Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Teori Strukturalisme dalam Pengkajian Sastra

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Sastra

MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

SEKOLAH PASCASARJANA

2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sastra, adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti
orisinalitas, nilai artistik, dan estetika dalam isi dan pengungkapannya (Sudjiman, 1990:71).
Karya sastra merupakan media bagi pengarang untuk menuangkan dan mengungkapkan ide-
ide hasil perenungan tentang makna dan hakikat hidup yang dialami, dirasakan, dan
disaksikan. Seorang pengarang sebagai salah satu anggota masyarakat yang kreatif dan
selektif ingin mengungkapkan pengalamannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari
kepada para penikmatnya (Tarigan, 1984:10). Sebagai karya seni yang mengedepankan nilai
estetis (keindahan), karya sastra tidak hanya mengandung hikmah atau pelajaran berharga
tentang kehidupan yang mahaluas tetapi juga memberikan hiburan sekaligus kenikmatan bagi
pembacanya yang sulit ditemukan dalam karya lain. Dengan demikian, karya sastra yang
berbobot literer dapat berfungsi untuk memperjelas, memperdalam, dan memperluas
wawasan serta penghayatan manusia tentang hakikat kehidupan. Pendek kata, karya sastra
yang baik mampu memperkaya khasanah batin pembacanya, bukan hanya memberikan
hiburan dan kenikmatan semata yang terkadang bersifat profan. (Al-Ma’ruf, 2017: 4).
Karya sastra merupakan media bagi pengarang untuk menuangkan dan
mengungkapkan ide-ide hasil perenungan tentang makna dan hakikat hidup yang dialami,
dirasakan dan disaksikan. Seorang pengarang sebagai salah satu anggota masyarakat yang
kreatif dan selektif ingin mengungkapkan pengalamannya dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari kepada para penikmatnya (Tarigan, 1984:10). Untuk menemukan nilai-nilai, pesan
moral, atau tepatnya gagasan-gagasan yang terkandung dalam karya sastra tentu diperlukan
seperangkat teori. Ada banyak teori ataupun cara untuk dapat menemukan nilai-nilai dalam
karya sastra yang penting bagi kehidupan manusia. Teori-teori tersebut diibaratkan sebagai
pisau untuk mengkaji (menganalisis) suatu karya sastra.Dan pada dasarnya, setiap karya
sastra akan cocok untuk dipahami dengan menggunakan pendekatan tertentu, sesuai dengan
karakteristik masing-masing.
Namun pada kenyataannya, tidak semua pembaca dan penikmat sastra memahami
berbagai teori dalam pengkajian sastra sehingga terkadang ada pengkajian yang belum
sepenuhnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penulis karya sastra tersebut.
Dari pemaparan tersebut makalah ini disajikan untuk membahas teori strukturalisme
sebagai salah satu upaya mengkaji suatu karya sastra.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa hakikat teori strukturalisme?


2. Apa sajakah tujuan teori strukturalisme dalam pengkajian karya sastra?
3. Apa kelebihan dan kekurangan teori strukturalisme?
4. Bagaimanakah langkah-langkah pengkajian karya sastra dengan menggunakan teori
strukturalisme?
5. Bagaimanakan contoh analisis structural karya sastra novel?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan makalah ini yaitu:

1. Mendeskripsikan hakikat teori strukturalisme.

2. Mendeskripsikan tujuan teori strukturalisme dalam pengkajian karya sastra.


3. Mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan teori strukturalisme.

4. Mendeskripsikan langkah-langkah pengkajian karya sastra dengan menggunakan teori


strukturalisme.

5. Mendeskripsikan contoh kajian strukturalisme karya sastra novel

D. Manfaat

Manfaat makalah ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Teoretis
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu mahasiswa, guru dan praktisi
pendidikan mengenai teori strukturalisme dalam pengkajian karya sastra.
b. Praktis
Mahasiswa, guru, dan praktisi pendidikan meningkatkan keterampilan untuk
mengaplikasikan teori strukturalisme dalam mengkaji karya sastra.

BAB II

PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas mengenai:

A. Hakikat Teori Strukturalisme


Menurut Piaget (dalam Zaimar, 1991:20), strukturalisme adalah: "Semua doktrin atau
metode yang dengan suatu tahap abstraksi tertentu menganggap objek studinya bukan
hanya sekadar sekumpulan unsur yang terpisah-pisah, melainkan suatu gabungan unsur-
unsur yang berhubungan satu sama lain sehingga yang satu tergantung pada yang lain dan
hanya dapat didefinisikan dalam dan oleh hubungan perpadanan dan pertentangan dengan
unsur-unsur lainnya dalam suatu keseluruhan. Dengan kata lain, semua doktrin yang
menggunakan konsep struktur dan yang menghadapi objek studinya sebagai struktur. Jadi,
pengertian totalitas dan sikap saling berhubungan adalah ciri-ciri strukturalisme."
Bagi Piaget (dalam Hawkes, 1978:16), struktur sebagai jalinan unsur yang membentuk
kesatuan dan keseluruhan dilandasi oleh tiga landasan dasar, yakni (1) gagasan kebulatan,
(2) gagasan transformasi, dan (3) gagasan pengaturan diri. Sebagai kebulatan struktur,
unsur-unsur di dalamnya tidak berdiri sendiri dalam keseluruhan makna. Bahan-bahan
yang ada diproses melalui transformasi sehingga struktur itu tidak statis melainkan
dinamis. Keseluruhan (wholeness), unsur-unsur menyesuaikan diri dengan seperangkat
kaidah intrinsik yang menentukan, baik keseluruhan stuktur maupun bagian-bagiannya;
tansformasi (transformation) struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang
memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Selanjutnya, untuk mempertahankan
transformasinya, struktur tidak memerlukan bantuan di luar dirinya (Pradopo, 1989:502).
Keteraturan yang mandiri (self regulation), artinya, struktur tidak memerlukan hal di luar
dirinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain.
Menurut Hawks (1978:17-18 dalam Pradopo dkk., 2001:54-55) strukturalisme adalah:
a. Cara berpikir tentang dunia yang dikaitkan dengan persepsi struktur.
b. Pada hakikatnya dunia ini tersusun dari hubungan-hubungan dari benda-benda itu
sendiri.
c. Setiap unsur tidak memiliki makna sendiri-sendiri, kecuali dalam hubungannya
dengan unsur lain sesuai dengan posisisnya di dalam, keseluruhan struktur.
d. Struktur merupakan sebuah sistem yang terdiri atas sejumlah unsur yang di antaranya
tidak satupun dapat mengalami perubahan tanpa menghasilkan perubahan dalam semua
unsur lain.

Secara historis pendekatan ini dapat ditelusuri pada zaman Aristoteles dengan
pertimbangan bahwa sebuah tragedi terdiri atas unsur-unsur kesatuan, keseluruhan,
kebulatan, dan keterjalinan. Organisasi atas keempat unsur itulah yang kemudian
membangun stuktur puisi. Pendekatan struktural dengan demikian memusatkan perhatian
semata-mata pada unsur-unsur, yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis
yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti
aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainya, termasuk biografi.
Oleh karena itulah, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi, analisis ergocentric,
pembacaan mikroskopi (Ratna, 2004: 73).
Secara definitif strukturalis memberikan perhatian terhadap analisis unsur-unsur karya.
Setiap karya sastra, baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda, memiliki
unsur-unsur yang berbeda. Di samping sebagai akibat ciri-ciri inheren tersebut, perbedaan
unsur juga terjadi sebagai akibat dari perbedaan proses resepsi pembaca. Dalam hubungan
inilah karya sastra dikatakan memiliki ciri-ciri yang khas, otonom, tidak bisa
digeneralisasikan.
Sesuai dengan teori Abrams, pendekatan strukturalisme disebut dengan pendekatan
objektif, yaitu melihat karya sastra sebagai struktur otonom, berdiri sendiri, terlepas dari
unsur yang berada di luar dirinya. Telaah sastra dalam pendekatan ini melihat karya sastra
sebagai sesuatu yang terlepas dari unsur sosial budaya, pengarang, dan pembacanya.
Karena itu, semua hal yang berada di luar karya, seperti biografi pengarang, psikologi,
sosiologi, dan sejarah, tidak diikutsertakan dalam analisis. Menurut Teeuw (2003: 111),
yang diperlukan dalam pendekatan ini adalah close reading, yaitu pembacaan secara
mikroskopis atas karya sastra sebagai ciptaan bahasa. Aristoteles (dalam Teeuw,
2003:100-102), mengenalkan strukturalisme dalam konsep wholeness, unity, complexity,
dan coherence, yang memandang bahwa keutuhan makna bergantung pada keseluruhan
unsur. Wholeness atau keseluruhan; unity, berarti semua unsur harus ada; complexity,
berarti luasnya ruang lingkup harus memungkinkan perkembangan peristiwa yang masuk
akal; coherence, berarti sastrawan bertugas untuk menyebutkan hal-hal yang mungkin atau
yang harus terjadi sesuai konsistensi logika cerita.

Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas
yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur (pembangun)-nya. Di satu pihak,
struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua
bahan dan bagian yang menjadi komponennya secara bersama membentuk kebulatan yang
indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2012: 36). Di pihak lain struktur karya sastra juga
menyarankan pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik,
saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan
yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian-bagian
terseut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Tiap bagian akan menjadi berarti dan
penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian lain, serta bagaimana
sumbangannya terhadap keseluruhan wacana (Nurgiyantoro, 2012: 36).

Setiap penilaian akan memberikan hasil yang berbeda. Meskipun demikian perlu
dikemukakan unsur-unsur pokok yang terkandung dalam ketiga jenis karya,yaitu: prosa,
puisi, dan drama.
Unsur-unsur prosa, di antaranya: tema, peristiwa atau kejadian, latar atau seting,
penokohan atau perwatakan, alut atau plot, sudut pandang,dan gaya bahasa.
Unsur-unsur puisi, di antaranya: tema, stilistika atau gaya bahasa,imajinasi atau daya
bayang, ritme atau irama, rima atau persajakan,diksi atau pilihan kata, simbol, nada, dan
enjambemen.
Unsur-unsur drama, dalam hubungan ini drama teks, di antaranya:tema, dialog, monolog,
latar, dan peristiwa.
Pada perkembangannya, teori strukturalisme akan membentuk cabang yaitu:
strukturalisme (klasik), strukturalisme genetik, dan strukturalisme

B. Tujuan Teori Strukturalisme dalam Pengkajian Karya Sastra


Menurut Culler (1975:3), dalam menganalisis karya sastra dengan pendekatan
strukturalisme, orang harus memfokuskan kajiannya pada landasan linguistik. Adapun
aspek-aspek karya sastra yang dikaji dalam pendekatan strukturalisme ini adalah tema,
alur, latar, penokohan, gaya penulisan, dan hubungan antaraspek yang membuatnya
menjadi karya sastra. Teeuw (1984:135-136) menandaskan, bahwa tujuan analisis
struktural adalah membongkar dan memaparkan secermat mungkin keterkaitan dan
keterjalinan berbagai unsur yang secara bersama sama membentuk makna. Yang penting
bagaimana berbagai gejala itu memberikan sumbangan dalam keseluruhan makna dalam
keterkaitan dan keterjalinannya, serta antara berbagai tataran yakni fonemik, morfologis,
sintaksis dan semantik. Keseluruhan makna yang terkandung dalam teks akan terwujud
hanya dalam keterpaduan struktur yang bulat. Pertama-tama kaum strukturalis
memandang wujud sebagai suatu keseluruhan, sebagai sesuatu yang utuh, yang setelah
dianalisis ditemukan sebab-sebab keutuhan itu. Meskipun demikian struktur tersebut
tidaklah statis sebagai konsekuensi manusia sebagai homo significant. Manusia, menurut
Barthes, terus-menerus ingin memberi makna kepada benda-benda (1972:153) dengan
menciptakan suatu konteks yang baru sebagaimana dinyatakan Culler (dalam Teeuw,
1978:261). Pendekatan strukturalisme sangat populer. Oleh karena itu, pendekatan itu
sering digunakan dalam telaah sastra, atau untuk mengajarkan sastra di sekolah.
Pendekatan itu dipandang lebih mudah untuk dilaksanakan, karena memfokuskan analisis
pada unsur-unsur dan hubungan antarunsur yang membangun karya itu.
C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Strukturalisme
1. Kelebihan
Menurut Semi (1993: 70) analisis karya sastra dengan pendekatan strukturalisme memiliki
berbagai kelebihan, di antaranya:
(1) pendekatan struktural memberi peluang untuk melakukan telaah atau kajian sastra
secara lebih rinci dan lebih mendalam,
Tidak dipungkiri bahwa teori ini memiliki ketelitian yang sangat tinggi dalam
mengkaji dan mencermati karya sastra secara objektif. Struktur dalam karya sastra
dicermati dan dikupas satu demi satu untuk kemudian mengkaji hubungan di antara
struktur tersebut. Kegiatan ini memberi hasil yang sangat baik dalam menelaah karya
sastra sehingga memberi peluang yang lebih besar untuk mendapatkan kajian rinci dan
mendalam atas sebuah karya sastra.
(2)pendekatan ini mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya
mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya,
Hal yang sangat baik adalah ketika suatu pengkajian tidak terpengaruh oleh banyak hal
di luar karya yang dikaji. Karena bila terlalu kuat dipengaruhi, akan membawa bias
dalam pengkajian sehingga mengaburkan hasil kajian karena cenderung subjektif.
Pendekatan strukturalisme hanya mempersoalkan apa yang ada pada diri karya
tersebut sehingga akan membawa hasil kaijan yang lebih jelas dan objektif.
(3)memberi umpan balik kepada penulis sehingga dapat mendorong penulis untuk menulis
secara lebih berhati-hati dan teliti.
Ketika hasil kajian hanya berkutat pada objek yaitu karya sastra itu sendiri, hasil kajian
akan sangat teliti, objektif, dan terang-benderang. Hal ini akan membawa dampak
yang sanagat baik bagi pengarang untuk Ketika menghasilkan karya berikutnya,
cenderung berusaha lebih berhati-hati. Hal ini dimungkinkan terjadi karena pengarang
tahu bahwa kajian strukturalisme akan secara jeli menangkap sisi tersembunyi sebuah
karya sastra sehingga pengarang mengupayakan secara maksimal untuk menghasilkan
karya yang terbaik dari dirnya.
2. Kekurangan
(1)Belum memiliki syarat sebagai teori yang tepat dan lengkap untuk diterapkan dalam
analisis teks sastra.
Hal ini dianggap sebagai kekurangan teori strukturalisme karena teori yang
dimunculkan hanya memandang struktur sebagai objek kajian. Padahal dapat diketahui
secara pasti bahwa karya sastra tidak datang secara tiba-tiba sebagai sebuah objek. Dia
dihasilkan oleh subjek yang tak dapat dipisahkan dari objek hasil karyanya.
(2)Karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, sebab harus dipahami dalam rangka
sistem sastra dengan latar belakang sejarah.
Hampir sama dengan penjelasan pada poin (1), bahwa karya sastra selalu terkait dengan
unsur ekstrinsiknya. Objek tersebut hadir membawa kaitan dengan pengarangnya dan
segenap latar belakang yang menyertainya. Namun teori strukturalisme menolak ini.
Mereka hanya mengakui objek yaitu karya sastra itu sendiri.
(3) Karya sastra dipisahkan dengan pembacanya selaku pemberi makna.
Tak berbeda jauh dengan penjelasan pada poin (2), strukturalisme hanya mengakui dan
menyorot struktur sebagai karya yang benar-benar nyata, seolah pengarangnya adalah
seseorang yang tidak nyata. Hal ini membawa dampak pada subjek penikmat karya
sastra yang juga dianggap tak nyata atau dengan kata lain dipisahkan keberadaannya
sebagai penginterpretasi makna karya sastra.
(4)Analisis yang menekankan otonomi dapat menghilangkan konteks dan fungsinya,
karena karya sastra dilepaskan dari relevansi sosial budaya yang melatarbelakanginya.
Kelemahan terakhir sebenarnya merangkum dari seluruh kekurangan yang telah
dijabarkan pada poin (1) sampai dengan (3) di atas. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa hal-hal yang merupakan kekurangan teori strukturalisme di atas, dapat diwakili
dengan poin terakhir.
D. Langkah Kerja Pengkajian Karya Sastra menggunakan Teori Strukturalisme
Langkah-langkah yang dapat diaplikasikan dalam penerapan strukturalisme dalam
sudut pandang Stanton (dalam Sugihastuti, 2007:22) adalah:
1) Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra secara
lengkap dang jelas meliputi tema, tokoh, latar, dan alur.
Langkah ini dilakukan dengan mengenali ciri-ciri masing-masing struktur untuk
menetapkan identitas struktur karya sastra sehingga mampu mendeskripsikannya
secara lengkap dan jelas sesuai teori mengenai struktur karya sastra.
2) Mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga dapat memaparkan tema ,
tokoh, latar, dan alur dalam sebuah karya sastra.
Setelah melakukan langkah (1), harus dilakukan kajian mendalam mengenai satu
demi satu struktur dalam karya sastra tersebut.
3) Mendeskripsikan fungsi masing-masing unsur untuk mengetahui tema, tokoh, latar,
dan alur dalam sebuah karya sastra.
Mendeskripsikan fungsi dari setiap struktur dalam karya sastra tersebut secara
cermat agar mampu menghasilkan kajian mendalam mengenai struktur yang telah
dikupas bersih pada Langkah (2).
4) Menghubungkan masing-masing unsur sehingga dapat diketahui unsur intrinsik
dalam sebuah karya sastra.
Yang terakhir adalah esensi yang paling penting adalah bahwa struktur-struktur
dalam karya sastra tidak akan memiliki peran apa-apa bila tidak memiliki
hubungan erat (koherensi) dengan struktur lain dalam sebuah karya sastra. Untuk
itulah diperlukan langkah ini.
Dengan demikian, dapat disimpulkan hasil analisis melalui identifikasi, kajian, dan
mendeskripsikan fungsi serta menghubungkan antar unsur yang berkaitan untuk
menciptakan keseluruhan aspek dalam menciptakan sebuah karya sastra.
Semakna dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro menyatakan bahwa, langkah-langkah
analisis struktural adalah sebagai berikut:
a. dapat mengidentifikasikan unsur-unsur intrinsik dengan membangun suatu karya sastra
secara lengkap dan jelas, dapat membedakan antara tema dan tokoh
b. dapat mengkaji sebuah unsur yang telah diindentifikasikan sehingga dapat
dideskripsikan perbedaan tema, alur, penokohan, dan latar dalam sebuah karya sastra, dan
c. dapat menghubungkan unsur masing-masing sehingga mendapatkan kepaduan makna
secara totalitas dari suatu karya sastra (2013: 36).

E. Contoh Kajian Strukturalisme Karya Sastra Novel


Contoh Analisis Struktural novel “Seindah Tarian Dara” karya Nurul hidayati.
Terdapat aspek struktural sastra yang menjadi unsur-unsur pembangun dalam sebuah
novel. Sturuktur tersebut yaitu tema, penokohan, latar, alur, sudut pandang dan amanat.
Adapun data yang diperoleh sebagai berikut:
1. Tema
Tema merupakan ide kreatif pencipataan karya sastra dari seorang pengarang. Pembaca
baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan
yang menjadi media pemapar tema tersebut (Aminuddin, 2009:91). Tema yang
terkandung dalam novel “Seindah Tarian Dara” karya Nurul Hidayati yaitu tentang
impian. Impian yang dituliskan dalam cerita ini yaitu Dara selalu bermimpi agar menjadi
penari hebat di masa depan. “Kamu akan menjadi orang hebat di masa depan, Nak.” Itulah
yang selalu diucapkan ayah setiap kali aku membawa kabar keberhasilan pentas. (Prolog,
halaman 6). Kutipan di atas mengandung tema impian, dalam cerita tersebut sang ayah
selalu mendukung dan menyemangati anaknya agar menjadi orang hebat kelak. “Oke,
Dara. Semoga kita berjumpa lagi suatu saat nanti dan kamu akan menjadi orang hebat.
See you!” ujarnya lagi seraya pergi meninggalkanku yang masih bengong di hadapannya.
(Prolog, halaman 7) Kutipan di atas mengandung tema impian, dalam cerita tersebut
seseorang mendoakan Dara agar menjadi orang hebat suatu saat nanti. Aku berharap suatu
hari nanti bisa menjadi penari handal dan masuk kancah nasional dan global. Aku juga
punya mimpi ingin menjadi pelatih tari profesinal yang dipercaya melatih anakanak
Indonesia untuk untuk event besar. (Aku dan Tarian, halaman 13). Kutipan di atas
mengandung tema impian, dalam cerita tersebut Dara bermimpi menjadi penari yang
dikenal di dunia nasional dan di dunia global. Bagi ayah, kami tidak perlu jadi anak yang
meraih cita-cita seperti keinginan orang tuanya. Namun, kami harus bisa membuktikan
bahwa apa yang kami senangi bisa menjadi pekerjaan kami di masa depan dengan sukses.
(Rumah, halaman 19). Kutipan di atas mengandung tema impian, dalam cerita tersebut
ayah Dara tidak memaksa anak-anaknya harus menjadi apa yang orang tua inginkan.
Akan tetapi Dara bebas memiliki impian dan cita-cita apa saja Rizana dan Mutiara Armita
asal Dara senang dan menjadi orang sukses kelak.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu
menjalin suatu cerita (Aminuddin, 2009:79). Penokohan adalah sifat atau perilaku tokoh
yang dimunculkan dalam suatu cerita. Dalam novel “Seindah Tarian Dara” karya Nurul
Hidayati ada 12 tokoh yang dimunculkan. Tokoh-tokoh dalam novel “Seindah Tarian
Dara” antara lain, yaitu Dara, Ayah, Ibu, Zaki, Rizal, Pakwa Farid, Kak Kiran, Kak Eka,
Alif, Wak Minah, Rani, dan Ines. a. Dara Penokohan atau watak dara yang dimunculkan
antara lain, yaitu bisa dindalkan, pekerja keras, sedikit galak. Hal ini dapat dilihat dengan
kutipan di bawah ini. Bisa diandalkan Selaku pimpinan, aku bergegas masuk ke dalam
dan menyiapkan tim. Hari ini merupakan hari besar bagi kami anggota sanggar Bungong
Jeumpa. (Prolog, halaman 1). Kutipan di atas menyebutkan bahwa watak tokoh Dara bisa
diandalkan sebagai pimpinan sanggar menari yang ia tekuni. “Tidak salah kami
mengundang kalian tampil. Good Job!” kata salah satu pemilik acara saat menyambut tim
tarian. (Prolog, halaman 5). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa penampilan Dara dan
timnya sangat memukau, sehingga panitia acara memuji penampilan Dara. Pekerja keras
Sudah empat tahun ini aku melatih siswi-siswi menari. Guru-guru di SMP tempat aku
menuntut ilmu dulu, memohon agar aku bersedia membantu mereka. (Aku dan Tarian,
halaman 9). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Dara merupakan pekerja keras, hal ini
ditandai dengan kalimat sudah empat tahun aku mealtih siswi-siswi menari. Makanya
begitu tamat SMA, aku memutuskan menunda kuliah dulu agar bisa mengumpulkan biaya
sendiri. (Aku dan Tarian, halaman 11). Kutipan tersebut menjelaskan Dara pekerja keras.
Ia rela menunda kuliah terlebih dahulu untuk mengumpulkan biaya dengan keringat
sendiri. Sedikit galak “Anak Wak Minah kan alim, sampai pacaran pun di rumah biar
terjaga marwahnya,” sindirku halus karena tersulut juga akhirnya. (Usaha dan Cibiran
Mereka, halaman 32). Kutipa tersebut menjelaskan watak Dara yang sedikit galak karena
ada orang yang mencacinya sehingga ia pun membalas ucapan Wak Minah. b. Ayah
Penokohan atau sifat ayah yang ditampilkan dalam novel yaitu penyayang, hal ini dapat
dilihat dengan kutipan di bawah ini. Ayah selalu mencoba memahami kami dengan baik.
Misalnya aku yang suka menari dicari guru lesnya, Zaki suka olahraga renang dicari
pelatihnya, begitu juga Rizal yang sejak kecil Rizana dan Mutiara Armita 131 senang
bermain catur. Adik bungsuku diarahkan ke komunitas yang benar. (Rumah, halaman 19).
Kutipan tersebut menjelaskan watak ayah yang menyayang, ayah memfasilitasi anak-
anaknya sesuai dengan bidang dan kemampuannya. Ayah tidak memaksakan kehendak
anaknya harus jadi apa. c. Ibu Penokohan ibu yang ditampilkan dalam cerita merupakan
pekerja keras, hal ini dapat dilihat dengan kutipan di bawah ini. Ibu yang sbelumnya tidak
bekerja, harus banting tulang agar kami bisa makan dan menamatkan sekolah. (Aku dan
Tarian, halaman 10). Kutipan tersebut menjelaskan penokohan ibu yang pekerja keras. Ibu
harus bekerja agar bisa memberi makan keluarga dan menyekolahkan anakanaknya. d.
Zaki dan Rizal Penokohan Zaki dan Rizal yang ditampilkan dalam cerita yaitu suka
membantu, hal ini dapat dilihat dengan kutipan di bawah ini. Di usia yang masih begitu
belia, kedua adikku sangat pengertian terhadap keadaan. Daripada sibuk bermain bersama
temannya, mereka memilih membantu ibu semampu mereka. (Rumah, halaman 15).
Kutipan tersebut menjelaskan Zaki dan Rizal memiliki sikap yang baik dan suka
membantu keluarganya, dibandingkan bermain bersama kawan seusianya. e. Pakwa Farid
Penokohan Pakwa Farid yang ditampilkan yaitu penyayang, hal ini dapat dilihat dari
kutipan di bawah ini. “Pakwa adalah wali nikah kalian, hati pakwa juga ikut sakit
mendengar cacian mereka.” Lelaki berumur 51 tahun itu terdengar lemas mengatakannya.
(Peringatan, halaman 53). Kutipan tersebut menjelaskan penokohan Pakwa Farid yang
penyayang, Pakwa Farid tidak ingin Dara dicaci maki oleh siapapun. f. Kak Kiran dan
Kak Eka Penokohan Kak Kiran dan Kak Eka merupakan sosok yang selalu baik dan
mendukung Dara, hal tersebut dapat dilihat dalam penggalan dialog di bawah ini. “Ini
jalanmu Dara. Ini kesempatan emas yang tidak boleh kita lewatkan,” ucap Kak Kiran dan
disela pelukan eratnya. (Peluang Itu Datang, halaman 25). g. Alif Penokohan Alif
merupakan sosok yang sangat berbakat dalam dunia tari, hal ini dapat dilihat dari kutipan
di bawah ini. Hal lain yang menambah yang nilai lelaki ini di mataku ialah ia sering
memandukan tarian tradisional Aceh dan Jogjakarta dengan sangat indah. (Peluang Itu
datang, halaman 22). h. Wak Minah Penokohan Wak Inah adalah tipikal orang yang suka
mencaci maki kehidupan orang lain, tanpa tahu apa Rizana dan Mutiara Armita 132 yang
terjadi sebenarnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini. “Lihatlah, Bang.
Katanya mau jadi penari dia. Kurasa gak kasihan dia lihat ayahnya di dalam kubur sana.
(Usaha dan Cibiran Mereka, halaman 32). i. Rani dan Ines Penokohan Rani dan Ines
merupakan sosok yang selalu ada di dekat Dara, hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah
ini. Rani dan Ines adalah dua teman yang paling dekat denganku selama menetap di
Indekos ini. (Mengobrol Santai, 26).
3.Latar
Latar atau seting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan berlangsung (Tarigan, 2008).
Latar dalam novel dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial. a. Latar tempat Aceh Kami dipercayakan menampilkan beberapa tradisional Aceh
pada sebuah perhelatan akbar di pusat kota Banda Aceh. (Prolog, halaman 1). Jogjakarta
Hari ini aku menikmati Kota Jogjajakarta dengan segala keunikan budayanya.
(Kesempatan Kedua, halaman 159). b. Latar Waktu Malam Belakangan ini ibu memang
mudah sekali terlelap. Begitu tubuhnya menyentuh kasur, matanya langsung terpejam
damai. (Rumah, halaman 18). Sore Hari ini jadwal les menari anak sanggar yang masih
baru masuk sekitar pukul 16.00 sore. (Peluang Itu Datang, halaman 21) Pagi Hari Minggu
menjadikan aktivitas kami sedikit santai. Bahkan Rizal baru bangun pukul 09.00. (Sebuah
Pesan, halaman 87). c. Latar Sosial Latar sosial dalam novel “Seindah Tarian Dara”
adalah masyarakat yang masih kental dengan kebudayaan, masih menjunjung tinggi
agama yang dianutnya. Selain itu, gambaran dalam novel tersebut ekonomi masyarakat
masih tergolong rendah.
4.Alur
Alur dalam novel ini merupakan alur maju, hal ini dapat dilihat dari setiap bab yang
disusun dalam novel. Adapun bab dalam novel sebagai berikut. Aku dan Tarian, Rumah,
Peluang Itu Datang, Usaha dan Cibiran, Mereka Postingannya, Semangat, Semangat,
Semangat! Peringatan, Berlatih Ekstra, Hari Penentuan, Gagal?, Bagai Ranting Patah,
Tanpa Arah, Sebuah Pesan, Kala Hati dan Logika dan Tak Sejalan, Kunjugan Mereka,
Hadiah Kecil, Harapan Baru, Hey, Jogja!, Mengobrol Santai, Berlatih Lagi, Ajakan
Pertama, Latihan Bersama, Dia yang Cantik Bersinar, Kesempatan Kedua, Aku dan
Tarianmu.
F. Sudut Pandang Pengarang
Novel “Seindah Tarian Dara” karya Nurul Hidayati menggunakan sudut pandang Rizana
dan Mutiara Armita 133 orang pertama aku. Dari bab pertama hingga bab terakhir, tokoh
aku yang selalu bercerita.
6. Amanat
Amanat yang terkandung dalam novel “Seindah Tarian Dara” karya Nurul Hidayati yaitu
jangan pernah menyerah, gagal itu bukan berati akhir dari segalanya. Gagal adalah proses
yang membentuk kita agar lebih berhati-hati melangkah ke tahap kesuksesan.

BAB III
PENUTUP

Terlepas dari berbagai kelebihan dan kekurangan teori strukturalisme, teori ini telah
memberikan arti penting bagi perkembangan analisis (kajian) karya sastra. Hal ini
didasarakan pada kenyataan bahwa secara umum analisis (kajian) terhadap karya sastra
diawali dengan analisis struktur (unsur) karya sastra. Untuk itulah penting bagi para pengkaji
karya sastra untuk senantiasa berusaha memahami secara mendalam teori strukturalisme agar
pada saat mengaplikasikannya tidak mengalami banyak kesulitan.

Tanpa merendahkan teori lain dalam analisis karya sastra, teori strukturalisme
mendapat tempat cukup berpengaruh bagi perkembangan pengkajian sastra. Salah satu yang
dapat diunggulkan adalah keobjektifan saat menganalisis karya sastra dengan teori
strukturalisme. Secara umum, strukturalisme adalah landasan bagi pengkajian karya sastra
dalam berbagai teori. Keobjektifan analisis sebagai dasar dalam melakukan kajian karya
sastra tentunya tetap diutamakan meskipun karya sastra bersifat poliinterpretabel.

Bagi penikmat karya sastra, dianjurkan untuk melakukan kajian karya sastra dengan
mengaplikasikan teori strukturalisme untuk kemudian berlanjut pada teori lain agar terampil
dan mampu mengambil hikmah dan amanat karya sastra secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ma’ruf, Ali Imran dan Farida Nugrahani. 2017. Pengkajian Sastra, Teori dan Aplikasi.
Surakarta: Djiwa Armata
de Saussure, F. 1983. Course in General Linguistics, trans. by Harris, R. Chicago, IL: Open
Court Classics
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan
Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama

Hartoko.Dick. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
University
Pradopo, Rachmat Djoko dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita
Graha Widya

Pradopo, Rachmat Djoko. 1993. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradotokusumo, Partini Sardjono. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Robert Stanton, (terj). Sugihastuti. 2007. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya

Semi, M.Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa

Wellek,Rene,dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia

Zaimar dan Okke KS. 1991. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang. Jakarta: Inter
massa

Anda mungkin juga menyukai