Pendahuluan
Cerpen merupakan suatu karya sastra yang diceritakan secara pendek.
Salah dua dari cerpen tersebut adalah cerpen yang berjudul “Alesia” dan
“Kucing Kiyoko”. Ada beberapa alasan mengapa saya memilih cerpen ini
sebagai bahan analisis saya.
Alasannya adalah cerpen tersebut memiliki unsur cerita yang unik, berbau
mistis, dan ada unsur ketegangan.
Alesia
Sinopsis
Cerpen “Alesia” menceritakan seorang gadis berumur sebelas tahun yang
tengah merawat ibunya yang sedang sakit keras. Gadis itu merasa sangat
sedih ketika dia tahu bahwa malaikat Tuhan akan menjemput ibunya yang
diduga akan segera meninggal. Malaikat tersebut datang. Karena itu Gadis
itu membunuh dirinya sendiri, tetapi malaikat tersebut menyembuhkan
ibunya.
Dari sinopsis cerpen tersebut, dapat dilihat kelakuan orang yang terlalu
berimajinatif dan tidak sadar akan lingkungannya, dan ada juga fakta
bahwa bunuh diri adalah pekerjaan yang sia-sia.
Analisis Cerpen (Unsur Intrinsik)
Penokohan
Alesia (Tokoh Utama/Protagonis):
Tokoh Alesia adalah pemeran utama dari cerpen ini. Bisa dilihat dari jumlah
percakapan gadis ini yang paling banyak di antara tokoh-tokoh lainnya. Dia adalah tokoh yang
imajinatif, kurang berwawasan, dan tidak takut mati,
“apa malaikat itu bisa dibunuh?”
” Dan ketika malaikat itu beberapa kali melihat ke arah jam dinding, saat itulah Alesia tiba-tiba
mengacungkan pisau dapur itu ke udara… Lantas ia menusukkannya, ke arah perutnya sendiri.”
“Sekarang cepatlah temui anakmu, sepertinya ada sedikit salah paham. Aku pamit
dulu. Ada banyak kabar lain yang harus kusampaikan.”
Latar
Latar Tempat:
Di Rumah Alesia
“Alesia pun mengintip dari ruang tengah.”
Latar Waktu:
Pada pagi hari
“lalu ia pergi ke halaman belakang, sesaat memandangi langit biru. Begitu biru.”
Latar Suasana:
Sedih, kesepian
• ”Kalau ibu pergi, Alesia, berjanjilah untuk tidak bersedih terlalu lama.”
• “Apakah ini karena ibunya juga merasa kesepian? “
Tema:
Cerpen Alesia bertema tentang kemistikan. Malaikat yang muncul untuk
menyembuhkan ibunya dan setan-setan kecil di foto lukisan ayah Alesia
yang berpakaian menggambarkan setan yang sudah tidak pulang lagi.
“Sang malaikat lantas masuk menembus pintu.”
“ia melihat beberapa setan kecil yang sedang berkerumun di sebuah lukisan yang
terpajang di tembok bagian kiri.”
“Lukisan itu menampakkan sesosok manusia yang berdiri memegang pedang dan
perisai, memakai topi bertanduk, dengan mata berwarna merah menyala.”
Sudut Pandang
Sudut Pandang Ketiga Serba Tahu
Kita bisa mengetahui bahwa sudut pandangnya adalah Ketiga Serba Tahu karena
sang penulis mengetahui isi pikiran dan hati dari setiap tokoh.
“Sang ibu nampak terkejut mendengar pertanyaan itu.”
Majas Hiperbola
Kita bisa melihat Majas Hiperbola dari kalimat yang melebih-lebihkan
“Sejak saat itu, terbalik sudah kehidupan Alesia, dari kebahagiaan minimalis,
menjadi kesunyian yang berlapis-lapis, kesunyian yang terus menyambar hatinya
siang dan malam.”
Alur
Alur Maju mundur
Dapat dilihat bahwa alur pada cerpen ini adalah maju dan mengikuti peristiwa
kronologis dari awal sampai akhir, namun terdapat juga Flashback
“dan suatu hari, harus pergi ke Finlandia untuk bekerja di sebuah pelabuhan dan
menetap sampai waktu yang tak diketahui. Sejak saat itu, terbalik sudah kehidupan
Alesia, dari kebahagiaan minimalis, menjadi kesunyian yang berlapis-lapis,
kesunyian yang terus menyambar hatinya siang dan malam.”
“Ia dengar ibunya membisikkan kalimat itu di telinganya.”
Amanat:
Amanat yang bisa kita ambil dari cerpen Alesia adalah bahwa kita tidak
boleh terlal banyak berfantasi apalagi percaya sangat pada dongeng yang
tidak nyata. Sudah banyak kasus yang terlibat karena orang menyatukan
dunia nyata dengan dunia fantasi, sehingga kasus bunuh diri pun juga
banyak.
“Dan ketika malaikat itu beberapa kali melihat ke arah jam dinding, saat itulah
Alesia tiba-tiba mengacungkan pisau dapur itu ke udara…Lantas ia
menusukkannya, ke arah perutnya sendiri. Sang malaikat menoleh pada gadis itu.
”Apa yang kamu lakukan?” Ia tetap menampakkan raut yang tenang melihat gadis
itu mulai terengah-engah dan darah membasahi pakaiannya. ”Se… Sekarang, kau
tak punya pilihan lain, bukan? Kau terpaksa harus mengambil nyawaku terlebih
dahulu sebelum bertemu ibuku.” Kata Alesia. Ia sudah tersungkur di lantai.”
Unsur Ekstrinsik
Latar belakang Penulis:
Sungging Raga lahir pada 25 April 1987 di Situbondo, Penulis tinggal di Desa Curah Jeru
Kecamatan Panji Kabupaten Situbondo. Alumni SMA Negeri 1 Situbondo. Pernah merantau
ke Yogyakarta untuk kuliah di jurusan Matematika Universitas Gadjah Mada. Mulai tertarik
menulis cerita pendek setelah membaca karya-karya Bakdi Soemanto, Bre Redana, Hamsad
Rangkuti dan Seno Gumira. Cerpen-cerpennya telah dimuat di beberapa media cetak,
antologi dan blog pribadi http://www.surgakata.wordpress.com. Karya buku Sarelgaz
(Kumpulan cerpen), Simbiosa Alina. Terlihat bahwa gaya penulisannya dari cerpen ini adalah
Mistikisme, sementara kondisi psikologis penulis masih baik-baik saja.
Nilai-nilai terkandung dalam cerpen
Nilai religius
Kita bisa melihat nilai religius dari tokoh malaikat, setan-setan kecil, dan ibu
Alesia yang memberitahukan Alesia tentang hal itu.
“Semua itu menjadi seperti rutinitas, sampai siang ini, cerita ibunya tentang
malaikat dan kematian, membuatnya semakin gelisah.”
Latar Belakang Masyarakat
Ideologi Negara : Pancasila
Kondisi Politik Negara : Pada Tahun 2014 saat cerpen dibuat,
Politik negara dinilai tak beretika
Kondisi sosial : Penulis pasti sering mendengar orang-orang
membicarakan makhluk mistis, karena cerpen ini banyak mengangung
unsur mistis
Kucing Kiyoko
Sinopsis
Cerpen “Kucing Kiyoko” merupakan cerpen yang menggambarkan bahwa
setiap makhluk memiliki arti. Mulai dari tokoh “aku” yang menemukan
seekor kucing milik Kiyoko yang ingin dibunuh untuk menjadi Shamisen
oleh pemilik kucing tersebut bernama Kiyoko. “Aku”, yang menyukai
Kiyoko dan juga berpikir Kiyoko juga mencintai dia, terkejut saat dia telah
memakan sukiyaki yang terbuat dari kucing tersebut dan kulitnya dibuat
menjadi Shamisen.
Dari sinopsis tersebut dapat dilihat bahwa kucing juga memiliki makna
hidup dan untuk menjadi teman bagi manusia. Bukan untuk disiksa dan
dibunuh tanpa arti.
Analisis
Penokohan
(unsur Intrinsik)
Aku (Tokoh Utama/Protagonis)
Tokoh “Aku” merupakan tokoh utama cerita ini. Dapat dilihat dari jumlah percakapannya
yang paling banyak, dan yang menemukan kucing tersebut. Dia adalah tokoh yang murah
hati, lemah lembut, dan tangguh
“Meski sesungguhnya tak menyukai kucing, aku tidak tega membiarkannya kedinginan di
luar.”
“Setelah memastikan tidak ada yang terlewatkan, aku kembali berjuang menembus badai
hujan demi mencapai flatku.”
Kiyoko (Tokoh Utama / Antagonis)
Tokoh Kiyoko merupakan tokoh antagonis, yang sudah mencoba untuk membunuh
kucingnya Takeshi sementara tokoh “Aku” melindunginya. Dia adalah tokoh yang kejam
dan penyembunyi.
”Apalah arti seekor kucing…,”
“Ketika kutanyakan apa rahasia bumbu masakan itu dan bagaimana caranya ia bisa membuat
sayuran dan daging dalam sukiyaki itu lebih menyegarkan, ia tak mau mengaku. Menurutnya
itu adalah sesuatu yang harus dia rahasiakan. ”Jika kuberi tahu, nanti masakanku tidak akan
menjadi spesial lagi.””
Takeshi (Tokoh Utama/Tritagonis)
Tokoh Takeshi merupakan tokoh yang membuat pertemuan antara Kiyoko dan
tokoh “Aku”, serta yang menjadi bagian terbesar mengapa tokoh “Aku” menyukai
Kiyoko. Takeshi adalah kucing yang pandai dan tidak berdaya.
“Takeshi adalah bagian terbesar dari dirinya yang kucintai.”
“Usaha itu gagal karena Takeshi berhasil lepas dan terdampar di tempatku.”
Majas Hiperbola
Kita bisa melihat Majas hiperbola dari kalimat yang melebih-lebihkan, secepat-
cepatnya orang bereaksi, tidak mungkin orang langsung membalas dalam sedetik.
“Sebagaimana yang kukira sebelumnya, tanpa penolakan, ia menerimaku sebagai
kekasihnya sedetik setelah pernyataan keseriusanku.”
Alur
Alur Maju
Dapat dilihat alur dalam cerita ini maju karena cerita ini terus maju ke masa
depan dan mengikuti kronologis,. Tidak ada Flashback atau semacamnya.
“Pagi-pagi sekali, aku dikejutkan oleh kemunculan seekor kucing belang tiga di
depan pintu flatku.”
” Kuabaikan dia, langsung bergegas ke kamar mandi dan muntah di sana. Aku
berpamitan tanpa memperhatikan reaksinya. Setibaku di flat, aku tidak bisa
melakukan hal lain kecuali memikirkan untuk membatalkan hubungan kami karena
bagaimanapun, Takeshi adalah bagian terbesar dari dirinya yang kucintai. Tanpa
kusadari, kedua mataku basah membayangkan nasib Takeshi.”
Amanat
Amanat yang dapat diambil adalah bahwa kita harus menghargai
makhluk hidup. Makhluk hidup tidak boleh disiksa dan dibunuh jika
digunakan untuk keinginan diri sendiri yang serakah. Hewan peliharaan
seperti kucing adalah sebagai teman bagi manusia, bukan alat yang bisa
kita pergunkana seenaknya.
”Apalah arti seekor kucing…,” ungkapnya enteng.
“Setibaku di flat, aku tidak bisa melakukan hal lain kecuali memikirkan untuk
membatalkan hubungan kami karena bagaimanapun, Takeshi adalah bagian
terbesar dari dirinya yang kucintai.”
Unsur Ekstrinsik
Latar Belakang penulis
Nama : Rama Dira
Tanggal Lahir : 4 Februari 1980
Tempat Lahir : Tarakan
Aliran : Realis
Kondisi Psikologis : Normal
Nilai-nilai yang Terkandung
Nilai Budaya
Dapat dilihat budaya orang yang berbeda-beda, ada yang memakan kucing, ada yang
tidak.
Latar Belakang Masyarakat
Ideologi Negara : Pancasila
Kondisi Politik Negara : Politik negara normal
Kondisi sosial : Penulis sering mendengar kebudayaan Jepang.
Perbandingan Cerpen
No. Analisis (unsur Intrinsik) Alesia Kucing Kiyoko
4 Sudut Pandang Sudut pandang Ketiga Serba Tahu Sudut pandang orang pertama
7 Amanat Bedakan Dunia Fantasi dengan Dunia Kita harus bisa memaknai makhluk hidup!
Nyata!
Kesimpulan
Setelah proses penganalisaan dari kedua cerpen tersebut, ada beberapa perbandingan yang
dapat kita tunjukkan. Ada perbedaan dan juga persamaan di antara kedua cerpen tersebut.
Jika di cerpen Alesia sang tokoh sedang berkeluarga dengan gelisah, di cerpen Kucing Kiyoko
tokoh-tokohnya jauh dari keluarganya yang berkecukupan. Jika di cerpen alesia mempunyai
rumah, di cerpen Kucing Kiyoko sang tokoh membeli Flat untuk mendiami. Walaupun begitu
kedua cerpen tersebut mengangdung 2 majas yang sama yaitu majas personifikasi dan majas
hiperbola.
Kedua cerpen tersebut cukup menantang, karena detil-detil yang cukup banyak. Namun, kedua
cerpen tersebut menarik karena ceritanya yang tidak terduga dan tidak tertebak. Ending dari
kedua cerpen tersebut sama-sama membuat pembaca heran.