Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

CERPEN

MATA PELAJARAN:

BAHASA INDONESIA

OLEH KELOMPOK 6

1}. M.NASRUL HASANUDDIN

2}. AHMAD YANI

3}. ARDI SAFARI

4}. HANDRE

5}. YAHYA

6}. SURYADI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Menulis adalah suatu kegiatan menuangkan ide atau pemikiran
yang berbentuk pesan ke dalam media tulis. Cerpen menurut KBBI adalah karangan
pendek yang berbentuk prosa. Dalam cerpen diceritakan sepenggal kehidupan tokoh
yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan, atau menyenangkan dan
mengandung pesan yang tak mudah dilupakan. Kisah yang diungkapkan dalam cerpen
bisa bertolak pada realitas atau rekaan yang dibungkus oleh imajinasi, atau juga kisah
imajinasi yang dihubungkan dengan realitas. Dengan itu dapat dipahami oleh pembaca
dan pembaca pun memperoleh hiburan batin atau pengalaman batin dalam menikmati
nilai sastra yang terdapat di dalamnya. Sedangkan suatu cerita dapat diperoleh
melalui sesuatu yang dipikirkan, yang disaksikan, atau yang dialami oleh pengarang
sendiri dan kemudian direka-reka menjadi suatu karya yang bernilai. Cerpen juga
merupakan karya sastra. Dalam hal ini akan di kaji oleh penulis mengenai menulis
teknis atau praktis cerpen. Sebagai generasi masa depan, kita sebagai generasi muda
haruslah giat melakukan kegiatan menulis. Supaya kegiatan menulis tidak hilang
dimakan zaman yang semakin modern ini yang penuh dengan ilmu-ilmu baru, yang
bisa mengecoh anak-anak bangsa terhadap masa depan bangsanya. Selain dari itu kita
juga ikut mengembangkan dan melestarikan budaya menulis agar tetap ada dan bisa
menuangkan segala ide dan pemikiran dalam sebuah media tulis.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah


dalam makalah ini adalah:

Apa pengertian cerpen?

Bagaimana sejarah cerpen?

Bagaimana ciri-ciri cerpen?


Apa saja jenis-jenis cerpen?

Apa saja aliran-aliran cerpen?

Bagaimana struktur cerpen?

Apa saja unsur-unsur cerpen?

bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal
sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait
istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah Sastra Indonesia sering kali, diartikan sebagai
cerita tentang binatang sebagai pemeran(tokoh) utama. Cerita fabel yang populer
misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya. Selanjutnya, jenis cerita berkembang
meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya
Joko Dolog. Mite atau mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan
kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul.
Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul
terjadinya suatu tempat. Contoh Banyuwangi. Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek,
yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti
perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau
tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam
Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa hingga
abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley
diterbitkan. Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita- cerita
tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey
Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini
disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke
fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif
yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak
diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita- cerita
pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya Matteo
Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah
novella digunakan untuk merujuk pada cerita- cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang
diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada
1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan
yang paling terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern
pertama Seribu Satu Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya
muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita
pendek Eropa karya Voltaire, Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18. 2. Cerita-cerita
pendek modern Cerita-cerita pendek modern muncul sebagai genrenya sendiri pada
awal abad ke-19. Contoh-contoh awal dari kumpulan cerita pendek termasuk Dongeng-
dongeng Grimm Bersaudara (1824–1826), Evenings on a Farm Near Dikanka (1831-1832)
karya Nikolai Gogol, Tales of the Grotesque and Arabesque (1836), karya Edgar Allan
Poe dan Twice Told Tales (1842) karya Nathaniel Hawthorne. Pada akhir abad ke-19,
pertumbuhan majalah dan jurnal melahirkan permintaan pasar yang kuat akan fiksi
pendek antara 3 hingga 15 kata panjangnya. Di antara cerita-cerita pendek terkenal
yang muncul pada periode ini adalah "Kamar No. 6" karya Anton Chekhov. Pada
paruhan pertama abad ke-20, sejumlah majalah terkemuka, seperti The Atlantic
Monthly, Scribner's, dan The Saturday Evening Post, semuanya menerbitkan cerita
pendek dalam setiap terbitannya. Permintaan akan cerita-cerita pendek yang
bermutu begitu besar, dan bayaran untuk cerita-cerita itu begitu tinggi, sehingga F.
Scott Fitzgerald berulang-ulang menulis cerita pendek untuk melunasi berbagai
utangnya. Permintaan akan cerita-cerita pendek oleh majalah mencapai puncaknya
pada pertengahan abad ke-20, ketika pada 1952 majalah Life menerbitkan long cerita
pendek Ernest Hemingway yang panjang (atau novella) Lelaki Tua dan Laut. Terbitan
yang memuat cerita ini laku 5.300 eksemplar hanya dalam dua hari.

Adapun yang menjadi ciri khusus cerpen, di antaranya sebagai berikut.

Isinya cenderung kurang kompleks;

Fokus cerita terpusat pada satu kejadian;

Hanya menggunakan satu alur cerita yang rapat;

Tokoh dalam cerpen sangat terbatas dan diulas secara sekilas;

Setting yang digunakan biasanya tunggal;

Tempo waktunya relatif pendek;

Menampilkan konflik yang tidak menimbulkan perubahan nasib pada tokohnya.

D. Jenis-jenis Cerpen 1. Jenis cerpen berdasarkan jumlah katanya Berdasarkan jumlah


katanya, cerpen dipatok sebagai karya sastra berbentuk prosa fiksi dengan jumlah
kata berkisar antara 750–10 kata. Berdasarkan jumlah katanya, cerpen dapat
dibedakan menjadi 3 tipe, yakni: a. Cerpen mini (flash), cerpen dengan jumlah kata
antara 750–1. buah. b. Cerpen yang ideal, cerpen dengan jumlah kata antara 3– 4000
buah. c. Cerpen panjang, cerpen yang jumlah katanya mencapai angka 10. buah. 2.
Jenis cerpen berdasarkan teknik mengarangnya a. Cerpen sempurna (well made short-
story) Cerpen yang terfokus pada satu tema dengan plot yang sangat jelas, dan ending
yang mudah dipahami. Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat konvensional dan
berdasar pada realitas (fakta). Cerpen jenis ini biasanya enak dibaca dan mudah
dipahami isinya. Pembaca awam bisa membacanya dalam tempo kurang dari satu jam
b. Cerpen tak utuh (slice of life short-story)

Cerpen yang tidak terfokus pada satu tema (temanya terpencar- pencar), plot
(alurnya) tidak terstruktur, dan kadang-kadang dibuat mengambang oleh cerpenisnya.
Cerpen jenis ini pada umumnya bersifat kontemporer, dan ditulis berdasarkan ide-ide
atau gagasan- gagasan yang orisinal, sehingga lazim disebut sebagai cerpen ide
(cerpen gagasan). Cerpen jenis ini sulit sekali dipahami oleh para pembaca awam
sastra, harus dibaca berulang kali baru dapat dipahami sebagaimana mestinya. Para
pembaca awam sastra menyebutnya cerpen kental atau cerpen berat.

E. Aliran-aliran Cerpen Aliran-aliran cerita pendek merupakan filosofi dasar yang


mencirikan pengucapan sastra seorang sastrawan. Hingga kini telah dikenal puluhan
aliran jenis-jenis cerita pendek. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Realisme Adalah aliran dalam kesusastraan yang melukiskan suatu keadaan secara
sesungguhnya. H. Jasssin menjelaskan dalam realisme digambarkan keadaan seperti
yang sebenarnya yang terlihat oleh mata. Pengarang melukiskan dengan teliti tanpa
prasangka, tanpa tercampur tafsiran, tidak memaksakan kehendaknya sendiri
terhadap pelaku dan pembacanya. Pengarang sendiri berada di luar tanpa ikut campur
dalam cerita. Ia sebagai penonton yang obyektif. Tidak melukiskan lebih bagus atau
lebih jelek dari kenyataan. Realisme muncul pada abad ke 18 tapi baru berkembang
pada abad 19 dan awal abad 20. Kaum realis menentang romantisme yang mereka
anggap cengeng dan berlebihan. Kaum realis lebih memilih tokoh-tokoh sederhana
dan umum. Hal-hal bersifat ideal ditolak. Itulah sebabnya karya realisme banyak
berkisar pada golongan masyarakat bawah, seperti kaum tani, buruh, gelandangan,
pelacur, gangster, dsb.

Impresionisme

Merupakan cabang dari naturalisme, yaitu aliran kesusastraan yang menekankan


pada takdir. Takdir ini ditentukan oleh unsur biologis dan lingkungan. Berasal dari
kata to determine yang berarti menentukan atau paksaan nasib. Dr. J. Badudu
mengatakan bukan nasib yang ditentukan oleh Tuhan melainkan nasib yang
ditentukan oleh keadaan masyarakat sekitar, seperti kemiskinan, penyakit
keturunan, dan kesulitan akibat perang. Inti pokoknya adalah penderitaan seseorang.
Jahatkah, melaratkah, penyakitankah, bukan karena takdir Tuhan namun karena
lingkungan yang buruk. Penganutnya berangkat dari paham materialisme dan
karenanya tidak percaya bahwa Tuhanlah yang menakdirkan demikian. Contoh: Tokoh
Yah dalam Belenggu, Armijn Pane. Neraka Dunia, Katak hendak jadi Lembu - Nur St
Iskandar. Pada Sebuah kapal - NH Dini, Atheis Achdiat K. Mihardja. 6. Ekspresionisme
Dijelaskan oleh Dr. H. Jassin bahwa sampainya orang pada aliran ekspresionisme
karena manusia dengan jiwanya yang paling dalam cuma bisa dilukiskan oleh seniman
yang mengenali manusia itu sampai pada pikiran dan perasaannya yang paling dalam,
kesedihan dan kesengsaraannya, ketinggian rasa susila, dan kerendahan hawa
nafsunya. Untuk melahirkan manusia yang sebenarnya, si pengarang harus seolah-
olah masuk ke dalam tokoh-tokohnya, dan ia tak bisa meniadakan dirinya sama
sekali, tapi turut aktif dalam jiwa tokoh itu. Pada mulanya ia sebagai penonton pasif,
yaitu melihatnya secara obyektif tapi kemudian menjadi aktif sebagai pemain yang
subyektif yang turut menyatakan dirinya. Maka sampailah ia pada ekspresi yaitu
pengucapan jiwanya yang melahirkan ekspresionisme. 7. Romantisme Mengutamakan
perasaan. Ada anggapan romantisme adalah penyakit kaum muda yang belum banyak
mengecap pengalaman dunia. Mereka mengukur segalanya dengan intuisi dan
perasaan tanpa menggunakan otak. Oleh sebab itu romantisme bisa dikatakan aliran
yang mementingkan

penggunaan bahasa yang indah, mengawang ke alam mimpi. Karya romantisme ada
yang cengeng, yang melukiskan kecengengan jiwa remaja yang berlagu tentang
kecerahan bulan, menyanyi di lindungan pohon dengan beribu bunga di taman indah
permai. Ada pula karya romatisme yang dewasa karena ditempa oleh pengalaman dan
pengetahuan yang bila dituangkan dalam karya sastra bisa sangat mengharukan.
Karya Shakespeare, Romeo dan Yuliet, misalnya adalah karya yang agung. Demikian
pula Les Mirables, karya Victor Hugo juga Daniel Defoe (1660- 1731). 8. Idealisme Drs.
Sabarudin Ahmad dalam pengantar sastra Indonesia (Medan, Saiful 1975) mengatakan
bahwa aliran idealisme adalah aliran romantik yang mendasarkan cita-citanya pada
cita-cita si penulis atau kepada ide pengarang semata. Pengarang idealis memandang
jauh ke depan ke masa datang dengan segala kemungkinan yang sangat diharapkan
akan terjadi. Jadi tak ubahnya ramalan indah dari seorang penulis. Lukisan yang
idealisme sudah tentu umumnya indah dan menawan. Contoh Tokoh Tuli dalam layar
Terkembang. Merasa mampu mewujudkan cita-citanya mengangkat harkat martabat
kaum wanita sebagai mana dicita-citakan R. Kartini. Umumnya fiksi Indonesia
sebelum perang banyak yang menunjukkan idealisme kuat, seperti Siti Nurbaya,
Pertemuan Jodoh, Katak hendak jadi lembu. 9. Surealisme Muncul di Prancis antara PD
I dan PD II. Tokoh surealis berusaha menggambarkan suatu dunia mimpi, tapi
penafsirannya mereka serahkan pada pembaca atau audiens. J. Badudu mengatakan
surealisme realitasnya bercampur dengan angan-angan. malah angan-angan amat
memengaruhi bentuk lukisan. Pelukisan dalam surealisme melompat- lompat .Karena
itu amat sulit mengikuti karya surealisme. Pembaca harus menyatukan dalam
pikirannya lukisan yang seakan-akan bertaburan apalagi karena pengarang seakan
mengabaikan tata bahasa, pikiran tampak
Upaya memahami karya sastra dapat dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur
dalam (intrinsik). Unsur-unsur dalam sebuah karya sastra memiliki keterkaitan satu
dengan lainnya. Berikut ini unsur-unsur intrinsik yang ada dalam karya sastra. a. Tema
Tema dapat diperoleh setelah kita membaca secara menyeluruh (close reading) isi
cerita. Tema yang diangkat biasanya sesuai dengan amanat atau pesan yang hendak
disampaikan oleh pengarangnya. Tema menyangkut ide cerita. Tema menyangkut
keseluruhan isi cerita yang tersirat dalam cerpen. Tema dalam cerpen dapat
mengangkat masalah persahabatan, cinta kasih, permusuhan, dan lain-lain. Hal yang
pokok adalah tema berhubungan dengan sikap dan pengamatan pengarang terhadap
kehidupan. Pengarang menyatakan idenya dalam unsur keseluruhan cerita. b. Jalan
cerita dan alur Alur tersembunyi dibalik jalan cerita. Alur merupakan bagian
rangkaian perjalanan cerita yang tidak tampak. Jalan cerita dikuatkan dengan
hadirnya alur. Sehubungan dengan naik turunnya jalan cerita karena adanya sebab
akibat, dapat dikatakan pula alur dan jalan cerita dapat lahir karena adanya konflik.
Konflik tidak harus berisikan pertentangan antar orang per orang. Konflik dapat hadir
dalam diri sang tokoh dengan dirinya maupun dengan lingkungan di sekitarnya. Hal
yang menggerakkan kejadian cerita adalah plot. Suatu kejadian baru dapat disebut
cerita kalau di dalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian
berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan konflik. Adapun
kehadiran konflik harus ada sebabnya. Secara sederhana, konflik lahir dari mulai
pengenalan hingga penyelesaian konflik. Untuk lebih jelasnya, urutan tingkatan
konflik adalah sebagai berikut.

Rounded rectangle: pengenalan konflik → timbul permasalahan → permasalahan →


memuncak → permasalahan mereda → penyelesaian masalah. c. Tokoh dan
perwatakan Cara tokoh dalam menghadapi masalah maupun kejadian tentunya
berbeda-beda. Hal ini disebabkan perbedaan latar belakang (pengalaman hidup)
mereka. Dengan menggambarkan secara khusus bagaimana suasana hati tokoh, kita
lebih banyak diberi tahu latar belakang kepribadiannya. penulis yang berhasil
menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya berati berhasil pula dalam
menghidupkan tokoh. Dalam perwatakan tokoh dapat diamati dari hal-hal berikut:

Apa yang diperbuat oleh para tokoh;

Melalui ucapan-ucapan tokoh;

Melalui penggambaran tokoh;

Melalui pikiran-pikirannya;
Melalui penerangan langsung. d. Latar (setting) Latar (setting) merupakan salah satu
bagian cerpen yang dianggap penting sebagai penggerak cerita. Setting
mempengaruhi unsur lain, semisal tema atau penokohan. Setting tidak hanya
menyangkut lokasi di mana para pelaku cerita terlibat dalam sebuah kejadian. Adapun
penggolongan setting dapat dikelompokkan dalam setting tempat, setting waktu, dan
setting sosial. e. Sudut pandang (point of view) Point of view berhubungan dengan
siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen? Cara yang dipilih oleh pengarang
akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini dikarenakan watak dan pribadi
si pencerita akan banyak menentukan cerita yang dituturkan pada pembaca. Adapun
sudut pandang pengarang terdiri dari empat macam, yaitu sebagai berikut.

Hal lain yang termasuk unsur sastra adalah unsur ekstrinsik. Unsur ini berada di luar
karya sastra itu sendiri. Misalnya nama, penerbit, tempat lahir pengarang, harga
buku, hingga keadaan di sekitar saat karya sastra tersebut ditulis. 2. Unsur ekstrinsik
cerpen Unsur ekstrinsik cerpen merupakan sebuah unsur yang membentuk cerpen
dari luar, berbeda dengan unsur intrinsik cerpen yang membentuk cerpen dari dalam.
Unsur ekstrinsik cerpen tidak terlepas dari keadaan masyarakat saat di mana cerpen
tersebut dibuat oleh pengarang. Unsur ini sangat memiliki banyak sekali pengaruh
terhadap penyajian amanat ataupun latar belakang dari cerpen tersebut. Berikut
unsur ekstrinsik cerpen. a. Latar belakang masyarakat Latar belakang masyarakat
yaitu suatu pengaruh dari kondisi latar belakang masyarakat terhadap terbentuknya
sebuah jalan cerita. Pemahaman tersebut dapat berupa pengkajian Ideologi negara,
kondisi politik, sosial masyarakat, sampai dengan kondisi ekonomi pada masyarakat
itu sendiri. b. Latar belakang pengarang Latar belakang pengarang dapat meliputi
pemahaman pengarang terhadap sejarah hidup serta sejarah hasil karangan yang
telah dibuat sebelumnya.

Biografi Biografi biasanya berisikan tentang riwayat hidup pengarang cerita tersebut
yang ditulis secara keseluruhan.

Kondisi psikologis Kondisi psikologis berisi tentang pemahaman kondisi mood ketika
pengarang menulis kisah cerita tersebut.

Aliran sastra Aliran sastra seorang pengarang pastinya akan mengikuti suatu aliran
sastra tertentu. Hal tersebut sangatlah berpengaruh

terhadap gaya penulisan yang dipakai oleh pengarang dalam menciptakan sebuah
kisah dalam cerpen tersebut.

Anda mungkin juga menyukai