Anda di halaman 1dari 17

KANDAI

Volume 11 No. 2, November 2015 Halaman 189—205

PERAHU DAN KUPU-KUPU:


ANALISIS POSTMODERN LYOTARD TERHADAP
CERPEN KARYA SENO “PERAHU YANG MUNCUL DARI BALIK KABUT”
(The Boat and Butterfly: Lyotard Postmodern Analysis in Seno’s Short Story
“Perahu yang Muncul dari Balik Kabut”)

Fitria
Kantor Bahasa Provinsi Jambi
Jalan Arif Rahman Hakim No.101, Telanaipura
Jambi, Indonesia
Pos-el: fitria_ds@ymail.com
(Diterima 16 April 2015; Direvisi 25 September 2015; Disetujui 13 Oktober 2015)

Abstract
This research examined Postmodern Lyotard analysis in the short story “Perahu Yang
Muncul dari Balik Kabut” by Seno Gumira Ajidarma. By using descriptive method, the
postmodernization of the short story can be seen in how the story of the boat and the butterfly
taken as a sign that has shifted the meaning of the marker to sign, the totality to fragmentation,
and the sublimation of language use. The boat is only described as an ‘entertainer’ which
mainly shows the phenomenon and entertains people. Then, the identity of time revealed by
boat only comes every date of 0, month of lotus, and moon of year which shows time identity
that does not exist generally in calendar. Meanwhile, the beauty of butterflies in this cerpen
was interpreted as “kupu-kupu malam”. The butterflies presented in it were only able to be
enjoyed by certain men, which in fact their beauty should be freely enjoyed by all.
Keywords: boat, butterfly, Lyotard postmodern

Abstrak
Penelitian ini melakukan analisis Postmodern Lyotard terhadap cerita pendek “Perahu
Yang Muncul Dari Balik Kabut” karya Seno Gumira Ajidarma. Dengan menggunakan metode
deskriptif ditemukan kepostmodernan cerpen yang terlihat bagaimana kisah perahu dan kupu
dapat dijadikan sebagai tanda yang telah bergeser maknanya dari penanda ke petandanya,
dari totalitas menjadi fragmentasi, dan dari permainan bahasa yang sublim. Perahu
digambarkan hanya sebagai sebuah ’entertainer’ yang memunculkan fenomena dan
menghibur banyak orang. Kemudian identitas waktu yang dimunculkan perahu hanya hadir
setiap tanggal 0, bulan Teratai, tahun Rembulan yang menunjukkan identitas waktu yang tidak
ada dalam kalender secara umum. Sementara itu keindahan kupu-kupu yang dihadirkan dalam
cerpen ini dimaknai sebagai kupu-kupu malam. Kupu-kupu yang dihadirkan dalam cerpen ini
hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja, yaitu kaum laki-laki yang seharusnya
keindahannya dapat dinikmati oleh semua khalayak.
Kata-kata kunci: perahu, kupu-kupu, postmodern Lyotard

PENDAHULUAN sudah ia hasilkan. Rampan juga


menyebutkan bahwa cerpen-cerpen
Seno Gumira Ajidarma adalah Seno memperlihatkan pengembangan
seorang pengarang yang sangat tokoh dan peristiwa ke berbagai arah
menonjol dalam dunia cerita pendek (2005, hlm. 318). Beberapa cerpennya
Indonesia mutakhir (Rampan, 2005, meneruskan pola cerpen-cerpen realis
hlm. 316). Banyak cerita pendek yang yang dimulai dari Hamka, Idrus,

189
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

Mochtar Lubis, berlanjut ke Wildan perahu dan kupu-kupu yang ditemukan


Yatim, dan Hamsad Rangkuti. Dari di dalam cerita pendek Seno Gumira ini.
realis ini, Seno mengembangkan bentuk Perahu ini ditumpangi oleh seorang
absurd, surealis, dan satire. Seno sangat perempuan dan seorang laki-laki yang
liris dalam gaya bahasa dan eksploitatif selalu melintas pada tanggal, bulan, dan
dalam penceritaan. Artinya, ketika Seno tahun tertentu. Setiap kali perahu ini
menceritakan satu benda, hal, atau muncul akan selalu diikuti kupu-kupu
sosok dengan sangat detail dengan yang berwarna indah. Kemunculan
menggunakan kata-kata deskriptif, perahu itu tidak pernah diduga karena
memukau, dan atraktif. Dalam tiba-tiba muncul dan pergi tanpa di
kepiawaiannya menulis ini Seno ketahui kemana arah tujuannya.
Gumira Ajidarma telah beberapa kali Berdasarkan uraian tersebut, bagi
mendapat penghargaan seperti Dinny penulis, cerpen ini menarik dikaji
O’Hearn Prize for Literary Translation dengan menggunakan pisau
dari Australia pada tahun 1997 atas postmodern ala Lyotard. Endraswara
antologi cerpennya Saksi Mata yang (2013, hlm. 167) mengatakan Lyotard
diterjemahkan dalam bahasa Inggris, dalam bukunya The Postmodern
kumpulan cerpennya Dilarang Condition, telah menentang mitos-
Menyanyi di Kamar Mandi mitos modern, menghilangkan batas-
mendapatkan penghargaan South East batas antara seni dan kehidupan masa
Asia (SEA) Write Award pada tahun kini, antara elit yang hirarkhis dengan
1997, dan pada tahun 1992 mendapat budaya populer, antara gabungan
penghargaan sebagai cerpen terbaik stilistik dengan percampuran kode,
Kompas dengan judul cerpennya mengubah hal yang tak mungkin
”Doodolitdodolitdodolibret”. menjadi mungkin. Melalui cerpen
Seno sering menampilkan hal-hal inilah Seno mencoba menentang mitos-
yang menarik perhatian pembaca mitos modern dan mengubah hal yang
terhadap tokoh-tokoh dengan peristiwa tak mungkin menjadi mungkin dengan
yang ada dalam karyanya yang menggunakan kata-kata yang
dituturkan secara memikat. Ia juga digeserkan makna-maknanya bukan
mencoba mengungkapkan kebenaran makna yang sebenarnya, seperti sifat
yang tersembunyi dalam fenomena perahu dan kupu-kupu yang sudah
sosial Rampan (2005, hlm. 319) dipahami secara total telah
mengatakan bahwa Seno juga difragmentasikan oleh Seno. Hal inilah
menggunakan seni puisi dalam yang diamati dan dianalisis dalam
membangun cerita, sehingga cerpen makalah ini dengan masalah penelitian:
bukan lagi mengandalkan kisah, tetapi (1) apakah perahu di dalam cerita ini
imajinasi yang dibangun di dalam sama dengan perahu yang sebenarnya?
kalimat lirik dan puitik. Ini (2) Apakah perahu ini sebagai alat
memperlihatkan bahwa Seno mencapai transportasi ataukah hanya sebagai
klasisitas di dalam seni bertutur yang sarana untuk mengantarkan sebuah
liris, sebagaimana dijumpai pada kaum tanda yang dijadikan fenomena? (3)
romatik di Eropa, yaitu Victor Hugo Apakah kupu-kupu selalu identik
dan Alexander Dumas. dengan kebaikan? (4) Bagaimanakah
Salah satu cerpennya yang memaknai kupu-kupu bukan sebagai
memperlihatkan bahasa yang liris kupu-kupu yang menyiratkan
berjudul ”Perahu yang Muncul dari keindahan dan kemurahan untuk
Balik Kabut”. Ini terlihat dalam konsep membahagiakan? Sementara itu, tujuan

190
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

penelitian ini adalah menemukan untuk mengungkap bentuk hegemoni


reduksi totalitas menjadi fragmentasi, penguasa dalam novel Negeri Senja
menemukan kata-kata yang sudah yang ditampilkan melalui simbol-
dicobageserkan maknanya, dan melihat simbol yang terdapat di dalam teks
sublimitas bahasa yang ada dalam dengan menggunakan Semiologi
cerpen ini. Sepengetahuan penulis, Roland Barthes mengenai fashion
belum ada yang melakukan penelitian sistem.
postmodern Lyotard ini terhadap cerita
pendek ”Perahu yang Muncul dari LANDASAN TEORI
Balik Kabut” karya Seno Gumira
Ajidarma. Postmodernisme
Sejauh pengamatan penulis pula,
penelitian yang menggunakan teori Era postmodernisme disebut
Postmodern ala Lyotard terhadap sebagai era segala serba tidak menentu,
cerpen ”Perahu yang Muncul dari Balik tanpa arah, tanpa pusat, dan tanpa
Kabut” karya Seno Gumira Ajidarma hierarki. Sugiharto (1996, hlm. 23)
ini belum pernah dilakukan. Penelitian menggambarkan bahwa istilah
Puika Postmodernisme pernah postmodern telah digunakan dalam
dilakukan terhadap karya Seno Novel demikian banyak bidang dengan meriah
Kitab Omong Kosong oleh Supena dan hiruk pikuk. Kemeriahan ini
(2013) yang melihat repertoar strategi- menyebabkan setiap referensi
strategi pengedepanan sifat antologis kepadanya mengandung risiko dicap
postmodernisme. Pluralitas sebagai pengikut yang mengabadikan
ontologisme itu dikelompokkan ke mode intelektual yang dangkal dan
dalam beberapa kategori di antaranya, kosong. Hampir di setiap bidang
yaitu (1) dunia-dunia, (2) konstruksi, menggunakan istilah ini sehingga
(3) kata-kata, dan (4) pendasaran. tidaklah mengherankan bila maknanya
Persinggungan antara fiksi menjadi kabur. Istilah tersebut dapat
postmodernisme dengan fiksi fantasi ditemui dalam bidang musik, seni rupa,
melihat bahwa antara teks yang satu fiksi, film, drama, fotografi, arsitektur,
dengan teks yang lain bisa saling kritik sastra, antropologi, sosiologi,
melintas juga menjadi dasar bagi geografi, dan filsafat. Lubis (2014, hlm
terjadinya persinggungan antara fiksi 20) juga mengatakan era
postmodenisme dan fiksi fantastik. Hal postmodernisasi adalah era di mana
ini terjadi sebagaimana persinggungan berbagai persfektif media baru
antara fiksi postmodernis dan fiksi cenderung mengaburkan perbedaan
ilmiah, yang dominan pada kedua jenis tajam antara realitas dan fantasi
fiksi tersebut adalah sifat ontologisnya. (simulacra) sehingga meruntuhkan
Selain itu, ”Analisis Hegemoni pada suatu keyakinan pada suatu realitas
cerpen Iblis Tidak Pernah Mati Karya objektif. Para pemikir postmodern
Seno Gumira Ajidarma” juga pernah menggantikan konsepsi tentang adanya
dilakukan oleh Nurhadi (2004) yang suatu realitas independen dari pengamat
melihat formasi ideologi dalam (observer) dengan mengajukan gagasan
masyarakat, dan hubungan historis Iblis keterkaitan subjek dengan dunia
Tidak Pernah Mati sebagai bagian dari (subjek dan objek).
negosiasi ideologi yang terjadi dalam Selanjutnya Rusbiantoro (2001,
masyarakat. Kemudian Swaratyagita hlm. 10) menyebutkan awalan post
(2005) pernah melakukan penelitian pada istilah ini dimainkan dalam

191
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

wacana postmodern yang bervariasi. Di Bagi Jean Francois Lyotard


satu sisi, post menggambarkan bukan seorang pemikir postmodern Perancis,
modern yang dapat dibaca sebagai postmodern adalah bagian dari modern.
istilah aktif negasi, yang berusaha Dengan rinci, Lyotard menyebutkan:
memindahkan ke luar dari modern dan
praktik teori maupun budaya. Wacana Postmodern, dalam
postmodern dan praktiknya, seringkali posisinya di dalam modern,
dicirikan sebagai intervensi anti- berupaya menyajikan sesuatu
modern yang secara eksplisit yang tidak dapat disajikan di
menghancurkan ideologi modern, gaya, dalam penyajian itu sendiri; yang
dan praktik yang banyak dilihat menolak pesona bentuk-bentuk
postmodernis sebagai hal-hal yang yang indah, konsensus selera
opresif dan menjemukan. Awalan post yang memungkinkan pengalaman
dalam makna pandangan ini adalah nostalgia secara kolektif dari hal-
menandakan keterputusan dengan yang hal yang tak terjangkau; yang
mendahuluinya. mencari bentuk-bentuk penyajian
Dari uraian-uraian tersebut, tidak baru, tidak untuk menikmatinya,
adanya konsensus pendefinisian yang tetapi untuk membangkitkan
jelas, dapat dikatakan bahwa dari awal perasaan ketidakmungkinan
pemunculan saja postmodern sudah penyajian tersebut (Lyotard
menghadirkan sebuah ketidakpastian. dalam Piliang, 2003, hlm. 104)
Ketidakpastian ini juga menandakan
bahwa postmodern adanya upaya Lyotard, dalam definisinya,
penghancuran suatu tatanan. Piliang secara implisit menyebut istilah-istilah
(2003, hlm. 69-70) menyebutkan bahwa pastiche (nostalgia) dan kitsch
kebudayaan postmodern telah jauh (antiestetika). Definisi dari Lyotard ini
meninggalkan rasionalitas, masih belum merepresentasikan
universalitas, kepastian, dan sekaligus postmodernisme secara utuh. Selain itu,
keangkuhan kebudayaan modern; dan ada sedikit permasalahan pada teks
kini dunia –khususnya dunia seni dan Lyotard. Dalam bukunya berjudul
filsafat– dihadapkan pada semacam Postmodern Condotion: A Report on
ketidaktentuan arah (indeterminacy), Knowledge tersebut, Lyotard pada
ketidakjelasan hukum, dan hakikatnya mendiskusikan strategi
ketidakpastian nilai. Dalam permainan intelektual dan kondisi ilmu
bahasa postmodernisme yang bebas tak pengetahuan pada umumnya di dalam
terbatas, bukan keefisienan pesan-pesan era postmodern, yang sudah saatnya
yang ingin dicari, melainkan keluar dari Grand Narrative –jalur
kegairahan dan ekstasi dalam strategi intelektual yang mengklaim
permainan bahasa itu sendiri. Arena bahwa ada prinsip-prinsip kebenaran,
permainan bahasa postmodernisme, kesejahteraan, makna kehidupan, dan
seolah-olah berbentuk layaknya sebuah moral yang bersifat universal– dan
padang pasir yang tak terbatas. Seolah- berpencar ke arah Narasi Kecil (Little
olah tidak ada tapal batas hukum, Narrative) dengan segala nilai-nilai
moral, rasionalitas, etika, dan estetika– mitos, spiritual, dan ideologinya yang
tapal batas antara moral/amoral, spesifik.
baik/buruk, boleh/tidak boleh, Sarup (2003, hlm. 231)
rasional/irasional, realitas/fantasi, menuliskan bahwa Lyotard menyerang
bentuk/makna, pesan/media. mitos yang melegitimasi zaman modern

192
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

(narasi besar), pembebasan progresif (tradisional). Masyarakat tradisional


humanitas melalui ilmu, dan gagasan adalah masyarakat yang menekankan
bahwa filsafat dapat memulihkan nilai pentingnya narasi, yakni mitos,
kesatuan untuk proses memahami dan kekuatan gaib, kebijaksanaan rakyat,
mengembangkan pengetahuan yang dan bentuk-bentuk penjelasan lain.
secara universal valid untuk seluruh Argumentasi Lyotard adalah narasi
umat manusia. Teori postmodern besar itu buruk dan narasi kecil itu baik.
menjadi identik dengan kritik terhadap Narasi akan menjadi buruk bila berubah
pengetahuan universal dan menjadi filsafat sejarah. Narasi besar
fondasionalisme. Lyotard percaya diasoasikan dengan program politik
bahwa kita tidak dapat lagi bicara atau partai, sementara narasi kecil
tentang gagasan penalaran yang diasosiasikan dengan kreatif lokal.
menotalisasi karena penalaran itu tidak
ada, yang ada adalah pelbagai macam Totalitas dan Fragmentasi
penalaran.
Dalam ranah permainan bahasa, Lyotard dan para pemikir
Lyotard (dalam Sarup, 2003, hlm. 236) postmodern lain menekankan
menyebutkan masing-masing kategori fragmentasi–permainan bahasa, waktu,
pernyataan dapat didefinisikan menurut subjek manusia, dan masyarakat
aturan-aturan yang menentukan sifat sendiri. Walter Benjamin menjelaskan
dan nilai gunanya. Aturan permainan bagaimana kaum alegoris berusaha
bahasa tidak membawa dalam dirinya menarik suatu elemen dari totalitas
sendiri legitimasi, melainkan konteks kehidupan, mengisolasi, dan
merupakan objek kesepakatan, baik mencabutnya dari fungsinya. Dengan
ekplisit ataupun implisit, antarpemain; demikian, alegori pada dasarnya
jika tidak ada aturan, tidak akan ada merupakan fragmen, lawan dari simbol
permainan. Setiap pernyataan organik. Selanjutnya, mereka
dipandang sebagai ‘langkah’ dalam menggabung-gabungkan sejumlah
permainan. Pesan memiliki bentuk dan fragmen yang saling terisolasi,
pengaruh yang tidak sama, tergantung sehingga menciptakan makna. Ini
pada apakah pesan tersebut, misalnya, adalah makna yang didalilkan dan tidak
denotatif, preskriptif, evaluatif, berasal dari konteks awal fragmen-
perfomatif, dan sebagainya. fragmen itu. Elemen-elemen konsep
Kondisi postmodern, bagi alegori Benjamin ini sesuai dengan apa
Lyotard (dalam Sarup, 2003, hlm. 255) yang disebut montase, prinsip
adalah kondisi di mana narasi besar fundamental seni garda depan. Montase
(grand recits) modernitas–dialektika mengandaikan fragmentasi realitas.
Roh, emansipasi buruh, akumulasi Montase menjebol penampakan
kekayaan, masyarakat tanpa kelas– totalitas dan menegaskan fakta bahwa
kehilangan kredibilitas. Narasi besar dirinya terbentuk dari fragmen-fragmen
adalah narasi utama–narasi penguasaan, realitas. Karya garda depan
narasi tentang umat manusia yang menegaskan diri sebagai konstruksi
mencari tujuan (telos) hidupnya dengan semu, atau artefak. Hal tersebut
menaklukkan alam. Lytord percaya berlawanan dengan karya organik.
bahwa masyarakat kita saat ini adalah Karya organik berusaha menutup-
masyarakat yang individualistik dan nutupi fakta bahwa karya tersebut
terfragmentasi. Lyotard agaknya merupakan hasil ciptaan. Dalam karya
merindukan masyarakat pramodern seni organik, materi seni dipandang

193
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

sebagai suatu keutuhan, sementara mempersatukan masyarakat, dan ia


dalam karya seni garda depan, bahan melihat interaksi sosial terutama dalam
seni dipisahkan dari totalitas hidup dan pengertian pengambilan langkah dalam
diisolasi. Fragmen garda depan estetik permainan, pengambilan peran tertentu,
menantang orang untuk menjadikannya dan partisipasi dalam pelbagai macam
sebagai bagian integral realitas dan permainan bahasa. Dalam pengertian
menghubungkannya dengan tersebut, Lyotard melihat diri sebagai
pengalaman mereka. interaksi semua permainan bahasa yang
diikuti. Dengan demikian, model
Permainan Bahasa dan Yang Sublim masyarakat postmodern Lyotard adalah
masyarakat yang berjuang dalam
Sarup (2003, hlm. 263) juga pelbagai macam permainan bahasa di
membahas tiga aspek pemikiran lingkungan agonistik yang dicirikan
postmodern. Pertama, kecenderungan dengan keragaman dan konflik.
untuk mereduksi semua klaim Menurut Lyotard, kita gagal
kebenaran sampai pada level retorika, menghargai keanekaragaman
strategi narasi, atau wacana permainan bahasa, bila hanya
Foucauldian dianggap ada hanya karena menggunakan satu (misalnya,
perbedaan atau persaingan antarnarasi, permainan bahasa kognitif) dan
sehingga tidak ada penuntut yang dapat mengistimewakannya dalam kaitannya
menegaskan diri dengan mengorbankan dengan persoalan kebenaran historis
yang lain. Kedua, poin yang terkait, dan akuntabilitas etis. Lyotard percaya
sering muncul perujukan, terutama bila masing-masing pihak mengikuti
dalam Lyotard, pada konsep permainan bahasa yang berbeda, maka
‘permainan bahasa’ Wittgensteinian. setiap upaya meyakinkan pihak lain
Keyakinan pada permainan bahasa akan menjadi sebentuk kekerasan
yang heterogen, yang masing-masing tindak-bicara (speech-act),
melibatkan serangkaian kriteria ketidakadilan atau pelanggaran aturan
kognisi, sejarah atau politik-etik yang permainan percakapan. Pendek kata,
berbeda. Hal ini menyiratkan bahwa Lyotard mengatakan persoalan faktual
tidaklah mungkin menentukan dari sama sekali tidak berkaitan dengan
antara penafsiran-penafsiran yang persoalan penilaian etis.
saling bersaing. Ketiga, terjadi Pandangan Lyotard tentang yang
pergeseran ke arah sublim Kantian sublim sama dengan Kant, sebuah topik
sebagai sarana devaluasi klaim- yang nilai pentingnya jauh melampaui
kebenaran dan mengangkat konsep ranah estetika. Menurut Kant, yang
‘yang tidak dapat direpresentasikan’ sublim adalah yang melampaui semua
(yakni, intuisi yang tidak dapat kekuatan representasi kita, pengalaman
dinyatakan dengan konsep yang yang tidak dapat kita nyatakan dengan
memadai) ke posisi tertinggi yang mode pemahaman konseptual atau
absolut di ranah etis. Dengan kata lain, indrawi secara memadai, dan yang
terjadi perubahan ke arah estetikasi berbeda dengan yang indah sejauh tidak
politik dengan membuang persoalan- menghasilkan keseimbangan atau
persoalan etis dan politik sejauh kesesuaian yang harmonis antara kedua
mungkin dari ranah kebenaran dan kemampuan tersebut. Bagi Kant yang
kekeliruan. sublim merupakan sarana menyatakan
Bagi Lyotard, permainan bahasa (dengan analogi) apa yang sama sekali
adalah ikatan sosial yang tidak dapat diungkapkan.

194
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

Kategori sublim Kantian METODE PENELITIAN


berfungsi sebagai pengingat
kesenjangan yang menganga – Data yang digunakan dalam
differend, demikian Lyotard analisis ini adalah data primer dan data
menyebutnya– antara klaim-kebenaran sekunder. Data primer adalah cerpen
yang tidak memiliki ukuran umum “Perahu yang Muncul dari Balik
keadilan yang dapat digunakan untuk Kabut” karya Seno Gumira Ajidarma
menyelesaikan konflik yang terjadi. (dalam Rampan, hlm. 320-336),
Lyotard mengatakan bahwa penerapan sedangkan data sekunder berupa buku-
satu aturan penilaian pada keduanya buku dan artikel ilmiah yang
untuk meredakan perbedaan mereka berhubungan dengan permasalahan.
(konflik kepentingan yang tidak dapat Secara keseluruhan, penelitian ini
didamaikan) akan merugikan salah satu tergolong penelitian deskriptif dengan
pihak, dan salah satu pihak, bila bukan menggunakan metode kualitatif.
keduanya, akan menolak aturan Metode kualitatif adalah prosedur
tersebut. penelitian yang berdasarkan dan
Sarup (2003, hlm. 267) menilai menghasilkan data-data deskriptif
bahwa bagi Lyotard yang sublim berupa data tertulis (Bogdan & Taylor
memperlihatkan petunjuk adanya dalam Meleong, 1995, hlm. 3). Menurut
heterogenitas yang radikal dalam Nawawi (2007, hlm. 66) data kualitatif
wacana kebenaran dan nilai kita, atau ini adalah data yang hanya dapat diukur
ketidakadilan yang secara tidak secara tidak langsung. Data ini hanya
terelakkan muncul ketika suatu ‘rezim dapat diamati atau diselidiki dengan
frasa’ – yang paling sering rezim frasa menggunakan teori yang sesuai dengan
kognitif – berusaha memonopoli permasalahan.
keseluruhan percakapan. Lyotard Dalam analisis data, penelitian
mengatakan kita dihadapkan dengan ini menggunakan kajian
persoalan-persoalan yang tidak dapat postmodernisme, yaitu berupaya
dipecahkan dalam ‘rezim frasa’ menyajikan sesuatu yang tidak dapat
penilaian kognitif dan sifatnya jauh disajikan di dalam penyajian itu sendiri;
lebih mudah dipahami melalui analogi yang menolak pesona bentuk-bentuk
dengan wacana estetika Kantian, yang indah, konsensus selera yang
terutama ketika wacana tersebut memungkinkan pengalaman nostalgia
mengangkat yang sublim sebagai secara kolektif dari hal-hal yang tak
perwujudan mode-mode pengalaman terjangkau; yang mencari bentuk-
atau perasaan yang melampaui semua bentuk penyajian baru, tidak untuk
kekuatan kognisi indra (fenomenal) di menikmatinya, tetapi untuk
satu sisi, dan pemahaman konseptual di membangkitkan perasaan
sisi lain. Menurut Lyotard, yang sublim ketidakmungkinan penyajian tersebut
telah membawa kita melampaui batas (Lyotard, 1984, hlm. 81). Cara kerja
pemikiran di mana penilaian harus teori postmodern Lyotard ini dimulai
mengakui ketidakmemadaian sumber dengan melakukan analisis mengamati
dayanya, atau ketiadaan kriteria yang makna yang telah bergeser maknanya
disepakati bersama, untuk menghadapi dari penanda ke petanda. Kemudian
kasus-kasus yang melampaui semua mengamati konsep fragmentasi dengan
pembatasan penilaian ‘rasional’ yang memunculkan mitos-mitos yang
telah diatur. diperlihatkan dalam cerpen ini. Setelah
itu, melihat permainan bahasa yang

195
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

sublim, yang memperlihatkan petunjuk


adanya heterogenitas radikal dalam .... Mereka hanya datang pada
wacana kebenaran dan nilai. Permainan tanggal 0 bulan Teratai tahun
bahasa yang sublim ini telah membawa Rembulan, menantikan seorang
kita melampaui batas pemikiran di wanita berbaju kimono menari
mana penilaian harus mengakui kipas di haluan perahu yang
ketidakmemadain sumber daya, atau diseret alun perlahan-lahan.
ketiadaan kriteria yang disepakati Wanita yang menari itu
bersama, untuk menghadapi kasus- memegang dua kipas, kimono
kasus yang melampaui semua berwarna lembut dengan sepuhan
pembatasan penilaian ‘rasional’. prada keemasan yang berkilat
ditimpa cahaya matahari. Ia
PEMBAHASAN menari begitu pelan begitu
lembut seperti alun perahu itu
Perahu dan Kupu-Kupu dalam yang mengikuti aliran sungai
Makna Yang Bergeser tanpa dayung tanpa layar tanpa
apa-apa diiringi bunyi kecapi.
Seperti yang telah dikemukakan yang nada-nadanya dipantulkan
di atas, era postmodern sering hutan bagaikan suara yang
memunculkan pergeseran makna antara dimainkan seseorang entah di
penanda dan petanda. Hal ini ditemukan mana di balik mega-mega.
dalam cerpen ”Perahu yang Muncul (Ajidarma dalam Rampan, 2005,
dari Balik Kabut” karangan Seno hlm. 322)
Gumira Ajidarma (dalam Rampan, hlm.
320-336) bahwa konsep perahu dan .... Dulu ia seorang pemuda
kupu-kupu sudah bergeser dari makna bertubuh tegap, dengan rambut
referensinya. Perahu dalam hitam panjang terurai. Setiap kali
kenyataannya digambarkan sebagai perahu itu muncul dari barat ke
salah satu sarana transportasi air yang kelokan sebelah utara nampak ia
dibantu dengan dayung sebagai alat bersila di belakang kecapinya
bantu gerak yang ditumpangi beberapa yang tegak. Kepalanya ditutupi
orang dan dikemudikan oleh seorang caping dan ia menunduk sambil
nakhoda. Kehadiran perahu di dalam memejamkan mata. Caping itu
kehidupan sehari-hari kita sangat tentu saja caping yang lebar
familiar kita lihat. Jika sebuah perahu sehingga wajahnya tertutup
kemunculannya sangat dinantikan oleh bayang-bayang dan karena itu
banyak orang, tetapi kemunculan hanya tiada seorang pun yang bisa
ada waktu tertentu, hal ini dapat menggambarkan seperti apa
diibaratkan seperti sebuah fenomena wajah pemetik kecapi itu.
yang muncul hanya dalam waktu (Ajidarma dalam Rampan, 2005,
tertentu. hlm. 324)
Perahu di dalam cerpen ini
dikisahkan hanya muncul setiap tanggal Kedua orang di dalam perahu itu
0 bulan Teratai tahun Rembulan yang hanya dibatasi oleh sebuah bilik. Bilik
ditumpangi oleh seorang perempuan ini tidak seperti bilik yang sebenarnya
cantik yang pintar menari dan seorang karena tidak memiliki pintu. Bilik ini
laki-laki. Ini terlihat pada kutipan hanya dimanfaatkan pengemudi perahu
berikut untuk meletakkan barang-barang

196
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

mereka sambil memanfaatkannya yang dihadirkan secara periodik dan


sebagai tempat berbaring bila harus semacam ‘pertunjukkan’ yang
bermalam. Ini terlihat pada kutipan disuguhkan bagi pembacanya.
berikut Selain perahu, makna kupu-kupu
juga bergeser dari makna referensnya.
.... Bilik itu tidak berpintu hanya Kupu-kupu pada kenyataannya
merupakan semacam atap dipahami sebagai binatang hasil
anyaman bambu setengah metamorfosis dari seekor ulat. Ia hadir
lingkaran, yang bisa digunakan sebagai bentuk pengganti dari makhluk
untuk berlindung dari panas lain. Ia biasanya selalu diidentikkan
matahari dan bisa dengan binatang yang indah, cantik
digunakan untuk berteduh kalau yang memiliki dua sayap yang menarik
hujan. Namun, tempat itu bisa untuk dilihat. Kupu-kupu terbang dari
juga disebut bilik karena para satu bunga ke bunga lain untuk
pengemudi perahu lazim membantu penyerbukan. Kupu-kupu
meletakkan barang-barang yang digambarkan di dalam cerpen
mereka di situ dan tidur di sana bukanlah binatang yang terbang dari
bila harus bermalam. Ada tirai satu bunga ke bunga yang lain
yang pada kedua sisi bilik melainkan sebagai makhluk yang
itu (Ajidarma dalam Rampan, berterbangan membuntuti laju sebuah
2005, hlm. 331). perahu. Kupu-kupu itu seolah tersihir
untuk mengikuti perahu dengan
Kemunculan perahu yang hanya jumlahnya yang banyak. Ini terlihat
setiap tanggal 0 bulan Teratai tahun pada kutipan berikut.
Rembulan menunjukkan identitas
waktu yang menetap. Seolah datangnya ... Entahlah, begitu banyak kupu-
perahu itu menjadi sebuah tanda baru kupu itu dilihat sepintas bagaikan
bagi kehidupan, dan orang-orang begitu sebuah ekor bagi perahu itu, tapi
tergerak untuk selalu melihatnya. tentu saja bukan ekor, melainkan
Perahu ini menggambarkan harapan kupu-kupu, berpuluh, beratus,
yang begitu dinantikan. Tidak beribu, bahkan mengapa tidak
dimungkiri dalam kehidupan sehari- menjadi sejuta kupu-kupu ?
hari bagi mereka yang tinggal di Mereka bertembangan mengikuti
kelilingi air itu begitu membutuhkan perahu itu dalam sorotan cahaya
perahu. Perahu sebagai sebuah sarana matahari yang membuat sayap-
transportasi dan sebagai kebutuhan sayap mereka berkilat dengan
primer untuk melakukan aktivitas bias cahaya aneka warna yang
dalam lingkungan air Akan tetapi, tentu saja membuat pendatang
perahu itu tidak akan muncul dalam dari tempat-tempat yang jauh
waktu tertentu. Dengan demikian, tidak sia-sia berjalan mengarungi
perahu ini merupakan tanda yang padang pasir, naik turun gunung,
maknanya berbeda dengan makna dan menyeberangi lautan untuk
referensinya. Ia hadir sebagai menyaksikan pemandangan
representasi dari sebuah simbol atau yang hanya terjadi pada tanggal 0
alegori yang terfragmentasikan. Di bulan Teratai tahun Rembulan.
dalam cerpen ini memperlihatkan (Ajidarma dalam Rampan,
perahu bukan lagi dimaknai secara 2005, hlm. 327)
umum, tetapi perahu sebagai fenomena

197
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

Pergeseran makna terlihat ketika terbang pada malam hari. Oleh karena
kupu-kupu yang berterbangan di itulah, ada fragmentasi dari makna
belakang perahu ini bukan lagi kupu-kupu yang menyeluruh ke dalam
dimaknai sebagai kupu-kupu yang makna kupu-kupu yang parsial.
sebenarnya. Kupu-kupu tersebut
dimaknai sebagai kupu-kupu malam. Perahu dan Kupu dalam
Ini terlihat pada kutipan berikut Fragmentasi Sebuah Totalitas

.... Sebenarnya, kupu-kupu itulah Lyotard mengemukakan bahwa


yang menjadi pembicaraan orang- kondisi postmodern adalah kondisi di
orang. Mereka membicarakan mana narasi besar modernitas
kupu-kupu itu malam-malam kehilangan kredibilitas (Sarup, 2003,
disekeliling api unggun, sambil hlm. 255). Implikasi dari kalimat ini
makan supermi, corned-beef, dan adalah Lyotard menolak narasi besar
minuman coca-cola. (Sarup, 2003, hlm. 270). Konsep
... Kupu-kupu itulah yang penolakan narasi besar oleh Lyotard
membuat orang-orang dari menjadi narasi kecil bersifat lokalistik.
seluruh dunia berkumpul di sana. Kondisi modernitas mengagung-
Pada malam sebelum tanggal 0 agungkan ilmu pengetahuan dengan
bulan Teratai tahun Rembulan itu, rasionalitas, dan menolak mitos,
orang-orang akan mengenang kekuatan gaib, dan kebijaksanaan
kebiasaan mereka yang buruk di rakyat.
masa lalu, ketika kupu-kupu Di dalam cerpen ini setidaknya
terindah dikejar dan diburu ditemukan mitos-mitos yang coba
dengan jaring, disemprot dan diangkat dan dipercaya oleh banyak
diawetkan, lantas dipajang orang. Kepercayaan orang yang datang
dibalik kaca, dijual di toko-toko ke tepi sungai untuk melihat perahu
internasional termewah dengan pada tanggal 0 bulan Teratai tahun
harga setinggi-tingginya Rembulan. Datangnya mereka ke tepi
(Ajidarma dalam Rampan, 2005, sungai tidak serta merta hanya melihat
hlm. 328) perahu, mereka juga disuguhi sebuah
paduan suara dari orang yang datang
Kedua konsep kupu-kupu ini dari segala arah. Orang-orang tersebut
antara kenyataan dengan yang datang menuju ke satu tempat yang
digambarkan dalam cerpen mempunyai belum jelas tempatnya karena seolah
satu kesamaan, yaitu sama-sama dibisiki untuk langsung saja menuju
menyuguhkan keindahan. Hanya saja tempat tersebut. Ini terlihat pada
ketika kupu-kupu dimaknai sebagai kutipan berikut
kupu-kupu malam, ia telah
terfragmentasi dari konsep secara ... Orang-orang itu datang dari
keseluruhan. Kupu-kupu malam hanya tempat yang jauh, dari negeri nun
menyuguhkan keindahan tidak bagi di sebelah timur di barat dan di
semua khalayak, tetapi hanya bagi utara itu, datang untuk melakukan
orang laki-laki saja. Istilah kupu-kupu paduan suara mengiringi
malam ini pun merupakan istilah perjalanan perahu itu dari kelokan
kontradiksi dari makna referensnya. sebelah utara ke kelokan sebelah
Selama ini kupu-kupu selalu terbang selatan... (Ajidarma dalam
pada siang hari dan tidak pernah Rampan, 2005, hlm. 326)

198
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

....Ketika perahu itu muncul di Selain itu, mitos berkembang


kelokan sebelah utara, menyeruak dengan adanya orang-orang yang setiap
dari balik kabut yang berpendar tanggal 0 bulan Teratai tahun Rembulan
dengan anggun, orang-orang di datang untuk menyaksikan perahu yang
atas tebing itu segera melakukan menyeruak kabut. Mereka menyatakan
sebuah paduan suara yang telah akan sia-sia jika tidak menyaksikan
dilatih begitu lama sepanjang perahu itu melintas pada tanggal
penantian mereka atas peristiwa tersebut karena saat itu akan muncul
itu sehingga terdengar begitu suara-suara dengan kejiwaan sempurna
jernih begitu bersih begitu lembut yang tidak menimbulkan kebisingan.
begitu sempurna seolah-olah Ini terlihat pada kutipan berikut.
bukan manusia yang
menyanyikannya... (Ajidarma .... Orang-orang yang setiap
dalam Rampan, 2005, hlm. 324) tanggal 0 bulan Teratai tahun
Rembulan datang untuk
Hal lain yang masih dipercaya menyaksikan perahu itu
banyak orang bahwa lelaki yang selalu menyeruak kabut menembus
memetik kecapi itu digambarkan cahaya menyanyi dengan
sebagai seseorang yang telah semakin kejiwaan sempurna agar tak
menua usianya ketika datang tanggal 0 sedikit pun dari kehidupan
bulan Teratai tahun Rembulan. Ia mereka pada tanggal 0 bulan
memetik kecapi sambil mengiringi Teratai tahun Rembulan itu
perempuan berkimono menari yang menjadi sia-sia. Pada tanggal 0
kelihatan masih muda dan cantik. bulan Teratai tahun Rembulan itu
Dalam hal ini, orang begitu saja percaya memang terdengar banyak suara
terhadap apa yang disampaikan oleh yang jika dipilah maupun
orang tua tersebut. Sebuah menyatu tetap saja bagaikan
pemberitahuan yang bersumber dari setiap suara itu adalah makhluk
sebuah mitos. Ini terlihat pada kutipan roh yang berdiri sendiri. Suara
berikut burung bicara pada suara angin
dan suara gelepar capung bicara
.... Berbeda dengan dengan kepada suara kericik air yang
wanita yang menari kipas di mengucur dari balik batu-batuan
haluan perahu itu, setiap kali dan suara daun yang menetes
perahu itu muncul pada tanggal 0 embun bicara kepada suara
bulan Teratai tahun Rembulan, kecapi dan suara-suara saling
lelaki tua bercaping itu kelihatan bercakap seperlunya tanpa waktu
bertambah tua. Menurut orang- seperlunya sejauh alam
orang tua yang masih saja membutuhkannya. Mereka begitu
selalu datang ke tebing sungai itu, banyak suara, tapi tiada
dulu orang tua yang memetik kebisingan. (Ajidarma dalam
kecapi itu sama mudanya Rampan, 2005, hlm. 326)
dengan penari kipas. Dulu ia
seorang muda bertubuh tegap, Mitos lain yang dimunculkan
dengan rambut lebat dalam cerpen ini adalah cerita yang
hitam panjang terurai. (Ajidarma tidak pasti dimunculkan oleh orang-
dalam Rampan, 2005, hlm. 324) orang yang seolah-olah mendengar
dalam pesona bayangan mimpi-mimpi

199
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

yang dikhayalkannya sendiri. Hal ini pelbagai macam permainan bahasa di


terlihat ketika orang-orang bertanya lingkungan agonistik yang dicirikan
tentang bilik yang ada di atas perahu. dengan keragaman dan konflik.
Dari cerita yang disimpulkan mereka Konsep permainan bahasa ini
mengira di dalam bilik itu terdapat bayi. dilakukan dengan cara bahwa masing
Ini terlihat pada kutipan berikut masing pernyataan dapat didefinisikan
menurut aturan-aturan yang
.... Dari cerita yang disimpulkan menentukan sifat dan nilai gunanya.
dari mulut ke mulut, katanya Aturan permainan bahasa tidak
orang-orang zaman dulu mengira membawa dalam dirinya legitimasi,
di dalam bilik itu terdapat bayi. melainkan merupakan objek
Pendapat ini berasal dari dugaan kesepakatan, baik eksplisit ataupun
bahwa hubungan pribadi antara implisit, antarpemain. Artinya, jika
penari kipas dan pemetik kecapi tidak ada aturan, maka tidak akan ada
itu adalah hubungan suami permainan. Setiap pernyataan
istri. Namun pendapat itu sudah dipandang sebagai ‘langkah’ dalam
tidak dipercaya lagi sekarang. permainan. Pesan memiliki bentuk dan
Pernah juga beredar cerita, bahwa pengaruh tidak sama, tergantung pada
suatu ketika pada tanggal 0 bulan apakah pesan tersebut, misalnya,
teratai tahun Rembulan ketika denotatif, preskriptif, evaluatif,
perahu itu lewat sekejab dari performatif, dan lain-lain (Sarup, 2003,
kelokan utara ke kelokan selatan hlm. 236).
dalam sorotan matahari terdengar Konsep permainan bahasa ini
tangis bayi. Toh cerita ini tidak ditemukan dalam cerpen, dimulai dari
pasti karena bisa saja seseorang orang-orang secara serentak berduyun-
hanya seolah-olah mendengar duyun ke tepi sungai hanya untuk
dalam pesona bayangan mimpi- melihat perahu yang berisikan seorang
mimpi yang dikhayalkan sendiri penari kipas berkimono dan seorang
(Ajidarma dalam Rampan, 2005, pemetik kecapi yang diiringi oleh
hlm. 332). banyak kupu-kupu. Mereka sepakat
bahwa mereka akan datang ke tempat
Perahu dan Kupu dalam Permainan itu ketika perahu itu melintas tanpa
Bahasa dan Yang Sublim berkomunikasi satu sama lain. Aturan
yang dibuat antara seorang penari dan
Bagi Lyotard (dalam Sarup, 2003, pemetik kecapi dengan orang-orang
hlm. 265), permainan bahasa adalah adalah aturan yang implisit. Artinya,
ikatan sosial yang mempersatukan kedua belah pihak sepakat akan
masyarakat, interaksi sosial terlihat bertemu pada waktu dan tempat yang
terutama dalam pengertian sama walaupun hanya secara tersirat
pengambilan langkah dalam permainan, mereka nyatakan. Ketersiratan inilah
pengambilan peran tertentu, dan yang membuat mereka berkomunikasi
partisipasi dalam pelbagai macam bukan sebagai subjek dan subjek, tetapi
permainan bahasa. Dalam pengertian sebagai objek kesepakatan
tersebut, Lyotard melihat diri sebagai antarpemain. Pesan yang disampaikan
interaksi semua permainan bahasa yang oleh penari dan pemetik kecapi pun
diikuti. Dengan demikian, model dimaknai berbeda. Ada yang ingin
masyarakat postmodern Lyotard adalah melihat kumunculan perahu itu saja.
masyarakat yang berjuang dalam Namun, ada juga yang mempunyai

200
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

intensi untuk memanfaatkan kupu-kupu pun mempersoalkannya.”


yang menyertai perahu tersebut. (Ajidarma dalam Rampan, 2005,
hlm. 322)
.... Pada saat matahari muncul
perlahan-lahan dari balik hutan Tanggal 0 bulan Teratai tahun
itulah, perahu yang Rembulan pun merupakan pesan yang
dinantikan itu akan muncul dari disepakati oleh semua pihak, baik pihak
kelokan sungai di sebelah utara, penari dan pemetik kecapi maupun
menyeruak dari balik kabut, pihak orang yang ingin melihatnya.
diseret alun. Di haluan, akan Waktu itu seolah titian yang harus
terlihat seorang lelaki tua dilalui dengan ketidaksia-siaan.
bercaping memetik kecapi. Kemisteriusan perahu dari mana
Di bagian tengahnya, ada sebuah asalnya dan kemana perginya pun
bilik yang tak pernah diketahui merupakan permainan bahasa antara
isinya. Lantas dibelakang perahu penari dan pemetik kecapi dengan
itu menguntitlah sejumlah besar orang-orang yang melihatnya. Pada
kupu-kupu. (Ajidarma dalam awalnya, permainan itu tidak terjadi
Rampan, 2005, hlm. 321) kerena tidak ada kesepakatan di antara
mereka. Tidak adanya kesepakatan ini
... Sampai saat ini tidak pernah ditandai dengan keingintahuan mereka
diketahui perahu itu berangkat tentang asal dan kemana perahu ini
darimana dan berlabuh di akan pergi. Namun demikian, usaha
mana. Dari tahun ke tahun ada yang mereka lakukan tidak pernah bisa
saja yang berusaha menunggu di terealisasi. Akhirnya, mereka tidak lagi
tepi sungai kelokan utara, ingin tahu asal dan kemana perahu itu
namun mereka yang menunggu pergi, tetapi cukup melihat, mengamati,
itu tidak melihat apa-pa. dan menikmati suguhan yang diberikan
Tahu-tahu perahu sudah oleh penari dan pemetik kecapi di
melewati mereka dan menghilang dalamnya. Ini terlihat pada kutipan
ke timur di kelokan sebelah berikut.
selatan. Sedang mereka yang
mengejar ke arah menghilangnya .... Mereka masih berdiri di
perahu itu tidak pernah tebing, menatap kelokan sungai di
kembali... sebelah utara, di mana perahu
itu muncul di balik kabut. Mereka
”... Wanita yang menari di atas menanti saat ketika perahu itu
perahu itu adalah wanita itu-itu muncul, menyeruak kabut dalam
juga, tapi ia tak pernah sorotan matahari, dengan seorang
bertambah tua, ia selalu menari di wanita mengenakan kimono
sana, menari di haluan perahu di haluan, menarikan sepasang
memainkan dua kipas kipas dengan tubuh yang
ditangannya, berputar dengan bergerak miring ke kiri dan
tubuh miring setengah lingkaran ke kanan sangat perlahan-lahan,
ke kanan, berputar seolah-olah tarian itu tidak akan
setengah lingkaran ke kiri, pernah selesai. Wanita
dengan keseimbangan terjaga. berbedak putih itu akan menari
Tiada seorang pun yang tahu diiringi petikan kecapi seorang
siapa wanita itu dan tiada seorang lelaki tua bercaping yang

201
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

rambutnya panjang terurai hanya berkomunikasi lewat suara


berpakaian compang-camping denting kecapi yang dipetik. Pesan yang
bertambal-tambal seperti disiratkan dalam petikan kecapi itulah
pengemis... (Ajidarma Rampan, yang menjadi permainan bahasa bagi
2005, hlm. 336) mereka berdua.

Permainan bahasa juga terjadi ... Penari itu matanya menunduk,


ketika ada kesepakatan antara penari kelopak matanya setengah
dan pemetik kecapi dengan orang-orang tertutup, sehingga alisnya
paduan suara di atas tebing, walaupun yang segaris di wajahnya yang
orang-orang tersebut bukan berpupur putih nampak begitu
dikehendaki untuk menyanyi oleh jelas, dan karena itu pula
penari dan pemetik kecapi tetapi oleh dipastikan ia tidak pernah saling
dirinya sendiri dalam menangkap pesan memandang dengan lelaki
yang diberikan penari dan pemetik bercaping dan memetik kecapi
kecapi. Ini terlihat pada kutipan berikut di belakang, apalagi lelaki
bercaping itu memetik kecapi
.... Ketika perahu itu muncul di sambil memejamkan mata.
kelokan sebelah utara, menyeruak Namun biarpun mereka tak saling
dari balik kabut yang memandang, orang-orang
berpendar dengan anggun, orang- yang membawa tikar dan rantang
orang di atas tebing itu akan ke atas tebing di tepi sungai itu
segera melakukan sebuah yakin, betapa antara suara
paduan suara yang telah dilatih kecapi dengan gerakan penari
begitu lama sepanjang kipas itu ada percakapan yang
penantian mereka atas peristiwa lebih bisa dipercaya ketulusannya
itu sehingga seolah-olah daripada pernyataan apa
terdengar bagitu jernih, pun dalam bahasa apa saja.
begitu bersih, begitu lembut, (Ajidarma dalam Rampan, 2005,
dan begitu sempurna seolah hlm. 325)
bukan manusialah yang
menyanyikannya. Maka bila Permainan bahasa juga terjadi
perahu itu muncul dari kelokan ketika orang-orang bercakap-cakap
sebelah utara membawa tentang kupu-kupu. Inilah permainan
seorang wanita yang menari bahasa yang bisa diidentikan dengan
dengan sepasang kipas diiringi sebuah ‘peperangan’ menurut Lyotard.
kecapi dalam sorotan cahaya Mereka berkomunikasi seolah dengan
matahari... (Ajidarma dalam membawa segala perlengkapan perang.
Rampan, 2005, hlm. 323). Lyotard (dalam Sarup, 2003, hlm. 266)
percaya bila masing-masing pihak
Selain penari dan pemetik kecapi mengikuti permainan bahasa yang
dengan orang-orang yang melihatnya, berbeda, maka setiap upaya
permainan bahasa juga terjadi antar meyakinkan pihak lain akan menjadi
penari dengan pemetik kecapi itu sebentuk kekerasan tindak-bicara,
sendiri. Mereka saling bermain dengan ketidakadilan, atau pelanggaran aturan
berinteraksi tanpa berkomunikasi permainan percakapan. Kekerasan yang
verbal, tanpa komunikasi visual, dan terjadi dalam dialog antarorang tentang
tanpa komunikasi kinesthetik. Mereka kupu-kupu terlihat pada kutipan berikut

202
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

dapat dikategorikan yang sublim,


”Dalam majalah Scientific pertama, konsep perahu. Perahu di sini
American disebutkan bahwa tidak seperti perahu yang secara umum
dalam sepuluh tahun terakhir telah kita ketahui. Perahu di sini hanya
terjadi penurunan drastis, sampai sebagai sebuah ’entertainer’ yang
50 persen” memunculkan fenomena dan
”Jadi kupu-kupu itu menghibur orang. Kedua, konsep
jumlahnya tinggal 500.000 ?” identitas waktu, yakni tanggal 0 bulan
”Barangkali lebih kurang Teratai tahun Rembulan. Tanggal 0
lagi, karena menurut majalah merupakan tanggal yang tidak ada di
Discover setiap tahun kalender kita secara umum dan Bulan
persentasenya bertambah. Teratai cukup sulit bagi orang untuk
”Wah, gawat, bisa habis membayangkan bagaimana nama itu
dong.” sudah melampaui pemahaman konsep
”Apakah ada hubungannya atau indrawi. Demikian pula, tahun
dengan lubang ozon ?” rembulan, yakni tahun yang sublim. (3)
”Entahlah. Yang jelas, penari berkimono dan pemetik kecapi.
menurut majalah National Mareka tidak diketahui dari mana
Geographic, berkurangnya kemunculannya. Mereka datang tanpa
kupu-kupu yang mengikuti diduga, dan pulang sulit untuk digapai.
perahu itu dari kelokan sebelah Terakhir, (4) konsep kupu-kupu. Kupu-
utara ke kelokan sebelah kupu mengikuti perahu ini seperti ekor
selatan, diimbangi dengan naga dengan jumlah yang tidak sedikit.
merebaknya kupu-kupu jenis Sulit untuk dapat direalisisasikan
yang lain di kota besar”. bagaimana berjuta-juta kupu-kupu mau
”Kupu-kupu apa ?” mengikuti perahu yang isinya hanya
”Kupu-kupu malam” seorang penari dan seorang pemetik
”Hahahaha kecapi. Di sinilah letak ke’sublim’an
(Ajidarma dalam Rampan, kupu-kupu dalam cerpen ini. Paduan
2005, hlm. 328) suara dari orang yang berasal dari
berbagai penjuru dapat menyatu dan
Sementara itu, konsep Yang menyanyikan lagu tanpa ada latihan.
Sublim menurut Kant (dalam Sarup, Mereka berjalan dan melakukan apa
2003, hlm. 266) adalah yang yang mereka kehendaki tanpa suatu
melampaui semua kekuatan arahan namun terarah.
representasi kita, pengalaman yang
tidak dapat dinyatakan dengan mode PENUTUP
pemahaman konseptual atau indrawi
Dari pembahasan dapat
secara memadai, dan yang berbeda
disimpulkan cerpen “Perahu yang
dengan yang indah sejauh tidak
Muncul dari Balik Kabut” karya Seno
menghasilkan keseimbangan atau
Gumira Ajidarma ini merupakan salah
kesesuaian yang harmonis antara kedua
satu cerpen yang bercirikan posmo
kemampuan tersebut. Selain itu yang
berdasarkan konsep postmodernisme
sublim merupakan sarana menyatakan
Lyotard. Kepostmodernan cerpen ini
(dengan analogi) apa yang sama sekali
terletak pada bagaimana kisah perahu
tidak dapat diungkapkan.
dan kupu-kupu yang dapat dijadikan
Dari uraian tersebut, cerpen ini
sebagai tanda atau simbol makna yang
setidaknya melihat ada banyak hal yang
bergeser antara penanda dan

203
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 189—205

petandanya, dari totalitas menjadi Korrie Layun Rampan (Ed.),


fragmentasi, dan dari permainan bahasa Tokoh-tokoh cerita pendek
dan yang sublim. Konsep perahu dan Indonesia (hlm. 320-336).
kupu-kupu yang terdapat dalam cerpen Jakarta: PT Grasindo.
ini bergeser dari makna referensinya.
Hal ini dikarenakan perahu di sini tidak Endaswara, S. (2013). Metode
seperti perahu yang secara umum telah penelitian sastra: Epistemologi,
diketahui. Perahu di sini hanya sebagai model, teori, dan aplikasi.
sebuah entertainer yang memunculkan Yogyakarta: CAPS (Center for
fenomena dan menghibur orang. Academic Publishing Service).
Kemudian, identitas waktu yang
dimunculkan perahu hanya hadir setiap Lubis, A.Y. (2014). Postmodernisme:
tanggal 0, bulan Teratai, tahun Teori dan metode. Jakarta:
Rembulan yang menunjukkan identitas RajaGrafindo Persada.
waktu yang tidak ada dalam kalender
secara umum. Ini menunjukkan tanggal, Meleong, L. J. (2002). Metode
waktu, dan tahun merupakan waktu penelitian kualitatif. Bandung:
yang tidak umum. Perahu juga Remaja Rosda Karya.
dimunculkan sebagai tanda baru bagi
kehidupan dan harapan yang selalu Nawawi, H. (2007). Metode penelitian
dinantikan. Ini merupakan sebuah tanda bidang sosial. Yogyakarta:
yang dijadikan fenomena yang Gadjah Mada University Press.
menunjukkan orang-orang masih
percaya pada kehadiran sebuah mitos. Nurhadi. (2004). Analisis hegemoni
Sementara itu, kupu-kupu yang pada ”Iblis Tidak Pernah Mati”
dihadirkan sebagai makhluk yang karya Seno Gumira Ajidarma.
menyuguhkan keindahan yang selalu Tesis. Yogyakarta: Program Studi
mengikuti laju perahu yang selalu Ilmu Sastra Program Pascasarjana
terbang di malam hari. Mereka berjalan Universitas Gadjah Mada.
dan melakukan apa yang mereka
kehendaki tanpa suatu arahan namun Piliang, Y. A. 2003. Hipersemiotika:
terarah selalu mengikuti ke mana Tafsir cultural sudies atas
perahu itu pergi. Keindahan kupu-kupu ”Matinya Makna”. Bandung:
yang dihadirkan dalam cerpen ini Jalasutra.
dimaknai juga sebagai kupu-kupu
malam. Perbedaannya dengan kupu- Rusbiantoro, D. (2001). Bahasa
kupu yang sebenarnya, di mana dekonstruksi dalam artikel
keindahan kupu-kupu dapat dinikmati Foucault dan Derrida.
oleh semua khalayak sementara Yogyakarta: Tiara Wacana
keindahan kupu-kupu yang dihadirkan Yogya.
dalam cerpen ini tidak bisa dinikmati
oleh semua khalayak hanya kalangan Sarup, M. (2003). Postrukturalisme dan
tertentu saja, yaitu kaum laki-laki. posmodernisme: Sebuah
pengantar kritis (Medhy Aginta
DAFTAR PUSTAKA Hidayat, penerjemah). 2003.
Yogyakarta: Jendela.
Ajidarma, S. G. (2005). Perahu yang
muncul dari balik bukit. Dalam

204
Fitria: Perahu dan Kupu-Kupu: Analisis Postmodern…

Sugiharto I. B. (1996). Sastra Program Pascasarjana


Postmodernisme: Tantangan Universitas Gadjah Mada.
bagi filsafat. Yogyakarta:
Kanisius Swaratyagita, G. (2005). Roman
“Negeri Senja” karya Seno
Supena, A. (2013). Puitika Gumira Ajidarma: Dari
postmodernisme dalam novel simbolisasi hingga hegemoni.
”Kitab Omong Kosong” karya Tesis. Program Pascasarjana
Seno Gumira Ajidarma. Tesis. Universitas Airlangga.
Yogyakarta: Program Studi Ilmu

205

Anda mungkin juga menyukai