“Figurative Language”
Oleh:
Kelompok 7
Lailatul Rahmi (2120722007)
Christi Yolanda (212072209)
Rera Abel (212072206)
Yulia Hidayatul Ikhlas (1710742010)
PRODI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
A. PENDAHULUAN
Figurative language atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan majas, gaya
bahasa atau bahasa kiasan adalah pemakaian ragam tertentu atau gaya tertentu dalam
mengekspresikan sebuah bahasa yang digunakan agar dapat memperoleh efek-efek
tertentu yang membuat suatu bahasa menjadi lebih indah.
Frost (2012) menyatakan bahwa bahasa kiasan atau majas merupakan suatu
cara seseorang menyampaikan sesuatu dengan kiasan. Dalam hal ini, seseorang akan
menggunakan bahasa kiasan atau perumpamaan untuk menyampaikan sesuatu kepada
orang lain. Adapun maksud dari pengguanaan bahasa kiasan ini adalah agar si
penutur dapat menyampaikan hal yang tidak bisa mereka sampaikan secara langsung
kepada lawan bicaranya dengan menggunakan cara atau metode penyampaian yang
lain yang lebih halus. Bahasa kiasan ini merupakan gambaran dari penulis atau
pembicara dalam menguraikan sesuatu melalui perbandingan yang tidak biasa agar
lebih menarik perhatian dan membuat sesuatu tersebut menjadi lebih jelas.
Abrams (2010: 96) menyatakan bahwa bahasa figuratif adalah bagian dari
gaya bahasa yang berbentuk retorika. Kata retorika berasal dari bahasa Yunani
rethorical atau retor yang berarti orator. Ini berarti penggunaan kata-kata dalam
pidato dan tulisan untuk meyakinkan atau mempengaruhi pendengar dan
pembacanya. Bahasa kiasan ini digunakan untuk meninggikan dan meningkatkan
efek dengan cara memperkenalkan dan membandingkan suatu objek atau hal tertentu
dengan objek atau hal lain yang lebih umum. Singkatnya, penggunaan majas tertentu
dapat berubah dan menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu.
Penggunaan gaya yang tepat, sesuai dengan waktu dan target penerima dapat
menarik perhatian penerima. Sebaliknya jika penggunaannya tidak tepat, maka
penggunaan bahasa kiasan akan sia-sia, bahkan mengganggu pembaca. Penggunaan
gaya bahasa juga dapat mengubah apa yang tertuang dalam teks, karena gaya bahasa
dapat mengungkapkan gagasan yang bermakna secara singkat.
Menurut Tarigan (1985) ada empat tipe majas atau gaya bahasa, yaitu majas
perbandingan, majas oposisi, majas sambungan, dan majas pengulangan.
Misalnya: Emosi manusia itu layaknya api, semakin disulut maka akan
semakin besar kemarahannya.
Hidup itu seperti roda berputar, kadang di atas, kadang pula di
bawah.
d. Majas repetisi adalah jenis bahasa kiasan di mana kata atau frasa yang sama
digunakan berulang kali atau klausa berurutan. Majas repetisi diklasifikasikan
menjadi:
- Aliterasi adalah permulaan dua kata atau lebih yang berhubungan erat
dengan bunyi yang sama atau disebut juga dengan pengulangan huruf
pada permulaan kata.
Contoh: Beli baju biru bersama Budi.
Inikah indahnya impian.
- Repetisi adalah majas yang menggunakan kata atau frasa yang sama
berulang kali dalam klausa yang berurutan.
Misalnya: Awas, tunggu kedatanganku besok! Tunggu!
Dia akan terus bekerja dan bekerja agar segera melunasi
hutangnya.
Pemakaian majas atau gaya bahasa pada satu tulisan atau pidato, dapat
memberikan efek yang berbeda kepada penerimanya. Dengan menggunakan gaya
bahasa, maka sebenarnya sebuah karya,baik itu lisan atau tulisan akan lebih lebih
kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif bagi para pembacanya/pendengarnya. Selain itu,
dengan menggunakan majas atau gaya bahasa dalam sebuah karya maka karya
tersebut akan lebih menarik perhatian orang, memberikan rasa semangat, membuat
suasana dan situasi menjadi lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran
angan-angan.
Adapun beberapa fungsi dari penggunaan majas atau gaya bahasa adalah sebagai
berikut:
C. KESIMPULAN
Dancygier, Barbara & Sweetser, Eve. (2014). Figurative Language. New York:
Cambridge Press University.
Keraf, Gorys. (2007). Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Leech, G.N. (1971). Meaning and the English Verb. London: Longman.
Moeliono, Anton M. (1984). Diksi Atau Pilihan Kata (suatu spesifikasi di dalam
kosakata). Jakarta: PPPG (naskah).
Perrine, Laurence. (1983). Literature: Structure, Sound, and Sense. New York:
Harcourt Brace Javanovich, Inc.