Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS STRUKTUR DAN UNSUR INTRINSIK CERPEN

“PIUTANG-PIUTANG MENJELANG AJAL”


TUGAS BAHASA INDONESIA

Kelompok 8

 Alvan Alfiansyah/01
 Angga Gymnastiar/04
 Fadli Khalil/12
 Novita Dwi Rahmadhani/24

SMA SULUH JAKARTA

2018
A. Sinopsis Cerpen
"Piutang-Piutang Menjelang Ajal" merupakan cerpen yang menjelaskan Chaerul yang
mempunyai utang yang sangat banyak kepada Om Sur,pada suatu hari Om Sur jatuh dari kamar
mandi akibat stroke yang dideritanya.kemudian para keluarga menjenguk Om Sur di Rumah
Sakit,seketika mulut Om Sur bergerak seperti mau bicara, tapi tidak keluar suara,Chaerul
terdiam. Seketika ia jengah. Perasaannya terlalu kacau untuk mengambil sikap dalam
menanggapi kejadian ini bersyukur ataukah berduka.Chaerul merasa tidak enak karena telah
banyak meminjam uang dari Om Sur untuk membuka usaha namun gagal, Chaerul pun tak
berani berhubungan dengan bank untuk mendapatkan modal usaha,karena itu Chaerul
meminjam uang ke Om Sur. Chaerul merasa tidak enak karena belum membayar seluruh utang-
utang nya sedangkan Om Sur membutuhkan uang untuk membayar tagihan rumah
sakit.Akhirnya Chaerul menjual rumah nya untuk membayar utang,setelah keadaan Om Sur
membaik ia memanggil nama Chaerul berkali-kali,lalu Chaerul langsung menemui Om Sur
setelah berbicara dengan Om Sur,Chaerul tergolek lemah di lantai dengan mulutnya berubah
bentuk.Ternyata yang dibicarakan Chaerul dan Om Sur adalah,Om Sur menganggap seluruh
Hutang Chaerul lunas.

B. Struktur Cerpen
Seperti teks yang lainnya cerpen juga memiliki struktur teks. Struktur dalam sebuah
cerpen adalah abstrak, orientasi, komplikasi, evaluasi, resolusi, dan koda. Cerpen “PIUTANG-
PIUTANG MENJELANG AJAL” memiliki struktur yang sama dengan cerpen lainnya. Pada
bagian ini penulis akan berusaha menjabarkan struktur dalam cerpen “PIUTANG-PIUTANG
MENJELANG AJAL”.
 Abstrak
Chaerul seketika terjaga dari tidurnya yang tak nyenyak, dan spontan melihat ke
arah jam dinding yang jarum pendeknya menunjuk angka tiga.

 Orientasi

No Tempat Pembuktian
1 Ruang tunggu ICU Dari Bandara Soekarno Hatta ia langsung ke
rumah sakit Pondok Indah, bergabung dengan
keluarga besar Om Sur yang sudah
berkumpul di ruang tunggu ICU.
2 Jakarta Selatan Dengan modal dari Om Sur itu Chaerul
menyewa sebuah ruko di salah satu kawasan
niaga di Jakarta Selatan untuk membuka
kantor baru.
3 Lantai Almahrum Om Sur, atau Chaerul, yang
tergolek lemah di lantai dengan mulutnya
berubah bentuk.
4 Lingkungan perkantoran Bertempat di lingkungan perkantoran, kafe
ini langsung kebanjiran pengunjung.

No Suasana Pembuktian
1 Takut  Chaerul serasa mendengar petir
menggelegar di telinganya, yang
sekonyong-konyong memanaskan ruangan
yang begitu dingin.
 Chaerul justru sedang merangkak memulia
usaha baru. Tak berani berhubungan
dengan bank untuk mendapatkan modal
usaha, Chaerul menemui Om Sur untuk
meminta bantuan.

2 Kacau Chaerul terdiam. Seketika ia jengah.


Perasaannya terlalu kacau untuk mengambil
sikap dalam menanggapi kejadian ini:
bersyukur atau berduka.

No Waktu Pembuktian
1 Jam 2 lewat 15 menit pada “Kata perawat, jam dua seperempat dini hari
siang hari tadi Om Sur membuka mata. Siuman.
Mulutnya bergerak seperti mau bicara, tapi
tidak keluar suara.”
2 Tiga bulan yang lalu Ialah kekacauan yang sebetulnya sudah
dirasakannya sejak tiga bulan lalu, saat ia
menerima kabar dari Jakarta perihal
dirawatnya Om Sur di rumah sakit setelah
terjatuh di kamar mandi akibat stroke yang
menderanya
3 Sekarang “Sekarang aku minta kasihkan sisa uang kamu
ke aku! Kali ini aku yang buka usaha! Kamu
diam di rumah!”

 Komplikasi
"Piutang-Piutang Menjelang Ajal" merupakan cerpen yang menjelaskan Chaerul
yang mempunyai utang yang sangat banyak kepada Om Sur,pada suatu hari Om Sur
jatuh dari kamar mandi akibat stroke yang dideritanya.kemudian para keluarga
menjenguk Om Sur di Rumah Sakit,seketika mulut Om Sur bergerak seperti mau
bicara, tapi tidak keluar suara,Chaerul terdiam. Seketika ia jengah. Perasaannya
terlalu kacau untuk mengambil sikap dalam menanggapi kejadian ini bersyukur
ataukah berduka.Chaerul merasa tidak enak karena telah banyak meminjam uang
dari Om Sur untuk membuka usaha namun gagal, Chaerul pun tak berani
berhubungan dengan bank untuk mendapatkan modal usaha,karena itu Chaerul
meminjam uang ke Om Sur. Chaerul merasa tidak enak karena belum membayar
seluruh utang-utang nya sedangkan Om Sur membutuhkan uang untuk membayar
tagihan rumah sakit.Akhirnya Chaerul menjual rumah nya untuk membayar
utang,setelah keadaan Om Sur membaik ia memanggil nama Chaerul berkali-
kali,lalu Chaerul langsung menemui Om Sur setelah berbicara dengan Om
Sur,Chaerul tergolek lemah di lantai dengan mulutnya berubah bentuk.Ternyata
yang dibicarakan Chaerul dan Om Sur adalah,Om Sur menganggap seluruh Hutang
Chaerul lunas.

 Evaluasi
Chaerul antara merasa panik dan kasihan,dengan kondisi ia masih berhutang
kepada Om Sur sedangkan Om Sur jatuh sakit. Pada saat Chaerul bertanya kepada
Arifin anak dari Om Sur,Chaerul tambah merasa seperti terdakwa karena akhir akhir
ini usaha batu Om Sur miss-management, sudah beralih kepemilikan ke orang lain.
Pabrik metanolnya sudah hampir enam bulan berhenti beroperasi karena bahan
bakunya sudah habis. Sahamnya di garmen juga bisa dibilang sudah enggak ada
nilainya karena pabriknya collapse setelah hampir setahun vakum gara-gara demo
buruh yang tidak habis-habis.

 Resolusi
Chaerul pun menjual rumahnya dan membayar seluruh hutang-hutang
nya,setelah Om Sur bisa berbicara akhirnya Chaerul menemui Om Sur dan Om Sur
mengatakan bahwa hutang-hutang Chaerul sudah ia ikhlaskan karena kaget kedua
nya pun tergolek lemah di lantai dengan mulutnya yang berubah bentuk.

 Koda
 Jika kita sudah berbuat kebaikan untuk orang lain dengan memberi,
sebaiknya kita tidak mengharapkan imbalan sedikitpun.
  Harus peduli terhadap sesama dengan membantu sesame yang sedang
kesusahan.
 Bertanggung jawab dalam perkara kecil seperti membayar utang kepada
orang.
  Selalu berpikiran positif, jangan berikiran negatif kepada orang yang kita
benci.
C. Unsur Intrinsik

 Tema
Kebaikan sampai ajal menjemput

 Alur atau Plot


"Piutang-Piutang Menjelang Ajal" merupakan cerpen yang menjelaskan
Chaerul yang mempunyai utang yang sangat banyak kepada Om Sur,pada suatu
hari Om Sur jatuh dari kamar mandi akibat stroke yang dideritanya.kemudian
para keluarga menjenguk Om Sur di Rumah Sakit,seketika mulut Om Sur
bergerak seperti mau bicara, tapi tidak keluar suara,Chaerul terdiam. Seketika ia
jengah. Perasaannya terlalu kacau untuk mengambil sikap dalam menanggapi
kejadian ini bersyukur ataukah berduka.Chaerul merasa tidak enak karena telah
banyak meminjam uang dari Om Sur untuk membuka usaha namun gagal,
Chaerul pun tak berani berhubungan dengan bank untuk mendapatkan modal
usaha,karena itu Chaerul meminjam uang ke Om Sur. Chaerul merasa tidak enak
karena belum membayar seluruh utang-utang nya sedangkan Om Sur
membutuhkan uang untuk membayar tagihan rumah sakit.Akhirnya Chaerul
menjual rumah nya untuk membayar utang,setelah keadaan Om Sur membaik ia
memanggil nama Chaerul berkali-kali,lalu Chaerul langsung menemui Om Sur
setelah berbicara dengan Om Sur,Chaerul tergolek lemah di lantai dengan
mulutnya berubah bentuk.Ternyata yang dibicarakan Chaerul dan Om Sur
adalah,Om Sur menganggap seluruh Hutang Chaerul lunas.

 Tokoh dan Penokohan


No Tokoh Watak Pembuktian
1 Chaerul pekerja  Pada saat yang sama Chaerul justru
keras sedang merangkan memulai usaha baru.
 “Kafe, Om. Saya sudah melakukan
survei kecil-kecilan dan hasilnya positif.
Bisini kafe yang saya pilih ini sangar
profektif.”
ceroboh Chaerul diajak bergabung dan kebagian
tanggung jawab unrusan pembebasan tanah.
Jabatan ini membuat kehidupan Chaerul
berubah. Lewat kelihainnya melakukan
pendekatan dan negosiasi, dengan anggaran
miliaran dari perusahaania sanggup
membebaskan luasan lahan dengan ganti
rugi hanya ratusan juta.
licik Audit besar-besaran yang dilakukan
perusahaan sehubungan dengan penurunan
laba tauna yang begit drastic menguuak
praktik manipulasi yang dilakukan Chaerul.
Chaerul dipecat secara tida terhormat dan
diperintahkan untuk membayar semua
kerugian perusahaan yang diakibatkan oleh
kesalahannya.
penakut  Dengan suara berbisik, seperti takut ada
orang lain yang mendengar-padahal di
ruangan ini tidak ada siapa-siapa kecuali
mereka berdua-Chaerul menjawab,
“Cepat atau lambat Om Sur akan
meninggal dunia. Begitu meninggal
dunia urusan piutang—piutang dengan
beliau aku yakin akan sirna dengan
sendirinya….”
 Chaerul merasa keringat dingin
memasahi seluruh badannya. Chaerul
pulang ke Lampung dalam kondisi
lemah-lunglai.
menepati Begitu selesai menerima pembayaran
janji Chaerul langsung mentransfer dana
tersebut ke Arifin.
penenang Chaerul selalu berusaha menenangkan
istrinya dengan mengatakan bahwa
kenyatannya Om Sur tak pernah menagih
piutangnya.

2 Istri Chaerul pekerja keras “Sekarang aku minta kasihkan sisa uang
kamu ke aku! Kali ini aku yang buka
usaha! Kamu diam di rumah!” Giliran istri
Chaerul yang membuka usaha yang sudah
lama diimpikannya, dan sangat sesuai
dengan pendidikan dan keahliannya, yaitu
klinik perawatan gigi. Usaha ini
berkembang lumayan bagus, dan untuk
sementara kehidupan rumah-tangga
Chaerul bisa terselamatkan.
mudah Namun istri Chaerul tak pernah merasa
khawatir tenang, sebab bagaimanapun CHaerul
masih memiliki banyak utang pada Om
Sur, yang total jumlahnya mencapai
hampir semiliar.
3 Om Sur pantang Di luar dugaan, kondisi Om Sur semakin
menyerah membaik. Tatapan matanya bersinar lagi
dan bahkan mulutnya yang suka bergerak-
gerak mulai mengeluarkan suara. Suara
itu berangsur makin jelas dan para
pembezuk bisa menangkap yang beliau
ucapkan: “Chaerul… Chaerul…
Chaerul….”
baik hati,dan “Om ingin… menganggap lunas seua
pemaaf utangmu…. Dengan nama Allah, Om
bersumpah… taka da lagi… utang-piutang
di antara kita…. Lailaha ilalaah….”
4 Arifin(Anak peduli “Aku khawatir Papa terlalu banyak
Om Sur) memendam perasaan,” jawab Arifin lirih.
selalu Pada saat Arifin keluar dari ruang ICU
bersedih dengan wajah beku, serentaklah mereka
berdiri dan tertib mengantre untuk
menyalami putra Om Sur ini,
mengungkapkan simpati dan keprihatinan.
Siratan wajah duka berubah jadi duka
mendalam. Air mata yang menetes
berubah jadi bercucuran. Isak-isak
tertahan berubah jadi raungan tangis. Dan
Arifin menanggapinya dengan wajah
dingin, nyaris tanpa perubahan ekspresi.
berkorban  “Tinggal Bang Chaerul yang belum.
untuk Pembayaran utang Abang benar-benar
ayahnya ditunggu karena kami mulai
kekurangan dana untuk menutup biara
rumah-sakit.”
 Dan Arifin langsung pula
mentransfernya ke rumah sakit untuk
menutup semua tagihan. Semua pihak
merasa lega, dan berharap OmSur
menjadi lebih tenang di masa akhir
hayatnya.
5 Bang Amri bertanggung “Bang Ari kemarin memngembalikan tiga
jawab lukiasan Papa yang selama ini dipajang di
dengan rumahnya.
utangnya

6 Mbak Rosa bertanggung “Mbak Rosa mengembalikan dua almari


jawab dengan antik kesayangan Papa.”
7 Vina utangnya “Vina transfer dua puluh juta buat
membayar utangnya waktu dia membiayai
operasi usus buntu anaknya."

 Setting atau Latar

No Tempat Pembuktian
1 Ruang tunggu ICU Dari Bandara Soekarno Hatta ia langsung ke rumah
sakit Pondok Indah, bergabung dengan keluarga besar
Om Sur yang sudah berkumpul di ruang tunggu ICU.

2 Jakarta Selatan Dengan modal dari Om Sur itu Chaerul menyewa


sebuah ruko di salah satu kawasan niaga di Jakarta
Selatan untuk membuka kantor baru.

3 Lantai Almahrum Om Sur, atau Chaerul, yang tergolek lemah


di lantai dengan mulutnya berubah bentuk.

4 Lingkungan perkantoran Bertempat di lingkungan perkantoran, kafe ini langsung


kebanjiran pengunjung.

No Suasana Pembuktian
1 Takut  Chaerul serasa mendengar petir menggelegar di telinganya, yang
sekonyong-konyong memanaskan ruangan yang begitu dingin.
 Chaerul justru sedang merangkak memulia usaha baru. Tak
berani berhubungan dengan bank untuk mendapatkan modal
usaha, Chaerul menemui Om Sur untuk meminta bantuan.

2 Kacau Chaerul terdiam. Seketika ia jengah. Perasaannya terlalu kacau


untuk mengambil sikap dalam menanggapi kejadian ini: bersyukur
atau berduka.

No Waktu Pembuktian
1 Jam 2 lewat 15 menit pada “Kata perawat, jam dua seperempat dini hari tadi Om
siang hari Sur membuka mata. Siuman. Mulutnya bergerak seperti
mau bicara, tapi tidak keluar suara.”

2 Tiga bulan yang lalu Ialah kekacauan yang sebetulnya sudah dirasakannya
sejak tiga bulan lalu, saat ia menerima kabar dari
Jakarta perihal dirawatnya Om Sur di rumah sakit
setelah terjatuh di kamar mandi akibat stroke yang
menderanya
3 Sekarang “Sekarang aku minta kasihkan sisa uang kamu ke aku!
Kali ini aku yang buka usaha! Kamu diam di rumah!”
 Sudut Pandang

 Amanat
 Jika kita sudah berbuat kebaikan untuk orang lain dengan memberi, sebaiknya
kita tidak mengharapkan imbalan sedikitpun.
  Harus peduli terhadap sesama dengan membantu sesame yang sedang
kesusahan.
 Bertanggung jawab dalam perkara kecil seperti membayar utang kepada orang.
  Selalu berpikiran positif, jangan berikiran negatif kepada orang yang kita
benci.

 Gaya Penceritaan
No Kalimat Ir Smi Met Sines Meto Lit Hip Per
1 Chaerul pulang ke
Lampung dalam
kondisi lemah-
lunglai. Setelah lebih
dari empat jam
berdiskusi dengan
istrinya dalam
suasana yang sangat
panas dan keras, ada
akhirnya mereka
sepakat menjual
rumah mereka yang
besar dan berlantai
dua berikut tanah
seluas dua ribu meter
untuk membeli rumah
yang jauh lebih kecil.
2

Ket :
1. Ir : Ironi
2. Smi : Simile
3. Met : Metafora
4. Sin : Sinestesia
5. Meto : Metonimi
6. Lit : Litotes
7. Hip : Hiperbola
8. Per : Personifikasi
Lampiran

Chaerul seketika terjaga dari tidurnya yang tak nyenyak, dan spontan
melihat ke arah jam dinding yang jarum pendeknya menunjuk angka
tiga. ”Berita apa?”
”Om Sur….” Istrinya tak kuasa melanjutkan ucapannya.
”Innalilaahi….”
”Ssst! Bukan meninggal…!”
”Lho..???”
”Kata perawat, jam dua seperempat dini hari tadi Om Sur membuka
mata. Siuman. Mulutnya bergerak seperti mau bicara, tapi tidak keluar
suara.”
Chaerul terdiam. Seketika ia jengah. Perasaannya terlalu kacau untuk
mengambil sikap dalam menanggapi kejadian ini: bersyukur ataukah
berduka. Ialah kekacauan yang sebetulnya sudah dirasakannya sejak
tiga bulan lalu, saat ia menerima kabar dari Jakarta perihal dirawatnya
Om Sur di rumah-sakit setelah terjatuh di kamar-mandi akibat stroke
yang menderanya. Waktu itu ia buru-buru ke bandara untuk mengejar
penerbangan terakhir ke Jakarta. Dari bandara Soekarno-Hatta ia
langsung ke rumah-sakit Pondok Indah, bergabung dengan keluarga
besar Om Sur yang sudah berkumpul di ruang-tunggu ICU. Semua
wajah menyiratkan duka. Tak sedikit yang matanya basah.
Pada saat Arifin keluar dari ruang ICU dengan wajah beku,
serentaklah mereka berdiri dan tertib mengantre untuk menyalami
putra Om Sur ini, mengungkapkan simpati dan keprihatinan. Siratan
wajah duka berubah jadi duka mendalam. Air mata yang menetes
berubah jadi bercucuran. Isak-isak tertahan berubah jadi raungan
tangis. Dan Arifin menanggapinya dengan wajah dingin, nyaris tanpa
perubahan ekspresi.
Chaerul sendiri mendapat giliran terakhir menyalami Arifin, dan
Chaerul melihat wajah adik sepupunya ini sedikit berubah. Arifin lalu
mengajak Chaerul menjauhi keramaian untuk bicara empat mata.
”Apa kata dokter, Rif?” tanya Chaerul.
”Aku khawatir Papa terlalu banyak memendam perasaan,” jawab
Arifin lirih.
”Memang ada persoalan apa?”
”Tak banyak yang tahu kalau Papa sebetulnya sudah tidak punya apa-
apa. Usaha batu-baranya miss-management, sudah beralih
kepemilikan ke orang lain. Pabrik metanolnya sudah hampir enam
bulan berhenti beroperasi karena bahan bakunya sudah habis.
Sahamnya di garmen juga bisa dibilang sudah enggak ada nilainya
karena pabriknya collapse setelah hampir setahun vakum gara-gara
demo buruh yang enggak habis-habis.”
Arifin sejenak berhenti bicara, lurus-lurus menatap Chaerul dan
berbisik dengan suara sangat dalam. ”Sebulan terakhir ini Papa
beberapa kali bicara soal piutang-piutangnya.”
Chaerul serasa mendengar petir menggelegar di telinganya, yang
sekonyong-konyong memanaskan ruangan yang begitu dingin. Ia
langsung merasa dirinya bagaikan seorang terdakwa.

Chaerul memang banyak berutang pada Om Sur sejak usaha-usaha


pamannya ini meningkat pesat lima tahun terakhir ini. Pada saat yang
sama Chaerul justru sedang merangkak memulai usaha baru. Tak
berani berhubungan dengan bank untuk mendapatkan modal usaha,
Chaerul menemui Om Sur untuk minta bantuan. Chaerul ingat betul
waktu itu Om Sur langsung mengeluarkan buku cek dari laci mejanya
dan bertanya Chaerul perlu berapa. Chaerul tergagap-gagap menyebut
angka ratusan juta, dan Om Sur langsung menuliskan angka itu di
kolom isian pada lembaran cek di hadapannya.
Dengan modal dari Om Sur itu Chaerul menyewa sebuah ruko di
salah-satu kawasan niaga di Jakarta Selatan untuk membuka kantor
baru. Namun usahanya di bidang jasa konsultasi keuangan dan
perbankan ini hanya bertahan kurang dari enam bulan karena
modalnya habis untuk biaya overhead kantor dan gaji sepuluh staf
berikut karyawan yang semuanya sarjana, kecuali office boy.
”Usaha kamu kurang komersiil,” kata istrinya.
”Tapi bidang ini sesuai dengan pendidikanku,” kata Chaerul.
”Lupakan pendidikanmu. Cari usaha yang lebih konkret.”
Chaerul pun menghadap Om Sur lagi.
Ia mengaku usahanya telah gagal, dan ingin membuka usaha baru
yang lebih menjanjikan, ”…agar bisa segera mengembalikan
pinjaman saya yang terdahulu.” Waktu itu Om Sur spontan
mengatakan, ”Jangan pikirkan dulu urusan pinjaman. Kamu fokus
saja ke usaha kamu. Kalau sudah running well, baru kamu pikirkan
urusan utang-piutang di antara kita.”
Chaerul sangat bersyukur dan mengucap beribu terima kasih.
”Mau bikin apa kamu sekarang?”
”Kafe, Om. Saya sudah melakukan survei kecil-kecilan dan hasilnya
positif. Bisnis kafe yang saya pilih ini sangat prospektif.”
”Sudah ada modal?”
”Ehm… itu dia, Om… Mohon maaf….”

Chaerul membuka kafe bersama beberapa mantan teman satu


almamater. Bertempat di lingkungan perkantoran, kafe ini langsung
kebanjiran pengunjung. Sebagian terbesar tamu ialah mantan teman-
teman kuliah Chaerul yang berkantor di sekitar lokasi kafe, maupun
yang sama-sekali tak berkantor, dan memanfaatkan kafe ini untuk
pertemuan-pertemuan bisnis mereka. Kebanyakan dari mereka datang
seusai jam makan siang—yang artinya jarang ada yang memesan
hidangan makan siang—dan pulang menjelang maghrib—yang
artinya jarang ada yang memesan hidangan dinner. Sebagian terbesar
cukup memesan secangkir teh atau kopi untuk bertahan duduk selama
tiga-empat jam. Lagi-lagi, usahanya ambruk sebelum sempat
berkembang.
”Masih ada sisa modal dari Om Sur,” kata Chaerul menenangkan diri.
”Jangan pakai buat bikin usaha lagi,” kata istrinya. ”Mending kamu
nyari kerja yang bener. Minta tolong sama teman-temanmu yang suka
pada nongkrong di kafe itu.”
Istri Chaerul benar. Salah-satu teman Chaerul bekerja di sebuah
imperium bisnis yang bergerak di bidang properti. Chaerul diajak
bergabung dan kebagian tanggung-jawab urusan pembebasan tanah.
Jabatan ini membuat kehidupan Chaerul berubah. Lewat kelihaiannya
melakukan pendekatan dan negosiasi, dengan anggaran miliaran dari
perusahaan ia sanggup membebaskan luasan lahan dengan ganti rugi
hanya ratusan juta.
Tapi kondisi ini pun tak berlangsung lama. Audit besar-besaran yang
dilakukan perusahaan sehubungan dengan penurunan laba tahunan
yang begitu drastis menguak praktik manipulasi yang dilakukan
Chaerul. Chaerul dipecat secara tidak terhormat dan diperintahkan
untuk membayar semua kerugian perusahaan yang diakibatkan oleh
kesalahannya.
Setelah itu Chaerul tak tahu mau berbuat apa lagi.
”Masih ada sisa pinjaman dari Om Sur,” kata Chaerul untuk
menenangkan istrinya yang terpanik-panik menghadapi
perkembangan situasi ini.
”Sekarang aku minta kasihkan sisa uang kamu ke aku! Kali ini aku
yang buka usaha! Kamu diam di rumah!”
Giliran istri Chaerul yang membuka usaha yang sudah lama
diimpikannya, dan sangat sesuai dengan pendidikan dan keahliannya,
yaitu klinik perawatan gigi. Usaha ini berkembang lumayan bagus,
dan untuk sementara kehidupan rumah-tangga Chaerul bisa
terselamatkan.
Namun istri Chaerul tak pernah merasa tenang, sebab bagaimanapun
Chaerul masih memiliki banyak utang pada Om Sur, yang total
jumlahnya mencapai hampir semiliar. Chaerul selalu berusaha
menenangkan istrinya dengan mengatakan bahwa pada kenyataannya
Om Sur tak pernah menagih piutangnya.
”Tapi sampai kapan pun utang tetap utang,” kata istrinya.
”Tapi kamu sendiri tahu sampai kapan pun aku atau kita tak akan
pernah mampu membayarnya!”
”Jadi kita harus bagaimana???”
”Tenang. Kamu harus belajar menghadapi persoalan ini dengan
tenang. Masalah ini akan terselesaikan oleh berjalannya waktu.”
”Maksudmu?”
Dengan suara berbisik, seperti takut ada orang lain yang mendengar—
padahal di ruangan ini tak ada siapa-siapa kecuali mereka berdua—
Chaerul menjawab, ”Cepat atau lambat Om Sur akan meninggal
dunia. Begitu meninggal dunia urusan utang-piutang dengan beliau
aku yakin akan sirna dengan sendirinya….”

Kenyataannya tiga bulan setelah terkena stroke Om Sur justru


dikabarkan meningkat kesadarannya…!
”Tadi siapa yang menelepon?”
”Perawat rumah-sakit di Jakarta. Kamu kan ngasih nomor kita ke
perawat di sana supaya sewaktu-waktu bisa menelepon kita.”
Chaerul pun menelepon balik. Penjelasan yang diterimanya membuat
seluruh tubuhnya gemetar. Perawat itu bercerita bahwa meski tak bisa
bicara, Om Sur bisa menulis dengan tulisan yang kacau tapi tetap bisa
terbaca. Dan kata-kata yang berulang-kali ditulisnya ialah ”Piutang…
piutang… piutang….”

”TERNYATA benar dugaanku,” kata Arifin, yang sebelumnya secara


khusus meminta agar Chaerul segera datang ke Jakarta. ”Seperti
pernah aku bilang, menjelang terkena stroke Papa sering bicara
masalah piutang, dan ternyata setelah tiga bulan tak sadar pun, Papa
siuman lagi hanya untuk mengatakan yang sama. Jelas ini suatu
pertanda, bahwa Papa akan merasa tenang hanya setelah semua
urusan piutang bisa diselesaikan.”
Chaerul merasa keringat dingin membasahi seluruh badannya.
”Bang Amri kemarin mengembalikan tiga lukisan Papa yang selama
ini dipajang di rumahnya. Mbak Rosa mengembalikan dua almari
antik kesayangan Papa. Vina transfer dua puluh juta buat membayar
utangnya waktu dia perlu membiayai operasi usus buntu anaknya.
Tinggal Bang Chaerul yang belum. Pembayaran utang Abang benar-
benar ditunggu karena kami mulai kekurangan dana untuk menutup
biaya rumah-sakit.”
Chaerul pulang ke Lampung dalam kondisi lemah-lunglai. Setelah
lebih dari empat jam berdiskusi dengan istrinya dalam suasana yang
sangat panas dan keras, akhirnya mereka sepakat menjual rumah
mereka yang besar dan berlantai dua berikut tanah seluas dua ribu
meter untuk membeli rumah yang jauh lebih kecil. Begitu selesai
menerima pembayaran Chaerul langsung mentransfer dana tersebut ke
Arifin. Dan Arifin langsung pula mentransfernya ke rumah sakit
untuk menutup semua tagihan. Semua pihak merasa lega, dan
berharap Om Sur menjadi lebih tenang di masa akhir hayatnya.

Di luar dugaan, kondisi Om Sur makin membaik. Tatapan matanya


bersinar lagi dan bahkan mulutnya yang suka bergerak-gerak mulai
mengeluarkan suara. Suara-suara itu berangsur makin jelas dan para
pembezuk bisa menangkap yang beliau ucapkan: ”Chaerul…
Chaerul… Chaerul….”
Chaerul terpaksa balik ke Jakarta lagi.
”Memang Om Sur belum tahu kalau aku sudah melunasi semua
utangku?”
Arifin menggeleng-gelengkan kepalanya. ”Aku sudah membisikkan
semuanya ke Papa, tapi tak ada yang tahu persis Papa sebenarnya tahu
atau tidak apa yang aku bisikkan. Kenyataannya dia terus-menerus
menyebut nama Abang, dan itu berarti Papa benar-benar ingin
bertemu Abang.”
Chaerul pun masuk ruang ICU dengan perasaan berdebar. Ia
mendekatkan mulutnya ke dekat telinga Om Sur dan berbisik, ”Om…
ini Chaerul, Om.”
Om Sur membuka matanya. Senyum tipis membayang di wajahnya.
”Chae… rul….”
”Ya, Om.”
”Om… tak akan… tenang… kalau belum… bicara sama… kamu….”
”Ada apa, Om?”
”Om ingin… menganggap lunas semua utangmu…. Dengan nama
Allah, Om bersumpah… tak ada lagi… utang-piutang… di antara
kita…. Lailaha ilalaah…..”
Terdengar suara alarm panjang pertanda terhentinya detak jantung.
Dokter dan para perawat berdatangan. Mereka sempat bingung, mana
yang harus mereka tangani lebih dulu. Almarhum Om Sur, atau
Chaerul, yang tergolek lemah di lantai dengan mulutnya yang berubah
bentuk.

Anda mungkin juga menyukai