Anda di halaman 1dari 35

TUGAS

HUKUM ACARA DAN PRAKTEK PERADILAN


TATA USAHA NEGARA

LILY KARUNA DEWI


1604551142
B REGULER PAGI

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
ALUR PROSEDUR BERACARA PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah


Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap
sengketa Tata Usaha Negara. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam
bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang mempunyai kedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara
(TUN) memiliki fungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan yang termasuk dalam
ranah sengketa Tata Usaha Negara yang mana adalah administrasi negara yang melaksanakan
fungsi untuk menyelenggarakan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Melalui
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Pengadilan TUN diberikan wewenang
(kompetensi absolut) dalam hal mengontrol tindakan pemerintah seperti menyelesaikan,
memeriksa dan memutuskan sengketa tata usaha negara. Pengadilan Tata Usaha Negara
dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) dengan daerah hukum meliputi
wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan
(Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris. Alur
Beracara dalam Peradilan Tatat Usaha Negara hampir sama dengan Hukum Acara Perdata
yaitu meski terdapat beberapa perbedaan, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama, saat Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara,


selanjutnya Kepaniteraan akan melakukan Penelitian Administrasi, yang mana tahap ini
merupakan tahap pertama untuk memeriksa gugatan yang masuk dan telah didaftar serta
mendapat nomor register yaitu setelah Penggugat/kuasanya menyelesaikan administrasinya
dengan membayar biaya perkara. UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tidak
menentukan secara tegas pengaturan tentang penelitian segi administrasi terhadap gugatan
yang telah masuk dan didaftarkan dalam register perkara di Pengadilan, akan tetapi dari
ketentuan Pasal 62 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 yang antara
lain menyatakan, “Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 56 tidak
terpenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahukan dan diperingatkan” Dalam Surat
Edaran MA No.2/1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam UU No. 5
Tahun 1986 diatur mengenai Penelitian Administrasi :
1. Petugas yang berwenang untuk melakukan penelitian administrasi adalah
Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda Perkara sesuai pembagian tugas yang
diberikan.
2. Pada setiap surat gugatan yang masuk haruslah segera dibubuhi stempel dan
tanggal pada sudut kiri atas halaman pertama yang menunjuk mengenai
diterimanya surat gugatan yang bersangkutan, di dalam kepala surat, alamat
kantor PTUN atau PTTUN harus ditulis secara lengkap termasuk kode posnya
walaupun mungkin kotanya berbeda. Tentang hal ini harus disesuaikan dengan
penyebutan yang telah ditentukan dalam UU No. 19 Tahun1960, Keppres No. 52
tahun 1990. Penelitian administratisi supaya dilakukan secara formal tentang
bentuk dan isi gugatan sesuai Pasal 56 dan tidak menyangkut segi materiil
gugatan. Namun dalam tahap ini Panitera harus memberikan petunjuk-petunjuk
seperlunya dan dapat meminta kepada pihak untuk memperbaiki yang dianggap
perlu. Sekalipun demikian, Panitera tidak berhak menolak pendaftaran perkara
tersebut dengan dalih apapun juga yang berkaitan dengan materi gugatan. Dalam
hal suatu pihak didampingi kuasa, maka bentuk Surat Kuasa Khusus dengan
materai secukupnya, dan Surat Kuasa Khusus yang diberi cap jempol haruslah
dikuatkan (waarmerking) oleh pejabat yang berwenang, Dalam pemberian kuasa
dibolehkan adanya substitusi tetapi dimungkinkan pula adanya kuasa insidentil
serta surat kuasa tidak perlu didaftarkan di Kepaniteraan PTUN.
3. Untuk memudahkan pemeriksaan perkara selanjutnya maka setelah suatu perkara
didaftarkan dalam register dan memperoleh nomor perkara, oleh staf
kepaniteraan dibuatkan resume gugatan terlebih dahulu sebelum diajukan kepada
Ketua Pengadilan, dengan bentuk formal yang pda pokoknya berisi subyek
gugatan, dan apakah penggugat maju sendiri ataukah diwakili oleh Kuasa, apa
yang menjadi obyek gugatan, dan apakah obyek gugatan tersebut termasuk dalam
pengertian Keputusan TUN yang memenuhi unsur Pasal 1 angka 3 UU No. 5
Tahun 1986. Apakah yang menjadi petitum atau isi gugatan, yaitu hanya
pembatalan Keputusan TUN saja, ataukah ditambah pula dengan tuntutan ganti
rugi dan/atau rehabilitasi. Untuk penelitian syarat-syarat formal gugatan, Panitera
atau staf Kepaniteraan dapat memberikan catatan atas gugatan tersebut, untuk
disampaikan kepada Ketua Pengadilan untuk ditindaklanjuti dengan Prosedur
Dismissal

Setelah Penelitian Administrasi, Ketua melakukan proses dismissal, berupa prosses


untuk meneliti apakah gugatan yang diajukan penggugat layak dilanjutkan atau tidak.
Pemeriksaan Disimissal, dilakukan secara singkat dalam rapat permusyawaratan oleh ketua
dan ketua dapat menunjuk seorang hakim sebagai reporteur (raportir). Dalam Prosedur
Dismissal Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak
sebelum menentukan penetapan disimisal apabila dipandang perlu. Ketua Pengadilan
berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-
pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar,
dalam hal pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan,
syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat
sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan, gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-
alasan yang layak, apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh
Keputusan TUN yang digugat.
Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.Dalam hal adanya petitum
gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka kemungkinan ditetapkan dismissal
terhadap bagian petitum gugatan tersebut. Hal ini dalam praktek tidak pernah dilakukan karena
adanya perbaikan gugatan dalam pemeriksaan persiapan.Penetapan Dismissal ditandatangani
oleh ketua dan panitera/wakil panitera (wakil ketua dapat pula menandatangani penetapan
dismissal dalam hal ketua berhalangan).Penetapan Ketua Pengadilan tentang dismissal proses
yang berisi gugatan penggugat tidak diterima atau tidak berdasar, diucapkan dalam rapat
permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan terlebih dahulu memanggil kedua belah
pihak untuk didengar keterangannya. Berdasarkan Surat MARI No. 222/Td.TUN/X/1993
tanggal 14 Oktober 1993 Perihal : Juklak bahwa agar ketua pengadilan tidak terlalu mudah
menggunakan Pasal 62 tersebut kecuali mengenai Pasal 62 ayat 1 huruf :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan.
b. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.Terhadap penetapan
dismissal dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14
(empat belas) hari setelah diucapkan. Proses perlawanan dilakukan secara singkat, serta
setidak-tidaknya Penggugat/Pelawan maupun Tergugat/Terlawan didengar dalam
persidangan tersebut. Penetapan dismissal harus diucapkan dalam sidang yang terbuka
untuk umum, pemeriksaan gugatan perlawanan dilakukan secara tertutup, akan tetapi
pengucapan putusannya harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Terhadap perlawanan yang dinyatakan benar maka dimulailah pemeriksaan terhadap
pokok perkaranya mulai dengan pemeriksaan persiapan dan seterusnya. Majelis yang
memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang sama dengan yang memeriksa
gugatan perlawanan tersebut tetapi dengan penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak
dengan secara otomatis. Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan
maka penetapan dismissal itu gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa,
diputus, dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai perlawanan
itu tidak dapat digunakan upaya hukum. Baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum
luar biasa. Apabila pihak Pelawan mengajukan permohonan banding atau upaya hukum
lainnya, maka Panitera berkewajiban membuat akte penolakan banding atau upaya
hukum lainnya.

Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan


persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah
untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan
tersebut diserahkan kearifan dan kebijaksanaan ketua majelis. Oleh karena itu dalam
pemeriksaan persiapan memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatan dan atau
tergugat untuk dimintai keterangan/ penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak selalu
harus didengar secara terpisah. Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musyawarah
dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan
di dalam kamar kerja hakim tanpa toga. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh
hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan
oleh ketua majelis. Maksud Pasal 63 ayat (2) b tidak terbatas hanya kepada Badan/Pejabat TUN
yang digugat, tetapi boleh juga terhadap siapa saja yang bersangkutan dengan data-data yang
diperlukan untuk mematangkan perkara itu. Tujuan dilakukannya Pemeriksaan persiapan ialah
untuk menerima bukti-bukti dan surat-surat yang berkaitan. Dalam hal adanya tanggapan dari
Tergugat, tidak dapat diartikan sebagai replik dan duplik. Bahwa untuk itu harus dibuat berita
acara pemeriksaan persiapan. Dalam tahap pemeriksaan persiapan juga dapat dilakukan
pemeriksaan setempat. Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan setempat tidak selalu
harus dilaksanakan lengkap, cukup oleh salah seorang anggota yang khusus ditugaskan untuk
melakukan pemeriksaan setempat. Penugasan tersebut dituangkan dalam bentuk penetapan.
Apabila gugatan dari Penggugat dinilai oleh Hakim sudah sempurna maka tidak perlu diadakan
perbaikan gugatan. ·
Majelis Hakim juga harus menyarankan kepada penggugat untuk memperbaiki petitum
gugatan yang sesuai dengan maksud ketentuan Pasal 53 tentang petitum gugatan dan dalam
Pasal 97 ayat 7 tentang putusan pengadilan, maka untuk keseragaman bunyi amar putusan
adalah sebagai berikut :
1. Mengabulkan gugatan penggugat.
2. Menyatakan batal keputusan TUN yang disengketakan yang dikeluarkan oleh nama
intansi atau nama Badan/Pejabat TUN tanggal… Nomor….perihal….atau menyatakan
tidak sah keputusan TUN yang disengketakan yang dikeluarkan oleh nama instansi atau
nama Badan/Pejabat TUN, tanggal ….nomor…perihal…).
Selanjutnya diikuti amar berupa mewajibkan atau memerintahkan Tergugat untuk
mencabut Keputusan TUN yang disengketakan. Untuk itu didalam praktek masih adanya
putusan yang sifatnya deklaratoir (Menyatakan batal atau tidak sah saja) , tidak diikuti amar
selanjutnya berupa: ”Mewajibkan atau Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan
TUN yang disengketakan.”
Tenggang waktu 30 hari tersebut tidak bersifat memaksa maka hakim tentu akan
berlaku bijaksana dengan tidak begitu saja menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat
diterima kalau penggugat baru satu kali diberi kesempatan untuk memperbaiki gugatannya.
(Penjelasan Pasal 63 ayat 3 UU No. 5 Tahun1986). Dalam pemeriksaan perkara dengan acara
cepat tidak ada pemeriksaan persiapan. Setelah ditunjuk Hakim tunggal, langsung para pihak
dipanggil untuk persidangan.

d. Persidangan
Dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara cepat (Pasal 98 dan 99
UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).Ketua Majelis/Hakim memerintahkan panitera
memanggil para pihak untuk pemeriksaan persidangan dengan surat tercatat. Jangka waktu
antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari 6 (enam) hari, kecuali dalam hal
sengketa tersebut harus diperiksa dengan acara cepat. Panggilan terhadap pihak yang
bersangkutan dianggap sah, apabila masing-masing telah menerima surat panggilan yang
dikirim dengan surat tercatat.Surat panggilan kepada tergugat disertai sehelai salinan gugatan
dengan pemberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan tertulis. Apabila dipandang
perlu Hakim berwenang memerintahkan kedua belah pihak yang bersengketa datang
menghadap sendiri ke persidangan, sekalipun sudah diwakili oleh seorang kuasa.Dalam
menentukan hari sidang, Hakim harus mempertimbangkan jauh dekatnya tempat tinggal kedua
belah pihak dari tempat persidangan. Dalam pemeriksaan dengan acara biasa, Pengadilan
memeriksa dan memutus sengketa TUN dengan tiga orang Hakim, sedangkan dengan acara
cepat dengan Hakim Tunggal. Pengadilan bersidang pada hari yang ditentukan dalam surat
panggilan. Pemeriksaan sengketa TUN dalam persidangan dipimpin oleh Hakim Ketua Sidang.
Hakim Ketua Sidang wajib menjaga supaya tata tertib dalam persidangan tetap ditaati setiap
orang dan segala perintahnya dilaksanakan dengan baik. Untuk keperluan pemeriksaan, Hakim
Ketua Sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum.
Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut
ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum,
namun putusan tetap diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum.Dalam hal
penggugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan pada hari pertama dan pada hari yang
ditentukan dalam panggilan kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, meskipun
setiap kali dipanggil dengan patut, gugatan dinyatakan gugur, dan penggugat harus membayar
biaya perkara. Setelah gugatan penggugat dinyatakan gugur, penggugat berhak memasukkan
gugatannya sekali lagi sesudah membayar uang muka biaya perkara.
Dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali sidang berturut-
turut dan atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan
meskipun setiap kali telah dipanggil dengan patut, maka Hakim Ketua Sidang dengan surat
penetapan meminta atasan tergugat memerintahkan tergugat hadir dan atau menanggapi
gugatan. Dalam hal setelah lewat dua bulan sesudah dikirimkan dengan surat tercatat penetapan
tersebut tidak diterima berita baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat, maka Hakim
Ketua Sidang menetapkan hari sidang berikutnya dan pemeriksaan sengketa dilanjutkan
menurut acara biasa, tanpa hadirnya tergugat.
Putusan terhadap pokok gugatan dapat dijatuhkan hanya setelah pemeriksaan mengenai
segi pembuktiannya dilakukan secara tuntas. Dalam hal terdapat lebih dari seorang tergugat
dan seorang atau lebih diantara mereka atau kuasanya tidak hadir di persidangan tanpa alasan
yang dapat dipertanggungjawabkan, pemeriksaan sengketa itu dapat ditunda sampai hari
sidang yang ditentukan Hakim Ketua Sidang. Penundaan sidang itu diberitahukan kepada pihak
yang hadir, sedang terhadap pihak yang tidak hadir oleh Hakim Ketua Sidang diperintahkan
untuk dipanggil sekali lagi. Apabila pada hari penundaan sidang tersebut tergugat atau
kuasanya masih ada yang tidak hadir, sidang dilanjutkan tanpa kehadirannya. Pemeriksaan
sengketa dimulai dengan membacakan isi gugatan dan surat yang memuat jawaban oleh Hakim
Ketua Sidang dan jika tidak ada surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk
mengajukan jawabannya. Hakim Ketua Sidang memberikan kesempatan kepada kedua belah
pihak untuk menjelaskan seperlunya hal yang diajukan oleh mereka masing-masing.
Penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari gugatannya hanya sampai dengan replik,
asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat, dan hal tersebut
harus dipertimbangkan dengan seksama oleh Hakim. Tergugat dapat mengubah alasan yang
mendasari jawabannya hanya sampai dengan duplik, asal disertai alasan yang cukup serta tidak
merugikan kepentingan penggugat dan hal tersebut harus dipertimbangkan dengan seksama
oleh Hakim.

Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan


jawaban. Apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan
oleh penggugat akan dikabulkan oleh pengadilan hanya apabila disetujui tergugat.Eksepsi
tentang kewenangan absolut Pengadilan dapat diajukan setiap waktu selama pemeriksaan, dan
meskipun tidak ada eksepsi tentang kewenangan absolut Pengadilan, apabila hakim
mengetahui hal itu, ia karena jabatannya wajib menyatakan bahwa Pengadilan tidak berwenang
mengadili sengketa yang bersangkutan.

Eksepsi tentang kewenangan relatif Pengadilan diajukan sebelum disampaikan jawaban atas
pokok sengketa, dan eksepsi tersebut harus diputus sebelum pokok sengketa diperiksa. Eksepsi
lain yang tidak mengenai kewenangan Pengadilan hanya dapat diputus bersama dengan pokok
perkara.Demi kelancaran pemeriksaan sengketa, Hakim Ketua Sidang berhak di dalam sidang
memberikan petunjuk kepada para pihak yang bersengketa mengenai upaya hukum dan alat
bukti yang dapat digunakan oleh mereka dalam sengketa.

Ketentuan ini menunjukkan bahwa peranan hakim ketua sidang dalam proses pemeriksaan
sengketa TUN adalah aktif dan menentukan serta memimpin jalannya persidangan agar
pemeriksaan tidak berlarut-larut.

Oleh karena itu, cepat atau lambatnya penyelesaian sengketa tidak semata-mata bergantung
pada kehendak para pihak, melainkan Hakim harus selalu memperhatikan kepentingan umum
yang tidak boleh terlalu lama dihambat oleh sengketa itu.Hakim menentukan apa yang harus
dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Pasal 107 UU
No.5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 mengatur ketentuan dalam rangka usaha
menemukan kebenaran materil. Berbeda dengan sistem hukum pembuktian dalam hukum acara
Perdata, maka dengan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam pemeriksaan tanpa
bergantung pada fakta dan hal yang diajukan oleh para pihak, Hakim Peratun dapat
menentukan sendiri :
1. Apa yang harus dibuktikan.
2. Siapa yang harus dibebani pembuktian hal apa saja yang harus dibuktikan oleh hakim
sendiri.
3. Alat bukti mana saja yang diutamakan untuk dipergunakan dalam pembuktian.
4. Kekuatan pembuktian bukti yang telah diajukan.

Alat bukti terdiri dari : Surat atau tulisan, Keterangan ahli, Keterangan saksi, Pengakuan para
pihak, Pengetahuan hakim. Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan.

Untuk kepentingan pemeriksaan dan apabila Hakim Ketua Sidang memandang perlu ia dapat
memerintahkan pemeriksaan terhadap surat yang dipegang oleh Pejabat TUN, atau pejabat lain
yang menyimpan surat, atau meminta penjelasan dan keterangan tentang sesuatu yang
bersangkutan dengan sengketa. Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan pula supaya surat
tersebut diperlihatkan kepada Pengadilan dalam persidangan yang akan ditentukan untuk
keperluan itu.

Apabila surat itu merupakan bagian dari sebuah daftar, sebelum diperlihatkan oleh
penyimpannya dibuat salinan surat itu sebagai ganti yang asli selama surat yang asli belum
diterima kembali dari pengadilan.Pemeriksaan saksi di persidangan dipanggil ke dalam ruang
sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh Hakim
Ketua Sidang. Saksi yang sudah diperiksa harus tetap di dalam ruang sidang kecuali jika hakim
ketua sidang menganggap perlu mendengar saksi yang lain di luar hadirnya saksi yang telah
didengar itu misalnya apabila saksi lain yang akan diperiksa itu berkeberatan memberikan
keterangan dengan tetap hadirnya saksi yang telah didengar.Atas permintaan salah satu pihak
atau karena jabatannya, Hakim Ketua Sidang dapat memerintahkan seorang saksi untuk
didengar dalam persidangan.Pejabat yang dipanggil sebagai saksi wajib datang sendiri di
persidangan. Biaya perjalanan pejabat yang dipanggil sebagai saksi di Pengadilan tidak
dibebankan sebagai biaya perkara.

Apabila saksi tidak datang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan meskipun telah
dipanggil dengan patut dan hakim mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi
sengaja tidak datang, Hakim Ketua Sidang dapat memberi perintah supaya saksi dibawa oleh
polisi ke persidangan. Menjadi saksi adalah satu kewajiban hukum setiap orang. Orang yang
dipanggil menghadap sidang Pengadilan untuk menjadi saksi tetapi menolak kewajiban itu
dapat dipaksa untuk dihadapkan di persidangan dengan bantuan polisi. Seorang saksi yang
tidak bertempat tinggal di daerah hukum pengadilan yang bersangkutan tidak diwajibkan
datang di Pengadilan tersebut tetapi pemeriksaan saksi itu dapat diserahkan kepada Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman saksi. Ketua Pengadilan yang
mendelegasikan wewenang pemeriksaan saksi tersebut mencantumkan dalam penetapannya
dengan jelas hal atau persoalan yang harus ditanyakan kepada saksi oleh Pengadilan yang
diserahi delegasi wewenang tersebut.Dari pemeriksaan saksi tersebut dibuat berita acara yang
ditandatangani oleh Hakim dan Panitera Pengadilan yang kemudian dikirimkan kepada
Pengadilan yang memberikan delegasi wewenang di atas.

1). Pada setiap pemeriksaan, panitera harus membuat berita acara sidang yang memuat segala
sesuatu yang terjadi dalam sidang.
2). Berita acara sidang ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan panitera. Apabila salah
seorang dari mereka berhalangan, maka hal itu dinyatakan dalam berita acara tersebut .Apabila
hakim ketua sidang dan panitera berhalangan menandatangani maka berita acara
ditandatangani oleh ketua pengadilan dengan menyatakan berhalangannya hakim ketua sidang
dan panitera tersebut.Apabila suatu sengketa tidak dapat diselesaikan pada suatu hari
persidangan, pemeriksaan dilanjutkan pada hari persidangan berikutnya. Lanjutan sidang harus
diberitahukan kepada kedua belah pihak, dan bagi mereka pemberitahuan ini disamakan
dengan panggilan. Dalam hal salah satu pihak yang datang pada hari persidangan pertama
ternyata tidak datang pada hari persidangan selanjutnya Hakim Ketua Sidang menyuruh
memberitahukan kepada pihak yang tidak hadir tentang waktu, hari, dan tanggal persidangan
berikutnya. (Pasal 95 UU No. 5 Tahun1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).Dalam hal pemeriksaan
sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing.

e. Putusan

Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang
menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim
bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan
sengketa tersebut.Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua
Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali setelah diusahakan dengan sungguh-
sungguh tidak dapat dicapai permufakataan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.

Apabila musyawarah majelis tersebut tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan


ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya. Apabila dalam musyawarah majelis
berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang
menentukan.Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka
untuk umum atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah
pihak.Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Apabila salah
satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilan diucapkan, atas
perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada
yang bersangkutan.

Tidak diucapkannya putusan dalam sidang terbuka untuk umum mengakibatkan putusan
Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.Putusan pengadilan harus memuat
dan memenuhi syarat sebagai berikut :

a. Kepala putusan yang berbunyi : “DEMI KEADILAN BERDASARKAN


KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kedudukan para pihak;
c. ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
d. pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam
persidangan selama sengketa itu diperiksa;
e. alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
g. hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus, nama panitera, serta keterangan
hadir atau tidak hadirnya para pihak. (Pasal 109 UU No.5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun
2004).

Tidak terpenuhinya salah satu ketentuan dalam syarat putusan tersebut, dapat menyebabkan
batalnya putusan Pengadilan.Dalam Pasal 97 ayat (7), (8), (9) UU No. 5 Tahun 1986 jo UU
No. 9 Tahun 2004 mengenai putusan yaitu :
(7) Putusan pengadilan dapat berupa :
a. Gugatan penggugat ditolak.
b. Gugatan penggugat dikabulkan.
c. Gugatan penggugat tidak diterima.
d. Gugatan penggugat gugur.
(8) Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan dapat
ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat TUN.
(9) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) dapat disertai pembebanan ganti rugi
berupa :
a. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan atau
b. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan penerbitan keputusan TUN yang
baru; atau
c. Penerbitan keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3.
(10) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (9) dapat disertai pembebanan ganti rugi.
(11) Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8) menyangkut
kepegawaian, maka disamping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam (9) dan ayat (10) dapat
disertai pemberian rehabilitasi.

Bagi pihak yang tidak sependapat dengan Putusan PTUN dapat mengajukan upaya hukum
banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) dalam tenggang waktu 14 hari
setelah putusan PTUN diberitahukan secara sah.
MENGAJUKAN GUGATAN DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Oleh Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM

Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat
sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya kepentingan
seseorang atau suatu badan hukum akibat dikeluarkannya sutau putusan Tata Usaha Negara.
Gugatan itu diajukan secara tertulis dengan permintaan agar putusan Tata Usaha Negara itu
dinyatakan batal atau tidak sah. Agar gugatan itu diterima oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara, maka gugatan itu harus memuat alasan antara lain:

1. Keputusan Tata Usaha Negara itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan


yang berlaku.
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sewaktu mengeluarkan putusan tersebut telah
menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya wewenang
tersebut.
3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan putusan seharusnya telah mempertimbangkan tidak sampai pada
pengambilan putusan itu.

Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang
berwenang, yaitu pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.
Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan masing-masing
berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum, maka gugatan itu dapat diajukan kepada
pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara. Jika tergugat tidak berada dalam satu daerah hukum dengan tempat
kedudukan penggugat, maka gugatan dapat juga diajukan ke pengadilan yang daerah
hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada
Pengadilan di daerah hukum tergugat.
Pengajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara hanya dapat dilakukan dalam tenggang
waktu 90 hari sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara. Dalam gugatan itu harus dimuat identitas para pihak dan dasar gugatan. Apabila
gugatan diajukan oleh kuasa penggugat, maka gugatan itu harus disertai dengan surat kuasa –
atau tanpa surat kuasa asalkan pemberian kuasa itu dilakukan secara lisan di persidangan.
Selain surat kuasa, gugatan itu sedapat mungkin juga disertai Keputusan Tata Usaha Negara
yang disengketakan.

Sebelum gugatan didaftarkan dalam daftar perkara oleh Panitera, terlebih dahulu penggugat
harus membayar uang muka biaya perkara. Setelah uang muka dibayarkan barulah gugatan
dapat dicatat dalam daftar perkara. Jika penggugat tidak mampu membayar uang muka biaya
perkara, penggugat dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara untuk bersengeketa dengan cuma-cuma pada saat penggugat mengajukan gugatannya.
Permohonan itu harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah
tempat tinggal penggugat. Permohonan berperkara cuma-cuma itu harus diperiksa dan
ditetapkan lebih dulu sebelum pokok sengketanya diperiksa.

PEMBUKTIAN DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA

Oleh Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM

Dalam pemeriksaan di sidang Peradilan Tata Usaha Negara, alat bukti yang dapat diajukan
ialah meliputi surat atau tulisan, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan para
pihak, dan pengetahuan Hakim. Suatu keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu
dibuktikan. Dalam pembuktian, hakim dapat menentukan apa yang harus dibuktikan, beban
pembuktiannya, serta penilaian terhadap bukti-bukti tersebut. Untuk sahnya pembuktian
diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim.

Sebagai alat bukti, surat terdiri dari akta otentik, akta di bawah tangan, dan surat lainnya
yang bukan merupakan akta. Akta merupakan surat yang sengaja dibuat untuk kepentingan
pembuktian mengenai suatu perbuatan hukum tertentu yang diterangkan di dalamnya. Akta
otentik sebagai surat dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan berwenang membuatnya. Sebagai alat bukti perbuatan hukum,
akta otentik memiliki kekuatan bukti yang sempurna. Berlainan dengan akta otentik, akta
di bawah tangan merupakan surat yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak pihak dan
bukan dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum. Surat-surat lainnya yang bukan akta
merupakan surat biasa yang dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan alat bukti mengenai
suatu perbuatan hukum tertentu – namun tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti.

Keterangan ahli sebagai alat bukti adalah pendapat orang yang diberikan di bawah sumpah
dalam persidangan tentang sesuatu hal yang ia ketahui. Pengetahuan seorang ahli yang
memberi keterangan ahlinya itu diperolehnya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya.
Keterangan ahli itu diberikannya di persidangan atas penunjukan oleh Hakim Ketua, baik atas
permintaan para pihak maupun karena jabatannya. Mereka yang tidak boleh didengar
keterangannya sebagai ahli adalah:

 Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah
sampai derajat ke dua dari salah satu pihak yang bersengketa.
 Isteri atau suami salah satu pihak yang bersengketa meskipun sudah bercerai.
 Anak yang belum berusia tujuh belas tahun.
 Orang yang sakit ingatan

Keterangan saksi merupakan alat bukti jika keterangan itu berkenaan dengan hal yang
dialami, dilihat, atau didengar sendiri oleh saksi. Sebuah rumor ataupun asumsi dari seorang
saksi bukanlah merupakan keterangan saksi yang dapat dijadikan alat bukti. Pengakuan para
pihak adalah apa yang para pihak akui mengenai suatu keadaan tertentu. Pengakuan itu tidak
dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan alasan yang kuat dan dapat diterima oleh hakim,
sedangkan pengetahuan hakim sebagai alat bukti adalah hal yang olehnya diketahui dan
diyakini kebenarannya.

PROSES DISMISSAL DAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN

Oleh Oleh : Nurul Syafuan, SH.,SE.,MM


1. PENDAHULUAN

Proses dismissal merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di Pengadilan Tata
Usaha Negara oleh Ketua Pengadilan. Dalam proses penelitian itu, Ketua Pengadilan dalam
rapat permusyawaratan memutuskan dengan suatu Penetapan yang dilengkapi dengan
pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau
tidak berdasar.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana telah diubah dan ditambah dalam
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (dan untuk
memudahkan penyebutannya selanjutnya disebut UU PERATUN), dan juga di dalam
penjelasannya, istilah proses dismissal tidak dikenal, akan tetapi substansi dari makna tersebut
diatur dalam Pasal 62 UU PERATUN.

Istilah prosedur dismissal atau proses dismissal hanya dapat ditemui dalam keterangan
Pemerintah di hadapan siding paripurna DPR-RI yang mengantarkan RUU tentang Peradilan
Tata Usaha Negara yang disampaikan oleh Menteri Kehakiman Ismail Saleh, S.H., pada
tanggal 29 April 1986.

2. PROSES DISMISSAL

Pasal 62 UU PERATUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana mekanisme pemeriksaan


terhadap gugatan yang masuk dalam proses dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum
acaranya, Mahkamah Agung dalam SEMA No.2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Beberapa Ketentuan Di Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, Romawi II, antara lain mengatur sebagai berikut :

a. Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga menunjuk seorang Hakim
sebagai reporteur (raportir).

b. Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat permusyawaratan (di dalam kamar Ketua) atau
dilaksanakan secara singkat.
c. Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan keterangan para pihak
sebelum menentukan Penetapan Dismissal apabila dianggap perlu.

d. Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dan
Penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua dan Panitera Kepala/Wakil Panitera. Wakil
Ketua Pengadilan dapat pula menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua
Pengadilan berhalangan.

e. Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan


ditentukan, dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkan.

f. Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka
dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut (dismissal
parsial).

g. Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan terhadap Penetapan


Dismissal berlaku juga dalam hal ini.

h. Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan tidak terlalu mudah


menggunakan Pasal 62 tersebut, kecuali mengenai Pasal 62 ayat (1) butir a dan e.

3. ALASAN-ALASAN UNTUK “MENDISMISSAL GUGATAN”

Alasan-alasan yang dapat dipakai untuk melakukan dismissal terhadap gugatan ditentukan
secara limitatif dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986, yaitu :

a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan.

Yang dimaksud dengan “pokok gugatan”, menurut penjelasannya adalah fakta yang dijadikan
dasar gugatan. Atas dasar fakta tersebut Penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan
hukum tertentu, dan oleh karenanya mangajukan tuntutan.

b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh


Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan.

c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.


d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan TUN yang
digugat.

e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau telah lewat waktunya.

4. PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL

Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal diatur dalam Pasal 62 ayat (3), (4), (5) dan (6) UU
PERATUN, selengkapnya sebagai berikut :

(3) a. Terhadap Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan
kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 hari setelah ditetapkan ;

b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56.

(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
dengan acara singkat.

 Maksud diterapkannya acara singkat menurut Indroharto dalam Buku II hal. 149 adalah
:

1. Agar rintangan-rintangan yang mungkin terjadi untuk penyelesaian perkara secara cepat
terhadap sengketa TUN sedapat mungkin di singkirkan.

2. Cara yang sederhana dan singkat untuk menanggulangi arus masuknya perkara yang
sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai gugatan di Pengadilan TUN.

(5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka Penetapan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa,
diputus dan diselesaikan menurut cara biasa.

(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum.

Isi perlawanan pada pokoknya menyatakan bahwa gugatan Penggugat telah sempurna atau
telah benar-benar sesuai dengan fakta-fakta yang didalilkan dalam gugatan, dan tidak
memenuhi ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986.

Selanjutnya dalam JUKLAK Mahkamah Agung RI No.222/Td.TUN/X/1993 tanggal 14


Oktober 1993, ditentukan :

a. Dalam proses perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, setidak-tidaknya


Penggugat/Pelawan maupun Tergugat didengar dalam persidangan tanpa memeriksa pokok
gugatan.

b. Putusan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal tidak tersedia upaya hukum apapun
(vide Pasal 62 ayat 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986), baik upaya hukum biasa maupun
upaya hukum luar biasa.

c. Dalam hal pihak Pelawan mengajukan perlawanan, banding atau upaya hukum lainnya,
maka Panitera berkewajiban membuat Akta Penolakan Banding.

d. Nomor dalam perkara perlawanan adalah sama dengan Nomor gugatan asal dengan
ditambah kode PLW.

5. CARA PEMERIKSAAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN TERHADAP


PENETAPAN DISMISSAL

Undang-undang tidak mengatur mengenai tata cara pemeriksaan terhadap perlawanan


Penetapan Dismissal.

Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diatur dalam Surat Mahkamah Agung RI
No.224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 perihal JUKLAK yang dirumuskan dalam
Pelatihan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Tahap III Angka VII.1, sebagai berikut :

a. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak perlu sampai


memeriksa materi gugatannya, seperti memeriksa bukti-bukti, saksi-saksi, ahli dan sebagainya.

b. Barulah kalau perlawanan tersebut dinyatakan benar, maka dilakukan pemeriksaan


terhadap pokok perkaranya yang dimulai dengan pemeriksaan persiapan dan seterusnya.
c. Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang sama dengan yang
memeriksa gugatan perlawanan tersebut, tetapi dengan Penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak
dengan secara otomatis.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa :

1. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal dilakukan oleh Majelis dalam sidang
yang terbuka untuk umum.

2. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak boleh sampai memeriksa
materi gugatan.

3. Dalam hal perlawanan ditolak, maka bagi Pelawan tidak tersedia upaya hukum. Dalam hal
perlawanan diterima, maka persidangan terhadap perkaranya dilakukan dengan acara biasa
oleh Majelis Hakim yang sama, dengan nomor perkara yang sama.

4. Gugatan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan diajukan dalam


waktu 14 hari setelah Penetapan Ketua Pengadilan diucapkan.

5. Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal dilakukan dengan cara mengajukan gugatan


biasa (vide Pasal 62 ayat 3b jo. Pasal 56).

6. Untuk melengkapi gugatan perlawanan dilampirkan salinan Penetapan Dismissal Ketua


PTUN yang bersangkutan.

7. Dasar gugatan atau hal yang diminta untuk diputus dalam perlawanan adalah menjelaskan
mengenai mengapa Penetapan Dismissal Ketua dianggap tidak tepat menurut Pelawan, disertai
tuntutan agar Penetapan Dismissal Ketua dinyatakan tidak berdasar.

8. Jika diperlukan dalam gugatan perlawanan, Pelawan sendiri diminta hadir dalam
persidangan untuk didengar oleh Majelis perlawanan.

9. Gugatan perlawanan ditandatangani oleh Pelawan dan Kuasanya.

10. Pokok pemeriksaan yang dilakukan terhadap gugatan perlawanan oleh Majelis Hakim
perlawanan adalah :
a. Tepat tidaknya penetapan Ketua PTUN yang menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak
berdasar.

b. Dengan demikian yang diuji adalah tepat tidaknya penggunaan salah satu atau lebih alasan
yang ditentukan dalam Pasal 62 huruf a sampai dengan huruf e UU PERATUN yang digunakan
sebagai dasar untuk mendismissal gugatan Penggugat oleh Ketua PTUN dengan menyatakan
gugatan tidak diterima atau tidak berdasar.

11. Dalam hal Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan dibenarkan oleh Majelis Hakim
Perlawanan yang memutus gugatan perlawanan, maka putusannya harus disusun dalam bentuk
yang mengacu ketentuan Pasal 109, yaitu memuat :

1. Kepala Putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.

2. Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman atau Tempat Kedudukan para pihak
yang bersengketa.

3. Pertimbangan dan penilaian Ketua Pengadilan atau Majelis yang memutusnya.

4. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan.

5. Amar putusan tentang sengketa yang bersangkutan.

6. Hari, tanggal putusan, nama Majelis yang memutus, nama Panitera, serta keterangan
tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.

Apabila pihak-pihak tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka kepada Panitera
diperintahkan agar salinan putusan dikirimkan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan.

12. Akibat hukum apabila Penetapan Dismissal Ketua dibenarkan atau menurut pendapat
Majelis perlawanan gugatan perlawanan tidak berdasar atau tidak dapat diterima, maka
terhadap putusan Majelis perlawanan yang dilakukan dengan acara singkat tersebut tidak dapat
diajukan upaya hukum (vide Pasal 62 ayat 6). Akibatnya terhadap Penetapan Dismissal Ketua
Pengadilan menjadi berkekuatan hukum tetap seperti putusan akhir terhadap pokok
perkaranya.
6. PEMERIKSAAN DALAM PROSES DISMISSAL DAN UPAYA PERLAWANAN
DILAKUKAN DENGAN ACARA SINGKAT

Dalam Undang-Undang tidak diatur apa yang dimaksud dengan acara singkat. Undang-undang
tersebut hanya mengatur pemeriksaan dengan acara cepat yaitu dalam Pasal 98.

Dengan mengintrodusir acara singkat, kemungkinan Pembentuk undang-undang bermaksud


agar rintangan yang mungkin akan menjadi penghalang penyelesaian sengketa tata usaha
negara dapat dihindari secara cepat. Di samping itu, sebagai upaya untuk menghindari agar
terhadap gugatan yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai gugatan tata
usaha negara dilanjutkan pemeriksaannya sampai dengan terhadap pokok sengketanya.

Cara pemeriksaannya dalam hal pemeriksaan dalam proses dismissal oleh Ketua, sesuai dengan
ratio legisnya seharusnya memang sangat singkat, yaitu pemutusannya hanya dilakukan dalam
rapat permusyawaratan Ketua Pengadilan tanpa ada proses antar pihak, dan tanpa dilakukan
pemeriksaan di muka persidangan.

Sedangkan yang dilakukan dalam proses pemeriksaan gugatan perlawanan oleh Majelis
perlawanan hanyalah menguji tepat tidaknya penggunaan Pasal 62 huruf a sampai dengan huruf
e Undang-Undang PERATUN oleh Ketua PTUN di dalam mendismissal gugatan.
CONTOH SURAT GUGATAN PTUN

PERMOHONAN GUGATAN
Nomor :
Lampiran : 5 lembar
Perihal : Gugatan

Kepada Yth,
Bapak Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara
Padang
Di-
Padang,...

Dengan Hormat,
Sebagi kuasa hukum:
……………………..…….NURUL SYAFUAN, SH., MM………………………………...….
Selaku Kuasa Hukum yang beralamat di : Jl. -----------------------------------------------------
Bertindak untuk dan atas nama:
…………………………….…....SURYA DHARMA……………………………………..
Umur:22 Tahun, Pekerjaan:Pengadilan Negeri, Agama:Islam, Alamat:Jl.Hamka No.24
Batusangkar.
Berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 012/SKK/X/BL/2008 tertanggal 05 Oktober 2010.
Yang selanjutnya disebut:
……………………………….... PIHAK PENGGUGAT…………………………………….

Dengan ini menyampaikan gugatan terhadap:


Nama : KEPALA KANTOR PERTAHANAN
BUKITTINGGI
Berkedudukan : Jalan Belakang Balok Bukittinggi

Yang selanjutnya disebut:


……………………………….PIHAK TERGUGAT…………………………………

OBJEK GUGATAN :
Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi objek gugatan adalah :
Sertifikat Hak Milik Nomor: M.886/Bj. Tahun 2008 tanggal 21 September 2008, luas 1.930
M2 atas nama YOLI MELTA.

TENTANG DUDUK PERKARA:


1. bahwa penggugat semula pada tahun 1990 an memiliki sebidang tanah yang terletak di
Tangah Jua, seluas 1.000 M2. oleh karena tanah penggugat tersebut terkena proyek irigasi,
mendapat ganti dalam bentuk tanah pula dan dipindahkan ke wilayah Blakang Balok
berdasarkan surat dari Kepala Pengawasan Lapangan Proyek Irigasi Bukittinggi dengan Surat
Pemeriksaan Pekerjaan tertanggal 10 Juli 2006 (Bukti P-1);
2. bahwa lokasi tanah yang diterbitkan Sertifikat atas nama beberapa orang, diantaranya
sertifikat Hak Milik Nomor: M.886/Bj.Tahun 2008 tangal 21 September 2008, luas 1.930 M2
atas nama YOLI MELTA, setempat pada saat sekarang ini telah dikenal dengan Tangah Jua,
Kota Bukittinggi,dengan batasan-batasan sebagai berikut:
sebelah timur,berbatasan dengan tanah milik Hi.Rojali
sebelah barat,berbatasan dengan tanah milik gereja
sebelah utara,berbatasan dengan jalan kampung
sebelah selatan,berbatasan dengan jalan Tangah Jua pada sekitar awal tahun 2007, penggugat
didatangi seseorang bernama HASANUDIN (anggota polisi) dengan maksud untuk membeli
sebagian dari bidang tanah milik penggugat. Oleh karena kedatangannya pertamakali beritikad
baik, maka Penggugat menyetujuinya dengan luas/ukuran Panjang 50 Meter dan lebar 25
Meter, namun itu baru berupa kesepakatan secara lisan dan tidak disertai transaksi apapun baik
berupa pajer maupun perjanjian tertulis lainnya;
4. bahwa selang waktu beberapa waktu lamanya kurang lebih satu bulan lamanya,
HASANUDIN mendatangi penggugat dengan membawa seorang keturunan tiong Hoa
bernama ALIM SUSILO (Lo Kie Lim). Setelah penggugat di perkenalkan kepada Alim Susilo
oleh Hasanudin, selanjutnya diutarakan dengan maksud kedatangannya yaitu: bahwa saudara
Alim susilo bermaksud hendak mendirikan banguana sebagi gudang untuk menyimpan barang-
barang pabriknya di atas sebagian tanah Penggugat (tidak ada melalui jual beli) akan tetapi
melalui kompensasi apabila kelak gudang itu sudah tidak digunakan lagi, maka bangunan
gudang tersebut akan menjadi hak milik penggugat;
5. tanpa pikir panjang, karena memperkenalkan adalah Pak HASANUDIN, akhirnya
penggugat mempersilahkannya dan ini pun sekali lagi tidak ada perjanjian secara tertulis di
atas kertas;
6. pengguaagt telah berusaha berulang kali meminta penyelesaian kepada Bapak Hasanudin
namun yang bersangkutan senantiasa beralasan dan senantiasa mengelak hingga akhir
hidupnya terhadap penggugat tersebut tidak pernah dibayar oleh Hasanudin (yang saat itu
bertugas sebagi anggota polisi);
7. bahwa hingga saat gugatan ini didaftarkan di daftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Tata
Usaha Negara Padang, Penggugat tetap masih mengusai tanah tersebut walau diatasnya telah
diterbitkan beberapa sertifikat atas nama orang lain;
8. bahwa pada suatu saat tepatnya pada hari sabtu tanggal 24 april 2007 penggugat menerima
Surat Panggilan dari Kepolisian Resor Kota Bukittinggi dengan nomor :
Pol.Sp.Pgl/114/SERSE/2008, tertanggal 24 April 2007 sebagi tersangka dalam kasus
penyerobotan tanah atas laporan seseorang;
9. bahwa pada hari senin tanggal 26 april 2007 penggugat diperiksa di Kantor Kepolisian Resor
Kota Bukittinggi, di dalam pemeriksaan tersebut penggugat menceritakan keadaan yang
sebenarnya dengan menunjukkan surat bukti P-1 tersebut di atas. Atas dasar buktisurat hasil
pemeriksaan pekerjaan proyek irigasi tersebut, pemeriksaan terhadap penggugat tidak
dilanjutkan. Dan oleh pihak penyidik pada saat itu diberitahukan kepada penggugat, bahwa di
atas tanah milik penggugat tersebut terlah disertifikasikan oleh atas nama orang lain (atas nama
YOLI MELTA). Oleh penyidik, disarankan mengapa HIDAYAT tidak menggugatnya? Saat
itu penggugat, menjawab bahwa penggugat belum mempunyai bukti sertifikat tersebut.
10. bahwa, selanjutnya pada tahun 2007 tiba-tiba Penggugat menerima lagi Surat Panggilan
dari Kepolisian Resort Bukittinggi dengan nomor: Pol.Sp.Pgl/249/Reskrim/IV/2007. Tanggal
25 April 2007 sebagai tersanggka dalam kasus penyerobotan tanah yang dilaporkan oleh
seseorang
11. bahwa pada hari yang telah ditetapkan, penggugat menghadap ke Kantor Polisi Resort
Bukittinggi, tepatnya pada hari Kamis, tanggal 28 april 2007, dengan stastus sebagi tersangka
dalam perkara penyerobotan tanah. Dalam pemeriksaan tersebut Penggugat menerangkan hal
yang sesungguhnya sambil menunjukkan Surat Pemeriksaan Pekerjaan Proyek Irigasi yang
menerangkan tentang status tanah yang Penggugat kuasai sebagai bukti P-1 tersebut di atas.
Dan kasus ini tidak berlanjut.
12. bahwa, tuduhan terhadap Penggugat yang dilaporkan oleh seseorang ke kantor Polisi Resort
Bukittinggi pun tidak berlanjut. Dan pada saat itulah penggugat mulai mendapatkan Sertifikat
atas nama ALIM SUSILO alias LO KIE LIM (bukti P-2), KESUMA SUNJAYA (bukti P-3),
dan atas nama WIDAWATI (bukti P-4), berdampingan dengan tanah point 3 dan 4 gugatan
tersebut di atas. Sungguh aneh, penggugat terkejut, karena ternyata ALIM SUSILO alias LO
KIE LIM telah mensertifikasikan tanah Penggugat seluas 3780 M2 dalam sertifikat Nomor
15/Bj. Tahun 1977 yang sudah terbagi habis dengan sertifikat-sertifikat turunannya.
13. bahwa, semula gugatan Penggugat ditunjukkan untuk menggugat kelima sertifikat tersebut
di atas. Namun atas petunjuk Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Padang, seyogyanya
gugatan dipecah menjadi empat gugatan, karena untuk masing-masing penerbitaan Sertifikat
tersebut mempunyai alasan-alasan tersendiri. Dan untuk itu, Penggugat telah melaksanakan
petunjuk dari Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Padang, dan telah tercatat dalam
buku register Perkara di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Padang pada tanggal 16
Juni 2008.

DASAR DAN ALASAN GUGATAN


TERHADAP SERTIFIKAT HAK MILIK NOMOR 886 TAHUN/Bj.Tahun 2008
Tanggal 21 September 2008 luas 1.930 m2 atas nama YOLI MELTA
adalah sebagai berikut:
14. bahwa, setelah Alim Susilo meninggal pada sekitar tahun 1996, semula harta benda beralih
kepemilikannya kepada ahli warisnya, istrinya yang bernama AGNES NANCI K. alas hak
yang di jadikan dasar penerbitan Sertifikat Nomor ; 886/Bj Tahun 2008 tanggal 21 September
2008, luas 1.930 m2 atas nama YOLI MELTA (bukti P-4) adalah atas dasar transaksi jual beli
antara YOLI MELTA dengan ahli waris ALIM SUSILO sebagai orang yang pernah
diperkenalkan kepada Penggugat oleh Al-marhum HASANUDIN untuk membangun gudang
bagi penyimpanan barang-barang pabriknya di atas sebidang tanah milik Penggugat
(sebagaimana point 3 da 4) yang nota bene hingga sekarang antara Penggugat Alim Susilo tidak
pernah ada transaksi apapun dalam peralihan sebagian hak atas tanah yang didirikan gudang
bagi pabriknya. Dalam hal ini, apakah Sdr.Alim Susilo serta ahli waris Alim Susilo mempunyai
kapasitas bertindak sebagai penjual (pemilik sejati?) Penggugat serahkan sepenuhnya kepada
penilaian Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Padang.
15. bahwa, sebagai pihak petunjuk batas dalam pembuatan sertifikat tersebut , hanya ditunjuk
oleh Sdr.Alim Susilo tanpa ada penunjukan batas yang lainnya termasuk Penggugat.
Sedangkan secara defacto tanah yang diukur itu merupakan bagian tanah yang penggugat
kuasai sejak tahun 1969 berdasarkan bukti P-1.
16. bahwa Foto Kopi Serifikat-serifikat yang dijadikan objek gugatan dalam kasus ini oleh
Penggugat setelah dilakukan pemeriksaan atas tuduhan penyerobotan tanah terhadap
Penggugat, sekali tidak terbukti, baru kemudian penggugat memperoleh Seretifikat atas nama
Alim Susilo dan Kesuma Sanjaya serta atas nama Yoli Melta, pemeriksaan tersebut
dilaksanakan pada hari : Kamis, 9 Oktober 2008 mulai saat itulah penggugat memproleh foto
kopi sertifikat dimaksud sehingga dengan demikian, hingga didaftarkannya gugatan Penggugat
di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Padang berdasarkan ketentuan pasal 55
Undang-undang Nomor 9 tahun 2004 tentang perubahan atas Uandang-undang Nomor 5 tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu
90 hari.
17. Bahwa dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik nomor: 886/Bj.Tahun 2008 Tanggal 21
September 2008, luas 1.930 m2 atas nama Yoli Melta adalah bertentangan dengan Peraturan
menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1973, khususnya pasal 4 ayat 2 Jounto Pasal 17 ayat 2
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, dan telah melanggar
azas-azas umum pemerintahan yang baik khusunya azas bertindak sewenag-wenang, TIDAK
CERMAT/TIDAK TELITI sehingga bertentangan dengan ketentuan pasal 53 ayat 2 Undang-
undang Nomor 9 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
18. Bahwa terhadap tanah-tanah yang penggugat kuasai hingga kini tidak pernah terjadi
transaksi dalam bentuk apapun yang menyebabkan beralihnya hak kepemilikan sebagian tanah
milik penggugat kepada pihak siapapun atau pihak ketiga lainnya.
19. Bahwa pihak-pihak pemegang sertifikat yang objek tanahnya berada di sebagian bidang
tanah milik penggugat semula seluas keseluruhannya adalah 11.000m2, yang secara fisik
tanahnya dalam penguasaan Penggugat sepenuhnya.

PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut, Penggugat memohon kepada Pengadilan Tata Usaha Negara
Padang untuk memeriksa, memutus serta menyelesaikan berdasarkan hukum, keadilan dan
kebenaran, sebagai berikut:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2) Menyatakan batal atau tidak sah Surat Keputusan Tata Usaha Negara yang di terbitkan oleh
Tergugat (Kepala Dinas Pertahanan Kota Bukittinggi) berupa: Sertifikat Hak Milik Nomor
M.886.Bj tahun 2000 tanggal 21 september 2000, luas 1.930 m2 atas nama Yoli Melta, nya
dari daftar Register Buku Tanah yang bersangkutan;
4) Menghukum tergugat untuk mebayar biaya perkara yang timbul dalam sengketa Tata Usaha
Negara ini.

JIKA PENGADILAN / MAJELIS HAKIM BERPENDAPAT LAIN MOHON KEPUTUSAN


YANG SEADIL-ADILNYA BERDASARKAN HUKUM DAN KEBENARAN.

Hormat saya,
Nurul syafuan, SH., MM. (Penggugat)

CONTOH SURAT GUGATAN PTUN

Perihal : Gugatan

Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang
di
Jl. Abdulrahman Saleh No. 89 Semarang - 50145

Dengan hormat,

Yang tersebut di bawah ini, adalah :

HARNO SEMITRO, kewarganegaraan Indonesia, pekerjaan Swasta, tempat tinggal Tangkisan


Rt.004/Rw.002, Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab.Sukoharjo.

Untuk selanjutnya dalam gugatan ini mohon disebut : ------------------ PENGGUGAT;

Berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 20 Maret 2009 sebagaimana terlampir telah memberi kuasa
kepada :

NURUL SYAFUAN, SH., MM.

Kewarganegaraan Indonesia, Profesi Advokat pada berkantor di


……………………………………………………………………………………………………

Dengan ini Penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap:

Nama jabatan : Kepala Kantor Pertanahan Kab. sukoharjo

Tempat kedudukan : Jl. Jenderal Sudirman No. 310 Sukoharjo

Untuk selanjutnya dalam gugatan ini mohon disebut : ----------------------- -TERGUGAT;

OBYEK GUGATAN:
Keputusan Tata usaha Negara yang menjadi obyek sengketa adalah : Sertipikat Hak Milik Nomor :
2345/Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo, Prop. Jawa Tengah tercatat atas nama Sastro
Mulyono.

DASAR DAN ALASAN GUGATAN :

Adapun yang menjadi dasar/alasan gugatan adalah sebagai berikut :


1. Bahwa pada tanggal 18 Agustus 2000 Penggugat membeli sebidang tanah pekarangan yang
terletak di Kel. Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo seluas + 356 m2 dari seseorang
bernama Mulyo Diharjo selaku pemilik tanah pekarangan tersebut. Adapun batas-batas tanah
pekarangan tersebut adalah:
- sebelah utara : Jalan
- sebelah timur : rumah Minto Pawiro
- sebelah selatan : rumah Muh. Ali
- sebelah barat : Jalan

Untuk selanjutnya dalam gugatan ini mohon disebut sebagai ---------------------------------------------


---------------------------------------------------------------------TANAH SENGKETA.

2. Bahwa karena pada saat itu tanah sengketa masih berupa Letter C Desa No. 543 atas nama Mulyo
Diharjo sebagaimana tercatat di Kantor Kelurahan Sukoharjo, Kec. Sukoharjo, Kab. Sukoharjo
maka belum bisa dilakukan balik nama ke atas nama Penggugat.

3. Bahwa karena masih berupa Letter C Desa maka antara Penggugat dengan Mulyo Diharjo baru
melakukan perikatan jual beli atas tanah sengketa dengan Akta Perikatan Jual Beli No. 03 tanggal
18 Agustus 2000 yang buat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT Nur Zulaikah, S.H.

4. Bahwa selanjutnya tanah sengketa yang masih berupa letter C desa kemudian melalui PPAT Nur
Zulaikah, S.H. dilakukan pendaftaran ke Kantor Tergugat untuk bisa mendapatkan Sertifikat atas
tanah tersebut sebagai tanda bukti kepemilikan yang sah.

5. Bahwa permohonan pendaftaran tanah letter C Desa atas tanah sengketa tersebut oleh Tergugat
diterbitkanlah Sertifikat Hak Milik No. 2245 Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten
Sukoharjo atas nama Mulyo Diharjo seluas + 356 m2 tertanggal 23 Desember 2000 dengan
Gambar Situasi No. 1400/2000 tanggal 4 Desember 2000.

6. Bahwa dengan adanya sertifikat atas tanah sengketa tersebut Penggugat yang sebelumnya baru
melakukan perikatan jual maka Penggugat berkeinginan untuk ditingkatkan menjadi transaksi jual
beli kemudian Penggugat dan Muyo Diharjo melakukan transaksi jual beli di hadapan PPAT Nur
Zulaikah, S.H. sebagaimana tercatat di dalam Akta Jual Beli No. 20 tertanggal 27 Desember 2000.
7. Bahwa berdasarkan akta jual beli tersebut yang sebelumnya Sertifikat Hak Milik No. 2245 Kel.
Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Mulyo Diharjo seluas + 356 m2
tertanggal 23 Desember 2000 dengan Gambar Situasi No. 1400/2000 tanggal 4 Desember 2000
beralih nama menjadi atas nama Pengggugat.

8. Bahwa pada bulan Pebruari 2009 Penggugat bermaksud untuk menjaminkan tanah sengketa ke
salah satu bank swasta untuk memperoleh modal usaha yang dimiliki Penggugat. Namun alangkah
terkejutnya Penggugat, ternyata tanah pekarangan yang telah dibeli oleh Penggugat telah terbit
sertifikat baru atas nama orang lain. Dengan demikian telah terjadi sertifikat ganda atas satu bidang
tanah pekarangan, Sertifikat pertama, Sertifikat Hak Milik No. 2245 Kel. Sukoharjo, Kec.
Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Harno Semitro/Penggugat seluas + 356 m2 tertanggal
23 Desember 2000 dengan Gambar Situasi No. 1400/2000 tanggal 4 Desember 2000 dan sertifikat
kedua, Sertifikat Hak Milik No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas
nama Sastro Mulyono seluas + 356 m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar Situasi No.
1213/2003 tanggal 17 Desember 2003.

9. Bahwa dengan terbitnya sertifikat yang kedua tersebut jelas-jelas sangat merugikan Penggugat
karena Penggugat tidak pernah menjual/ mengalihkan/membaliknama tanah sengketa kepada
siapapun atau pihak manapun.

10. Bahwa tindakan Tergugat menerbitkan sertifikat atas tanah sengketa dengan Sertifikat Hak Milik
No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro Mulyono seluas
+ 356 m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar Situasi No. 1213/2003 tanggal 17 Desember
2003 adalah merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku
serta melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 53
ayat 2 huruf a dan b Undang-Undang No. 5 tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor : 9 tahun 2004
sehingga menimbulkan akibat kerugian bagi penggugat.

11. Bahwa karena tindakan Tergugat menerbitkan sertifikat atas tanah sengketa dengan Sertifikat Hak
Milik No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro Mulyono
seluas + 356 m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar Situasi No. 1213/2003 tanggal 17
Desember 2003 merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang
berlaku dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik maka menurut hukum sertifikat
tersebut harus dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum lagi serta dinyatakan tidak
berlaku.

12. Bahwa gugatan ini diajukan masih dalam tenggang waktu yang diperkenankan oleh undang-
undang karena keputusan obyek sengketa baru diketahui oleh penggugat pada tanggal 20 Pebruari
2006 dan diajukan kepada Pengadilan tata Usaha Negara yang berwenang, yang daerah hukumnya
meliputi tempat kedudukan tergugat.

13. Bahwa berdasarkan alasan-alasan serta segala uraian tersebut di atas, dengan disertai bukti-bukti
yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya, sesuai dengan asas kepatutan dan asas-asas
umum pemerintahan yang baik serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
penggugat melalui kuasa hukumnya mohon kepada Ketua Pengadilan tata Usaha Negara
Semarang untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut.

PRIMAIR :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan batal atau tidak syah Sertipikat Sertifikat Hak Milik No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec.
Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama Sastro Mulyono seluas + 356 m2 tertanggal 15
Januari 2003 dengan Gambar Situasi No. 1213/2003 tanggal 17 Desember 2003 dengan batas-
batas:
- sebelah utara : Jalan
- sebelah timur : rumah Minto Pawiro
- sebelah selatan : rumah Muh. Ali
- sebelah barat : Jalan

3. Memerintahkan Tergugat untuk mencabut Keputusan tata usaha Negara berupa : Sertipikat
Sertifikat Hak Milik No. 2345 Kel. Sukoharjo,. Kec. Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo atas nama
Sastro Mulyono seluas + 356 m2 tertanggal 15 Januari 2003 dengan Gambar Situasi No.
1213/2003 tanggal 17 Desember 2003 dengan batas-batas:
- sebelah utara : Jalan
- sebelah timur : rumah Minto Pawiro
- sebelah selatan : rumah Muh. Ali
- sebelah barat : Jalan

4. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

SUBSIDAIR:
Mohon putusan seadil-adilnya dalam peradilan yang baik dan benar.

Surakarta, 20 Maret 2012


Kuasa Hukum Penggugat,

Nurul Syafuan, SH.,MM

Anda mungkin juga menyukai