Anda di halaman 1dari 48

PELATIHAN HUKUM KONSTRUKSI & KONTRAK KONSTRUKSI

JAKARTA, 6 7 APRIL 2011

PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI MELALUI ARBITRASE


Oleh : H. YUSARMAN, SH, MM

Diselenggarakan oleh : KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM UNIVERSITAS INDONESIA

PENGANTAR
Dalam pelatihan ini akan dijelaskan proses persidangan penyelesaian sengketa konstruksi melalui Arbitrase / BANI. Namun sebelumnya diuraikan dulu tentang pengertian Arbitrase. UU. RI. No. 4/2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 16 ayat 1: Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

PIDANA

PERKARA

PERMOHONAN Contoh: (Jurisdictie-volentario)

-Pengangkatan anak - Penetapan Ahli Waris

PERDATA
Contoh: Prestasi tidak dibayar GUGATAN (Jurisdictie-contentiousa)

Dalam Jurisdictie Volentario (Peradilan Sukarela) tidak ada sengketa, hanya ada satu pihak karena adanya kepentingan yang diciptakan oleh hukum perdata seperti pengangkatan anak, penetapan ahli waris dan sebagainya. Urusan ke Pengadilan disebut Permohonan. Dalam Jurisdictie Contentiousa (Peradilan Sanggah/Biasa) terdapat sengketa hukum antara dua pihak mengenai satu hal.

Satu Pihak (Penggugat) mendalilkan hal tersebut, dipihak lain (Tergugat) dalil tersebut disangkal. Urusan ke Pengadilan menggunakan istilah Gugatan. Arbitrase termasuk dalam Perkara Perdata.

Arbitrase: Penyelesaian sengketa perdata diluar Peradilan Umum berdasarkan suatu Perjanjian Arbitrase secara tertulis antara para pihak yang bersengketa. UU.RI No. 30/1999 Pasal 1 ayat 2 : yang mengajukan Permohonan disebut Pemohon bukan Penggugat.

Permohonan Arbitrase tunduk pada UU. RI. No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 2: Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antara para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan Perjanjian Arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa sengketa atau beda pendapat akan diselesaikan secara Arbitrase.

ARBITRASE
Penyelesaian sengketa Perdata diluar Badan Peradilan Umum dimungkinkan sesuai ketentuan UU. RI. No. 30/1999 Pasal 1 ayat 3.

Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase sesuai ketentuan UU.RI No. 30/1999 Pasal 3.

Dalam Perjanjian terdapat klausula Arbitrase Kepastian cara Penyelesaian Sengketa.

Sebelum ke Arbitrase, diberi teguran dulu biasanya 3 kali dengan selang waktu 2 minggu. Bila setelah 3 kali teguran tak berhasil ajukan ke Arbitrase sesuai Perjanjian.
Bila jelas pilihan Arbitrase: BANI dapat langsung mengajukan Permohonan, dengan ketentuan sebelumnya memberi tahu pihak lawan.

Isi Permohonan memuat: Nama dan alamat Para Pihak Klausula Arbitrase Masalah Sengketa Dasar tuntutan dan jumlahnya Cara penyelesaian yang diminta Jumlah Arbiter yang diajukan

Dalam hal penunjukan BANI kurang tegas (tersamar) Arbitrase Ad Hoc dengan menggunakan Peraturan dan Prosedur BANI.

Bila Perjanjian hanya menyebut Arbitrase Arbitrase Ad Hoc dengan Peraturan dan Prosedur yang ditetapkan tersendiri.

Dalam Perjanjian tak ada klausula Arbitrase


Antara para pihak dibuat dulu kesepakatan tertulis untuk menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase.

Pilihan Arbitrase:
BANI Ad Hoc dengan peraturan prosedur BANI Ad Hoc dengan peraturan prosedur sendiri

Penunjukan Arbiter dalam Arbitrase Ad Hoc

Pihak I menunjuk Arbiter A (tertulis).


Arbiter A menyatakan persetujuan (tertulis) pada Pihak I dan II dalam waktu 14 hari.

Pihak I memberitahukan Pihak II tentang penunjukan Arbiter A.

Setelah menerima pemberitahuan tersebut, Pihak II menunjuk Arbiter B dalam waktu 30 hari. Bila dalam waktu 30 hari tidak menunjuk Arbiter B maka hak Pihak ke II gugur Arbiter A menjadi Arbiter Tunggal. Pihak ke II dapat mengajukan hak ingkar atas penunjukan Arbiter A (bila ternyata salah satu syarat formal Arbiter tak terpenuhi).

Bila Pihak I dan II sepakat atas penunjukan Arbiter A dan B maka kedua Arbiter ini menunjuk Arbiter C yang akan menjadi Ketua Majelis. Bila dalam waktu 14 hari tak berhasil menunjuk Arbiter lain (C) maka Arbiter C tersebut akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Setelah Majelis Arbitrase terbentuk Sekretaris Majelis Arbitrase membuat undangan untuk Pertemuan / Sidang pertama.

Dalam Sidang Pertama di tentukan: Tata cara sidang dan biaya arbitrase, dan cara penyelesaiannya. Waktu pemasukan Permohonan (biasanya setelah biaya sidang dibayar). Sidang berlangsung dibawah pimpinan Ketua Majelis.

Majelis dapat menyelesaikan tugas dengan tenang karena dilindungi UU. RI No. 30/1999 Pasal 21: Arbiter atau Majelis Arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab apapun atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya sebagai Arbiter atau Majelis Arbitrase, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut.

CARA PENYUSUNAN PERMOHONAN


Biasanya yang mengajukan Permohonan adalah pihak yang dirugikan: Di tujukan kepada Ketua Majelis Arbitrase. Oleh Sekretaris diteruskan kepada lawan untuk ditanggapi. Permohonan merupakan satu dokumen yang tersusun rapi lengkap dengan bukti-bukti dan mengandung kebenaran.

Permohonan Bagian Pertama : Persona Standi in Judicio Nama instansi yang berwenang untuk memeriksa. Disini yang dimaksud adalah Majelis Arbitrase. Jika institusinya jelas misalnya: BANI langsung ke BANI (lihat contoh). Identitas para pihak juga termasuk Persona Standi in Judicio.

Permohonan Bagian Kedua: Fundamentum Petendi atau Posita

Diuraikan duduk perkara secara kronologis sejak Perjanjian ditanda tangani, urutanurutan kejadian secara rinci dan jelas uraiannya.
Pastikan jangan sampai tuntutan / Permohonan menjadi tidak jelas (obschuur libel).

Permohonan disertai bukti-bukti yang sah dan diberi nomor urut.


Keinginan Pemohon harus diungkapkan secara jelas (menderita kerugian). Kehendak-kehendak lain juga harus dicantumkan.

Permohonan Ketiga: Petitum atau Tuntutan Apa yang dituntut/dimohonkan misalnya:


Termohon telah melakukan tindakan wanprestasi. Pemberhentian Pekerjaan sah menurut hukum. Menghukum Termohon untuk membayar Rp. Menghukum Termohon untuk membayar denda. Menghukum Termohon untuk membayar biaya Arbitrase. Menghukum Termohon untuk membayar bunga.

Hal-hal tersebut diatas biasa disebut sebagai Tuntutan Primair atau Tuntutan Pokok. Selain itu terdapat pula kemungkinan adanya Tuntutan Subsidair atau Tuntutan Pengganti (Mohon Keadilan Ex Aequo et Bono). (lihat contoh)

PROSES PERSIDANGAN ARBITRASE (BANI)


Proses diawali dengan pemasukan Permohonan oleh Pemohon dan dilanjutkan: Sekretariat meneliti Permohonan apakah memenuhi syarat (BANI berhak memeriksa). Bila memenuhi syarat Permohonan diterima. Bila tidak Permohonan ditolak.

Setelah diberi tanda terima, Pemohon membayar biaya pendaftaran/administrasi.

Selanjutnya :

Ketua BANI membentuk Majelis Arbitrase berdasarkan usulan dari kedua Arbiter yang telah ditunjuk para pihak (Pemohon dan Termohon).
Penetapan Majelis Arbitrase berdasarkan Surat Keputusan Ketua BANI. Selain itu ditetapkan pula biaya Arbitrase.

Selanjutnya :
Bila masing-masing pihak (Pemohon dan Termohon) sudah membayar biaya Arbitrase dibuat undangan sidang pertama. Bila salah satu pihak tak mau membayar biaya Arbitrase (biasanya Termohon) disarankan pihak lain (Pemohon) menalangi dulu agar sidang dapat dimulai. Talangan biaya ini akan dibebankan kepada Termohon dalam Putusan Arbitrase.

Selanjutnya :
Pada sidang pertama (dimana Termohon & Pemohon hadir) Ketua Majelis terlebih dahulu menawarkan perdamaian kepada Para Pihak. Bila diterima proses perdamian berjalan terus diluar sidang disamping proses persidangan tetap dilanjutkan. Jika Pemohon tidak hadir sedangkan Termohon hadir Permohonan dinyatakan gugur tugas Majelis Arbitrase selesai.

Apabila Termohon tidak hadir, dipanggil sekali lagi.


Setelah 10 hari sejak panggilan kedua tetap tidak hadir tanpa alasan yang sah sidang diteruskan dan tuntutan Pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali yang tidak beralasan dan tidak berdasarkan hukum. Bila Termohon hadir sidang dilanjutkan. Dalam menyampaikan Jawaban, Termohon dapat pula menyampaikan tuntutan balasan (Permohonan Rekonpensi) dan Hak Ingkar (bilamana ada).

Selanjutnya Ketua Majelis menetapkan sidang berikut dimana Pemohon harus memasukkan tanggapan atas Jawaban (dinamakan: Replik) dan Pemohon menyampaikan Jawaban atas permohonan Rekonpensi (bilamana ada). Dalam sidang selanjutnya Termohon memasukkan tanggapan atas Replik (dinamakan: Duplik) dan menyampaikan Replik atas Jawaban Rekonpensi (bilamana ada). Selanjutnya dilakukan tanya jawab. Selama masa tanya jawab para pihak diberi hak untuk menyanggah.

Selain tanya jawab, Majelis juga memeriksa buktibukti. Pada saat pengujian atas bukti Pemohon, Termohon wajib menyaksikan dan memberikan komentar, demikian pula sebaliknya. Jika tanya jawab sudah cukup menurut pendapat Majelis sidang berikut Pemohon dan Termohon diminta untuk menyampaikan Kesimpulan secara tertulis. Bila Majelis berpendapat sidang sudah cukup sidang ditutup. Dalam waktu 30 hari setelah sidang di tutup Majelis akan membacakan Putusan.

ACARA YANG BERLAKU DALAM SIDANG ARBITRASE


Pemeriksaan Perkara secara tertutup (yang hadir hanyalah: Pemohon/Kuasa Hukum, Termohon/Kuasa Hukum, Majelis Arbitrase dan Panitera sidang yang disebut Sekretaris Majelis).
Bahasa yang dipakai adalah Bahasa Indonesia, kecuali atas permintaan para pihak dan disetujui Majelis Arbitrase dapat digunakan bahasa lain. Para pihak mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam mengemukakan pendapat.

Para pihak dapat diwakili oleh Kuasa Hukumnya. Pihak ketiga dapat turut serta dalam proses persidangan, bila ada kepentingan, disetujui para pihak dan Majelis Arbitrase.

Para pihak bebas menentukan ketentuan acara Arbitrase asal tidak bertentangan dengan UU No. 30/1999. Majelis dapat mengambil putusan sela.

Majelis dapat memperpanjang masa sidang (waktu tugas) bila: diminta oleh salah satu pihak akibat putusan sela dianggap perlu oleh Majelis untuk kepentingan pemeriksaan

Lembaga Arbitrase yang dipilih dapat lembaga Arbitrase Nasional atau Internasional.
Majelis dapat meminta terjemahan dokumen kedalam bahasa Indonesia.

Permohonan diajukan secara tertulis, kecuali disetujui para pihak dan dianggap perlu oleh Majelis. Tempat Arbitrase ditentukan oleh Majelis Arbitrase, kecuali ditentukan sendiri oleh para pihak: Majelis dapat mendengar keterangan para saksi/mengadakan pertemuan diluar tempat Arbitrase. Pemeriksaan atas saksi-saksi dilakukan menurut hukum acara perdata. Majelis dapat mengadakan pemeriksaan setempat.

Surat Permohonan sekurang-kurangnya memuat: Nama lengkap dan kedudukan para pihak (Persona standi in yudicio). Uraian singkat mengenai sengketa disertai bukti-bukti (Fundamentum Petendi/Posita). Isi Permohonan (Petitum).
Termohon harus menyampaikan jawaban atas Permohonan dalam waktu 14 (empat belas) hari. Salinan Jawaban disampaikan ke Pemohon Pemohon & Termohon menghadap Majelis.

Bila lewat 14 (empat belas) hari tak ada Jawaban diberi kesempatan sekali lagi. Dalam Jawaban, Termohon dapat mengajukan tuntutan balasan (Permohonan Rekonpensi) Pemohon diberi kesempatan menanggapi. Bila pada sidang Pertama Pemohon tidak hadir Permohonan dinyatakan gugur tugas Majelis selesai. Bila pada sidang Pertama, Termohon tidak hadir dipanggil sekali lagi. Bila tetap tidak datang tanpa alasan pemeriksaan diteruskan seluruh tuntutan Pemohon dikabulkan kecuali jika tak beralasan.

Bila para pihak datang, diusahakan perdamaian. Bila perdamaian berhasil Majelis membuat Akta Perdamaian (final dan mengikat). Bila perdamaian gagal, pemeriksaan dilanjutkan. Para pihak diberi kesempatan untuk menjelaskan secara tertulis pendirian masing-masing serta mengajukan bukti-bukti. Majelis berhak minta tambahan penjelasan secara tertulis.

Sebelum ada Jawaban dari Termohon, Pemohon dapat mencabut Permohonan. Setelah ada Jawaban, perubahan hanya boleh dengan persetujuan Termohon sepanjang menyangkut hal yang berdasarkan fakta dan bukan Permohonan. Pemeriksaan dilakukan selama 180 hari sejak Majelis terbentuk dan hanya dapat di perpanjang dengan persetujuan para pihak.

PELAKSANAAN PUTUSAN
Setelah 30 hari sejak pemeriksaan perkara dinyatakan ditutup, Majelis Arbitrase membacakan putusan Arbitrase. Sesuai ketentuan UU No. 30/1999 Pasal 54 : Putusan Arbitrase harus memuat: Kepala putusan harus berbunyi : Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Nama lengkap dan alamat para pihak Uraian singkat sengketa Pendirian para pihak Nama lengkap dan alamat Arbiter Pertimbangan dan Kesimpulan Arbiter atau Majelis Arbitrase mengenai keseluruhan sengketa

Pendapat tiap-tiap Arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam Majelis Arbitrase (Dissenting Opinion). Amar putusan; Tempat dan tanggal putusan;

Tanda tangan Arbiter atau Majelis Arbitrase;

Contoh amar putusan:


Memutuskan : Dalam Konpensi:

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian; 2. Menyatakan Termohon dalam Konpensi telah melakukan ingkar janji (wanprestasi);

3. Menyatakan penghentian pelaksanaan pekerjaan oleh Pemohon dalam Kompensasi pada tanggal . adalah sah menurut hukum; 4. Menghukum Termohon dalam Konpensi untuk membayar tagihan Pemohon kepada Termohon sejumlah Rp. ..;

5. Menghukum Termohon dalam Konpensi untuk membayar bunga akibat keterlambatan Termohon selama 25 (dua puluh lima) bulan yaitu: 25/12 x 6% x Rp = Rp. 6. Menolak Permohonan Pemohon selain dan selebihnya; Dalam Rekonpensi

Menolak permohonan Pemohon Rekonpensi secara keseluruhan;

Dalam Konpensi dan Rekonpensi 1. Menghukum para pihak untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini masing-masing seperdua bagian. 2. Menyatakan Putusan Arbitrase ini dalam tingkat pertama dan terakhir serta mengikat kedua belah pihak. Memerintahkan Panitera Sidang untuk mendaftarkan Putusan Arbitrase ini di Panitera Pengadilan Negeri .atas biaya Pemohon dan Termohon.

Dengan kuasa dari Majelis, Sekretaris Arbitrase mendaftarkan Putusan tersebut ke Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari sejak Putusan diucapkan (UU RI.No. 30/1999 Pasal 59 ayat 1).
Dalam hal Termohon tidak puas dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan ke Pengadilan Negeri dalam waktu selambatlambatnya 30 hari terhitung sejak penyampaian putusan ke Pengadilan (UU.No. 30/1999 Pasal 71)

Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu 30 hari sejak permohonan pembatalan harus sudah memberikan putusan (UU. RI No. 30/1999 Pasal 72 ayat 3). Terhadap putusan Pengadilan Negeri ini dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang akan memutus pada tingkat pertama dan terakhir (UU RI. No. 30/1999 Pasal 72 ayat 4). Apabila Termohon tidak mau melaksanakan Putusan Arbitrase secara suka rela, maka Pemohon mengajukan eksekusi ke Pengadilan Negeri (UU RI. No. 30/1999 Pasal 61).

SEKIAN & TERIMA KASIH ----------------------------

Anda mungkin juga menyukai