Hak Milik No. 2345
Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro
Mulyono seluas + 356 m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar
Situasi No. 1213/2003 tanggal 17 Desember 2003.

9. Bahwa dengan terbitnya sertifikat yang kedua tersebut jelas-jelas sangat


merugikan Penggugat karena Penggugat tidak pernah menjual/
mengalihkan/membaliknama tanah sengketa kepada siapapun atau pihak
manapun.

10. Bahwa tindakan Tergugat menerbitkan sertifikat atas tanah sengketa


dengan Sertifikat Hak Milik No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro Mulyono seluas + 356 m2
tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar Situasi No. 1213/2003 tanggal
17 Desember 2003 adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan
peraturan perundangan yang berlaku serta melanggar asas-asas umum
pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat 2
huruf a dan b Undang-Undang No. 5 tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor :
9 tahun 2004 sehingga menimbulkan akibat kerugian bagi penggugat.

11. Bahwa karena tindakan Tergugat menerbitkan sertifikat atas tanah


sengketa dengan Sertifikat Hak Milik No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec.
Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro Mulyono seluas + 356
m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar Situasi No. 1213/2003
tanggal 17 Desember 2003 merupakan tindakan yang bertentangan
dengan peraturan perundangan yang berlaku dan melanggar asas-asas
umum pemerintahan yang baik maka menurut hukum sertifikat tersebut
harus dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi serta
dinyatakan tidak berlaku.

12. Bahwa gugatan ini diajukan masih dalam tenggang waktu yang
diperkenankan oleh undang-undang karena keputusan obyek sengketa baru
diketahui oleh penggugat pada tanggal 20 Pebruari 2006 dan diajukan
kepada Pengadilan tata Usaha Negara yang berwenang, yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.

13. Bahwa berdasarkan alasan-alasan serta segala uraian tersebut di atas,


dengan disertai bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan
kebenaranya, sesuai dengan asas kepatutan dan asas-asas umum
pemerintahan yang baik serta ketentuan peraturan perundang-undangan

37
yang berlaku, maka penggugat melalui kuasa hukumnya mohon kepada
Ketua Pengadilan tata Usaha Negara Semarang untuk menjatuhkan putusan
sebagai berikut.

PRIMAIR :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tidak syah Sertipikat Sertifikat Hak Milik No. 2345
Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro
Mulyono seluas + 356 m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar
Situasi No. 1213/2003 tanggal 17 Desember 2003 dengan batas-batas:
- sebelah utara : Jalan
- sebelah timur : rumah Minto Pawiro
- sebelah selatan : rumah Muh. Ali
- sebelah barat : Jalan

3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan tata usaha Negara


berupa : Sertipikat Sertifikat Hak Milik No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec.
Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro Mulyono seluas + 356
m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar Situasi No. 1213/2003
tanggal 17 Desember 2003 dengan batas-batas:
- sebelah utara : Jalan
- sebelah timur : rumah Minto Pawiro
- sebelah selatan : rumah Muh. Ali
- sebelah barat : Jalan

4. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam


perkara ini.

SUBSIDAIR:
Mohon putusan seadil-adilnya dalam peradilan yang baik dan benar.

Surakarta, 20 Maret 2012


Kuasa Hukum Penggugat,

Nurul Syafuan, SH.,MM

38

Anda mungkin juga menyukai