Anda di halaman 1dari 10

TEORI-TEORI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

MAKALAH

OLEH
Anisa’u Fitriyatus Sholihah 06012682226016
Yan Na 06012682226004

Mata Kuliah: Pemerolehan Bahasa dan Teori Komunikasi


Dosen Pengasuh: 1. Dr. Izzah, M.Pd.
2. Dr. Agus Saripudin, M.Ed.

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA


PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PEDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2022
1) Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pengertian pemerolehan bahasa (language acquisition) berbeda dengan
pembelajaran bahasa (language learning). Menurut Stephen D. Krashen, Pemerolehan
bahasa mengacu pada kemampuan linguistik yang telah diinternalisasikan secara alami atau
tanpa disadari dan memusatkan pada bentuk-bentuk linguistik sedangkan pembelajaran
bahasa memiliki pengertian yang sebaliknya, dilakukan dengan sadar dan merupakan hasil
situasi belajar formal. Konteks pemerolehan bersifat alami, sedangkan pembelajaran
mengacu pada kondisi formal dengan konteks yang terprogram. Seseorang yang belajar
bahasa disebabkan motivasi prestasi, sedangkan memperoleh bahasa biasanya karena
motivasi komunikasi atau kepentingan lain. Belajar bahasa ditekankan untuk menguasai
kaidah, sementara pemerolehan bahasa untuk menguasai ketrampilan berkomunikasi.
Kemampuan berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya. Melalui berpikir manusia menjelajah ke setiap fenomena
yang nampak bahkan yang tidak nampak. Melalui berbahasa, manusia berkomunikasi untuk
bersosialisasi dan menyampaikan hasil pemikirannya. Salah satu objek pemikiran manusia
adalah bagaimana manusia dapat berbahasa.
Pendapat para ahli tentang belajar bahasa tersebut bermacam-macam, utamanya
dalam pemerolehan Bahasa kedua. Pendapat tersebut ada yang bertentangan namun saling
melengkapi. Pemikiran para ahli tentang teori belajar bahasa bervariasi dan menarik. Oleh
karena itu, pada makalah ini akan dibahas teori-teori pemerolehan bahasa kedua.

1.2 Rumusan Masalah


1) Jelaskan teori-teori pemerolehan bahasa kedua?
1.2 Tujuan
1) Mendeskripsikan teori-teori pemerolehan-pemerolehan bahasa kedua.

1
2. Pembahasan
2.1 Teori Behaviorisme
Menurut Nurhadi (2010:12) Hingga akhir tahun 1960-an, proses pembelajaran bahasa
masin banyak diwarnai oleh pandangan teori pembelajaran bahasa secara umum. Pertama,
pemerolehan bahasa kedua yang didasarkan pada bahasa yang dihasilkan oleh pembelajar,
Kedua, pandangan yang mencoba menguji proses pemerolehan bahasa kedua secara empiris.
Kasus pemerolehan bahasa menyangkut teori dan empiriknya, orang banyak menyoroti dua
teori yang saling bertentangan, yaitu teori behaviorisme dan teori mentalisme atau nativisme.
Menurut Nurhadi (2010:12) teori behaviorisme dipelopori oleh Skinner (1957) suatu
percobaan yang dilakukan oleh Skinner terhadap seekor tikus. Teori ini lahir dari percobaan
yang dilakukan Skinner terhadap seekor tikus ke dalam sangkar yang di dalamnya diletakkan
dua kotak pengungkit. Di atas punggung sangkar diletakkan dua buah mangkuk, yang satu
berisi makanan dan lainnya berisi bedak gatal. Jika tikus menginjak tongkat pengungkit yang
pertama sepotong makanan akan jatuh ke dalam sangkar akan tetapi jika tikus menginjak
tongkat pengungkit yang kedua maka bedak gatal akan tertumpah ke dalam sangkar. Setelah
diteliti, tikus mampu belajar dari pengalaman, kedua tongkat tersebut pernah diinjak. Tikus
selalu menginjak tongkat pengungkit
pertama karena dengan demikian dia akan memperoleh makanan (Fuad Abd. Hamid.
1987:14).
Dari hasil percobaan tersebut, Skinner menetapkan kesimpulan berdasarkan
pengalamannya ke dalam teori belajar bahasa, Menurut Skinner tingkah laku bahasa dapat
dilakukan dengan cara penguatan. Penguatan itu terjadi melalui dua proses yaitu stimulus dan
respons. Dengan demikian, yang paling penting adalah mengulang-ulang stimuli dalam
bentuk respons. Oleh karena itu, teori ini dikenal dengan nama teori behaviorisme. Menurut
teori ini, semua perilaku, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya
rangsangan (stimulus). Jika rangsangan telah diamati dan diketahui maka gerak balas dapat
diprediksikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri dan kesadaran terhadap
perilaku. Jadi setiap perilaku dapat dipelajari menurut hubungan stimulus-respons.
Dalam pemerolehan bahasa ibu anak, kaum behavioris percaya bahwa hal tersebut
terjadi atas latihan menirukan bahasa orang dewasa dalam usaha untuk menguasai bahasa.
Begitupun dengan pembelajaran bahasa kedua dapat didahului dengan peniruan. Peniruan
dan penguatan sangat bermanfaat bagi pembelajar dalam mengidentifikasi hubungan stimulus
dan respons dalam proses pembiasaan bahasa kedua.

2
Skinner mengungkapkan bahwa belajar bahasa merupakan masalah stimulus, respons,
ulangan, dan ganjaran. Setiap penampilan anak merupakan stimulus dan respons. Tuturan
berupa respons dari stimulus diperkuat dengan ujian. Proses pemerolehan bahasa dapat
dilakukan dengan baik apabila respons diulangi secara tepat.
2.2 Teori Nativisme
Berbeda dengan kaum behavioristik, kaum nativistik atau mentalistik berpendapat
bahwa pemerolehan bahasa pada manusia tidak boleh disamakan dengan proses pengenalan
yang terjadi pada hewan. Nativisme tidak memandang penting pengaruh dari lingkungan
sekitar. Selama belajar bahasa pertama sedikit demi sedikit manusia akan membuka
kemampuan lingualnya yang secara genetis telah terprogramkan. Dengan perkataan lain,
nativisme menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Menurut teori
nativisme bahasa terlalu kompleks dan mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu
yang relatif singkat melalui proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi
beberapa aspek penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan kaum nativistik
pasti sudah ada dalam diri setiap manusia secara alamiah.
Istilah nativisme dihasilkan dari pernyataan mendasar bahwa pembelajaran bahasa
ditentukan oleh bakat. Bahwa setiap manusia dilahirkan sudah memiliki bakat untuk
memperoleh dan belajar bahasa. Teori tentang bakat bahasa itu memperoleh dukungan dari
berbagai sisi.
Chomsky merupakan tokoh utama aliran nativisme. Menurut Chomsky hanya
manusia satu-satunya makhluk Tuhan yang dapat melakukan komunikasi melakui bahasa
verbal. Bahasa adalah hal yang kompleks oleh sebab itu tidak mungkin manusia belajar
bahasa dari makhluk Tuhan yang lain. Chomsky juga menyatakan bahwa setiap anak yang
lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan bahasa”
atau LAD (language Acquisition Device). Belajar bahasa merupakan kompetensi khusus
bukan sekedar subset belajar secara umum. Cara berbahasa jauh lebih rumit dari sekedar
penetapan stimulus-respon. Selain itu, Chomsky mengatakan bahwa eksistensi bakat
bermanfaat untuk menjelaskan rahasia penguasaan bahasa pertama anak dalam waktu
singkat, karena adanya LAD. LAD terdiri atas empat bakat bahasa, yakni:
1) Kemampuan untuk membedakan bunyi bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain
2) Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa ke dalam variasi yang beragam
3) Pengetahuan adanya sistem bahasa tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang
tidak mungkin;

3
4) Kemampuan untuk mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk
sistem yang mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang
diperoleh. Manusia mempunyai bakat untuk terus menerus mengevaluasi sistem
bahasanya dan terus menerus mengadakan revisi untuk pada akhirnya menuju bentuk
yang berterima di lingkungannya.
Menurut Chomsky konsep-konsep transformasi generative yang menarik ialah
universal bahasa. Universal terjabar dalam semua aliran linguistik yaitu universal gramatika,
universal fonetik, universal semantik, dan universal sintaksis. Tata bahasa universal tidak lain
daripada seperangkat prinsip umum yang dijumpai di dalam semua bahasa (Ellis, 1986:192).
Jadi, menurut aliran nativisme pemelorehan bahasa adalah suatu yang alami sudah dimiliki
manusia. Pada pemerolehan bahasa kedua juga demikian, jika manusia mampu menguasai
bahasa pertama maka akan dapat pula menguasai bahasa kedua karena bahasa dilihat dari
gramatika, fonetik, semantik, dan sintaksis adalah universal artinya memiliki ciri yang umum.
2.3 Teori kognitivisme
Pada tahun 60-an golongan kognitivistik mencoba mengusulkan pendekatan baru
dalam studi pemerolehan bahasa. Pendekatan tersebut dinamakan pendekatan kognitif. Jika
pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan
kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan
berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat dari kematangan kognitif sang
anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar
manusia. Oleh sebab itu, perkembangan bahasa harus berlandas pada atau diturunkan dari
perkembangan
dan perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi manusia. Dengan
demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan menentukan urutan-urutan
perkembangan bahasa dirinya.
Menurut aliran ini manusia belajar disebabkan oleh kemampuan menafsirkan
peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Titik awal teori kognitif adalah
anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur dalam bahasa yang
didengar di sekelilingnya. Pemahaman, produksi, komprehensi bahasa pada anak dipandang
sebagai hasil dari proses kognitif anak yang secara terus menerus berubah dan berkembang.
Jadi stimulus merupakan masukan bagi anak yang berproses dalam otak. Pada otak terjadi
mekanisme mental internal yang diatur oleh pengatur kognitif, kemudian keluar sebagai hasil
pengolahan kognitif.

4
Konsep sentral teori kognitif adalah kemampuan berbahasa anak berasal dari
kematangan kognitifnya. Proses belajar bahasa secara kognitif merupakan proses berpikir
yang kompleks karena menyangkut lapisan bahasa yang terdalam. Lapisan bahasa tersebut
meliputi: ingatan, persepsi, pikiran, makna, dan emosi yang saling berpengaruh pada struktur
jiwa manusia. Bahasa dipandang sebagai manifestasi dari perkembangan aspek kognitif dan
afektif yang menyatakan tentang dunia dan diri manusia.
Proses belajar bahasa lebih ditentukan oleh cara anak mengatur materi bahasa bukan
usia anak. Proses belajar bahasa didapat melalui aktivitas untuk memahami lingkungan. Pada
pembelajaran bahasa kedua manusia bukan lagi anak kecil. Pembelajaran bahasa kedua
dilakukan secara sadar tidak seperti bahasa bahasa pertama. Pembelajaran-pembelajaran
secara formal juga dilakukan walaupun demikian pembelajaran nonformal juga membantu.
Sesuai dengan teori kognivisme, pemerolehan bahasa kedua adalah melalui cara berpikir
manusia. Pemerolehan bahasa tidak hanya merupakan bawaan lahir atau faktor lingkungan
akan tetapi diperlukan proses belajar sesuai kematangan kogninif manusia.
2.4 Teori Kontrukvisme
Jean Piaget dan Leu Vygotski adalah dua nama yang selalu diasosiasikan dengan
kontruktivisme. Ahli kontruktivisme menyatakan bahwa manusia membentuk versi mereka
sendiri terhadap kenyataan, mereka menggandakan beragam cara untuk mengetahui dan
menggambarkan sesuatu untuk mempelajari pemerolehan bahasa pertama dan kedua.
Pemerolehan bahasa melalui pembelajaran harus dibangun secara aktif oleh
pembelajar sendiri dari pada dijelaskan secara rinci oleh orang lain. Dengan demikian
pengetahuan yang diperoleh didapatkan dari pengalaman. Namun demikian, dalam
membangun pengalaman siswa harus memiliki kesempatan untuk mengungkapkan
pikirannya, menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen dan percakapan atau tanya jawab,
serta untuk mengamati dan membandingkan fenomena yang sedang diujikan dengan aspek
lain dalam kehidupan mereka. Selain itu juga guru memainkan peranan penting dalam
mendorong siswa untuk memperhatikan seluruh proses pembelajaran serta menawarkan
berbagai cara eksplorasi dan pendekatan.
Pada pembelajaran bahasa kedua pembelajar harus berperan aktif dalam menyeleksi
dan menetapkan kegiatan sehingga menarik dan memotivasi untuk belajar, harus ada guru
yang tepat untuk membantu pembelajar membuat konsep-konsep, nilai-nilai, skema, dan
kemampuan memecahkan masalah.
2.5 Teori Humanisme

5
Teori humanisme dalam pangajaran bahasa banyak dipengaruhi oleh pemikiran para
ahli psikologi humanisme seperti Abraham Maslow, Carl Roger, Fritz Peers dan Erich Berne.
Para ahli psikologi tersebut menciptakan sebuah teori mengenai pendidikan yang berpusat
pada siswa (learner centered-pedagogy). Dalam dunia pendidikan yaitu dengan
menggabungkan pengembangan kognitif dan afektif siswa.
Dalam teori humanisme, setiap siswa memiliki tanggung jawab terhadap
pembelajaran masing-masing, mampu mengambil keputusan sendiri, memilih dan
mengusulkan aktivitas yang akan dilakukan, mengungkapkan pendapat mengenai kebutuhan,
kemampuan, dan kesenangannya. Dalam hal ini, guru berperan sebagai fasilitator pengajaran,
bukan menyampaikan pengetahuan.
Pembelajaran bahasa menurut teori humanisme, sebagai berikut:
1) Teori ini sangat menekankan kepada komunikasi yang bermakna berdasarkan sudut
pandang siswa. Teks harus otentik, tugas-tugas harus komunikatif, hasil pembelajaran
menyesuaikan dan tidak ditentukan atau ditargetkan sebelumnya.
2) Pendekatan ini berfokus pada siswa dengan menghargai eksistensi setiap individu.
3) Pembelajaran digambarkan sebagai sebuah penerapan pengalaman individual dan
siswa memiliki kesempatan berbicara dalam proses pengambilan keputusan.
4) Siswa lain sebagai kelompok suporter mereka saling berinteraksi, saling membantu
dan saling mengevaluasi satu sama lain.
5) Guru berperan sebagai fasilitator yang lebih memperhatikan kelas dibanding silabus
materi yang digunakan.
6) Materi berdasarkan kebutuhan-kebutuhan siswa.
7) Bahasa ibu para siswa dianggap sebagai alat yang sangat membantu jika diperlukan
untuk memahami dan merumuskan hipotesa bahasa yang dipelajari.
2.6 Teori Sibernetik
Sibernetika adalah teori sistem pengontrol yang didasarkan pada komunikasi
(penyampaian informasi) antara sistem dan lingkungan dan antar sistem, pengontrol
(feedback) dari sistem berfungsi dengan memperhatikan lingkungan. Seiring perkembangan
teknologi informasi yang diluncurkan oleh para ilmuwan dari Amerika sejak tahun 1966,
penggunaan komputer sebagai media untuk menyampaikan informasi berkembang pesat.
Teknologi ini juga
dimanfaatkan dunia pendidikan terutama guru untuk berkomunikasi sesama relasi, mencari
buku materi ajar, menerangkan materi pelajaran atau pelatihan, bahkan untuk mengevaluasi

6
hasil belajar siswa. Prinsip dasar teori sibernetik yaitu bahwa sesuatu akan berubah seiring
perkembangan waktu.
Teori sibernetik diimplementasikan dalam beberapa pendekatan dan metode
pembelajaran, yang sudah banyak diterapkan di Indonesia. Misalnya virtual learning, zoom
dan lain-lain. Beberapa kelebihan teori sibernetik:
1) Setiap orang bisa memilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan untuk
dirinya, dengan mengakses melalui internet pembelajaran serta modulnya dari
berbagai penjuru dunia.
2) Pembelajaran bisa disajikan dengan menarik, interaktif dan komunikatif. Dengan
animasi-animasi multimedia dan interferensi audio, siswa tidak akan bosan duduk
berjam-jam mempelajari modul yang disajikan.
3) Menganggap dunia sebagai sebuah global village, artinya masyarakatnya bisa saling
mengenal satu sama lain, bisa saling berkomunikai dengan mudah, dan pembelajaran
bisa dilakukan di mana saja tanpa dibatasi ruang dan waktu dengan sarana
pembelajaran mendukung.
4) Buku-buku materi ajar atau sumber pembelajaran lainnya bisa diperoleh secara
autentik, cepat dan murah
Pemerolehan bahasa kedua menurut teori sibernetik yaitu belajar pembelajaran
menggunakan media. Pembelajaran tidak harus dilaksanakan dalam kelas dan bertemu orang
lain secara langsung. Melalui media akan didapatkan bahan ajar yang diperlukan secara
cepatdan murah, guru, materi yang menarik, dan teman berkomunikasi yang luas dari
berbagai daerah.
3. Penutup
Pemerolehan bahasa kedua adalah sebuah hasil setelah manusia menguasai bahasa
pertama. Menurut beberapa teori yang telah dideskripsikan faktor bawaan, lingkungan, proses
belajar, media belajar, motivasi bejar sangat mempengaruhi hasil penguasaan bahasa kedua.

7
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Hamid, Fuad. 1987. Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: DEPDIKBUD.
Ellis, Rod. 1986. Understanding Secound Language Acqusition. New York: Oxford
Univesity Press.
Nurhadi. 2010. Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Saepudin. 2018. Teori Linguistik Dan Psikologi Dalam Pembelajaran Bahasa. AL-ISHLAH
Syamsiyah, Dailatus. 2017. ANALISIS DESKRIPTIF TEORI PEMEROLEHAN BAHASA
KEDUA. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 6, Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai