Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS YURIDIS PROSES PEMBATALAN SERTIFIKAT HAK

ATAS TANAH PADA KAWASAN HUTAN


Rozi Aprian Hidayat

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis proses pembatalan sertifikat hak atas tanah pada kawasan
hutan dan bentuk tanggungjawab Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga pemerintah yang
mendapatkan kewenangan pembatalan terhadap sertifikat. Adapun Metode penelitian yang digunakan
dalam penlitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-
undangan, pendekatan konsep dan pendekatan kasus. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan
hukum sertifikat pada kawasan hutan tidak dapat dijadikan sebagai alat pembuktian yang kuat guna
memberikan jaminan kepastian hukum bagi pemegangnya dan sebagai akibat hukumnya terhadap
sertifikat tersebut dapat dibatalkan dengan dasar cacat hukum administrasi atau melaksanakan putusan
pengadilan. Proses pembatalan sertifikat pada kawasan hutan dilakukan dengan mengajukan permohonan
pembatalan oleh pihak yang berkepentingan kepada Kantor Pertanahan. Badan Pertanahan Nasional
sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan tugas dibidang pertanahan secara nasional, tidak dapat
memberikan tanggungjawab dikarenakan keputusan pemberian sertifikat pada kawasan hutan
dikategorikan sebagai keputusan yang cacat substansi dan sebagai tanggungjawab administrasinya,
Badan Pertanahan Nasional akan mencabut atau membatalkan keputusannya mengenai pemberian
sertifikat.

Kata Kunci : Sertifikat, Kawasan Hutan, Pembatalan, dan Tanggungjawab

Keywords
Kenotariatan, Unram, Sertifikat, Kawasan Hutan, Pembatalan, dan Tanggungjawab

Full Text:
PDF

References

Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002.

Arba, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2015

Asshiddiqie, Jimly dan Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press, 2006.

Chomzah, Ali Achmad, Hukum Pertanahan: Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah,
Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, Cetakan I, Prestasi Pustaka, Jakarta,
2003

Effendie, Bachtiar, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksananya, Alumni, Bandung,
1993.

Hadjon, Philipus M., Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2011
_________________, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia Sebuah Studi tentang Prinsip-Prinsipnya,
Penanganannya oleh Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987

_________________ dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Jogjakarta,
2005

Hakim, Lukman, Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah, perspektif Teori Otonomi & Desentralisasi dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Hukum dan Kesatuan, Setara Press, Malang, 2012

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaan, Djambatan,
Jakarta, 2008.

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006)

HS, Salim & Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Desetasi, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2013

Hutagalung, Arie S.,Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta: Lemaga Pemberdayaan Hukum
Indonesia, 2005

Ilmar, Aminuddin, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2012

Marbun, SF., Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997

Marzuki, Peter Mahmud, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008

Murod, Rusmadi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Cetakan I, Bandung, Alumni, 1991

Santoso, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cetakan 2,Jakarta, kencana, 2010

___________, Hukum Agraria: Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana, 2012

Setiawan, Yudhi, Instrumen Hukum Campuran dalam Konsolidasi Tanah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,
2009

Sutedi, Adrian, Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta: SInar Grafika, 2014

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Lembaran Negara Tahun 1960
Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043

Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan.
Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tenatng Pendaftaran Tanah. Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor
59 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3696

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan

Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Penguasaan
Tanah Pada Kawasan Hutan. Berita Negara Republik Indonesia Nomor 2014 Nomor 1719

Internet

http;//dephut.go.id/hutan-kemasyarakatan-hkm.html, diakses pada tanggal 20 Juni 2016.

Wawancara

Wawancara dengan M. Ikhsan ZA, Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional NTB,
Wawancara dengan Amaq Masrah selaku pemegang sertifikat pada kawasan hutan Sekaroh, pada tanggal 19
Mei 2016

SIFAT, ASAS, TUJUAN DAN FUNGSI


HUKUM KETENAGKERJAAN

1. Sifat Hukum Ketenagakerjaan


Hukum Ketenagakernaan bersifat:
 Bersifat Hukum Privat (perdata)
Karena mengatur hubungan orang-perorangan yaitu antara pekerja dgn pengusaha
 Bersifat Hukum Publik
Karena dalam pelaksanaannya diperlukan campur tangan
pemerintah, contoh: penetapan upah minimum, perizinan yang menyangkut
ketenagakerjaan, masalah penyelesaian hubungan industrial, adanya sanksi terhadap
pelanggaran atau tindak pidana di bidang ketenagakerjaan.
 Imperatif/ Memaksa (dwingenrecht) : artinya hukum yg harus ditaati secara mutlak,
tidak boleh dilanggar.
Contoh:
 Pasal 42 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. izin penggunaan tenagakerja
 Pasal 59 ayat (1) UU No.13/ 2003 ttg. pembuatan perjanjian kerja waktu tertentu
 Bersifat Fakultatif/ Mengatur (regelendrecht)
Contoh :
 Pasal 51 ayat (1) UU No.13/2003 tentang Pembuatan perjanjian kerja bisa tertulis dan
tidak tertulis
 Pasal 16 PP No.8/ 1981 tentang kebebasan pengusaha untuk membayar gaji di tempat
yg lazim
2. Asas Hukum Ketenagakerjaan
Asas ketenagakerjaan adalah:
 Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan pancasila dan UUD 1945 (Pasal 2 UU. No.
13/2003)
 Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah (Pasal 3 UU. No. 13/2003)
3. Tujuan Hukum Ketenagakerjaan
Dalam Pasal 4 UU No. 13/2003 UU Ketenagakerjaan disebutkan bahwa tujuan
Pengeturan ketenagakerjaan adalah untuk:
 Memberdayakan & mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi
 Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai denga
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah
 Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
 Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluargan
4. Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pada dasarnya fungsi Hukum Ketenagakerjaan yaitu mengatur hubungan yang
serasi antara semua pihak yang berhubungan dengan proses produksi barang maupun
jasa, dan mengatur perlindungan tenaga kerja yang bersifat memaksa.
Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja, fungsi hukum itu adalah sebagai
sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka pembangunan, yang dimaksud dengan
sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur arah kegiatan manusia kearah yang
diharapkan oleh pembangunan.
Sebagaimana halnya dengan hukum yang lain, hukum ketanagakerjaan
mempunyai fungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah
kegiatan manusia kea rah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan
ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan
pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala
kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya
ketertiban untuk mencapai keadilan. Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang
dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan
itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin
pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja, pembinaan
hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga kerja.
Sebagaimana menurut fungsinya sebagai sarana pembaharuan, hukum
ketenagakerjaan merubah pula cara berfikir masyarakat yang kuno kearah cara berfikir
yang modern yang sesuai dengan yang dikehendaki oleh pembangunan sehingga hukum
ketenagakerjaan dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat membebaskan tenaga kerja
dari perbudakan, peruluran, perhambaan, kerja paksa dan punale sanksi, membebaskan
tenaga kerja dari kehilangan pekerjaan, memberikan kedudukan hukum yang seimbang
dan kedudukan ekonomis yang layak kepada tenaga kerja.

Anda mungkin juga menyukai