Anda di halaman 1dari 10

Judul Buku : Semantik Leksikal

Pengarang : Drs. Mansoer Pateda


Penerbit : Nusa Indah
Cetakan : Pertama
Tempat dan Tahun Terbit : Flores, 1986

Jenis Makna
Istilah tipe makna dan jenis makna digunakan bersama-sama di sini, sehingga ada makna yang
dapat digolongkan ke dalam tipe-tipe makna, dan ada pula makna yang dapat digolongkan ke
dalam jenis-jenis makna.
1. Makna Afektif
Makna afektif (Inggris Affective meaning, Belanda affective betekenis) merupakan makna
yang muncul akibat reaksi pendengar atau pembaca terhadap penggunaan bahasa. Karena
makna afektif berhubungan dengan reaksi pendengar atau pembaca dalam dimensi rasa,
maka dengan sendirinya makna afektif berhubungan pula dengan gaya bahasa. Kalau ada
orang berkata, datang-datanglah ke pondok buruk kami, gabungan leksem pondok buruk
kami mengandung makna afektif merendahkan diri. Dalam makna afektif terlihat reaksi yang
berhubungan dengan perasaan pendengar atau pembaca setelah mendengar atau membaca
sesuatu.
2. Makna Denotatif
Makna denotatif (denotative meaning) adalah makna lugas, polos, makna apa adanya.
Sifatnya obyektif. Makna denotatif didasarkan atas petunjukan yang lugas pada sesuatu di
luar bahasa atau yang didasarkan pada konvesi tertentu (Kridalaksana, 1982:32). Makna
denotatif menunjuk pada acuan tanpa embel-embel. Misalnya, leksem kursi mengandung
denotatif “sejenis perkakas yang terbuat dari kayu atau besi yang digunakan sebagai tempat
duduk”. Makna yang terkandung di dalam leksem kursi tidak diasosiasikan dengan hal lain,
tidak ditafsirkan hubungannya dengan benda atau peristiwa yang lain. Makna denotatif dapat
kita sebut makna sebenarnya, bukan makna kiasan atau perumpamaan.
3. Makna Deskriptif
Makna deskriptif (descriptive meaning) atau makna kognitif (cognitive meaning) atau makna
referensial (referential meaning) adalah makna yang terkandung di dalam setiap leksem.
Makna yang ditunjukkan oleh lambangnya. Jadi, kalau kita mengatakan air, maka yang kita
maksudkan adalah sejenis benda cair yang dapat digunakan untuk mandi, mencuci atau
diminum. Air yang kita maksudkan adalah air yang terdapat di dalam ember atau di dalam
bak mandi.
4. Makna Ekstensi
Makna ekstensi (extensional meaning) adalah makna yang mencakup semua ciri obyek atau
konsep (Kridalaksana; 1982:103). Misalnya, leksem ayah mengandung makna; (a) orang tua
anak-anak, (b) laki-laki, (c) telah beristeri, (d) tidak memakai BH. Setiap leksem dapat kita
uraikan komponen-komponennya. Semua komponen yang membentuk pemahaman kita
tentang leksem, itulah makna ekstensi.
5. Makna Emotif
Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara
atau rangsangan pembicara mengenai penilaian terhadap apa yang dipikirkan atau dirasakan
(Shipley, 1962:261). Misalnya ada orang berkata, kerbau engkau, leksem kerbau
dihubungkan dengan makna malas, lamban, sedangkan pada pendengar berhubungan dengan
penghinaan.
6. Makna Gereflekter
Makna gereflekter (Belanda gereflecteerde betekenis) muncul dalam hal makna konseptual
yang jamak, makna yang muncul akibat reaksi kita terhadap makna yang lain (lihat Leech; I.
1974:33-35). Makna gereflekter tidak saja muncul karena sugesti emosional tetapi juga yang
berhubungan dengan leksem atau ungkapan tabu. Hal-hal seperti itu, misalnya yang
berhubungan dengan seks, kepercayaan atau kebiasaan. Leksem-leksem eyakulasi, ereksi,
bersetubuh adalah leksem-leksem yang mengandung makna gereflekter.
7. Makna Idesional
Makna idesional (ideational meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat penggunaan
leksem yang mempunyai konsep. Katakanlah kita mempersoalkan partisipasi. Kita mengerti
ide apa yang hendak ditampilkan di dalam leksem partisipasi. Salah satu ide yang terkandung
di dalam leksem partisipasi, ialah aktivitas maksimal seseorang untuk ikut di dalam suatu
kegiatan. Dengan mengetahui ide yang terkandung di dalam leksem tersebut kita dapat
memikirkan bagaimana cara memotivasi seseorang untuk berpartisipasi, prasyarat-prasyarat
apa yang harus dipersiapkan agar seseorang berpartisipasi, sanksi apa yang dapat diberikan
kalau orang itu tidak berpartisipasi dan sebagainya.
8. Makna Intensi
Makna intensional (intentional meaning) adalah makna yang menekankan maksud pembicara
(Kridalaksana; 1982:103). Misalnya, orang berkata pencuri itu lari. Makna yang terkandung
di dalam kelompok leksem ini adalah seseorang yang disebut pencuri, dan pencuri itu lari.
Jadi, yang dimaksud bukan bersembunyi atau ditembak, tetapi lari. Yang lari adalah pencuri,
bukan sapi.
9. Makna Gramatikal
Makna gramatikal (grammatical meaning, functional meaning, structural meaning, internal
meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah leksem di dalam
kalimat. Misalnya di dalam BI terdapat leksem mata yang mengandung makna leksikal
berupa alat atau indera yang terdapat pada tubuh yang berfungsi untuk melihat. Namun
setelah leksem mata tersebut kita tempatkan di dalam satuan kalimat, misalnya hei mana
matamu, maka di sini leksem mata tidak menunjuk pada indera mata tetapi menunjuk pada
penglihatan, cara melihat, mencari, mengerjakan. Belum lagi kalau leksem mata tersebut kita
gabungkan dengan leksem-leksem lain yang biasa dikatakan ungkapan, misalnya mata pisau,
mata keranjang, mata air, mata duitan, telur mata sapi, air mata dan sebagainya yang
semuanya mengandung makna yang sudah lain dari makna leksem mata. Dengan demikian
terlihat bahwa makna leksikalnya berubah sebab yang muncul adalah makna gramatikal.
10. Makna Kiasan
Makna kiasan (transfered meaning, figurative meaning) adalah pemakaian leksem dengan
makna yang tidak sebenarnya (Kridalaksana; 1982:103). Misalnya kalau ada orang Gorontalo
yang hendak meminang seorang gadis, digunakanlah leksem-leksem seperti, burung, emas,
bunga, intan, perak, untuk mengganti leksem gadis. Dalam hubungan ini leksem-leksem
bunga, burung, emas, intan, perak tidak digunakan dalam arti sebenarnya tetapi dalam makna
kiasan. Leksem emas, intan dihubungkan dengan makna gadis turunan bangsawan atau
pejabat, sedangkan leksem bunga, burung dihubungkan dengan makna gadis dari anak rakyat
biasa. Makna kiasan terdapat pula pada peribahasa atau perumpamaan. Misalnya, sekali
merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui yang bermakna sekali bekerja, dua tiga hal
yang dapat diselesaikan.
11. Makna Kognitif
Makna kognitif (cognitive meaning, descriptive meaning, referential meaning) biasanya
dibedakan atas, (i) hubungan antara leksem dan benda atau yang ditunjuk, dan ini disebut
ekstensi atau denotasi leksem, (ii) hubungan antara leksem dan karakteristik tertentu, dan ini
disebut konotasi leksem (Shipley; 1962:261). Makna kognitif adalah makna yang
ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan
dunia luar bahasa, obyek atau gagasan dan dapat dijelaskan berdasarkan analisa komponen.
Kalau kita mengatakan, pohon itu tinggi, terlihat pada kita secara langsung atau terbayang
pada kita sebatang pohon yang tinggi. Kita belum mempersoalkan pohon manakah itu, atau
pohon apakah itu dan juga belum mempersoalkan berapa tinggi pohon tersebut. Yang
terbayang atau terlihat pada kita yakni sebatang pohon dan bahwa pohon tersebut tinggi.
Pembicara mengatakan apa adanya dan yang dimaksudkan pun, apa adanya.
12. Makna Kolokasi
Makna kolokasi (Belanda collocatieve betekenis) biasanya berhubungan dengan penggunaan
beberapa leksem di dalam lingkungan yang sama (cf. Leech, I, 1974:35). Kalau kita berkata,
ikan, garam, gula, sayur, tomat, terong dan sebagainya biasanya kita membicarakan atau
leksem-leksem tersebut lebih banyak berhubungan dengan lingkungan dapur. Berhubungan
dengan makna kolokasi, terdapat pula makna asosiasi. Leech (I. 1976:36) mengatakan bahwa
makna gereflekter, makna afektif, makna kolokasi dan makna stalistika dikelompokkannya
ke dalam satu kategori, yakni makna asosiasi (associatieve betekenis). Makna asosiasi
mengandung banyak faktor yang dapat dipelajari secara sistematis dengan menggunakan
pendekatan statistik. Toen Osgoed, Suci dan Tannenbaum tahun 1957 mengedarkan buku
yang berjudul “The Measurrement of Meaning” yang memperlihatkan pengukuran secara
stalistik mengenai makna asosiasi. Di dalam penelitian mereka diperlihatkan tiga dimensi,
yakni yang berhubungan dengan penilaian (baik dan buruk), yang berhubungan dengan
potensi (kuat dan lemah), dan yang berhubungan dengan aktivitas (aktif dan pasif).
Pengukuran makna asosiatif menggunakan formulir yang dapat diisi berdasarkan angka dan
tingkat intensitasnya. Obyek dapat diukur berdasarkan formulir. Formulir tersebut dibagi atas
tiga dimensi yang dapat diisi berdasarkan angka dengan rentangan 0-3. Formulir dimaksud
terlihat sbb.:
3 2 1 0 1 2 3
baik _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; buruk
kuat _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; lemah
aktif _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; _____ ; pasif
Berdasarkan pengukuran ini seseorang dapat dikategorikan, baik, lebih baik, baik sekali.
Makna asosiasi buruk dapat berubah menjadi lebih buruk, buruk sekali, bergantung pada
asosiasi kita terhadap obyek. Dengan demikian kita dapat berkata, kursi dengan nilai + baik,
+ kuat, + aktif dan leksem demokrasi bernilai, + baik, + kuat dan + aktif. Pengertian baik
menunjuk pada makna yang diterima oleh masyarakat, pengertian kuat menunjuk pada
dukungan kuat dan pengertian aktif menunjuk pada usaha pelaksanaan dan pembinaannya.
13. Makna Konotatif
Makna konotatif (conotative meaning) muncul sebagai akibat asosiasi perasan kita terhadap
leksem yang kita lafalkan atau yang kita dengar. Zgusta (1971:38) berpendapat makna
konotatif adalah makna semua komponen pada leksem ditambah beberapa nilai mendasar
yang biasanya berfungsi designatif. Kridalaksana (1982:91) berpendapat “aspek makna
sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau
ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Dengan kata lain makna
konotatif merupakan makna leksikal + X. Misalnya, berilah ia amplop agar urusanmu segera
selesai, leksem amplop memiliki makna konotatif yang lain jika kita mengatakan, saya
membeli amplop di warung. Pada kalimat berilah ia amplop agar urusanmu segera selesai,
leksem amplop bermakna konotatif uang yang diisi di dalam amplop atau yang biasa disebut
uang semir, uang sogok, uang pelicin, uang pelancar. Di sini kita memperoleh kenyataan
bahwa makna leksem amplop tidak sebagaimana adanya tetapi mengandung makna yang
lain, yang kadang-kadang masih berhubungan dengan sifat, rasa benda atau peristiwa yang
kita maksudkan. Dengan kata lain makna konotatif bergeser dari makna konseptual dari
leksem yang kita bicarakan. Dengan demikian, makna konotatif akan lebih berhubungan
dengan nilai rasa kita, apakah perasaan senang, jengkel, jijik dan sebagainya. Itu sebabnya
sering kita mengatakan, leksem X mengandung makna konotatif yang lain dalam bahasa
daerah saya. Misalnya orang Gorontalo akan tersenyum kalau mendengar ada orang berkata/
uraian itu membosankan sebab bertele-tele sebab leksem tele mengandung makna konseptual
alat kelamin perempuan dalam bahasa Gorontalo.
14. Makna Konseptual
Makna konseptual (Belanda conceptuele betekenis) disebut juga makna denotatif. Makna
konseptual dianggap sebagai faktor utama di dalam setiap komunikasi. Makna konseptual
merupakan hal yang esensial di dalam bahasa. Dihubungkan dengan keberadaan leksem-
leksem maka kita dapat menyebut leksem yang mengandung konsep dalam kemandiriannya,
leksem yang mengandung konsep dalam satuan konteks, dan leksem yang susah dibatasi
makna konseptualnya dan karena itu selalu terikat konteks. Dari pendapat ini, makna
konseptual setiap leksem dapat dianalisis dalam kemandiriannya dan dapat dianalisis setelah
leksem tersebut berada dalam satuan konteks. Itu sebabnya kadang-kadang kita menyuruh
seseorang untuk menempatkan sebuah leksem di dalam kalimat karena kita ingin menerka
makna konseptual leksem tersebut melewati kalimat. Akibatnya makna konseptual sebuah
leksem dapat saja berubah atau bergeser setelah kita tambah atau kita kurangi unsurnya.
Misalnya ada leksem demokrasi. Kita mengerti makna konseptual leksem ini, tetapi kalau
leksem ini kita perluas unsurnya menjadi demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi
Pancasila, maka makna konseptual leksem demokrasi akan berubah.
15. Makna Konstruksi
Makna konstruksi (construction meaning) adalah makna yang terdapat di dalam suatu
konstruksi kebahasaan. Misalnya makna milik atau kepunyaan di dalam BI dinyatakan
dengan urutan leksem atau menggunakan akhiran punya. Kita dapat mengatakan, kursi si
Amat, rumah ibu, rumahmu, rumahnya, dan sebagainya. Makna yang dimaksud terdapat di
dalam konstruksi.
16. Makna Kontekstual
Makna kontekstual (contextual meaning, situational meaning) muncul sebagai akibat
hubungan antara ujaran dan situasi. Misalnya pada situasi kedukaan akan digunakan leksem-
leksem yang bermakna ikut berdukacita, leksem-leksem yang menggambarkan rasa ikut
belasungkawa. Makna leksem lapar dalam kalimat, waktu itu saya lapar, akan berbeda
dengan makna leksem lapar dalam kalimat, saya lapar Bu, minta nasi. Pada kalimat kedua,
leksem lapar ditambah dengan situasi, yakni situasi betul-betul lapar dan menginginkan nasi.
17. Makna Leksikal
Makna leksikal (lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna leksem
ketika leksem tersebut berdiri sendiri, entah dalam bentuk dasar atau leksem turunan dan
maknanya kurang lebih tetap seperti yang dapat kita lihat di dalam kamus. “Makna leksikal
ini dipunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya (Kridalaksana;
1982:103). Misalnya di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta; 1976:352)
kita dapati leksem gawang yang bermakna, (i) dua tiang yang dihubungkan dengan kayu
palang, (ii) dua tiang yang berpalang sebagai tujuan bola (dalam permainan sepak bola dan
sebagainya). Makna leksikal suatu leksem terdapat dalam leksem yang berdiri sendiri.
Dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah leksem dapat berubah apabila leksem tersebut
berada di dalam kalimat. Dengan demikian ada leksem-leksem yang tidak memiliki makna
leksikal, misalnya kata-kata tugas seperti, dan, ini, itu, yang, dan sebagainya.
18. Makna Luas
Makna luas (extended meaning) menunjukkan bahwa makna yang terkandung pada sebuah
leksem lebih luas dari yang kita perkirakan. Sebenarnya kalau dipikir-pikir, semua leksem
yang tergolong leksem yang berkonsep, dapat dikatakan memiliki makna luas. Dikatakan
demikian, sebab apa yang diinformasikan oleh leksem itu sendiri belum terlalu jelas bagi
pendengar. Leksem itu akan menjadi jelas maknanya setelah pendengar atau pembaca
mengikuti rangkain leksem-leksem berikutnya. Kalau kita mengatakan kursi, apa sebenarnya
yang dimaksud dengan kursi disini? Kalau orang berkata, kursi itu, maka akan jelas apa yang
dimaksud, apalagi kalau diikuti dengan gerakan badan. Kalau ada orang mengatakan, sekolah
kami menang, maka yang dimaksud dengan sekolah dalam kalimat ini bukan saja mencakup
gedungnya, tetapi juga guru-guru, siswa dan pegawai tata usaha sekolah yang bersangkutan.
Di sini leksem sekolah telah mengandung makna luas.
19. Makna Piktorial
Makna piktorial (pictorial meaning) adalah makna yang muncul akibat bayangan pendengar
terhadap leksem yang didengarnya. Misalnya kalau kita berkata, kakus, pendengar akan
merasa jijik, mual dan kalau kita sedang makan, pasti kita akan menghentikan aktivitas
makan. Mengapa? Karena ada bayangan kita terhadap leksem kakus, baik yang berhubungan
dengan baunya, warna kotoran yang masuk ke dalam kakus atau bentuk kotoran itu sendiri.
Demikian pula kalau kita menyebut seseorang yang dibenci pendengar, maka pendengar
barangkali akan segera berkata, lah biar mampus si Dugul itu, tak ada urusan, atau kenapa
kau sebut nama itu dan sebagainya. Di sini kita diperhadapkan oleh kenyataan terhadap
perasaan yang timbul karena pemahaman kita tentang leksem yang disebut atau yang tertulis.
20. Makna Proposisional
Makna proposisional (propositional meaning) adalah makna yang muncul apabila kita
membatasi pengertian kita tentang sesuatu. Biasanya hal ini berhubungan dengan matematika
atau hal-hal yang sudah pasti. Misalnya kalau kita mengatakan sudut siku-siku mestilah 90
derajat. Pada makna proposisional terkandung juga saran, hal, soal, rencana. Makna
proposisional dapat kita pahami melewati konteks.
21. Makna Pusat
Makna pusat (central meaning) atau makna tak berciri adalah makna yang dimiliki setiap
leksem meskipun leksem tersebut tidak berada di dalam konteks. Misalnya kalau kita
berkata, meja itu besar, maka maknanya terpusat pada leksem meja. Setiap ujaran atau
paparan yang tertulis, baik yang berwujud kalimat atau wacana, selamanya ada makna yang
menjadi inti pembicaraan. Orang yang kuat penalarannya dan mengerti makna leksikal setiap
leksem, pasti mudah memahami makna pusat yang terdapat di dalam suatu ujaran atau apa
yang tertulis.
22. Makna Referensial
Makna referensial (referential meaning) adalah makna yang langsung berhubungan dengan
acuan yang diamanatkan oleh leksem. Sebelum dilanjutkan uraian makna referensial, ada
baiknya kalau kita memahami lebih dahulu, apa yang dimaksud dengan referen (acuan).
Menurut Anthony (1975:5) referen adalah kenyataan yang disegmentasikan dan merupakan
fokus lambang. Jadi, kalau kita mengatakan sungai maka yang diacu oleh lambang tersebut
adalah tanah yang berlubang lebar dan panjang tempat air mengalir ke laut atau danau.
Leksem sungai langsung kita hubungkan dengan acuannya. Tidak mungkin timbul asosiasi
lain. Bagi mereka yang sudah pernah melihat sungai tentu mudah memahami apa yang
dimaksud dengan sungai. Makna referensial mengisyaratkan kepada kita tentang makna yang
langsung mengacu sesuatu, apakah benda, gejala, peristiwa, proses, ciri, sifat, dsb. Jadi, kalau
kita mengatakan, marah maka yang diacu adalah gejala, misalnya muka yang cemberut atau
menggunakan ujaran dengan nada tinggi. Demikian pula kalau kita berkata demokrasi maka
yang diacu adalah ciri, sebab wujud demokrasi itu sendiri tak dapat kita pegang.
23. Makna Sempit
Makna sempit (specialized meaning, narrowed meaning) merupakan makna yang lebih
sempit dari keseluruhan ujaran. Misalnya kalau kita berkata ahli bahasa, maka yang
dimaksud bukan semua ahli tetapi seseorang yang mengahlikan dirinya dalam bidang bahasa.
Demikian pula kalau kita berkata, tangan si Amat maka yang dimaksudkan adalah tangannya,
bukan keseluruhan manusia yang bernama Amat. Dari uraian ini tampak pada kita, makin
luas unsur leksemnya makin sempit yang diacu, makin sempit maknanya. Leksem ahli
mengacu semua ahli dalam berbagai-bagai disiplin ilmu, leksem ahli bahasa sudah lebih
menyempit pada seseorang yang mengahlikan dirinya pada bahasa, sedangkan kalau kita
berkata, ahli bahasa Gorontalo, makna yang dimaksud sudah lebih menyempit lagi.
24. Makna Stilistika
Makna stilistika (Belanda stilistische betekenis) adalah makna yang timbul akibat pemakaian
bahasa. Kita dapat menjelaskan makna stilistika melalui berbagai dimensi dan tingkatan
pemakaian bahasa. Kita mengenal beberapa pemakaian bahasa, misalnya dialek, pemakaian
bahasa di dalam situasi resmi, pemakaian bahasa di dalam karya sastra, pemakaian bahasa di
pasar dsb. Makna stilistika berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek,
terutama kepada pembaca. Itu sebabnya makna stilistika lebih dirasakan di dalam karya
sastra. Sebuah karya sastra akan mendapat tempat tersendiri di dalam diri kita karena leksem
yang digunakan mengandung makna stilistika bagi kita. Ada efek yang ditimbulkan oleh
pemakaian leksem dan gabungannya. Kita terharu atau jengkel akibat makna stilistika yang
diterapkan penulis melewati leksem-leksem yang digunakan. Makna stilistika biasanya
dihubungkan dengan leksem-leksem yang digunakan di dalam karya sastra. Itu sebabnya
makna stilistika lebih banyak ditampilkan melewati gaya bahasa. Sebenarnya leksem yang
digunakan oleh sastrawan adalah leksem-leksem yang kita gunakan sehari-hari, namun
penempatannya diatur sedemikian rupa sehingga pembaca tertarik dengan karya sastra
tersebut. Dengan gaya bahasa yang digunakan secara tepat, pembaca tertarik untuk membaca
suatu hasil karya sastra.
25. Makna Tematis
Makna tematis (Belanda thematische betekenis) dikomunikasikan oleh pembicara atau
penulis, baik melalui urutan leksem-leksem fokus pembicaraan, maupun penekanan
pembicaraan. Misalnya kalimat yang berbunyi: Ali anak dokter Bagus meninggal kemarin,
belum jelas yang dimaksud. Kalau kalimat ini kita ubah menjadi, Ali anak dokter Bagus,
meninggal kemarin, maka kalimat inii memberitahukan bahwa anak dokter Bagus yang
bernama Ali, meninggal kemarin. Kalau kalimat itu kita ubah menjadi, Ali! Anak dokter
Bagus, meninggal kemarin, maka makna yang diinformasikannya, ialah anak dokter Bagus
(yang entah siapa namanya) meninggal kemarin. Informasi tersebut ditujukan kepada Ali.
Selanjutnya kalau kalimat itu kita ubah menjadi, Ali, anak, dokter, Bagus, meninggal
kemarin, maka kalimat ini menginformasikan bahwa ada empat orang yang meninggal, yakni
Ali, anak, dokter dan Bagus. Keempat-empatnya meninggal kemarin. Apa yang kita
informasikan atau makna yang terkandung pada kalimat-kalimat di atas semuanya berisi
orang yang meninggal. Kalau makna waktu yang ditonjolkan, maka kalimat tersebut akan
menjadi, kemarin, Ali anak dokter Bagus, meninggal. Untuk memberitahukan makna atau
tema kalimat, boleh juga digunakan tekanan kata atau penekanan pada bagian-bagian kalimat
yang ingin kita ucapkan, meskipun kalimat semula tetap kita pertahankan. Jadi, kalimat Ali
anak dokter Bagus meninggal kemarin, akan bermakna tematis meeninggal apabila leksem
tersebut yang kita tekankan atau kita pentingkan.

Anda mungkin juga menyukai