Anda di halaman 1dari 9

Filsafat Bahasa

“Figurative Language”

Oleh:
Kelompok 7
Lailatul Rahmi (2120722007)
Christi Yolanda (212072209)
Rera Abel (212072206)
Yulia Hidayatul Ikhlas (1710742010)

PRODI LINGUISTIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
A. PENDAHULUAN

Tulisan ini akan membahas materi tentang figurative language. Figurative


language atau dalam bahasa Indonesia lebih populer dengan istilah majas/bahasa
kiasan merupakan gaya bahasa yang digunakan penulis/pembicara  untuk
menyampaikan sebuah pesan secara imajinatif dan kias yang bertujuan untuk
membuat pembaca/pendengar  mendapat efek tertentu dari gaya bahasa yang
digunakan tersebut.

Figurative language  merupakan pemanfaatan kekayaan bahasa,


pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri
bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyatakan pikiran dan
perasaan baik secara lisan maupun tertulis. Selain itu, figurative language
merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggaya bahasan yang maknanya tidak
menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang mendukung, melainkan pada makna
yang ditambah, makna yang tersirat. Figurative language sering digunakan dalam
bahasa sastra seperti poem, drama, theater, maupun song lyrics.
Figurative language juga merupakan teknik pengungkapan bahasa maka
sebenarnya figurative language sering dimanfaatkan untuk mewakili perasaan dan
pemikiran dari pengarang, penulis  ataupun pembicara yang menggunakan
figurative language tersebut.

Biasanya, figurative language bersifat tidak sebenarnya alias kias ataupun


konotasi. Figurative language juga merupakan  cara untuk melibatkan
pembaca/pendengar untuk lebih kreatif dalam memaknai kata dan tulisan yang
kita sampaikan dengan sebaik-baiknya. Walaupun jenis figurative language sering
diperdebatkan, tetapi minimal kita harus mengetahui jenis figurative language
secara umum dan fungsi figurative language. Adapun jenis figurative language
beserta fungsi figurative language akan dijelaskan dalam point selanjutnya.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Figurative Language

Figurative language atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan majas, gaya
bahasa atau bahasa kiasan adalah pemakaian ragam tertentu atau gaya tertentu dalam
mengekspresikan sebuah bahasa yang digunakan agar dapat memperoleh efek-efek
tertentu yang membuat suatu bahasa menjadi lebih indah.

“figurative language as language, which employs various figures of


speech on kind of language, which departs from the language employed
in the traditional, literal ways of describing person or objects”. (Reaske,
1966:33)
Bahasa kiasan juga dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan seperti
mengungkapkan tema, gagasan, dan perasaan pengarang. Biasanya digunakan dalam
situasi dan kondisi fakta. Pengarang menulis karya sastra dengan menggunakan
bahasa sebagai instrumennya. Bahasa dapat mempengaruhi pembaca dan memberikan
efek positif.

Frost (2012) menyatakan bahwa bahasa kiasan atau majas merupakan suatu
cara seseorang menyampaikan sesuatu dengan kiasan. Dalam hal ini, seseorang akan
menggunakan bahasa kiasan atau perumpamaan untuk menyampaikan sesuatu kepada
orang lain. Adapun maksud dari pengguanaan bahasa kiasan ini adalah agar si
penutur dapat menyampaikan hal yang tidak bisa mereka sampaikan secara langsung
kepada lawan bicaranya dengan menggunakan cara atau metode penyampaian yang
lain yang lebih halus. Bahasa kiasan ini merupakan gambaran dari penulis atau
pembicara dalam menguraikan sesuatu melalui perbandingan yang tidak biasa agar
lebih menarik perhatian dan membuat sesuatu tersebut menjadi lebih jelas.

Abrams (2010: 96) menyatakan bahwa bahasa figuratif adalah bagian dari
gaya bahasa yang berbentuk retorika. Kata retorika berasal dari bahasa Yunani
rethorical atau retor yang berarti orator. Ini berarti penggunaan kata-kata dalam
pidato dan tulisan untuk meyakinkan atau mempengaruhi pendengar dan
pembacanya. Bahasa kiasan ini digunakan untuk meninggikan dan meningkatkan
efek dengan cara memperkenalkan dan membandingkan suatu objek atau hal tertentu
dengan objek atau hal lain yang lebih umum. Singkatnya, penggunaan majas tertentu
dapat berubah dan menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu.

Penggunaan gaya yang tepat, sesuai dengan waktu dan target penerima dapat
menarik perhatian penerima. Sebaliknya jika penggunaannya tidak tepat, maka
penggunaan bahasa kiasan akan sia-sia, bahkan mengganggu pembaca. Penggunaan
gaya bahasa juga dapat mengubah apa yang tertuang dalam teks, karena gaya bahasa
dapat mengungkapkan gagasan yang bermakna secara singkat.

2. Jenis-jenis Majas atau Gaya Bahasa

Menurut Tarigan (1985) ada empat tipe majas atau gaya bahasa, yaitu majas
perbandingan, majas oposisi, majas sambungan, dan majas pengulangan.

a. Majas Perbandingan adalah sejenis bahasa kiasan, yang digunakan untuk


menemukan kesamaan dalam hal yang berbeda. Majas perbandingan
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
- Simile adalah perbandingan antara hal-hal yang pada dasarnya tidak sama.
Dalam simile perbandingan dinyatakan dengan penggunaan beberapa kata
seperti: seperti, sebagai, dari, mirip dengan, atau menyerupai.
Contoh: Seperti air didaun talas.
Kesabaran Ibu seluas samudra.
Lucas senang setengah mati karena memenangkan lotre.
- Metafora adalah perbandingan tersirat antara dua objek tanpa
menggunakan kata-kata 'seperti atau sebagai'.
Contoh: Waktu adalah uang.
Anak itu dikenal sebagai kutu buku.
- Personifikasi terdiri dari pemberian sifat-sifat manusia kepada binatang,
benda, atau gagasan.
Contoh: Inggris mengharapkan setiap orang untuk melakukan tugasnya.
Nyiur melambai diterpa angin seolah menyampaikan salam
perpisahan.
- Alegori adalah narasi atau deskripsi yang memiliki makna kedua di bawah
permukaan.

Misalnya: Emosi manusia itu layaknya api, semakin disulut maka akan
semakin besar kemarahannya.
Hidup itu seperti roda berputar, kadang di atas, kadang pula di
bawah.

b. Majas Oposisi adalah jenis bahasa kiasan, yang digunakan untuk


menunjukkan kontradiksi atau kebalikan dari ide subjek dalam kalimat atau
frase. Majas oposisi terbagi menjadi:
- Hiperbola adalah ungkapan dalam bahasa yang ekstrim sehingga
mencapai intensitas.
Misalnya: Dentuman itu menggelegar membelah angkasa.
Seribu kota sudah kulalui untuk mencari kekasih hati.
- Ironi adalah kontras antara apa yang dikatakan, tersirat, atau disarankan
dan apa yang sebenarnya terjadi. Ironi memiliki definisi umum,
mengatakan apa yang bertentangan dengan apa yang dimaksudkan.
Misalnya: Rumahnya bersih dan teratur. Tidak ada debu yang menempel
pada gambar dan tidak ada perabotan yang mengacaukan kehidupan.
Suaranya sangat merdu sekali seperti kaset kusut.

c. Majas Sambungan adalah jenis bahasa kiasan yang digunakan untuk


menunjukkan atau mengungkapkan suatu gagasan, atau suatu pokok bahasan
yang secara jelas berkaitan atau mempunyai hubungan yang kuat. Majas
sambungan dibagi menjadi:
- Metonymy adalah penamaan seseorang, institusi, atau karakteristik
manusia dengan beberapa objek atau atribut yang diasosiasikan dengan
jelas.
Misalnya: Gedung putih, untuk Presiden Amerika Serikat.
Jamaah haji Indonesia pergi ke Makkah menggunakan Garuda.
- Sinekdoke adalah majas yang menggunakan bagian untuk menyatakan
keseluruhan untuk menyatakan bagian.
Misalnya: Semua mata tertuju padaku, membuatku gugp selama
pertunjukan.
Kita harus angkat kaki dari bioskop setelah film selesai.
- Alusio adalah referensi eksplisit atau implisit dari peristiwa, tokoh, tempat
mitologi, atau karya terkenal.
Contoh: Tragedi 30 September.
Diprediksikan akan terulang kembali kasus 1998 bila PHK terus
terjadi.
- Eufemisme adalah ekspresi samar atau ringan yang digunakan untuk
menyembunyikan kebenaran yang menyakitkan atau tidak menyenangkan.
Misalnya: ‘He passed on’ untuk ‘he died’.
Sejak kecil dia tidak pernah sekolah sehingga dia menjadi tuna
aksara. (tuna aksara = buta huruf)
- Elipsis adalah penghilangan bagian kata atau kalimat.
Misalnya: (Saya baik-baik saja) Baik.
Dan (bagaimana) Anda?

d. Majas repetisi adalah jenis bahasa kiasan di mana kata atau frasa yang sama
digunakan berulang kali atau klausa berurutan. Majas repetisi diklasifikasikan
menjadi:
- Aliterasi adalah permulaan dua kata atau lebih yang berhubungan erat
dengan bunyi yang sama atau disebut juga dengan pengulangan huruf
pada permulaan kata.
Contoh: Beli baju biru bersama Budi.
Inikah indahnya impian.
- Repetisi adalah majas yang menggunakan kata atau frasa yang sama
berulang kali dalam klausa yang berurutan.
Misalnya: Awas, tunggu kedatanganku besok! Tunggu!
Dia akan terus bekerja dan bekerja agar segera melunasi
hutangnya.

3. Fungsi Figurative Language

Pemakaian majas atau gaya bahasa pada satu tulisan atau pidato, dapat
memberikan efek yang berbeda kepada penerimanya. Dengan menggunakan gaya
bahasa, maka sebenarnya sebuah karya,baik itu lisan atau tulisan akan lebih  lebih
kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif bagi para pembacanya/pendengarnya. Selain itu,
dengan menggunakan majas atau gaya bahasa dalam sebuah karya maka karya
tersebut akan lebih menarik perhatian orang, memberikan rasa semangat, membuat
suasana dan situasi menjadi lebih hidup, dan menimbulkan kejelasan gambaran
angan-angan.

Adapun beberapa fungsi dari penggunaan majas atau gaya bahasa adalah sebagai
berikut:

1. Menghasilkan kesenangan imajinatif.


2. Menghasilkan imaji tambahan sehingga hal-hal yang abstrak menjadi kongkrit
dan menjadi dapat dinikmati pembaca.
3. Menambah intensitas perasaan pengarang dalam menyampaikan makna dan
sikapnya.
4. Mengkonsentrasikan makna yang hendak di sampaikan dan cara-cara
menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang singkat.
5. Meletakkan konsep imaginasi yang lebih familiar kepada pembaca dan
pendengar dari karya sastra yang dihasilkan.
6. Memberi kebebasan kepada pengarang/pembicara untuk memilih bahasa yang
diinginkan tetapi tetap dapat dipahami oleh para pembaca/pendengar.

Jadi, pengaplikasian atau penggunaan majas dalam sebuah karya, lisan


ataupun tulisan, selain dapat membuat ungkapan menjadi indah, namun juga
bertujuan membuat pembaca atau penikmat karya sastra bisa merasakan emosi yang
terdapat dalam setiap karya, terutama yang berupa tulisan. Dengan menggunakan
majas atau gaya bahasa, penyampaian kalimat menjadi lebih menarik dan tidak
membuat bosan orang yang membaca.

C. KESIMPULAN

Sebuah karya dapat memiliki makna yang berbeda dalam cara


penyampaiannya. Dalam penyampaian sebuah karya, baik lisan maupun tulisan, jika
disampaikan dengan datar kepada orang lain tidak akan dapat menimbulkan reaksi
dan hanya akan terlihat flat dan membosankan. Oleh karena itu, agar suatu karya
dapat lebih menarik bagi pendengar/pembaca, haruslah ditambahkan dengan gaya
bahasa. Hal ini akan membuat pendengarnya/pembaca akan lebih menghayati isi
karya tersebut. Adapun beberapa bentuk gaya bahasa dikelompokkan menjadi empat
bagian, yaitu majas perbandingan, majas oposisi, majas sambungan, dan majas
repetisi. Penggunaan gaya bahasa membuat pendengar/pembaca dari suatu karya
kebih dapat mendalami serta menghayati perasaan yang terkandung dan disampaikan
oleh si pengarang dalam karya mereka. Selain itu, hal ini juga akan memberikan
dampak dan kesan kepada pendengar/pembaca terhadap pengarang karya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Barbe, Katharina. (1994). Irony in Context. Amsterdam: John Benjamins Publishing


Company.

Colebrook, Claire. (2004). IRONY. Great Britain: Wolverhampton Printed.

Dancygier, Barbara & Sweetser, Eve. (2014). Figurative Language. New York:
Cambridge Press University.

Keraf, Gorys. (2007). Diksi Dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Leech, G.N. (1971). Meaning and the English Verb. London: Longman.

Moeliono, Anton M. (1984). Diksi Atau Pilihan Kata (suatu spesifikasi di dalam
kosakata). Jakarta: PPPG (naskah).

Perrine, Laurence. (1983). Literature: Structure, Sound, and Sense. New York:
Harcourt Brace Javanovich, Inc.

Supriyono. (2014). Urgenitas Pemahaman Bahasa Figuratif dalam Peningkatan


Kemampuan Apresiasi Puisi Siswa. Jurnal Kependidikan, Vol. 2 (1) p. 188-
190.

Tarigan, H.G. (1985). Pengajaran Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai