Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SINTAKSIS BAHASA INDONESIA

“KALIMAT”

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hj. Johar Amir, M. Hum. & Shafariana, S.Pd.,
M.Pd.

KELOMPOK 7 KELAS B :

Alfina Ali Dollah

Nirwana Rizkiyani Marwan

Putri Adelia Amiruddin

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

ٰ ‫ٱلرحْ هم ِن‬
‫ٱلر ِح ِيم‬ ِ ٰ ‫بِس ِْم ه‬
ٰ ‫ٱَّلل‬
Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Kalimat“ dalam keadaan sehat wal-afiat dan tepat waktu.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia oleh Dosen pengampu Ibu Prof. Dr. Hj. Johar
Amir, M. Hum. dan Ibu Shafariana, S.Pd., M.Pd.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang telah


membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
sehingga dapat memberi pemahaman bagi pembaca maupun pendengar.

Dengan kerendahan hati, Kami memohon maaf sebesar-besarnya apabila


ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat yang tidak sesuai. Kami
mengharapkan kepada pembaca memberikan kritik dan saran sebagai revisi
makalah ini.

Penyusun

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………i

DAFTAR ISI……………………………………………………………….........ii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………..1

1.1. Latar Belakang…………………………………………………….....1


1.2. Rumusan Masalah………………………………………………........2
1.3. Tujuan…………………………………………………......................2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...3

2.1. Pengertian Kalimat…………………………………………………..3


2.2. Perbedaan Kalimat dengan Klausa…………………………………..4
2.3. Unsur Pokok Kalimat………………………………………………..4
2.4. Keserasian Unsur-unsur Kalimat…………………………………….5

BAB III PENUTUP………………………………………………………………9

3.1. Kesimpulan…………………………………………………………...9
3.2. Saran………………………………………………………………….9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………….…………………..10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahasa adalah fenomena yang menghubungkan dunia akna dengan dunia bunyi.
Lalu, sebagai penghubung di antara kedua dunia itu, bahasa, dibangun oleh tiga
buah komponen, yaitu komponen leksikon, komponen gramatika, dan komponen
fonologi.Kalau bahasa itu merupakan satu sistem (Chaer, 2007), maka sistern
bahasa itu memiliki tiga buah subsistem, yaitu subsistem leksikon, subsistem
gramatika, dan subsistem fonologi.
Komponen makna berisi konsep-konsep, ide-ide, pikiran pikiran, atau
pendapat-pendapat yang berada dalam otak atau pemikiran manusia. Sifatnya
sangat abstrak; tidak dapat diamati secara empiris. Komponen makna ini, ditangani
dalam kajian semantik. Komponen bunyi merupakan realisasi fisis dari komponen
makna, setelah me1lalui sistem bahasa yang bersifat konkret karena dapat diamati
secara empiris.
Komponen leksikon dengan satuannya yang disebut leksem merupakan wadah
penampung makna secara leksikal, juga bersifat abstrak. Komponen leksikon ini
kemudian diolah oleh komponen gramatika menjadi satuan-satuan yang tidak lagi
bermakna leksikal, melainkan bermakna gramatikal.
Komponen gramatika atau subsistem gramatika terbagi lagi menjadi dua
subsistem, yaitu subsistem morfologi dan subsistem sintaksis. Dalam hal ini,
subsistem morfologi bertugas mengolah komponen leksikon menjadi "kata" yang
bersifat gramatikal. Sedangkan subsistem sintaksis mengolah kata-kata hasil olahan
subsistem morfologi itu menjadi satuan-satuan sintaksis. Satuan-satuan sintaksis ini
akan diolah oleh subsistem fonologi menjadi wujud wujud fisis dalam dunia bunyi,
yang bersifat konkret karena dapat diamati secara empiris melalui pendengaran.
Namun, dunia makna itu yang direalisasikan menjadi dunia bunyi masih
tergantung lagi pada dunia pragmatik, yakni dunia konteks dari satuan-satuan
ujaran tersebut. Umpamanya kata terbawa yang terbentuk sebagai hasil proses
morfologi, yakni pengimbuhan prefiks ter-pada dasar bawa, baru akan jelas

1
maknanya bila berada dalam konteks kalimatnya. Simak makna kata terbawa itu
pada kedua kalimat berikut:
1) Bukumu terbawa oleh saya kemarin.
2) Barang-barang sebanyak itu terbawa juga oleh truk kecil itu.
Jelas, kata terbawa pada kalimat (1) bermakna 'tidak sengaja', dan pada kalimat (2)
bermakna 'dapat'. Hal ini terjadi karena konteks. kalimatnya berbeda.
Sudah disebutkan di muka bahwa sistem gramatika biasanya dibagi atas subsistem
morfologi dan subsistem sintaksis. Subsistem morfologi membicarakan
pembentukan kata dari satuan-satuan yang lebih kecil, yang lazim disebut morfem
menjadi satuan yang statusnya lebih tinggi yang siap digunakan dalam subsistem
sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu
ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis,
yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada lima permasalahan
yang perlu di bahas sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan kalimat?
2. Jelaskan perbedaan antara kalimat dengan klausa!
3. Sebutkan unsur pokok yang terdapat pada kalimat!
4. Jelaskan keserasian unsur-unsur pada kalimat!

1.3. Tujuan
Ada empat tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui serta memahami arti dari kalimat
2. Dapat membedakan antara kalimat dengan klausa
3. Untuk mengetahui unsur pokok yang ada pada kalimat
4. Dapat mengetahui keserasian unsur-unsur yang terdapat pada kalimat

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kalimat


Seperti yang kita ketahui, bahwa bahasa terdiri atas dua lapisan,
yaitu lapisan bentuk dan lapisan makna yang dinyatakan oleh lapisan bentuk
tersebut. Bentuk bahasa terdiri atas satuan-satuan yang dapat dibedakan
menjadi dua satuan, yaitu satuan fonologi dan satuan gramatikal. Satuan
fonologi meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatikal meliputi
wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem (Ramlan, 1996). Pada
kesempatan ini, kita akan membicarakan masalah kalimat, kemudian
menganalisisnya berdaarkan tiga tataran, yaitu tataran fungsi, kategori dan
peran.
Dalam bahasa Indonesia, kalimat ada yang terdiri atas satu kata,
misalnya Tadi; ada yang terdiri atas dua kata, misalnya Dia peragawati; ada
yang terdiri atas tiga kata, misalnya la sedang belajar, ada yang terdiri atas
empat kata, lima kata, enam kata, tujuh kata, dan seterusnya. Sesungguhnya
yang menentukan satuan kalimat bukannya banyaknya kata yang menjadi
unsurnya, melainkan intonasinya. Setiap satuan kalimat dibatasi oleh
adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan,
1996). Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan
keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti
oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan asimilasi bunyi
ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda
seru (Alwi, et. al, 1998; Kridalaksana, 1985).
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh
adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.

3
2.2.Perbedaan Kalimat dan Klausa
Untuk membedakan kalusa dari kalimat, ada semacam konvensi
dalam kajian sintaksis, bahwa penulisan klausa tidak diawali dengan huruf
besar dan tidak diakhiri dengan tanda baca titik, tanya, atau seru.
Sebagaimana diatur dalam ejaan, penulisan kalimat diawali dengan huruf
besar dan diakhiri dengan tanda titik, tanya, atau seru. Pemakaian tanda baca
ini bergantung pada jenis kalimat tersebut. Kalimat berita diakhiri dengan
tanda titik, kalimat tanya diakhiri dengan tanda tanya, dan kalimat seru
diakhiri dengan tanda seru.

2.3.Unsur Pokok Kalimat


Minimal, kalimat terdiri atas unsur subjek dan predikat. Kedua unsur
kalimat itu merupakan unsur yang kehadirannya selalu wajib (Suparman,
1988). Di samping kedua unsur itu, dalam suatu kalimat kadang-kadang ada
kata atau kelompok kata yang dapat dihilangkan tanpa memengaruhi status
bagian yang tersisa sebagai kalimat, tetapi ada pula yang tidak. Hal ini akan
lebih jelas jika kita memerhatikan contoh kalimat berikut ini.
(1) Mungkin dia mengirim buku itu tadi pagi.
Kalimat tersebut terdiri atas lima konstituen, yaitu (i) mungkin, (ii) dia,
(iii) mengirim, (iv) buku itu, dan (v) tadi pagi. Dari kelima konstituen itu,
hanya mungkin dan tadi pagi yang dapat dihilangkan tanpa memengaruhi
status bagian yang tersisa sebagai kalimat, sedangkan yang lain tidak. Jadi,
pada contoh berikut ini, kalimat (2-4) dapat kita terima, tetapi kalimat (5-7)
tidak.
(2) Dia mengirim buku itu tadi pagi.
(3) Mungkin dia mengirim buku itu tadi pagi.
(4) Dia mengirim buku itu.
(5) * (Mungkin) mengirim buku itu (tadi pagi).
(6) * (Mungkin) dia buku itu (tadi pagi).
(7) * (Mungkin) dia mengirim (tadi pagi).

4
Berdasarkan uraian singkat tersebut, dapat dibedakan unsur kalimat
atas unsur wajib dan unsur tidak wajib (manasuka). Unsur wajib terdiri atas
konstituen kalimat yang tidak dapat dihilangkan, sedangkan unsur tidak
wajib terdiri atas konstituen kalimat yang dapat dihilangkan. Dengan
demikian, bentuk dia mengirim buku itu pada kalimat tersebut termasuk
unsur wajib kalimat, sedangkan mungkin dan tadi pagi merupakan unsur
tidak wajib.
Perlu dicatat, bahwa perbedaan unsur kalimat atas unsur yang wajib
dan tidak wajib tidak berkaitan langsung dengan bentuk dan fungsi
konstituen kalimat. Pada umumnya, konstituen yang berfungsi sebagai
keterangan, seperti mungkin dan tadi pagi pada contoh kalimat tersebut
dapat dihilangkan. Demikian pula halnya dengan keterangan (alat) dengan
pisau pada kalimat Ibu mengupas mangga dengan pisau, keterangan
(tempat) ke sekolah pada kalimat Anak itu sudah berangkat ke sekolah.
Akan tetapi, pada kalimat tertentu konstituen yang berfungsi sebagai
keterangan wajib hadir. Perhatikan contoh kalimat berikut ini!
(8) a. Di menuju ke Bandung.
b. * Dia menuju.

(9) a. Upacara pembukaan konferensi itu dilangsungkan pada pagi hari.


b.* Upacara pembukaan konferensi itu dilangsungkan.
Bentuk ke Bandung pada (8a) dan pada pagi hari pada (9a) tidak dapat
dihilangkan karena bentuk (8b) dan (9b) bukan kalimat dalam bahasa
Indonesia. Dalam hal tertentu ada kemungkinan (9b) dipakai orang, tetapi
secara lepas tidak mungkin dapat ditafsirkan bila konteks situasi
pemakaiannya tidak diketahui.

2.4.Keserasian Unsur-unsur Kalimat


Penggabungan dua kata atau lebih dalam suatu kalimat menuntut adanya
keserasian di antara unsur-unsur tersebut, baik dari segi makna maupun dari
segi bentuk. Jika keserasian makna dan bentuk tidak terpenuhi, kalimat
tersebut tidak gramatikal dan sulit diterima secara akal sehat. Berdasarkan

5
hal itu, keserasian unsur-unsur kalimat berikut ini akan dikemukakan dari
kedua segi tersebut, yakni keserasian makna dan keserasian bentuk.

1.) Keserasian Makna

Pada dasarnya, orang membuat kalimat berdasarkan


pengetahuannya tentang dunia di sekelilingnya sehingga mustahil
jika kita menemukan kalimat seperti:

(10) a. *Air itu menyiram bungaku.


b. *Ayamnya merokok lima butir kelereng.
Keanehan bentuk (10a) timbul karena verba menyiram menuntut
nomina orang sebagai pelakunya. Kenyataan, bahwa air itu bukan orang
menyebabkan untaian (10a) itu terasa aneh. Keanehan bentuk (10b) juga
timbul karena verba merokok menuntut nomina orang sebagai pelakunya
serta nomina berwujud batangan sebagai objeknya. Kenyataan, bahwa
ayamnya bukan orang dan kelereng tidak berwujud batangan
mengakibatkan untaian pada (10b) itu terasa aneh.
Perlu ditegaskan, bahwa kaidah bahasa tidak sama dengan kaidah
susunan kenyataan menurut pengalaman dan pengertian kita. Keluwesan
kaidah bahasa justru memungkinkan pembahasan apa saja termasuk
keadaan dan peristiwa yang serba aneh.

2.) Keserasian Bentuk


Selain tuntutan akan adanya keserasian makna, bahasa Indonesia, seperti
halnya dengan kebanyakan bahasa di dunia ini, menuntut adanya keserasian
bentuk di antara unsur-unsur kalimat, khususnya antara nomina dan
pronomina serta dalam batas tertentu, antara nomina dan verba (Alwi, et.al,
1998). Penggunaan pronomina sebagai pengganti nomina atau frase
nominal yang menyatakan orang tunduk pada kendala jumlah seperti
tampak pada contoh berikut ini.
(11) a. Pelamar banyak, tetapi mereka tidak memenuhi syarat

6
b. *Pelamar banyak, tetapi dia tidak memenuhi syarat.
(12) a. Pelamar ada, tetapi mereka tidak memenuhi syarat.
b. Pelamar ada, tetapi dia tidak memenuhi syarat.
Anteseden pronomina mereka pada (11a) adalah frase (banyak)
pelamar. Karena itu, pronomina dia (11b) tidak bisa digunakan sebagai
penggantinya. Pada contoh (12) tampak, bahwa pronomina mereka dan dia
dapat digunakan karena antesedennya (ada) pelamar tidak jelas bermakna
jamak atau tunggal. Pemakaian pronomina mereka atau dia pada (12)
bergantung pada konteks wacana.
Pada konstruksi pemilikan yang unsur-unsurnya terdiri atas nomina
milik dan pronomina milik yang antesedennya berupa nomina jamak perlu
diperhatikan apakah nomina milik itu merupakan milik bersama atau
perseorangan. Apabila pemilikan itu bersifat perseorangan, maka
pronomina yang dipergunakan adalah pronomina persona ketiga jamak
yang harus diikuti partikel masing-masing. Perhatikan contoh berikut ini!
(13) a. Murid-murid itu menyelesaiakn tugas mereka pada waktunya.
b. Murid-murid itu menyelesaikan tugas mereka masing-masing
pada waktunya.

Pada (13a) kata tugas mengandung makna tunggal sehingga


merupakan nomina milik bersama murid-murid. Pada (13b) perlu
ditambahkan bentuk masing-masing sesudah pronomina pemilik untuk
menyatakan bahwa tugas itu bersifat perseorangan. Perlu dicatat di sini,
bahwa bentuk pronomina ia pada dasarnya merupakan varian pronomina
dia (pronomina persona ketiga tunggal Dalam perkembangan pemakaian,
bentuk ia kadang-kadang juga digunakan untuk benda tunggal.

Dalam bahasa Indonesia terdapat sejumlah verba yang menuntut


nomina jamak sebagai subjek.Verba demikian biasanya berafiks ber-an.
Perhatikan contoh berikut ini!
(14) a. Pasukan itu berlarian ketika mendengar pesawat terbang
mendekat.

7
b. Kedua anak itu bertengkar.
Verba berlarian (14a) menuntut subjek jamak. Demikian pula verba
bertengkar (14b).Verba bersubjek jamak dapat pula digunakan untuk
menyatakan makna jamak nomina takdefinit seperti pada contoh (15)
berikut ini.
(15) :
a) Kicau burung bersahutan sepanjang hari.
b) Mahasiswa mengerumuni dia.
c) Kendaraan lalu-lalang di depan rumahnya.
Kehadiran verba bersahutan, mengerumuni, dan lalu-lalang pada
contoh (15) masing-masing mengisyaratkan bahwa nomina kicau burung,
mahasiswa, dan kendaraan mengandung makna jamak. Hal serupa tampak
pula pada kalimat yang predikatnya berupa ajektiva yang diulang seperti
pada contoh berikut ini.
(16) a. Murid di sini pintar-pintar.
b. Rumah di kampung itu bagus-bagus.
c. Buku di toko itu mahal-mahal.

Bentuk pintar-pintar, bagus-bagus, dan mahal-mahal


mengisyaratkan bahwa murid rumah, dan buku mengandung makna jamak
sekaligus menyatakan makna ‘keberagaman’.

8
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda
panjang yang disertai nada akhir naik atau turun. Untuk membedakan kalusa
dari kalimat, ada semacam konvensi dalam kajian sintaksis, bahwa
penulisan klausa tidak diawali dengan huruf besar dan tidak diakhiri dengan
tanda baca titik, tanya, atau seru. Sebagaimana diatur dalam ejaan, penulisan
kalimat diawali dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik, tanya,
atau seru. Unsur pokok pada kalimat yang pertama kalimat terdiri atas unsur
subjek dan predikat. Kedua unsur kalimat itu merupakan unsur yang
kehadirannya selalu wajib. Penggabungan dua kata atau lebih dalam suatu
kalimat menuntut adanya keserasian di antara unsur-unsur tersebut, baik
dari segi makna maupun dari segi bentuk. Jika keserasian makna dan bentuk
tidak terpenuhi, kalimat tersebut tidak gramatikal dan sulit diterima secara
akal sehat. Berdasarkan hal itu, keserasian unsur-unsur kalimat berikut ini
akan dikemukakan dari kedua segi tersebut, yakni keserasian makna dan
keserasian bentuk.

3.2. Saran
Sebagai penyusun kami merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, jika ada kesalahan yang terdapat pada makalah
ini, mohon dikritik dan berikan sarannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Putrayasa, Ida Bagus. (2007). Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran).
Bandung: PT. Refika Aditama.

Chaer, Abdul. (2015). Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta:


Rineka Cipta

10
11

Anda mungkin juga menyukai