Anda di halaman 1dari 14

NAMA : SUKMA ADHA PUTRA

NIM : 1710116546
SEMESTER : 6 ( Enam ) GENAP
KELAS : REGULER B ( SORE )

DOSEN : Dr. Rahmad s, SH, MH


MATA KULIAH : HUKUM KEPARTAIAN DAN PEMILU
TUGAS : BUAT MAKALAH
FALKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PANCA BHAKTI PONTIANAK


Makalah Kepartaian dan Pemilu

TIPOLOGI DAN KLASIFIKASI

PARTAI POLITIK DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dari sudut pandang ilmu hukum tata negara, Asshiddiqie (2006) mengungkapkan,
terdapat beragam pandangan mengenai partai politik. Salah satu kubu, antara lain dipelopori
oleh Schattschneider melihat partai politik sebagai pilar penentu demokrasi, yang oleh
karenanya sangat penting untuk diperkuat derajat pelembagaanya dalam suatu sistem politik
yang demokratis. Di sisi lain, terdapat pula pandangan skeptis dan kritis yang melihat partai
politik tidak lebih dari kendaraan politik bagi sekelompok elite yang berkuasa atau yang ingin
berkuasa.
Partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota – anggotanya
mempunyai orientasi nilai – nilai dan cita – cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk
memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusionil
untuk melaksanakan kebijaksanaan – kebijaksanaan mereka.
Untuk itulah penulis akan membahas mengenai orientasi nilai-nilai dan cita-cita dari
partai politik dengan sebuah makalah yang berjudul “Tipologi dan Klasifikasi Partai Politik
di Indonesia”, yang diajukan guna memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Hukum Kepartaian
dan Pemilu di Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga, dan semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta
para pembaca pada umumnya.
B. Rumusan Masalah

Dalam hal ini yang mejadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

1) Bagaimana Tipologi Partai Politik di Indonesia?


2) Bagaimana Klasifikasi Partai Politik di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

Dalam hal ini yang mejadi tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui tentang Tipologi Partai Politik di Indonesia


2) Untuk mengetahui tentang Klasifikasi Sistem Kepartaian di Indonesia

D. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih mempermudah penulisan ini, maka penulis dalam penelitiannya membagi
menjadi lima bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub bab yang disesuaikan dengan luas
pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai berikut :
Pada bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, dan tujuan penulisan, serta sistematika pembahasan.
Pada bab kedua, berisi tinjauan pustaka yang berisi tentang pengertian partai politik,
dan fungsi partai politik
Pada bab ketiga, berisi pembahasan yang berisi tentang tipologi partai politik di
Indonesia dan Klasifikasi Partai Politik di Indonesia.
Pada bab empat, merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran. Dalam
bab ini penulis akan menguraikan mengenai kesimpulan dan saran terkait permasalahan yang
ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Partai Politik

Menurut UU Republik Indonesia No. 2 tahun 2008 tentang partai politik, partai politik
adalah organisasi politik yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga negara
Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara
serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Menurut UU No.2 Tahun 2011 tentang partai politik, Partai Politik adalah organisasi
yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela
atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
Carl J. Friedrich mendefinisikan partai politik sebagai kelompok manusia yang
terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada
anggota partainya kememfaatan bersifat adil maupun material.
Secara umum dapat di katakan partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan
kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.
Partai politik lokal adalah organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Indonesia yang berdomisili di suatu daerah secara suka rela atas persamaan kehendak
dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan, anggota, masyarakat, bangsa dan negara
melalui Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA)/Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota
(DPRK), Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil
Walikota.
B. Tujuan Partai Politik

Menurut UU No. 2 tahun 2011 tujuan partai politik adalah sebagai berikut:

1) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam


Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi
kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
4) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia
5) Meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
kegiatan politik dan pemerintahan
6) Memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, dan
7) Membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara

Tujuan Partai Politik diatas diwujudkan secara konstitusional. Pendidikan Politik adalah
proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap
warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

C. Fungsi Partai Politik

Dalam Asshiddiqie (2006) disebutkan, menurut Andrew Knapp fungsi partai politik
mencakup antara lain: Mobilisasi dan integrasi, Sarana pembentukan pengaruh terhadap
perilaku memilih, Sarana rekruitmen pemilih, dan Sarana elaborasi pilihan-pilihan kebijakan.

Adapun dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa
fungsi partai politik adalah sebagai sarana:

1) Pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia
yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
2) Penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa indonesia untuk
kesejahteraan masyarakat.
3) Penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan
menetapkan kebijakan negara.
4) Partisipasi politik warga negara Indonesia, dan
5) Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi
dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Tipologi Partai Politik di Indonesia

Tipologi partai politik adalah pengklasifikasian berbagai partai politik berdasarkan


kriteria tertentu, seperti asas dan orientassi, komposisi dan fungsi anggota, basis social dan
tujuan. Klasifikasi ini cenderung bersifat tipe ideal karena dalam kenyataan tidak sepenuhnya
demikian. Tetapi untuk tujuan memudahkan pemahaman, tipologi ini sangant berguna.Di
bawah ini diuraikan sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria-kriteria tersebut.
Berikut pengklasifikasian berbagai partai politik :

1. Berdasarkan Asas dan Orientasi.

Berdasarkan asas dan orientasinya, partai politik diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
a. Partai Politik Pragmatis
Yaitu suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tak terikat kaku pada
satu doktrin dan ideology tertentu. Artinya, perubahan waktu,situasi,dan kepemimpinan akan
juga mengubah program,kegiatan,dan penampilan partai politik pragmatis cendrung
merupakan cerminan dari program-program yang disusun oleh pemimpin utamanya dan gaya
kepemimpinan sang pemimpin. Partai ini biasanya terorganisasikan secara agak longgar. Hal
ini tidak berarti partai politik pragmatis tidak memiliki ideology sebagai identitasnya.
Dalam program dan gaya kepemimpinan terdapat beberapa pola umum yang merupakan
penjabaran ideology tersebut. Namun, ideology yang dimaksud lebih merupakan sejumlah
gagasan umum daripada sejumlah doktrin dan program konkret yang siap dilaksanakan.
Partai pragmatis biasanya muncul dalam system 2 partai berkompetetisi yang relative stabil.
Partai democrat dan partai Republik Di Amerika Serikat merupakan contoh partai pragmatis
b. Partai Politik Doktriner
Yaitu suatu partai politikyang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret sebagai
penjabaran ideology. Ideology yang dimaksud adalah seperangkat nilai politik yang
dirumuskan secara konkret dan sistematis daalam bentuk program-program kegiatan yang
pelaaksanaanya diawasi secara ketat oleh aparat partai. Pergantiaan kepemimpinan mengubah
gaya kepemimpinan pada tingkat tertentu, tetapi tidak mudah mengubah prinsip dan program
dasar partai karena ideology partai sudah dirumuskan secaraa konkret dan partai ini
terorganisasikan secaraa ketat. Partai Komunis dimana saja merupakan contoh Partai
Doktriner
c. Partai Politik Kepentingan
Yaitu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu, seperti
petani,buruh,etnis,agama,atau lingkungan hidup yang secaara langsung ingin berpartisipasi
dalam pemerintahan. Partai ini sering ditemui dalam system baanyak partai tetapi kadangkala
terdapat pula dalam system dua partai berkompetensi namun tak mampu mengakomodasikan
sejumlah kepentingan dalam masyarakat. Misalnya, Partai Hijau di Jerman, Partai Buruh di
Australia, dan Partai Petani Di Swiss

2. Berdasarkan Komposisi dan Fungsi Anggota


Berdasarkan komposisi dan fungsi anggotanya partai politik dapat digolongkan menjadi
dua. Yaitu :
a. Partai Massa atau Lindungan
Partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara
memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi
berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah
dimenangkan, dan kesatuan nasional dapat dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat
dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan tertentu.
Kelemahan partai ini tampak pada saat pembagian kursi (jabatan) dan perumusan
kebijakan karena karakter dan kepentingan setiap kelompok dan aliran akan sangat menonjol.
Ketidak mampuan partai dalam membuat keputusan yang dapat diterima semua pihak
merupakan ancaman bagi keutuhan partai. Partai ini umumnya terdapat dalam Negara-
negaara berkembang yang menghadapi permasalahan intergrasi nasional. Partai Barisan
Nasional di Malaysia, yang merupakan koalisi anatara Kelompok Melayu , Cina, dan India
merupakan salah satu contoh partai massa
b. Partai Kader
Partai yang mengandalkan kualitas anggota, ketaatan organisasi, dan disiplin anggota
sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi keanggotaan dalam partai kader biasanya sangat
ketat, yaitu melalui kaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakkan disiplin partai
yang tanpa pandang bulu.
Struktur organisasi partai ini sangat hirarkis sehingga jalur perintah dan tanggung jawab
sangat jelas. Karena sifatnya yang demikian partai kader acapkali disebut sebagai partai yang
sangat elitis. Contoh partai kader ini terdapat pada Nazi di Jerman dan partai komunis
dimanapun.

3. Berdasarkan Basis Social dan Tujuan


Menurut basis sosialnya, partai politik dibagi menjadi 4 tipe. Yaitu :
a. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan social dalam masyarakat, seperti kelas
atas, menengah, dan bawah.
b. Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu,
seperti petani,buruh dan pengusaha.
c. Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu, seperti
islam,katolik,protestan dan hindu.
d. Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu,seperti
suku bangsa ,bahasa dan daerah tertentu.

Dalam kenyataanya kebanyakan partai politik tak hanya mempunyai basis social dari
kalangan tertentu, tetapi juga dari berbagai kalangan dengan satu atau dua kelompok sebagai
pihak yang dominan.
Pendukung partai democrat di Amerika Serikat pada umumnya berasal dari kalangan
menengah dan bawah,berkulit hitam dan Katolik. Hal ini tidak berarti pendukung partai ini
tidak ada yang berasal dari kalangan atas, kulit putih dan Protestan.
Berdasarkan tujuan, partai politik dibagi menjadi tiga. Yaitu :
a. Partai Perwakilan Kelompok
Partai yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak
mungkin kursi dalam parlemen seperti Barisan Nasional di Malaysia.
b. Partai Pembinaan Bangsa
Partai yang betujuan menciptakan kesatuan nasional dan biasanya menindas
kepentingan-kepentingan sempit seperti Partai Aksi Rakyat di Singapura.
c. Partai Mobilisasi.
Partai yang berupaya memobilisasi masyarakat kearah tujuan-tujuan yang ditetapkan
oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan.
Partai ini cenderung bersifat monopolistis karena hanya ada satu partai dalam masyarakat.
Partai komunis di Negara-negara komunis merupakan contoh partai mobilisasi.
B. Klasifikasi Sistem Kepartaian di Indonesia
Klasifikasi sistem kepartaian yaitu bagaimana partai politik berinteraksi datu sama lain
dan berinteraksi dengan unsur-unsur lain dari sistem itu. Analisis semacam ini dinamakan
“sistem kepartaian” pertama kali oleh Maurice Duverger dalam bukunya Portilikal Parties.
Duverger mengadakan kalasifikasi menurut tiga kategori, yaitu sistem partai tunggal,
sistem dwi-partai, dan sistem multi partai;
1. Sistem Partai-Tunggal
Pola partai tunggal terdapat dibeberapa negara: Afrika, China, dan Kuba, sedangkan
dalam masa jayanya Uni Soviet dan beberapa negara Eropa Timur termasuk dalam kategori
ini. Suasana kepartoaian dinamakan non-kompetitif kearena semua partai harus menerima
pimpinan dari partai yang dominan dan ridakd dibenarkan bersaing dengannya. Fungsi partai
adalah menyakinkan atau memaksa masyarakat untuk menerima persepsipimpinan parti
mengenai kebutuhan utama dari masyarakat seluruhnya. Dewasa ini banyak negara afrika
pindah kesistem multi partai.
Di indonesia pada tahun 1945 ada usaha mendirikan partai tunggal sesuai dengan
pemikiran yang ada pada saat itu banyak dianut dinegara-negara yang baru melepaskan diri
dari rezim kolonial. Diharapkan partai itu akan menjadi ”motor perjuangan”. Akan tetapi
sesudah beberapa bulan usaha itu dihentikan sebelum terbentuk secara konkret. Penolakan ini
antara lain disebabkan karena dianggap berbau fasis.
2. Sistem Dwi-Partai
Dalam kepustkaan ilmu politik pengertian sistem dwi-partai biaasanya diartikan bahwa
ada dua partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam pemilihan umum secara
bergiliran, dan dengan demikian mempunyai kedudukan dominan. Dalam sistem ini partai
yang kalah berperan sebagai pengancam utama tapi yang setia (loyal opposition) terhadap
kebjakan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peran ini
sewaktu-waktu dapat bertukar tangan.
Dalam persaingan memenangkan pemilihan umum kedua partai berusaha untuk
merebut dukunygan orang-orang yang ada ditengah kedua partai dan sering dinamakan
pemilihan terapung (floating vote) atau pemilih ditengah (median vote). Sistem dwi-partai
pernah disebut a konvenient system for contented people dan memang kenyatanya ialah
bahwa sistem dwi-partai dapat berjalan baik apabila terpenuhi tiga dsyarat, yaitu komposisi
masyarakat bersifat homogen (sosial homogenity), adanya konsensus kuat dalam masyarakat
mekngenai asas dan tujuan sosial dan politik (political consensus), dan adanya kontinuitas
sejarah (historial continuity).
Disamping kedua partai ini, ada beberapa partai kecil lainnya, diantaranya partai liberal
demokrat. Pengaruh partai ini biasanya terbatas, tetapi kedudukanya berubah menjadi sangat
krusial pada saat perbedaan dalam perolehan suara dari kedua partai besar dalam pemilihan
umum sangat kecil.
Dalam situaasi seperti ini partai pemenang terpaksa membentuk koalisidengan partai
leberal demokrat atau partai kecil lainnya.
Pada umumnya dianggap bahwa sistem dwi-partai lebih konduktif untuk terpeliharanya
stabilitas karena ada perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi.
Akan tetapi perlu juga diperhatikan peringatan ilmu sarjana ilmu politik Robert Dahl
bahwa dalam masyarakat yag terpolarisasi sistem dwi-partai malahan dapat mempertajam
perbedaan pandangan antara kedua belah pihak, karena tidak ada kelompok ditengah-tengah
yang dapat meredakan suasana konflik.
Sistem dwi-partai umumnya diperkuat dengan dipergunakan sistem pemilihan single-
member counstituency (Sistem Distrik) dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat
dipilih satu saja.sistem pemilihan ini cendrung menghambat pertumbuhan partai kecil,
sehingga dengan demikian memperkokoh sistem dwi-partai.
Di Indonesia pada tahun 1968 ada dusaha untuk mengganti sistem multi-partai yang
telah berjalan lama dengan sistem dwi-partai, agar sistem ini dapat membatasi pengaruh
partai-partai yang talah lama mendominasi kehidupan politik. Beberapa asas dirasakan
menghilagi beban eksekutif untuk menyeleggarakan pemerintahan yang baik. Akan tetapi
eksperimen dwi-partai ini, sudah diperkenalkan dibeberapa wilayah, ternyata mendapat
tantangan dari partai-partai yang merasa terancam eksistensinya. Akhirnya gerakan ini
dihentiakan pada tahun 1969.
3. Sistem Multi-Partai
Umumnya dianggap bahwa keaneragaman budaya politik suatu masyarakat mendorong
pilihan kearah sistem multi-partai. Perbedaan tajam antara ras, agama, atau suku bangsa
mendorong golongan-golongan masyarakat lebih cendrung menyalurkan ikatan-ikatan
terbatasnya (primoedial) dalam suatu wadah yang sempit saja. Dianggap bahwa pola multi-
partai lebih sesuai dengan pluralitas budaya dan politik dari pada pola dwi-partai.
Sistem multi-partai ditemukan antara lain di IndodesiaMalaysia, Nederland, Australia,
Prancis, Swedia, dan Federasi Rusia. Prancis mempunyai jumlah partai yang berkisar 17 dan
28, sedangkan di Federasi Rusia sesudah jatuhnya partai komunis jumlah partai mencapai 43.
Sistem multi-partai, apalagi jika dihubuingkan dengan sistem pemerintahan parlementer,
mempunyai kecendrungan untuk menitikberatkan kekuasan pada badan legislatif, sehingga
peran badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering didebabkan karena tidakd
ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga
terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai lain. Dalam keadaan semacam ini partai
yang berkoalisi harus selalu mengadakan musyrawarah dan kompromi dengan mitranya dan
menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai yang duduk dalam
koalisi akan ditarik kembali, sehingga mayoritasnya dalam parlemen hilang.
Dalam situasi dimana terdapat satu partai yang dominan, stabilitas politik dapat lebih
dijamin. India dimasa lampau sering dikemukakan sebagai negara yang didomonasi satu
partai (one-perty dominance), tetapi karena suasana kompetitif, pola dominasi setiap waktu
dapat berubah. Hal ini dapat dilihat pada pasang surutnya kedudukan partai kongres. Partai
ini mulai dari zaman kemerdekaan menguasai kehidupan politik india. Jumlah wakilnya
dalam dewan perwakilan rakyat pada saat itu melebihi jumlah total wakit partai-partai
lainnya, dan karena itu sering disebut sistem satu setengah partai (one andhalf party system).
Sedangkan partai kongres mengelami kemunduran sesudah pemiliahan umum tahun
1967, namun ia berhasil memerintah india pada tahun 1977. Pada tahun 1978 sampi 1980
partai kongres mengadakan koalisi dengan Bharatya Janata Party. Akan tetapi hal ini berarti
bahwa pemerintah kolisi selalu lemah. Belanda, Norwegia, dan Swedia merupakan contoh
dari pemerintah yang dapat mempertahankan stabilitas dan kontinunitas dalam kebijak
publiknya.
Pola multi-partai umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan pemerintahan berimbang
(proportional Representational) yang memberi kesempatan luas bagi petumbuhan partai-
partai dan golongan-golongan baru.
Sistem ini telah melalui beberapa tahap dengan bobot kompetitif yang berbeda-beda.
Mulai 1989 indonesia berupaya untuk mendirikan suatu sistem multi-partai yang mengambil
unsur-unsur positif dari pengalaman masa lalu, sambil menghindari unsur negatifnya.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu kelompok
yang teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai, dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan
kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan (movement)
dan berbeda juga dengan kelompok penekan (pressur group) atau istilah yang lebih banyak
digunakan pada dewasa ini yang memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok,
atau memang ingin melakukan perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih
baik.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa partai politik dapat ,menjadi penghubung
psikologis dan organisasional antara warga Negara dengan pemerintahannya. Selain itu partai
juga melakukan konsolidasi dan srtikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang
di berbagai kelompok masyarakat.

B. REKOMENDASI
Untuk tetap memperbaiki citra partai politik sebagai institusi demokrasi, tentu partai
politik lebih maksimal memikirkan nasib masyarakat ketimbang memperebutkan kursi
kekuasaan. Sedangkan dalam konteks konflik internal partai politik, meminimalisir mungkin
adanya sikap politik yang bisa merusak citra partai politik itu sendiri, tetap membuka adanya
ruang bagi kedua pihak yang bertikai untuk melakukan komunikasi politik yang lebih sehat
dan lebih konsisten pada aturan main organisasi.
Konflik tentu tidak bisa dihindari, tetapi partai politik juga harus memberikan ruang
bagi terbangunnya suatu sistem manajemen konflik yang lebih baik. Agar konflik personal
maupun kelompok maupun yang terjadi diluar partai tidak bisa berkembang, mampu
kendalikan sehingga tidak melahirkan suasana ketegangan yang apalagi perlaku negatif yang
bisa merusak.
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Ichlasul. “Teori-Teori Mutakhir Partai Politik”.PT Tiara Wacana, Yogyakarta.


1996
Budiarjo,Mariam .“Partisipasi dan Partai Politik”.Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta,1998.
Dasar-Dasar Ilmu Politk. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.
http://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/438-sistem-multi-partai-presidensial-
dan-persoalan-efektivitas-pemerintah.html diakses pada tanggal 08-12-2013
Ibid
Imawan, Riswandha, Membedah Politik Orde Baru Catatan Dari Kaki
Peter G.J. Pulzer, Political Representation and Elections in Britain (London: George
Allen and Unwin Ltd., 1967
Sigmund Neumann. “ Modern Political Parties,” dalam Comparative Politics: A
Reader, diedit oleh Harry Eckstein dan David E. Apter (London: The Free Press of Glencoe,
1963
Simon, Roger. Gagasan-gagasan Politik Gramsci, Trj. Pustaka Pelajar, 2004Merapi,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.

Anda mungkin juga menyukai