Anda di halaman 1dari 21

POKOK BAHASAN IV

Tujuan Instruksional Umum:


Mahasiswa dapat memahami tentang Pengertian dan Prosedur pengajuan
dan pemeriksaan Pra-Peradilan, sengketa wewenang mengadili dan
pemeriksaan di Sidang Pengadilan serta Putusan Pengadilan dalam
Perkara Pidana menurut ketentuan KUHAP

A. PENGERTIAN DAN PROSEDUR PENGAJUAN DAN


PEMERIKSAAN PRA-PERADILAN
Tujuan Instruksional Khusus:
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Pengertian dan Prosedur
pengajuan dan pemeriksaan Pra-Peradilan

1. Pengertian Pra-Peradilan
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 (Butir 10) jo Pasal 77 KUHAP, bahwa
yang dimaksud dengan Pra-Peradilan adalah wewenang pengadilan negeri
untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-
undang tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.

2. Pengajuan Pra-Peradilan

1
a. Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan
atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada
ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (Pasal 79
KUHAP);
b. Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut
umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan
negeri dengan menyebutkan alasannya (Pasal 80 KUHAP);
c. Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya
penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan
atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan
alasannya (pasal 81 KUHAP).

3. Pemeriksaan Pra-Peradilan
a. Pra-peradilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera (Pasal 78 ayat (2));
b. Acara pemeriksaan praperadilan untuk ha sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 KUHAP ditentukan sebagai berikut:
1) Dalam waktu 3 hari setelah diterima permintaan, hakim yang ditunjuk
menetapkan hari sidang;
2) Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya
penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau
rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat
sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang
disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar
keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun pejabat
yang berwenang.

2
3) Pemeriksaan dilakukan secara cepat, dan selambat-lambatnya 7 hari,
hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
4) Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan
negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada
praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
5) Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup
kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada
tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan
permintaan baru.

4. Putusan Pra-Peradilan
a. Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan (yang dimaksud
dalam Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81) harus memuat dengan jelas dasar dan
alasannya.
b. Isi putusan Pra-peradilan, menurut Pasal 82 ayat (3), juga memuat hal-
hal:
1) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada
tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan
tersangka;
2) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian
penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan
terhadap terhadap tersangka wajib dilanjut;
3) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau
penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah
besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan
dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah
dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan
rehabilitasinya;

3
4) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang
tidak termasuk dalam alat pembuktian, maka dalam putusan
dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada
tersangka atau dari siapa benda itu disita.
c. Terhadap putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding, kecuali
putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian
penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke
pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.

B. PENGERTIAN MENGADILI DAN KEWENANGAN PENGADILAN


Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang pengertian mengadili dan
kewenangan pengadilan

1. Pengertian Mengadili
Pasal 1 butir (9) KUHAP, menegaskan bahwa yang dimaksud
dengan “Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk
menerima,memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas,
jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang”.
2. Kewenangan Pengadilan
a. Pengadilan Negeri berwenang mengadili:
1) Segala perkara tindak pidana yang dilakukan di daerah hukumnya;
2) Di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam
terakhir, ditempat ia ditemukan atau ditahan, hanya berwenang
mengadili perkara terdakwa tersebut, apabila tempat kediaman
sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat
pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri
yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan;

4
3) Apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana dalam
daerah hukum berbagai pengadilan negeri, maka tiap pengadilan
negeri itu masing-masing berwenang mengadili perkara pidana itu;
4) Terhadap beberapa perkara pidana yang satu sama lain adalah
sangkut-pautnya dan dilakukan oleh seorang dalam daerah hukum
berbagai pengadilan negeri, diadili oleh masing-masing pengadilan
negeri dengan ketentuan dibuka kemungkinan penggabungan perkara
tersebut.
Menurut Pasal 85 KUHAP:
Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri
untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua pengadilan negeri
atau kepala kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung
mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau
menunjukkan pengadilan negeri selain yang ditentukan pada Pasal 84
KUHAP.
Pasal 86 KUHAP
Apabila seorang melakukan tindak pidana di luar negeri yang dapat
diadili menurut hukum Republik Indonesia, maka Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang berwenang mengadilinya.
b. Pengadilan Tinggi Berwenang mengadili perkara yang diputuskan oleh
pengadilan negeri dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
c. Mahkamah Agung berwenang mengadili semua perkara pidana yang
dimintakan kasasi
3. Sengketa Wewenang Mengadili
a. Setelah pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dari
Penuntut Umum, ketua mempelajari apakah perkara itu termasuk
wewenang pengadilan yang dipimpinnya (Pasal 147 KUHAP).
b. (1) Dalam hal ketua PN berpendapat, bahwa perkara pidana itu tidak
termasuk wewenang pegadilan yang dipimpinnya, tetapi termasuk

5
wewenang pengadilan negeri lain, ia menyerahkan surat pelimpahan
perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap
berwenang mengadilinya dengan surat penetapan yang memuat
alasannya.
(2)surat pelimpahan perkaratersebut diserahkan kembali kepada
Penuntut Umum, selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan
menyampaikan kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri
yang tercantum dalam surat penetapan.
(3) Turunan surat penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
disampaikan kepada terdakwa atau penasehat hukum dan penyidik
(Pasal 148 KUHAP).
c. Menurut Pasal 149 KUHAP ayat (1) KUHAP, dinyatakan bahwa:
“Dalam hal Penuntut Umum berkebaratan terhadap surat penetapan
pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148, maka:
(1) Ia mengajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi yang
bersangkutan dalam waktu 7 hari setelah penetapan tersebut
diterima;
(2) tidak dipenuhinya tenggang waktu tersebut di atas mengakibatkan
batalnya perlawanan;
(3) perlawanan tersebut disampaikan kepada ketua PN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 148, dan hal itu dicatat dalam buku daftar
panitera;
(4) dalam waktu 7 hari PN wajib meneruskan perlawanan tersebut
kepada pengadilan tinggi yang bersangkutan”.
Ayat (2)
Pengadilan Tinggi dalam waktu 14 hari setelah menerima perlawanan
tersebut dapat menguatkan atau menolak perlawanan itu dengan surat
penetapan.
Ayat (3)

6
Dalam hal Pengadilan Tinggi menguatkan perlawanan penuntut umum,
maka dengan surat penetapan diperintahkan kepada pengadilan negeri
yang bersangkutan untuk menyidangkan perkara tersebut
Ayat (4)
Jika pengadilan tinggi menguatkan pendapat pengadilan negeri,
pengadilan tinggi mengirimkan berkas perkara pidana tersebut kepada
pengadilan negeri yang bersangkutan.
Ayat (5)
Tembusan surat penetapan pengadilan tinggi disampaikan kepada
Penuntut Umum.
d. Menurut Pasal 105 KUHAP, Sengketa tentang wewenang mengadili
terjadi:
(1) Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang
mengadili atas perkara yang sama;
(2) Jika dua pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang
mengadili perkara yang sama.
e. Menurut Pasal 151 KUHAP
(1) Pengadilan tinggi memutus sengketa wewenang megadili antara 2
pengadilan negeri atau lebih yang berkedudukan dalam daerah
hukumnya;
(2) Mahkamah Agung memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua
sengketa tentang wewenang mengadili:
- Antara pengadilan dari satu lingkungan peradilan dengan
pengadilan dari lingkungan peradilan yang lain;
- Antara dua pengadilan negeri yang berkedudukan dalam daerah
hukum pengadilan tinggi yang berlainan;
- Antara dua pengadilan tinggi atau lebih.

C. PERKARA KONEKSITAS

7
Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang perkara koneksitas

Pasal 89 KUHAP, menegaskan bahwa:


1. Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan
diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali jika
menurut keputusan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan
diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer;
2. Penyidikan perkara pidana (koneksitas) dilaksanakan oleh tim tetap yang
terdiri dari: (a) penyidik yang dimaksud dalam Pasal 6 KUHAP; dan (b)
Polisi militer ABRI dan oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang
mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan
perkara pidana;
3. Tim dimaksud dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri
Pertahanan dan Keamanan serta Menteri Kehakiman.

Pasal 90 KUHAP
1. Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer
atau pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang akan mengadili
perkara pidana koneksitas, diadakan penelitian bersama oleh jaksa atau
jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil
penyidikan tim;
2. Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara
yang ditandatangani oleh para pihak yang terkait:
3. Jika dalam penelitian bersama terdapat persesuaian pendapat tentang
pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, maka hal itu
dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada jaksa agung dan oleh oditur
militer atau oditur militer tinggi kepada oditur Jenderal ABRI.

8
Pasal 94 KUHAP
1. Dalam hal perkara pidana koneksitas diadili oleh pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer, yang
mengadili perkara tersebut adalah majelis hakim yang terdiri sekurang-
kurangnya 3 orang hakim;
2. Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili
perkara koneksitas dimaksud, maka majelis hakimnya terdiri dari hakim
ketua dari lingkungan peradilan umum, dan anggota masing-masing
ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang;
3. Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili
perkara pidana koneksitas tersebut, maka majelis hakimnya terdiri dari
hakim ketua dari lingkungan peradilan militer, dan hakim anggota masing-
masing ditetapkan secara berimbang dari lingkungan peradilan militer dan
dari peradilan umum yang berpangkat militer tituler;
4. Ketentuan tentang majelis hakim di atas, juga berlaku bagi pengadilan
tingkat banding;
5. Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan Keamanan secara timbal balik
mengusulkan pengangkatan hakim anggota dalam peradilan perkara
koneksitas.

D. ACARA PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA


Tujuan Instruksional Khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan tentang macam-macam acara pemeriksaan
menurut hukum acara pidana.

Dalam Hukum Acara Pidana, dikenal 3 bentuk acara pemeriksaan, yaitu:


(1) Pemeriksaan acara cepat;

9
(2) Pemeriksaan acara singkat; dan
(3) Pemeriksaan acara biasa.
1. Acara Pemeriksaan Cepat
a. Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat, menurut ketentuan
Pasal 205 ayat (1) adalah:
(1) Tindak pidana ringan, yaitu yang diancam dengan pidana penjara atau
kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
rp. 7.500,-, dan
(2) Penghinaan ringan, kecuali acara pemeriksaan perkara pelanggaran
lalu lintas.
b. Pada Pasal 205 ayat (2) dan ayat (3), ditegaskan bahwa dalam Acara
Pemeriksaan Cepat:
(1) Penyidik atas kuasa Penuntut Umum, dalam waktu 3 hari sejak
berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa
beserta barang bukti, saksi, ahli atau juru bahasa ke sidang
pengadilan. Pada penjelasan dikatakan bahwa atas kuasa berarti demi
hukum.
(2) Acara pemeriksaan cepat diadili oleh hakim tunggal pada tingkat
pertama dan terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana
perampasan kemerdekaan terdakwa dapat minta banding;
(3) Dalam waktu 7 hari, pengadilan menetapkan hari untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan (Pasal 206
KUHAP)
c. Pemeriksaan Acara Cepat dalam Tindak Pidana Ringan (Pasal 206
sampai Pasal 210 KUHAP)
1. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang
hari, tanggal, jam dan tempat ia harus menghadap ke sidang
pengadilan, dan hal itu dicatat oleh penyidik dan selanjutnya catatan
bersama berkas dikirim ke pengadilan;

10
2. Hakim memerintahkan penitera untuk mencatat dalam buku register
semua perkara yang diterimanya yang meliputi nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan
kepadanya;
3. Saksi dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak
mengucapkan sumpah atau janji, kecuali hakim menganggap perlu
(Pasal 208 KUHAP);
(a) Putusan dicatat oleh hakim dalam daftar catatan perkata, dan
selanjutnya oleh panitera dicatat dalam buku register serta ditanda
tangani oleh hakim yang bersangkutan dan panitera;
(b) Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat, kecuali jika dalam
pemeriksaan tersebut ternya ta ada hal yang tidak sesuai dengan
acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik.
(c) Acara pemeriksaan perkara pelanggara lalu lintas jalan (Pasal 211
sampai Pasal 216 KUHAP)
1. Pemeriksaan dilakukan oleh hakim tunggal;
2. Tidak diperlukan berita acara pemeriksaan, tetapi catatan
seperti yang dimaksud pada Pasal 207 ayat (1) huruf a segera
diserahkan kepada pengadilan selambat-lambatnya pada
kesempatan hari sidang pertama berikutnya (Pasal 212
KUHAP);
3. Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk
mewakilinya di sidang (Pasal 213 KUHAP);
4. Pemeriksaan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa atau
wakilnya (Verstek atau putusanin absentia) Pasal 214 ayat (1)
KUHAP;

11
5. Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan
putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa
dapat mengajukan perlawanan (Pasal 214 ayat (4) KUHAP);
6. Dalam waktu 7 hari sesudah putusan diberitahukan secara sah
kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada
pengadilan yang menjatuhkan putusan itu, namun perlawanan
itu gugur jika putusan di luar hadirnya terdakwa (Pasal 214
ayat (5) dan (6) KUHAP)
7. Jika putusan setelah diajukan perlawanan tetap berupa pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 ayat (4) (perampasan
kemerdekaan terdakwa), terdakwa dapat mengajukan banding;
8. Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang
berhak, segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah
memenuhi isi amar putusan (Pasal 215 KUHAP).

2. Acara Pemeriksaan Singkat


a. Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan singkat menurut ketentuan
Pasal 203 ayat (1) adalah perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak
termasuk ketentuan Pasal 205, dan yang menurut penuntut umum
pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
b. Dalam acara pemeriksaan singkat adalah sebagai berikut:
(1) Penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru
bahasa dan barang bukti yang diperlukan;
(2) Penuntut umum tidak membuat surat dakwaan, tetapi hanya
memberitahukan dengan lisan catatannya kepada terdakwa tentang
tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan
waktu, tempat, dam keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan.
Pemberitahuan itu dicatat dalam Berita Acara Sidang dan merupakan
pengganti surat dakwaan. (Pasal 203 ayat (3) butir a KUHAP).

12
(3) Putusan tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara
sidang.
(4) Hakim memberikan surat yang memuat amar keputusan tersebut
kepada terdakwa, dan isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum
yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara pemeriksaan biasa.

3. Acara Pemeriksaan Biasa


a. Dalam hal pengadilan negeri menerima surat pelimpahan perkara dan
berpendapat bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua
pengadilan menunjuk hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut,
dan hakim yang ditunjuk itu menetapkan hari sidang. (Pasal 152 ayat (1)
KUHAP).
b. Hakim ketua sidang memimpin pemeriksaan di sidang pengadilan yang
dilakukan secara lisan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh
terdakwa dan saksi. (Pasal 153 ayat (2) butir a KUHAP).
c. Untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan
menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai
kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. (Pasal 153 ayat (3) KUHAP).
d. Apabila ketentuan Pasal 153 ayat (2) butir a dan ayat (3) di atas, tidak
dipenuhi, mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.
e. Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil masuk, dan
jika ia dalam tahanan, ia dihadapkan dalam keadaan bebas tidak
diborgol.
- Apabila terdakwa tidak hadir, Hakim ketua sidang meneliti apakah
terdakwa telah dipanggil secara sah atau belum. Jika tidak dipanggil
secara sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan
memerintahkan agar terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada hari
sidang berikutnya. (Pasal 154 ayat (3) KUHAP).

13
- Hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir
tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua
kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya.
(Pasal 154 ayat (6) KUHAP).
f. Pada permulaan sidang, pertama-tama hakim ketua sidang menanyakan
kepada terdakwa tentang identitas terdakwa, seperti nama, tempat dan
tanggal lahir/umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama
dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan
segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya dalam sidang (Pasal 155
ayat (1) KUHAP).
g. (1) kemudian hakim ketua sidang mempersilahkan penuntut umum
membacakan surat dakwaannya.
(2) Selanjutnya hakim ketua sidang menanyakan kepada terdakwa apakah
ia sudah benar-benar mengerti, apabila terdakwa tidak mengerti,
Penuntut Umum atas permintaan hakim ketua sidang, wajib
memberikan penjelasan yang diperlukan (Pasal 155 ayat (2)
KUHAP).
h. Setelah pembacaan surat dakwan dan penjelasan oleh PU, maka terdakwa
atau penasehat hukumnya dapat mengajukan keberatan tentang
Pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut atau
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan
(Eksepsi).
Dakwaan tidak dapat diterima atau harus dibatalkan, seperti:
- Dalam delik aduan tidak ada pengaduan;
- Delik itu dilakukan pada waktu dan tempat yang
undang-undang/ketentuan pidana tersebut tidak berlaku;
- Hak menuntut telah hapus, seperti karena daluwarsa, nebis in idem.
EKSEPSI

14
Istilah yang lazim digunakan oleh praktisi hukum di Indonesia, namun
istilah ini tidak terdapat dalam KUHAP. Yang dimaksud dengan istilah
ini adalah seperti yang ditentukan pada Pasal 156 KUHAP, yaitu:
(1) Dalam hal terdakwa atau penasehat hukum mengajukan keberatan
tentang, bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya
atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus
dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada PU untuk
menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan
tersebut, dan selanjutnya mengambil keputusan.
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, perkara itu tidak
diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal keberatan itu tidak
diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus
setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.
(3) Dalam hal PU keberatan terhadap putusan tersebut, ia dapat
mengajukan perlawanan ke Pengadilan Tinggi melalui PN yang
bersangkutan;
(4) Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasehat
hukumnya diterima oleh PT, maka dalam waktu 14 hari Pengadilan
Tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan PN dan
memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk memeriksa
perkara itu.
(5) Hakim ketua sidang karena jabatannya, walaupun tidak ada
perlawanan, setelah mendengar pendapat Penuntut Umum dan
terdakwa dengan surat penetapan yang memuat alasannya dapat
menyatakan pengadilan tidak berwenang.
Pengunduran Diri Hakim
Berdasarkan ketentuan Pasal 157 KUHAP, hakim wajib
mengundurkan diri untuk mengadili perkara tertentu apabila ia terikat

15
hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga,
hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa;
i.– Selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi (Pasal 159
sampai 174 KUHAP), dengan cara dipanggil ke dalam ruang sidang
secara sendiri-sendiri berdasarkan urutan, dan yang pertama didengar
adalah keterangan saksi korban;
-sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan
memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang
sebenarnya; namun menurut ketentuan Pasal 171 KUHAP, bahwa yang
diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah adalah:
(1) anak yang umurnya belum 15 tahun dan belum pernah kawin;
(2) orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang
ingatannya baik kembali.
Berdasarkan ketentuan Pasal 168 KUHAP, tidak dapat didengar
keterangan sebagai saksi dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi,
karena:
(1) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke
bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa;
(2) Saudara dari terdakwa atau bersama-sama sebagai terdakwa, saudara
ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan
perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
(3) Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa.
- Setelah saksi memberi keterangan, terdakwa atau penasehat hukum atau
penuntut umum dapat mengajukan permintaan kepada hakim ketua
sidang, agar saksi tersebut yang tidak dikehendaki kehadirannya
dikeluarkan dari ruang sidang, dan supaya dihadirkan saksi lain.

16
j. Setelah selesai pemeriksaan terhadap para saksi, kemudian dilanjutkan
pemeriksaan terhadap terdakwa dengan disertai penunjukan barang-
barang bukti di persidangan (Pasal 175 sampai Pasal 181 KUHAP).
k. Setelah pemeriksaan dinyatakan selesai, selanjutnya:
(1) penuntut umum mengajukan tuntutan pidana;
(2) selanjutnya terdakwa atau penasehat hukum mengajukan
pembelaannya yang dapat dijawab oleh penuntut umum;
(3) Tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara
tertulis dan setelah dibacakan segera diserahkan kepada hakim ketua
sidang dan turunannya disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan. (Pasal 182 ayat (1) KUHAP);
l. Setelah proses di atas dilakukan, kemudian hakim mengadakan
musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan. (Pasal 182 KUHAP).

4. Pembuktian Dalam Acara Pemeriksaan Biasa


a. Teori/Sistem Pembuktian
Dalam proses peradilan terdapat 4 (empat) teori pembuktian, yaitu:
1) Positif Wettelijke Beweijstheorie
Pembuktian yang hanya didasarkan kepada undang-undang semata,
artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat
bukti yang ditentukan oleh undang-undang maka keyakinan hakim
tidak diperlukan sama sekali. (Sistem ini disebut dengan teori
pembuktian formil (Formele Bewijs Theorie);
2) Conviction Intime
Pembuktian yang didasarkan pada keyakinan hakim semata;
3) La Conviction Raisonne
Pembuktian yang didasarkan keyakinan hakim atas alasan yang
logis/rasional;
4) Negatief wettelijke Bewijs Theori

17
Pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif. Dalam artian
bahwa tidak cukup pembuktian itu hanya didasarkan pada alat-alat
bukti yang ditentukan oleh undang-undang semata, tetapi juga harus
didukung dengan keyakinan hakim yang logis;
Dalam peradilan pidana di Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 183
KUHAP, menganut sistem/teori pembuktian berdasarkan Negatief
Wettelijke Bewijs Theori.
b. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali
apabila dengan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah dan ia
memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi
dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. (Pasal 183
KUHAP).
c. Alat bukti yang sah, menurut Pasal 184 KUHAP adalah:
(1) Keterangan saksi;
(2) Keterangan ahli;
(3) Surat;
(4) Petunjuk;
(5) Keterangan terdakwa.

5. Putusan Pengadilan
Pada Pasal 191 KUHAP, ditegaskan tentang bentuk putusan pengadilan,
yaitu:
(1) Jika hasil pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa atau perbuatan yang
didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa
diputus bebas;
(2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti, namun perbuatan itu bukan suatu tindak pidana, maka
terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

18
Selanjutnya menurut Pasal 193 KUHAP, bahwa: “jika pengadilan
berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang
didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.

Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Putusan Pengadilan


1. Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum. (Pasal 195 KUHAP);
2. Dalam hal putusan pengadilan bebas atau lepas dari segala tuntutan
hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita
diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang
namanya tercantum dalam putusan tersebut. (Pasal 194 KUHAP);
3. Sesudah putusan pemidanaan diucapkan, hakim ketua wajib
memberitahukan kepada terdakwa tentang haknya, yaitu:
(a) Segera menerima atau menolak putusan;
(b) Mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak
putusan;
(c) Meminta penangguhan pelaksanaan putusan dalam tenggang waktu
yang ditentukan;
(d) Minta diperiksa perkaranya dalam tingkat banding. (Pasal 196
KUHAP).
4. Isi putusan pemidanaan menurut ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHAP,
harus memuat:
a. Kepada putusan berbunyi:
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA”.
b. Identitas terdakwa;
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

19
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan
keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di
sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;
e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
pemidanaan dan dasar hukum putusan, disertai keadaan yang
memberatkan dan meringankan terdakwa;
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim, kecuali
perkara diperiksa oleh hakim tunggal;
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhinya unsur
dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan
pemidanaan yang dijatuhkan;
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan
menyebutkan jumlahnya serta ketentuan tentang barang bukti;
j. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau
dibebaskan;
k. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang
memutus, serta nama penitera.
5. Putusan bukan pemidanaan, berdasarkan ketentuan Pasal 199 KUHAP,
memuat:
a. Ketentuan Pasal 197 ayat (1), kecuali huruf e, f dan h;
b. Pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala
tuntutan hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar putusan;
c. Perintah supaya terdakwa segera dibebaskan, jika ia ditahan.
6. Putusan ditandatangani oleh hakim dan panitera pada saat setelah
putusan diucapkan;

Soal Ujian

20
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pra-Peradilan menurut
ketentuan Pasal 1 butir (10) Jo Pasal 77 KUHAP!
2. Jelaskan bagaimana prosedur pengajuan Pra-Peradilan tersebut!
3. Jelaskan bagaimana cara pemeriksaan Pra-Peradilan!
4. Jelaskan isi keputusan Pra-Peradilan menurut ketentuan Pasal 82
ayat (3) KUHAP!
5. Jelaskan kewenangan Pengadilan Negeri!
6. Jelaskan apa yang dimaksud sengketa wewenang mengadili menurut
ketentuan Pasal 150 KUHAP!
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perkara koneksitas!
8. Sebutkan 3 bentuk acara pemeriksaan perkara pidana menurut
KUHAP!
9. Jelaskan secara singkat acara pemeriksaan cepat menurut ketentuan
Pasal 165 ayat (2) KUHAP!
10. Jelaskan secara singkat proses acara pemeriksaan biasa!
11. Jelaskan teori/sistem pembuktian yang dianut dalam Hukum Acara
Pidana Indonesia menurut ketentuan Pasal 183 KUHAP!
12. Sebutkan 5 (lima) alat bukti yang sah menurut ketentuan Pasal 184
KUHAP!
13. Sebutkan bentuk putusan pengadilan menurut Pasal 191 KUHAP!
14. Uraikan isi putusan pemidanaan menurut Pasal 197 ayat (1)
KUHAP!

21

Anda mungkin juga menyukai