o
S We Know
ICHIG0U
OPPOSITE|1
Pages
UCAPAN TERIMAKASIH ..................................................................................... 2
Prologue: .................................................................................................................. 3
The Youngest Salim. .............................................................................................. 20
Sang Badai Bertemu Pelangi. ................................................................................ 32
One Year Anniversary. ........................................................................................... 44
Jealousy, Jealousy................................................................................................... 60
Bagian dari Salim. .................................................................................................. 90
Pasar, Pukis dan Papip. ........................................................................................104
The Exorcism of Mikha ........................................................................................ 119
Bungsunya Papi & Mami .....................................................................................142
Timosaurus becoming parents. ............................................................................154
Midnight Thoughts. .............................................................................................165
Munculnya Iblis Kecil. ..........................................................................................174
Persaingan Sengit. ................................................................................................195
Playdate. ................................................................................................................ 211
Dua bayi yang sakit. ............................................................................................ 225
Coming Home. .................................................................................................... 232
Kale’s Birthday Party. ...........................................................................................251
A Cold War. .......................................................................................................... 266
Froggy Frog Promise ........................................................................................... 282
Blood Are Thicker Than Water. ...........................................................................291
The Worst Nightmare. ......................................................................................... 307
Feelin blue.............................................................................................................318
Us Againts The World. ........................................................................................ 327
A Goodbye Kiss. ................................................................................................... 340
Pilihan terbaik. ..................................................................................................... 350
UCAPAN TERIMAKASIH
Salah satu alasan kenapa aku mau bikin PDF karena aku beneran sesayang
itu sama cinta pertamaku, Gamik. Banyak struggle dalam penulisan PDF ini
karena kerjaanku yang tiba-tiba hectic sampai aku sering drop berulang kali.
Mungkin di dalam cerita ini banyak yang gak sesuai sama ekspetasi seperti—
Vincent-Kahfanya kurang screentime, atau penggambaran tokoh lain yang kurang
jelas. Aku benar-benar minta maaf karena fokuksu hanya keluarga kecil Gamik…
Aku ingin nulis banyak tapi waktuku terbatas dan yang aku tuangkan hanya
terlintas itu aja, jadi aku benar-benar minta maaf kalau gak sesuai ekspetasi, ya!<3
Terakhir, Aku benar-benar banyak makasih sama readers yang benar-benar baik
sama aku, selalu support dan tegur kalau aku salah. Maaf kalau aku banyak
kurangnya, dan bikin kalian gak nyaman. Hope u guys enjoy this ride,
xoxo,
ICHI<3
Prologue:
Dia, Mikhailan Shaka.
“Mik, kamu tau kan aku mau nikah sama Rima? Tolong
gugurin anak ini. Apa kata orang nanti?”
****
****
****
“Stop crying, you can’t get what you want if you keep crying
like that.” Dengan raut bingung, Mikha kecil mulai
memiringkan kepalanya ke kanan. Tak paham dengan
bahasa yang menurutnya asing barusan.
“Aciiih,”
“Do not talk with stranger! Im gonna tell your dad about
this!”
“Cutie pie.”
“Ieeeel!”
“Iyeeel! Don’t leave me alone! You shouldn’t gave that ice cream to some
stranger!”
****
****
“Bunda lama banget! Mikha mau pulang! Capek! Mana ujan lagi, nanti
Mikha ketinggalan main warnet sama Kahfa!”
“Sabar dong anak nda, ini bundanya ngebut ya? Biar cepet sampe sana.
Nanti bunda bikinin mie rebus biar capeknya ilang, ya?”
****
****
****
“Do not talk with your dad like that! If you feel that
Iel could beat you, then show your best! Get your daddy’s
attention. Do not nagging like that!”
She loves him, so much. But she can’t lose everybody’s attention just
because of those little guy.
****
“Kakak, could you please tell me who’s the girl in the horse?”
Matanya fokus pada anak perempuan yang sibuk berkuda
bersama laki-laki berwajah asia dibelakangnya.
“Anak laki-laki itu harus kuat, Gamaliel, You will never get what
you want if you’re being like this. Kamu itu anugerah bagi Papi. Your name
was explained it all! Be a good boy and stop crying! Boys didn’t cry like that!”
****
January, 2026.
****
3 January 2026.
Juan dan Julia jadi dua sosok yang menambah kadar resah si
manis; katanya takut seisi penonton disini jadi tumbal
proyek karena venue ini rumornya mau diperluas. Tentu
saja Mikha dan segala otak lugunya percaya dan mulai
mengeratkan pelukannya pada sang kekasih.
“Gama, kalo emang kita jadi tumbal proyek, terus si Juwiw gimana?
Masa jadi yatim piatu kayak aku?” Pertanyaan ngawur itu tak
terjawab, Gama sembunyikan senyumnya dibalik ceruk leher sang
kekasih. Merasa gemas akan perilaku polosnya.
“When you try your best but you don’t suceed…” Foto milik
si manis terpampang dengan jelas di layar; beserta caption
yang buat dirinya menahan segala rasa haru yang
membuncah. Para penonton mulai berteriak riuh begitu
paham kemana maksud dan tujuan hal diluar dugaan ini
terjadi. Mikha jadi satu sosok mengapa para penonton
menaruh perhatian lebih terhadapnya.
“I can cleary rembember the moment when I lost him, it’s hurt like hell. My
world was collapse, I lost the love of my life.”
“I don’t believe in love, but since he came to my life, I do believe that love is
exist, he is the real definition of love and home.”
“Mikha?”
Pada akhirnya sang pelangi datang dan hapus gelap sang badai besar.
●●●
Dan Putra akan selalu jadi sosok yang lelah untuk hadapi
tingkah si Aneh Muklis.
“Udah inget?”
****
****
****
“Klis,”
“Gitu ya? Tapi gue tetep pengen denger dari sisinya, Klis.”
“Ya kalo gitu elu tanya baik-baik, janji ke dia kalo lu gak akan
macem-macem. Cuma pengen tau aja rasanya jadi doi.”
“How was your day? Are you happy?” Satu kecupan Gama
layangkan pada kening sang kekasih yang sibuk memeluknya erat
dan endus tipis ceruk lehernya.
“Ya aku gak bego—kamu tuh pasti tau ‘kan aku sering diginiin
tanpa aku cerita?”
“Aku tau, tapi aku tunggu kamu cerita sayang, aku gak mau
nantinya kamu merasa aku berlebihan. Aku mau kamu nyaman,
maaf kalau cara aku salah, ya?” Punggung tangan milik Mikha
dikecup lama. Buat si manis merasa melebur meskipun perlakuan
manis itu kerap ia dapatkan setiap hari.
“Aku emang gak punya harta, tapi aku punya Gama buat lawan
dunia!” Ujarnya bangga.
Mikha barusan. Mikha itu benar-benar jadi satu sosok yang buat
hidup Gama terasa lebih berwarna. Harta miliknya tak seberapa jika
ia harus kehilangan lagi sosok tersebur.
“Gamaa!”
“Iya, sayangg?”
“Ayoooo!”
Mikha emang gak punya yacht, pesawat bahkan pulau untuk Gama.Tapi
hadirnya di dunia ini, udah jadi kado paling berkesan buat si bungsu Salim.
●●●
“Loving you was kills me inside.” Bisikan halus itu mampu buat
Vincent menatap lurus sang mantan kekasih. Meskipun keduanya
57 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 58
“And losing you was kills me, Fafa.” Mata setajang elang mulai
menatap lurus si manis yang sibuk terdiam. Suasana terasa tegang,
dirinya begitu terhanyut dengan perkataan Mikha tadi siang hingga
berani ucapkan kalimat seperti barusan.
“Gua bercanda,”
“Loving me was a kind of sin, lo salah kalo jatuh sama pengecut kayak
gue.” Imbuhnya, dengan tatapan yang beralih pada langit.
“Gue cuma sibuk ngumpet dan sayang sama lu, meanwhile you
really down so bad for me, doing anything just to make me happy—and that
kills me, knowing the facts we’re ending up like this—”
58 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 59
“I’ve never fight for you, semua hal yang lo sebutin barusan itu it’s
just a bare minimum. Harusnya gue berjuang lebih buat lo.”
“Come on, wanna grab some dinner?” Tanganya terulur untuk ajak
Vincent pergi.
“Sure,”
Jealousy, Jealousy.
“Got a pretty face, a pretty boyfriend too
I wanna be you so bad, and I don't even know you.”
“Si Gama, PT-nya boti ye, Mik?” Satu pertanyaan yang keluar
dari bilah bibir tipis milik Kahfa buat Mikha berkerut bingung,
karena entah darimana asalnya, Kahfa dapat menarik kesimpulan itu
secara spontan.
“Totally agree, gue liatnya juga gitu sih, actually.” Kali ini giliran
Julia—wanita yang sekarang sudah berbuntut dua ikut
menambahkan.
“True! Terakhir gue inget banget pas Juan minta joinan gym
bareng Iel, and you know what? He touch my man’s butt. What tha fuc—
” Birai tipis milik Julia hampir saja mengumpat sebelum akhirnya
matanya bertemu pandang dengan netra bulat sang anak yang
menatapnya penuh binar.
“Sejauh ini si aman-aman aja sama Gama, dia gak pernah tuh
cerita di colek-colek apalagi pantatnya.” Mikha dengan percaya
dirinya mulai membuka kembali obrolan tersebut.
“Lu berdua yang gak waras. Udah tau si Mikha sensian malah
dipanas-panasin. Bingung gua, kenapa lu berdua bisa jadi sarjana.”
****
“Relax, ini tangan lo lurusin aja yah, Yel.” Jemari lentik milik
Rakhu mulai telusuri urat-urat yang nampak pada lengan atas milik
Gama. Suaranya sengaja dibuat lembut. Hawa semakin terasa panas
begitu Mikha tangkap otot milik Gama di pencet-pencet genit.
Mikha naik, namun tidak kali ini. Rasa kesal begitu menghujami hati
begitu ia lihat Gama-nya seperti tak sadar akan apa-apa.
“Hey?”
****
“Pi, come on. Just try to be nice to other people.” Suara anaknya
yang semakin dekat, buat Gandhy melongok ke belakang, tatap
Gama dengan ikut berkerut.
“Apasih? Kamu tuh gak diajak! Ayo Mik, kita makan saja, Papi
bawa nasi padang Pagi Sore itu lho yang Papi bilang enak.”
Pergelangan sang menantu kembali ditarik, dibawa menjauh ke meja
makan. Tinggalkan dua manusia yang melempar senyumnya
masing-masing.
“Ya, cuma bayi gue tuh yang bisa ambil hatinya. Emang
anaknya gemes banget sih. Siapa coba yang gak jatuh cinta kalau
bentukannya kayak Mikha?” Ujarnya dengan bangga dan kekehan
di akhir.
“Udah ah, lo belom makan kan? Ikut gue sama yang lain
makan aja. Tenang gausah takut dicuekin—ada gue kok.”
****
“Lho, nanti kalo makan nasi padang kamu masak ugd lagi. Ya
kan, Mik?” Ujarnya mengejek, buat Mikha ikut terkekeh jahil.
“Ya orang kamu memang gak diajak kok. Sini Mik, kita makan
sambil nonton spongebob.”
“Beneran Pi, this ain’t joke anymore. Not funny. Ada tamu disini,
where is your attitude?!” Ketiga sosok disana mulai tersentak kala
Gamaliel menaikkan satu oktaf suaranya. Lelah setelah berolahraga
nampaknya buat perasaanya berkali lipat lebih sensitif karena
perilaku ayahnya kali ini.
“Yel relax. Lo ada stock veggies gak? I can made you some caesar
salad.” Suara lembutnya mengalun, buat ketiga sosok disana ikut
menengok, terlebih si manis yang berada tepat di samping Gandhy.
“Gak!”
“Gak, gausah. Makan aja sama Papimu itu, aku sama Rakhu
turun aja, makan di mcd samping.” Tubuhnya dibawa menjauh,
bersaamaan dengan Rakhu. Yang akhirnya buat kaki Mikha
menghentak kuat.
****
“Maaf ya? Maaf ya tadi aku ikut marah sama kamu?” Pipi
kanan milik Mikha dihujani kecup kupu-kupu, buat si manis yang
duduk di pangkuannya mencebik lucu.
“Mik, kan Papi bilang, anak temen Papi banyak loh, Nak.
Jangan mau sama laki-laki yang emosinya saja gak jelas seperti Iel.”
Bariton berat milik Gandhy buat Gama menengok, menatapnya
nyalang layaknya musuh yang sudah lama ingin habis dibantai.
“Papi diem ya, Papi tuh gak diajak!” Suara nyaring milik Mikha
buat Gandhy diam seribu kata. Bungsunya itu kelihatan masih
marah karena ulahnya tadi. Buat Gama tersenyum bangga kali ini,
karena untuk pertama kalinya, Ayahnya itu kalah akan dirinya.
“Loh, masih ngambek? Hayo kan udah Papi kasih yang Mikha
mau.”
“Bener, yang?”
Cuma makan MCD gausah sok keras, gua bisa dapet segalanya kalo
minta.
****
Iyeeeel<3
Sorry banget, Mikha lagi sakit. I need to make sure he’s gonna be alright kalo
gue tinggal sebentar.
You.
Delivered.
****
“Iya, janjiii.”
****
Pipi milik si manis diusap, ibu jarinya beralih pada birai tipis
milik Mikha. Ditekan lembut hingga birainya sedikit terbuka.
Bibir keduanya tak henti saling sesap bagian atas dan bawah
yang lama-lama berubah jadi lumatan panas dan lidah yang ikut
bermain, saling melilit dengan netra yang masih saling tatap—
berikan efek debaran yang berkali lipat.
“H-hah, ayang.”
Bibir milik Mikha terasa kelu, hanya satu gelengan yang dapat
ia berikan.
“Orang tuh kalau lagi sakit tidur, kenapa bayi aku malah sensitif
ya?” Tanganya mulai cengkram bagian dagu Mikha, kembali arahkan
kepala tersebut kearah kaca. Kembali bersitatap melalui pantulan
diri. Bisa ia rasakan deru nafsu hangat sang suami menyapa leher
jenjangnya.
“Mikha,” Sedari awal, Gama itu sudah notice, kalau si manis ini
tersulut nafsu. Namun gak nyangka—Mikha bakal sebold ini diruang
terbuka.
80 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 81
“Hnnngh—aah enak,”
“Mikha,”
“Stop calling my name and please fuck me hard, Mr. Ossa.” Tatapan
nyalang dan menantang mulai Mikha lemparkan tepat di depan
pantulan kaca, buat Gama kembali mengapit kuat dagu dan
sekitaran pipinya.
“Gama, Mikha mau diremet yang kuat kayak tadi, mau dientot sampe
gak bisa jalan.”
“Gama?”
“Yes baby?”
“Nggh—aaangh.”
dimana harus menatap netra satu sama lain ketika sedang bercinta.
Sorot sayu penuh nafsu buat darah keduanya semakin berdesir.
“Good puppy, keep doing that until I came, ya?” Rahang milik Gama
dijilat, kepala bulat milik Mikha menggeleng. Ia semakin eratkan
pelukannya, sembunyikan wajahnya dibalik leher milik Gama.
“Gama,”
“Then tell me, how bad do you love me?” Mikha alihkan
pandangannya pada sosok yang masih terdiam dengan netra
membulat—bingung harus melakukan apa di situasi seperti ini. Rasa
emosi makin membuncah kala Gamaliel usap halus punggung si
manis yang sibuk kejar pelepasannya.
“I fucking love you, sayang. I love you so bad—I can’t live without
you—aangh.”
●●●
“Thanks, udah bikin suami gue badannya fit lagi. You did a
great job, Rakhu Jonathan.” Netra hazel milik Mikha menelisik
tubuhnya dari atas hingga ujung kaki. Entah sengaja atau tidak—
namun, Mikha gunakan baju dengan kerah longgar, tunjukan
banyak nokta merah di bagian selangka dan leher. Buat Rakhu
menyipit kesal.
“Nanti gua sampein salam lu. Sorry ya, Gama tidur. Ngewe
sama gua emang butuh ekstra tenaga.”
87 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 88
“I said, back off, loser. He’s mine. Kasih tau Zevanya and Vincent
Axellano Salim to stop doing this shit.” Tubuh Rakhu menegang kala
nama Zevanya dan Vincent disebut. Netranya membulat, deru nafas
yang terasa disekitar leher buat bulu kuduknya meremang. Terkejut
bukan main bahwasanya Mikha tau fakta yang ia simpan rapat dari
awal kedatangannya.
“Lagian Gama gak pernah sedikit pun nafsu sama lu. Lu tau
gak? Gua sama Gama sering ngomongin pantat implan lu, haha.”
“Bilang ke tuan lu itu ya, Jing. Stop usik hidup gua sama Gama.
Gua gak akan ngadu—tapi, kalo gini terus caranya,” Langkahnya
terhenti, matanya menatap remeh sosok manusia di hadapannya.
“Gua bisa lampiasin amarah gua ke orang-orang yang gak punya masa
depan kayak lu.”
“Tuh mobil mahal buat lu—terserah mau dipake buat gaya atau dijual
lagi. Kuliah lu yang gak kelar-kelar itu, butuh banyak biaya ‘kan?”
“Uncle Yel!”
“Oh okay, Yel. Gue tau kok Mikha lagi sibuk jualan
jajanan pasar itu di cafenya, haha. Sumpah deh! Bagus
banget konsepnya.” Gamaliel hendak menjawab sebelum
akhirnya sang suami manisnya maju selangkah, peluk tubuh
Anya erat.
****
“Mi, Mikha keliatan udik gak ‘sih?” Satu pertanyaan yang keluar
dari bilah bibir Mikha buat Gantari membulatkan matanya secara
spontan, telusuri sang menantu dari pucuk kepala hingga kaki.
“Konteksnya apa?”
“Tapi Mi,”
“Mikha kadang pengen Gama tau tanpa harus Mikha yang repot
kasih tau, hehe.”
“Jadi bagian dari keluarga ini berat, Nak. Kita dituntut untuk
sempurna dan pakai topeng kuat setiap saat agar diterima. Mami
sama Papi gak pernah ajak Mikha datang bukan karena gak sayang
Mikha—tapi kami jelas tau rasanya.”
“Mami ini suka sedih lihat Mikha, rasanya seperti lihat the old
verse Mami yang lugu, polos dan kelewat cinta sama Papimu itu.
Segalanya Mami telan sendiri—setidaknya punya Papi di dunia ini.”
Mikha, gak akan janji apa-apa, karena detik ini pun, ia mulai
merasa Gama-nya itu memang sudah punya sisi lain yang gak ia kenal lagi.
“Mikha gak janji, Mii. Tapi Mikha seneng banget punya Papi
dan Mami yang baik banget sama Mikha. Makasih Mamiiii,”
Kala itu, taman besar milik Sakhayang jadi saksi, bahwa Mikha
dan Gantari habiskan cerita singkatnya disana—duduk berdua,
tanpa ada yang menginterupsi. Sedikit Gantari tau, kalau Mikha
adalah anak kuat yang mampu pakai topengnya dengan rapat. Sama
halnya seperti dirinya waktu awal masuk kedalam keluarga
‘berpengaruh besar’ ini.
****
Wejangan snack malam hari ini adalah Garlic italian cheese bread.
Ini request dari Frey, laki-laki manis yang baru saja memutuskan
untuk menetap dan tinggal di Indonesia bersama sang anak, Kaleano
Keanzie Salim. Anak sulung Frey dan Zavier yang memiliki mata sipit
dan wajah yang mirip seperti Zavier—walaupun bukan anak
kandung.
“It’s ‘S’ not ‘C’, baby.” Zavier dengan segala detail kecil yang
dirasa harus sempurna buat beberapa diantaranya tersentak.
Dominasi penuh dan aura intimidasinya keluar, buat Mikha juga
terkejut dengan sosok dingin tersebut.
Masalahnya, Kale itu baru berumur empat tahun, apa yang ia tuntut dari
anak yang baru sebesar kardus mie instant?
“Repeat it, ulangi.” Suara tegas Zavier buat Kale tatap Papinya
sendu. Frey tatap dengan sayang sang anak, yakinkan bahwa si kecil
bisa.
soalnya. Jarang-jarang ya anak kecil bisa bilang ‘R’ bilang ‘S’ aja
susah.”
“Yes uncle! Hazel can said ‘R’! Kale is not smart! He even can’t says
‘S”.” Celotehan ngawur dari anak seumurnya, buat Kale gigit
bibirnya kuat. Tatapan nyalang sang Papa sudah terasa membunuh
dirinya perlahan meskipun ada di seberang.
“Bread! Hazel can say Bread! Kale, can you say ‘bread?’” Mungkin
Anya gak sadar, kalau anaknya itu benar-benar persis dengan
dirinya, haus akan perhatian dan selalu ingin jadi pusat dunia.
●●●
“So why on earth, Mikhailan Shaka Salim doing in here?” Logat dan
suara yang khas layaknya bule kental buat Mikha menengok—tatap
hadir manusia lain dibagian lain rumah besar Sakhayang, ikut dirinya
untuk menatap macan putih yang terkurung dibalik kandang.
“Gak dong gak lebay, ‘kan emang lo udah bagian dari kami?”
Tubuhnya berdiri tepat disamping Mikha, menelisik tubuh Mikha
dari atas hingga bawah.
“Even dinding aja di rumah ini punya kuping. So, is that true?
Iel marah karena lo bikin dia malu tadi?”
101 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 102
“Yang gak lumrah itu, orang yang gak tau diri—bikin hidup
mantannya ancur berkat kelakuan nyokap sama ‘mantan’
tunangannya, tapi sampe sekarang kalo sange nyarinya ya—eh you
know what I mean kan, V?”
“Tau kan ya maksud gua si sampah yang gak tau diri itu
siapa?” Netranya bergulir pada ponsel yang tiba-tiba berbunyi milik
Vincent, tampakan nama “Love of my life” disana.
“Mau gua kasih tau, atau stop usik hidup gua sama Gama?”
Pagi ini bukan ciuman basah ataupun kalimat cinta yang buat
Mikha bangun di pagi hari. Namun ketukan pintu dari kamar tamu
yang buatnya bangun dan siap jalani hari.
“Papiiii, jadi repot.” Suara serak khas orang bangun tidur buat
Gandhy usap pucuk kepala Mikha dengan sayang. Satu gelas
berisikan air putih ia sodorkan untuk Mikha minum.
“Biarin sih, Pi. Kamu tuh gak usah ikut campur masalah
rumah tangga orang! Kemarin anak perempuanmu hampir pisah
rumah sama suaminya apa kamu se-lebay ini?” Ungkap Gantari,
tatap nyalang sang suami.
“Gak lucu! Kamu tuh suka begitu loh! Kalau Iel atau Icel sakit
hati gimana?”
“Cuma Mas Mikha ‘nih yang bisa buat Bapak dan Ibu seperti
ini,”
Pundak milik Inem ditepuk sekali, buat Inem tatap lurus sang
majikan yang duduk tepat disebelah Mikha.
“Nem! Panggilnya jangan pakai Mas ya, Wong anak gemes gini
kok dipanggil mas. Panggil dia pangeran!”
****
“Ssst, Papi mau ikut gak? Kalau mau ayo. Kalo engga ya
jangan larang Mikha ya! Nanti Mikha pulang ‘nih.” Ancaman
ulungnya itu sukses buat Gandhy buru-buru ambil topi dan jaket
yang tersampir, siap mengikuti kemanapun Mikha pergi.
Langkahnya dengan cepat meninggalkan Inem dan Mikha—hendak
panaskan mobil diluar.
“Mas, mas. Itu anaknya bapak dua biji ndak ada lho yang bisa
buat bapak kayak gitu. Saya jadi inget mendiang mas Denver,” Inem
bka cerita hari, sembari cek kelengkapan catatan belanjanya.
“Ya kayak ke Mas Mikha gini, apa saja dilakuin. Pas mas
Denver diculik—nyonya besar jadi pihak yang paling sakit. Anaknya
hilang, suaminya benci dia.”
sama ibuk, tapi dibelakang itu, Ibu juga banyak nahan sakit karena
dicaci habis sama keluarganya bapak. Gagal urus anak katanya.”
Rentetan cerita singkat yang baru saja keluar dari bilah bibir
Inem buat Mikha tersadar akan satu hal, dirinya dan Gama itu
memang sesulit itu untuk akhirnya berada pada di titik ini. Banyak
pengorbanan besar yang buat keduanya relakan demi bersatu.
****
“Maaf ya buk, lagi musim virus. Lagian ibu juga gak pake
masker, bahaya.”
“Ah! Sakit pak! Sakit, disini ada orang tau!” Suara nyaring
miliknya seolah punya radar tersendiri. Gandhy yang dengar
pekikan tersebut segera tembus kerumanan, cari presensi anak
bungsu kesayangannya.
“Coba, mas. Ini mas yang tadi bikin anak saya jatuh kan, Mas
sudah vaksin belum?” Mikha semakin malu kala disebut,
pelukannya pada sang ayah mertua makin erat, sibuk tenggelamkan
wajahnya.
Apakah dia pantas dapat semua perhatian dan kasih sayang ini?
Karena sebelum kenal Gama dan Gandhy, dia gak tau rasanya
dicintai sepenuh hati oleh sosok laki-laki yang berperan penting
layaknya seorang ayah.
“Mik, mik ada kue sunkiss tuh!” Ujar Gandhy begitu lihat
tukang kue dekat pintu masuk.
●●●
“I told you thousand time, jangan ikut Mikha kalau dia mau pergi
ke tempat umum. This shits always happened when you’re doing this. Stop
spoilling him, dad.”
Ini yang Mikha bilang part tak paling ia sukai, ia tahu Gama
akan tumpahkan segalanya ketika ia tidur—tak ingin tambah beban
Mikha. Rasanya, begitu sakit dan ngilu dengar isak tangis yang keluar
dari bilah bibir Gama. Padahal, ini hanya perihal kecil. Namun
Gama begitu sensitif begitu lihat Mikhanya terluka.
“Jadi gimana sih, Yang? Itu dia suka sama si Austin gara-gara
mirip mantannya?” Mikha, dengan wajah yang sibuk sembunyi
mulai bertanya.
“Mikha,”
Pucuk kepalanya Gama usap sayang, “Aneh deh yang, tadi tuh
aku cari di wastafel beberapa kali gak ada, akhirnya aku cari sekitar
bathub. Eh pas aku balik lagi, ada di wastafel?”
****
Diatas kasur besar dan matahari pagi yang baru keluar, dua
laki-laki sibuk kejar pelepasannya—aktivitas pagi yang jarang
terlewat.
atas, pahatan wajah sempurna dengan bibir yang sedikit terbuka dan
peluh yang basahi pelipis.
“Nggh—mau dimulut.”
“Hey?”
****
“Itu lagu apa deh, yang? Kok aku kayak pernah denger, ya?”
“O-oh, kamu juga tau lagu it—” Ucapannya terputus kala satu
pesan masuk dari ponselnya, buat ia melirik sebentar.
Gemblooong
Deg!
****
“Demi tuhan Yesus dan Roh kudus ahahahaha, gue juga bisa
kali~~” Suara nyaring dan lengkingan tawa yang mengisi seisi
ruangan buat semua yang ada disana tercengang dan merinding.
Lebih luar biasa lagi begitu lihat Mikha minum kopi hitam
sebanyak satu liter yang disediakan khusus disampingnya—
ditenggak lancar, layaknya minum air putih.
“Ya Tuhan, baju deus gua…” Ungkap Juan resah seraya tatap
setan yang berhasil rusak baju mahalnya.
“Heh, setan. Gama tuh homo, sukanya sama laki. Pergi lu dari
badan temen gua. Udah mati, nyusahin lagi lu.” Sontak seisi ruangan
dibuat kaget dengan tutur kata Kahfa barusan. Kahfa dan Mikha—
memang sama-sama diluar nalar.
“STOP!”
“G-gak! Dia jahat! Dia gak pantas hidup!” Detik selanjutnya, seisi
ruangan dipenuhi dengan suara tangis terisak, drama lain dimulai.
“Gama! Mikha itu jahat hu~ Gama harusnya sama aku, hiks.”
Pundak bergetara dan kaki yang sengaja dihentak buat Gama benar-
benar lelah. Ia benar-benar rindu Mikhanya, ia tak henti salahkan
dirinya karena meninggalkan Mikha sebentar.
“Tapi janji maafin Mikha ya? Mikha janji gak akan asal lagi
kalau bicara.”
berubah hanya jadi beberapa isak sisaan. Buat Gama dan yang lain
tatap lekat sosok tersebut.
Suara helaan nafas keluar dari bilah bibir Juan. “Nah, udah
nih—beneran udah balik berarti.”
“Apaan?”
Hantu itu mungkin akan dibabat habis dan dicaci maki oleh
si manis.
●●●
“Yang, mau mampir kebon siri kagak? Tapi sepiring bedua ye,
mahal bet buset.” Suara Muklis yang ikut tertiup angin tak digubris,
Putra terlalu hanyut dengan alam bawah sadarnya.
“Anjay, Cakep bet dah laki lu, yang. Mirip Nikolas Saputra.”
Muklis sisir tipis rambut depannya, buat Putra mendengus geli.
“Yang,”
“Apaan lagi?!”
“Lu liat gak tadi si bos sama Mikah?” Netra Muklis bergulir,
tatap lampu yang berubah jadi hijau. Tangannya dengan sigap mulai
kembali nyalakan mesin dan bawa motornya menyusuri jalan.
“Liat,”
“Kenapa?”
“Ya terus?!”
“Geli, kontol.”
Lain pasangan tentu lain cerita, gak semuanya bisa rengkuh erat
pasangannya di moment tertentu. Tapi yang jelas, cinta yang tinggal itu gak
mungkin hilang begitu saja.
“Apasih dangdut!”
“Aku tuh sayang banget, banget, banget sama kamu.” Mikha yang
sibuk sembunyikan wajahnya di dada bidang sang suami mencebik,
Gama itu beneran lebay.
“Mik?”
“Apa lagi?!”
“Sssh—salah.”
****
“Yel! Kamu tuh apain Mikha lagi?” Satu teguran dari Ayahnya
buat Gama terkekeh, tangannya sibuk peluk Mikha dari belakang—
gigit pipinya kuat.
“Gamaau!”
****
“Jangan bilang,”
“Hehe.”
“HAHA-HEHE JELASIN!”
●●●
Mikha pijit pelipisnya—kali ini, toko mie ayam milik Putra jadi
tujuannya untuk singgah, bagi bebannya karena bingung manusia
waras mana yang harus ia sambangi untuk dengar kejadian gila yang
baru saja terjadi.
“Yaudah si, lagian yang lain juga seneng aja dikasih rumah.
Gua aja masih trauma kalo inget lu kesurupan, Jing. Padahal udah
dua bulan lalu.”
“Ya intinya gua mau marah dulu sebulan! Biar dia sadar.”
“Btw Mik,”
“Apaan?”
“Beneran dongo.”
“Iya, salah gua udah. Ngarep apa gua dah dari tutup odol yang dikasih
nyawa.”
“Gamaa, kamu gapapa kalo sampe mati berdua doang sama aku?
Gamau punya anak? Punya dedek bayi gitu…”
“Apasih?”
“Dedek dedek, Kayak Lesti dah anak lu, Put.” Racauan asal
Mikha buat Putra melotot. Birainya sudah siap mengumpat kalimat
“Kontol” tapi sebisa mungkin ia tahan dengan senyuman manis kala
ia lihat Rahes tatapnya dengan hangat.
“Jaga ya mulut lu kalo ada anak gua, gua gamau anak gua dapet
energi negatif.”
****
Siang itu rumah Julia dan Juan jadi tempat mereka untuk
berkumpul di hari Minggu, bagi canda tawa dan cerita singkat
bersama. Mereka harus banyak terimakasih pada ide gila Gandhy
Salim untuk buat semuanya hidup bertetangga, karena jadi lebih
mudah untuk berkumpul tanpa harus tempuh jarak dan buang
tenaga.
“Gosh! Your son is soooo cute.” Julia tatap lekat Rahes, sibuk ajak
bicara Rahes dengan riang—yang tentunya dibalas dengan ramah,
karena Rahes tergolong anak yang mudah berbaur.
“Tuhan, lucu banget lagi! Jodohin aja kali ya Put, anak kita?”
Juan tatap Putra dengan penuh binar. Beda sama Julia yang udah
gak kebayang kalau harus besanan sama laki-laki lebay bin jablay
kayak Muklis.
Kahfa dan Mikha yang pada dasarrnya emang gak suka anak
kecil juga lambat laun terbawa; ikut dengarkan nasihat dari Juan dan
Putra. Meskipun gak tau kedepannya akan punya anak atau enggak.
Tiap orang memang punya prinsipnya masing-masing. Dan hingga
detik ini pun, Mikha masih teguh bahwa tinggal berdua sama Gama
aja adalah keputusan terbaik—dibandingkan harus tambah anggota
baru dan buat semuanya jadi rumit.
●●●
“Lu sebenernya pengen punya anak kan bos? Ajak Mikha ngomong
bae-bae aje. Biar paham anaknya,” Muklis tatap lurus Gama yang sibuk
momong anaknya—berusaha menidurkan si kecil Rahes.
Pagi itu rasa haru dan pilu melebur jadi satu. Mikha, benar-benar
cinta sama Gama sampe ke tulang. Begtipun juga Gama-nya.
Midnight Thoughts.
“Malam jadi tempat bernaung para kaum yang punya benang kusut
dikepala.”
Pernah dengar alasan mengapa air dan minyak tak dapat bersatu?
Dikutip dari penjelasan para ahli, Air itu adalah molekul polar
yang ujungnya miliki muatan positif dan ujung lainnya negatif. Hal
itu mungkinkan mengapa mereka berikatan bersama. Sedangkan
minyak merupakan molekul non-polar yang hanya bercampur
dengan baik dengan molekul non polar lainnya. Itu sebabnya
keduanya tak bisa saling mengikat—layaknya hubungan rumit
Vincent dan Kahfa begitu berbeda layaknya air dan minyak.
“Up to you,”
“Eh, makan seblak yuk?” Ajakan Kahfa kala itu buat Vincent
mengerut, gak setuju dengan ajakan tersebut. Masih gak nemu apa
enaknya makanan kelewat lembek kayak gitu.
****
“Le, madep sini le.” Suara kekehan dan tawa nyaring buat
Vincent berkali-kali tutupi kamera yang sorot dirinya langsung.
Anak kecil itu mengerjap kaget, gak nyangka perut kosong dan
rasa lapar buatnya terhanyut liat seblak komplit di siang hari.
“Berisik lu, ngentot. Udah mesen pake promo, ngasih duit juga
kagak. Paling heboh sendiri lagi.”
****
“Bapak lu mana?”
“Ibu?”
Anak itu terdiam sebentar sebelum tatap lalu lintas yang padati
ibukota. “Meninggal,”
“—dipukul bapak.”
“Terus? Lu sendirian?”
Satu anggukan
Dari postur tinggi badan dan sifat naifnya, Kahfa bisa tarik
kesimpulan kalau anak itu usianya sekitar 7 tahun. Punya mata bulat
dan senyum manis. Anehnya, kulitnya itu bersih—apalagi seusai
mandi. Dan yang paling aneh, anak itu—mirip Vincent.
“Nama lu siapa?”
“Vino, Om.”
“E-enggak ada.” Gelengan kuat dan bibir yang digigit kuat buat
Kahfa tatap sendu sang anak.
“V,”
“Why? If you wanna talk about him—” Suara milik Vincent yang
letaknya diseberang telepon seketika berhenti kala Kahfa hela nafas
panjang.
“Fa,”
“Kahfa, punya anak gak segampang itu—stop talking non sense! Use
your fucking brain!”
Pip.
Untuk pertama kali dalam sejarah, Vincent dan Kahfa itu tak
satu suara. Kahfa yang biasanya gunakan logikanya berlebih, kali ini
ia biarkan hati untuk kendalikan segalanya.
Dunia ini terlalu keji untuk sosok suci yang bahkan tak tahu
kenapa bisa ada disini.
●●●
Dini hari jadi waktu bagi siapa saja untuk nikmati waktunya
sendiri—entah berismpuh dan mohon ampun pada Tuhan, Jemput
bunga tidur, Puaskan diri dengan tangis karena lelahnya hari atau—
simpan rapat rahasia pribadi untuk jadi konsumsi sendiri.
“Hahaha, gemes.”
Bariton rendah milik Gama dan suara khas pada typing ponsel
buat Mikha mengerjap—namun begitu sadar, ia segera kembali
pura-pura tidur.
Malam itu, Mikha yang tidur tepat diatas dada bidang milik
Gama gunakan kesempatan itu untuk tatap lurus ponsel Gama yang
ada di genggaman. Matanya mengerjap dalam diam, berusaha
sembunyi agar tak terlihat. Namun lagi-lagi kesempatannya itu gagal
karena mungkin—ikatan antar dirinya dan Gama terlalu kuat kala
Gama mulai check dirinya yang setengah bangun dan usap-usap
punggung Mikha hingga dirinya itu—kembali tertidur. Untuk
pertama kali, Mikha benar-benar benci jadi orang yang mudah
tertidur.
****
“Udah! Tadi aku mam naci pake tayuuul! Yang buyeet buyett.”
Tangannya buat gesture bulat seperti wortel yang dicincang—
Netra bulat yang sibuk tatap lamat Gama bergulir kearah ibu
panti, bingung dengan jawaban apa yang harus ia beri. “Eum, aku
jadi dedek, kamu jadi yayahnya?” Ucapnya polos.
“Nanti, kalau oom baik jadi yayahnya aku, bisa bobo sama
oom baik telus gak?” Pertanyaan polos yang keluar dari bilah bibir
si mungil buat Gama dan Ellia tertawa,sosok kecil itu memang tak
henti buat manusia lain gemas dibuatnya.
“Oom?”
“Iya, gemees?”
****
Hari demi hari berlalu, tabiat aneh Gama tentunya makin buat
rasa penasaran dihati Mikha membuncah. Namun, ia punya cara lain
agar Gamanya kembali menaruh fokusnya. Pagi itu, Mikha bangun
lebih awal, siapkan sarapan lebih dahulu sebelum bangun—hal yang
biasa terjadi ketika weekend telah tiba.
“Hmm? Gombal.”
“Hehe,”
Dua titik itu ditatap lekat, Gama layaknya memuja dua titik
indah tersebut. Setelah puas, lidahnya mulai menjulur, kepalanya
dibawa mendekat hingga akhirnya—
Pagi yang panas itu makin terasa makin lengkap bila saja
Gama segera buka tiap kain yang melekat pada tubuh si manis.
Namun, sayang seribu sayang suara bel yang ditekan buat
aktivitasnya berhenti.
“Mikha,”
181 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 182
****
Mikha yang dengar anak itu sebut Gama dengan sebutan om,
entah kenapa hatinya sedikit lebih tenang. Sebenarnya, ia yakin
Gama gak akan keluar batas. Namun presensi spontan anak ini buat
dia benaran terkejut.
“Gama! Jelasin!”
Mas Gama, maaf. Saya butuh uang dari Mas Gama untuk kepeluan
mendadak..Ael saya tinggal ya mas sebagai ucapan terimakasih, tolong
dijaga ya mas.
Selain dari dirinya yang emang gak bisa lihat Ael nangis, Gama
juga gak kebayang serisih apa Mikha dengar anak kecil nangis.
Gimanapun juga, kenyamanan Mikha itu selalu jadi fokus utamanya.
Dia benar-benar ada di posisi serba salah. Diujung jurang yang siap
didorong kapan saja.
“Anak laki-laki itu gak boleh menangis, Om Iel gak suka loh lihat anak-
anak laki yang mudah nangis.”
“Siapa sih anak ini? Jelasin! Aneh tau gak tiba-tiba dia dateng
dan nangis. Kamu juga gak jelasin sama sekali. Emangnya kamu
pikir aku tukang sulap apa bisa nebak sendiri?”
Deg.
Kruuuuuk.
“Gaada juga yang suka sama lu, idungnya pesek! Gama gasuka
yang idungnya pesek!”
“Ooom…dia nakal!”
●●●
“Tau gak Fa? Gua kayaknya bakal punya anak—” Mikha pijat
pelipisnya, keduanya sedang berada di rungan kerja milik Mikha.
Denger kata yatim, Kahfa jadi inget satu orang. “Kalo gua
temenin lu punya anak gimana? Kita gedein bareng. Gua yakin kita
bisa, Mik.”
“Gua serius.”
“Sama bocah, bocah kecil yang kuat banget masih bisa hidup sampe
hari ini meskipun bebannya gede banget.” Buat Mikha terdiam sesaat
begitu paham maksudnya.
Kahfa atau Mikha itu yakin. Sosok itu akan dijaga dengan baik
sepenuh hati.
“Heh, cil!”
“Iya om kahfa?”
“T-terus apa?”
***
“Eung? Ayel gak ambil kok. Kata oom baik, kamu itu punya dia,
oom baik juga punya kamu. Telus ayel punya capa ya?”
“P-punya..”
“Panggilnya jangan om, tapi Papi. Gama itu Papi, kalo aku—Ay ”
“Awas lu ya gendut!”
Persaingan Sengit.
“Pertarungan yang tiada akhir.”
“Kalo Papi mam lotinya Miko, Ayel gapapapa! Ayel anak baik,
Papi.” Dengar penuturan barusan, Gama langsung rengkuh anaknya
erat—hujani pipi anaknya dengan kecup dan pujian hangat. Bikin
amarah Mikha terpantik dan tatap nyalang Ael yang sudah tatapnya
lurus dengan penuh ejekan.
“Ya jelas bukan aku lah! Tapi—ada tuh yang lagi kamu
pangku, pake baju putih celananya biru..”
Mikha putar bola matanya malas, hal ini gak berlaku di Ael aja.
Dirinya pun seringkali diatur yang katanya “demi kebaikan dirinya
sendiri.” Oleh Gama.
“Iya bawel, itu anak kamu udahan sih. Belum makan loh dia,”
“Standing doesn’t make him sick. Just let it be, biar dia jera.”
“Mikha?”
“Iya-iya dah!”
****
“Makaci, tapi aku ngga mauuu.” Mikha tatap Ael kaget, anak
itu amat menyukai manis—apalagi pemen. Rada aneh kalau dia
malah menolak.
“Yayah kamu itu gak baik negur kamu depan kita!” Rahes
buka suara, bela Junior.
“Ael, kamu tau cinta segitiga itu apa?” Juni dengan wajah
penasarannya itu tatap Mikael penuh harap.
“Eum, yang aku tau cinta fitli, Yayah aku cuka nonton itu
kalau gak ada Papi! Ssst, rahasia yah!”
“Aku mau ikutan! Ssst Ssst gitu.” Rahes tatap kedua mungil
lainnya dengan cebikan di bibir. Sedangkan Juni dan Ael tatap
dirinya bingung.
“Ih cinta tuh apasih?” Pertanyaan itu tak terjawab kala bel
masuk mulai berbunyi, biarkan Juni, Ael dan Rahes saling pikirkan
arti cinta bagi masing-masing dalam dirinya.
****
Mikael isap cerry yang teroles ice cream, diemut sebentar dan
tatap Ayahnya penuh tanya. “Euum, cetau Ael Papi itu cayang Ael
jadi Papi malahin Ael kalo calah.”
“Tapi, kamu boleh nangis kalo takut, boleh nangis kalau sedih.
Yang salah itu kalau ditahan-tahan. Ngerti?”
A little flashback.
“Sombong banget mas, situ juga setara sama kita.” Sang ibu tatap
sinis Mikha, menelisiknya dari atas hingga bawah.
“Bukan masalah setara atau engga. Masalah etika bu. Anak saya
kaget dong ibu pencet-pencet begitu,”
“Yaelah mas, Cuma dipencet karena gemes aja kok. Gausah berlebihan
ah!” Suara ibu tersebut dapat anggukan setuju dari ibu-ibu lain,
merasa Mikha terlalu berlebihan.
“On a scale 1 to 10 how hurts she pinch your cheeks?” Mikael yang
masih gigit bibirnya berpikir sebentar sebelum akhirnya dengan
yakin bentuk angka 7 di tangan dan kembali lagi sembunyi dibalik
leher Mikha, mengalung erat.
“Bilangin anak ibu, jangan lebay! Saya cuma cubit pipinya kok nangis?
Anak saya aja gak nangis. Didik yang bener ya buk, Anaknya.”
***
“Hari ini pwease kaci aku bobo cama Papi, pweas!” Mikha
yang masih tefokus pada ponselnya tatap malas anak kecil yang
sibuk bawa banyak cemilan kacang favorit Mikha didalam
pelukannya.
“Ayel janji ini cemua buat Miko, Acal Ayel oyeh bobo cama
Papi!”
“Mikoooo! Pweasee.”
“PAPIIIIIIH,”
“AYAAANGGG,”
●●●
“Udah bobo tuh ‘anakmu?” Mikha sindir Gama yang baru saja
datang dari luar kamar—langsung hampiri dan peluk erat tubuh
rampingnya.
“Gama,”
“Iya sayang?”
“Kenapa?”
“Yaudah iya, sayang. Kasih tau aja kalau semisalnya aku terlalu
keras, ya?”
Playdate.
“Hari ini takkan terlupa, akan selalu teringat didalam memori.”
“Yel, lucu banget ih anak loo! Nemu dimana sih! Panti mana?”
Zevanya sibuk layangkan satu sarkas yang nampaknya tak kena di
hati Gama. Justru Mikha yang lebih sensitif.
“Nya, that is too much. Please shut the fuck up and enjoy the
trip.” Vincent yang duduk disamping Anya dengan satu aipods
terpasang tatap malas ke depan. Ia lebih baik habiskan waktunya
diluar, daripada keluarga palsunya ini.
“Kamu malu? Malu anak kamu gak bisa bilang R?” Mikha
mulai menatap Gama nyalang. Bener-bener gak nyangka Gama itu
bisa malu cuma karena anaknya cadel. Kayak bukan Gama yang dia
kenal.
“Alah tai, minggir deh lu. Gua mau duduk sama anak gua.”
Satu jawaban yang keluar dari bilah bibir Mikha buat Gama
menegang, merasa terkejut sang pujaan hati dapat bertutur kata
sekasar itu ditempat yang tak seharusnya.
“Minggir woi, apa mau gua injek kaki lu?” Mikha kembali
keluarkan suaranya, benar-benar gak peduli sama tatap jijik
maurpun risik dari Vincent dan Anya.
“Nya, he’s from the bottom of earth, what did you expect?”
Vincent kembali pejamkan matanya, nikmati lagu yang terputar.
****
“Papi mau bicara sama Ayah di belakang, Ael jangan lepas ini,
paham?”
“Sakit?”
“Bisa dong rasain gimana sakitnya aku tadi waktu kamu katain
‘TAI’ didepan sanak sepupuku?”
“Then watch your words! Aku gak pernah semarah ini sama
kamu. Apa susahnya jaga etika kamu, Mik? Apa segitu susahnya
tahan amarah kamu?”
“Aku gak malu karena Ael cadel, cuma tanya, kenapa kamu
gak ajarin dia? Gak harus meledak-ledak kayak tadi, kecuali aku
bilang kalau aku bener-bener malu sama Ael!” Suara milik Gama
mulai meninggi, buat si manis memejamkan mata karena takut.
Tubuhnya bergetar—seberani apapun Mikha, dia beneran gak bisa
kalau lawannya Gama.
●●●
“Maaf ya..”
“Benel?”
“Benerl?”
“Benerrrrrrrr,”
Untuk pertama kalinya, Mikha kecup pipi sang anak, buat sang
anak ikut terkejut karena afeksi spontan dari sang Ayah.
“Gemes anakku.”
“Darso, kamu liatin Mikha sama Ael ya, kalau saya gak angkat
telepon kamu, segera pulang saja. I’m not feeling well.”
“Siap Mas!”
“Mikoo, ndoong,”
untuk hubungi Gama dan suruh laki-laki itu datang. Ia tak ingin
ganggu waktu sendiri sang suami. Mikha begitu paham karakter
Gama, jika ia ingin ruang; Maka jangan pernah ganggu waktunya.
Biarkan ia merenung, dan kembali sendiri.
“Hey?” Bulu mata lentik cantik yang tertutup dan bibir yang
terkatup rapat buat Gama terfokus. Luka garis yang terlihat jelas di
birai bawah Mikha, kembali ingatkan dirinya akan kesalahannya
yang kemarin. Buat hatinya teriris dan dihujani rasa bersalah.
Keringat yang banjiri pelipis Mikha buat Gama terbayang
bagaimana rasa pusingnya urusi si kecil ketika dirinya sendiri sedang
sakit.
dengan baju baru yang lebih bersih. Wajahnya diusap halus dengan
kain lap basah yang hangat. Begitu semuanya selesai, Gama akan
rengkuh tubuhnya erat. Tepuk-tepuk bokongnya hingga tertidur.
Bergantian apabila Mikael ikut merengek.
“Papiii…”
“Gamaaa..”
“Gama, dingin..”
●●●
“Gama?”
“It’s that funny for you? Lo selalu underestimate Mikha dari awal dia
nikah sama Gue. Seriously, Vincent. You’re sick.”
“Lo nikah sama Mikha aja was the funniest part. You’re so dumb.
Sekarang lo tambahin anak yang gak jelas asal-usulnya dari mana.”
“How could?”
Coming Home.
“Rumah jadi tempat pulang ternyaman, setelah banyak badai menghampiri.”
“Papiiii,” Mikha yang sama usilnya juga ikuti gaya sang anak,
buat Gantari dan Mikael mencebik sebal.
“Apasih, mi? Kamu yang berlebihan. Sudah jangan terlalu ketus sama
Mikha,”
****
“Lu jadi kecil terus aja bisa gak? Gak siap banget gua liat lu
nanti cinta-cintaan, ngejar-ngejar cowok atau mungkin cewek?
Karena saking cintanya.”
“Lu tuh—gemees. Jangan jadi pihak yang ngejar ya?! Liat nih
bapaklu, hidupnya susah saking bucinnya sama Papi lu.”
“Hhhh, Gemes banget gua sama lu. Tapi kalo liat anak lain
tuh kesel—lu ada sihir apasih?!”
****
Mikha sudah kelewat hafal dengan tiap sisi rumah megah yang
sudah sering ia kunjungi sejak kembali jalin hubungan dengan
Gama. Awal kedatangannya kerumah megah ini; ia seringkali
kesasar dan berakhir harus telepon Gama ataupun sang ayah
mertua. Tapi begitu sering kembali, ia jadi kelewat hapal—bahkan
ruang rahasia yang terdapat dalam rumah ini.
hangat dan wangi anggur yang keluar tiap ia buka bibirnya. Leher
milik Gama dikecup, sesekali dijilat sensual hingga buat sang suami
melenguh.
“Hmm, udah.”
“Mau?”
Tukk!
Plop.
Sapaan halus yang mengalun itu buat Gama pijat pelipisnya kuat. Gak
terbayang Mikael sehancur apa.
****
“No, sayang. Udah ya? Kita baca cerita aja… Kamu mau
dibacain cerita apa?”
“Miko?”
“Iya, genduuut?”
●●●
“E-eung, maaf Papi, Ayel nakal! Ayel bad! Tapi Ayel cayang
papi sama yayah, hu~”
“No..no sayang, Ael gak nakal. Yang nakal dan bad itu Papi
karena scream to your face, it’s a bad things kan?”
“Yel, lo udah tau alesan Mas Vier dan Kak Frey balik ke
Indo?” Asap mengepul dari pods yang Vincent keluarkan dari
biarinya buat Gama tatap sang sepupu lekat.
“Sekelas Pangestu aja dipegang dia bisa ancur, how dare you to
compared me with that stupid morons?”
****
“Japanese, baby.”
“Stop that bad habits ya, sayang? Ael anak pintar. No eum-
eum lagi kalau bicara, ok baby?”
****
“Apaansih?! Masa gitu aja marah?! Itu ciri khas anak kamu
kali.” Mikha tatap nyalang sang suami dari kasur, Gamaliel tak fokus
kearahnya—masih pada ponsel yang ada di genggamannya.
Deg.
Mikha gak pernah nyangka kalau Gama bisa tahu fakta yang
baru saja beberapa jam lalu ia tolak mentah—bahkan buat keributan
di grup yang dibuat Anya—dimana isinya hanya untuk jatuhkan
dirinya dan sang anak.
“Itu dia!”
“Kamu tau anakmu masih empat tahun, tapi kamu sekeras itu
tentang pendidikan, etika dan hal lain yang menurut aku—berlebihan
deh, Gam.”
“Kamu lakuin itu untuk Mikael atau Salim? Kamu malu sama
anak kamu sendiri? Kita gak akan ributin hal ini lagi kan?”
“Kalo aku malu punya anak kayak dia—aku gak akan sekeras
ini.”
“Justru kalo kamu gak malu, kamu gak akan sekeras ini, Gam.
Just enjoy our time, biarin Mikael tumbuh tanpa terpaksa. Tanpa
adanya tekanan—karena, kamu juga pernah ngerasain ‘kan?”
“Inget waktu dia dibuat malu sama Hazel? Apa dia benci
Hazel? He keep searching for Hazel in the first place! Padahal satu
sekolahnya sama anaknya temen-temen kamu!”
Satu helaan napas buat Mikha tatap lurus sang suami yang
sudah berdiri diambang pintu. “Aku sama Ael pergi besok, kamu
gausah ikut. Aku paham—kamu emang gak pernah bisa coba untuk
membaur—dan aku gak akan maksain, Mik. Tapi jangan bawa anak
aku harus seperti kamu juga.”
****
“Psst! Yayah kamu buat Papi kamu jahat sama Mamiku dan
Uncle Vincent!”
****
“Bisa-bisa. Sayangnya, emang gak ada yang bisa geser Iel dari
kursi tunggal sih mas. Mikael was perfect too, I think he’s gonna
be the next person—eh gatau ya, Cuma prediksi aja haha.”
●●●
“Napa si lu? Bengong aje, kesambet tau rasa dah.” Kahfa yang
sibuk lap-lap meja karena café yang memang sudah masuk jam
closing buat mikha terperanjat.
“Dia kalo main sama orang yang levelnya dibawah dia kalem
banget, Cuma ngamatin dan kayak—oh yaudah, lu gak spesial.”
Pandangan Kahfa bergulir; kembali tatap sang sahabat lamat.
“Terakhir nih, apa lu gak liat, anak lu ambis banget? Sorry kalo
omongan gua nyakitin. Tapi anak lu bener-bener tipikal anak yang
haus validasi—tapi cuma haus validasi bokapnya. Kalo dipuji orang
lain—ya yaudah, gak ngefek.”
A Cold War.
“Pada akhirnya, manusia memang hanya punya diri sendiri dititik terendah
dalam hidupnya.”
Segala remeh temeh seperti “Mik, how can my cousin love you that
much? Are you that “good” in the bed? Because—gue gak nemu kelebihan lo
dimana.” Udah jadi makanan sehari-harinya. Tapi, kejadian terakhir
dimana Anya injak-injak harga diri anaknya benar-benar buat Mikha
kepalang marah hingga lepas kendali dan tak izinkan sang anak
untuk datang ke ulang tahun sepupunya, Kale.
Suara pintu dan pin yang jadi penanda ada manusia lain buat
Mikha terperanjat; buru-buru kearah pintu dan sambut dua
dunianya.
Gemblooong
Tidur sendiri.
268 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 269
Renungin kesalahan kamu, aku tidur sama Ael. Jangan harap bisa masuk
kesini.
“Ayel gacuka cekola itu, Papi. Ayel mau cekola cama Hazel,”
Netranya mengerjap, bibinya mengerucut—seolah jadi manusia
paling sedih di dunia ini.
“JAWAB!”
Deg.
“Iya kamu selalu kayak gini, selalu jadi yang paling santai
meskipun kamu tau we’re not fine! Anak kamu kena bullying dan
kamu bahkan gak tau apa-apa?! Thanks to Hazel because he make
my baby open up.”
“Lepas, Ael biar sama aku, I’m gonna take care all of this.”
Gama, hempaskan kasar tangan si manis, dari tangan anaknya,
namun Mikha tetap teguh, tubuh kecil Ael diangkat dan dibawa
menjauh—masuk kedalam kamar.
“MIKHA!”
“Mikael Osshaka,”
“No, no.. bukan salah Ael, Ael sekolah ya hari ini? Say
goodbye sama temen-temennya Ael. Ael mau satu sekolah sama
Hazel kan?”
“Yang salah bukan Ael, yang salah mereka, kenapa harus anak
gua yang pindah?”
****
berani ajak Mikha bicara begitu lihat rahang mengeras dan wajah
Mikael yang bengkak karena menangis.
“Bu?”
●●●
“Kalo gitu, yang mau pizza jangan temenin Keano ya! Dia
nakal! Papanya suka tembak-tembak orang.”
Suara nyaring milik salah satu anak perempuan buat seisi kelas
menengok.
“Ih! Keano! Kamu sering bilang Ael anak pungut, tapi kamu
anak pencuri!”
“Ael gaboleh takut lagi, karena Ael bukan anak pungut, tapi?”
“Ada satu anak yang berani sebut dia ‘Anak pungut’ dan
orangtuanya gak setuju apabila anak tersebut segera ucap maaf.”
****
Lain orang tentu lain cerita, Mikha begitu cintai Gama hingga
relakan segenap jiwa dan raganya demi tetap jaga hubungannya
bersama sang pangeran; Gamaliel Ossa Salim. Banyak pihak yang
buat hatinya teriris—namun beneran gak terlalu diambil pusing
karena yang penting—Ia dan Gama tetap bersatu.
“Lo tuh,”
“Sampah,”
●●●
“Miko!”
“Iya, eldut?’
“Ya, karena itu Papi. Kalo itu badut mah aku gak suka
dong?” Jawaban Mikha itu buat Mikael terkekeh—si gemas itu
berhasil buat Mikha curi satu kecupan di pipi.
Mikael mungkin gak sadar kalau Ayahnya itu sekarang sedang mati-
matian tahan tangisnya, meskipun airmatanya sudah menggenang
dipelupuk. Ia benar-benar rindu sang suami. Kala dunianya hancur,
ia harus berbagi kemana kalau bukan Gama?
“Hmmm?”
“Janji ya sama aku, kalau ada yang jahatin kamu, kamu harus
cerita sama aku ya. Jangan ke Papi kamu!”
“Tenapa?”
Hari demi hari berlalu sabtu pagi kali ini, mentari begitu cerah,
sinarnya mampu buat sosok yang hidup dibumi ikut ceria. Namun,
tak semua tentunya. Mikha jadi sosok yang terlihat murung dan
banyak diam kala weekend ini ia harus gunakan kembali topengnya;
bertemu dengan anggota Salim lengkap—hingga ke akar.
“Gue gak mau ngajak ribut kok, justru gue mau nawarin lo
sesuatu.”
****
“Iyaa, ayang.”
“Gama,”
“Hm?”
“Terus, guna kamu ikut apa? Could you please respect my family?”
Mikha kembali tatap lurus netra yang tatapnya penuh benci.
****
“Ael Payah!”
“Yang gak mau balapan, berarti dia payah! Aku gak mau
sepupuan sama orang payah! Ew~ disgusting.”
****
Tawa Vincent mengudara, “Like what I said, he’s not suit us.”
“Yel, anak lo bisa gak ‘sih naik sepeda?” Suara Frey kali ini
mulai memenuhi ruangan. Buat tiap manusia yang hadir ikut
menengok kearahnya.
Kali ini, suami dari Anya mulai buka suara. Sama seperti Vier,
ia benci anaknya tergores barang sedikit. “Sumpah, worst parents
ever. Lo ada disitu tapi gak liat anak lo nabrak anak gue?”
“Lo gila? Apa lo pikir gue dan 5 orang disini tolol?” Zevanya
menelisik tubuh Mikha dari atas hingga bawah.
“Coba sini, Yel. Anakmu itu turunin. Mas mau liat lukanya.”
“Emang suami lo itu licik, seneng kali kalo anak gue sakit?!”
“Go, tell them the truth.” Gama mulai bantu Mikael lepas
isapan kuat dijempol.
“T-tadi Ael udah bilang gak bisa, P-papi. Tapi Hazel paksa
Ael.” Jawban dari Mikael itu benar-benar buat emosi para orang
dewasa disekelilingnya.
Kale tatap Frey takut, “N-no! Tadi Hazel bilang yang gak mau
naik bicycle gapapa kok. Ael yang mau cendili!”
Vincent naikkan satu alisnya. “Who’s lie in here? Coba just being
honest.”
“Kale!”
“Ael”
“Yel sorry ya, kali ini gue beneran kecewa sama anak dan
suami lo. Padahal mereka ada di tempat. Kita cuma nitip bentar.
Literally just five minutes??”
“Yel, udah deh. Ya gue tau Mikha tryin the best he can as a
father, tapi—” Ucapan Zevanya terputus kala Mikha mulai remat
bahu Gama kuat.
“Kamu lebih percaya sepupu kamu yang gila ini daripada anak
kamu sendiri?” Mikha tatap lurus Gama dengan sorot—tak percaya.
“Gue juga mikir gitu, kenapa dia gak berhentiin anaknya kalau
tau anaknya gak bisa naik sepeda? Toh masih ada mobil-mobilan
and scooter.” Frey kali ini tambahkan asumsinya buat yang lain
tersenyum simpul.
“G-gam?”
303 | Somewhere only we know.
O P P O S I T E | 304
●●●
“Ayel nakal! Ayel bad! Papi mayah cama Ayeeel, huaa!” Telapak
kecilnya tepuk-tepuk keras kepalanya sendiri karena kesal.
“Nanti kita ke dokter ya? Kalau ada yang sakit lagi bilang aku,
Ael anak pinter. Yang bad itu Papi. Ngerti, sayang?”
Sang anak tentu tak berani bilang iya karena sejujurnya ia ingin sang Papi
kembali dan peluk dirinya erat.
“Gimana ya kalo aku bangun gak ada kamu? Nanti aku cium siapa?
Apa aku masih bisa hidup ya, Mik?”
“Apa?”
“Mati.”
“Mami emang didik kamu untuk jadi orang yang keras, tapi
gak seperti ini!”
“Iel juga capek Mi, Capek harus ada diantara keduanya. Iel
mau dua-duanya saling rangkul, bukan saling senggol kayak gini!
Mikha gak mungkin berani lakuin itu semua kalau emang gak
dendam sama Anya.”
“Iel bingung, kenapa bisa Mikha kayak gini? Apa karena Iel
lagi?”
“Gak akan bisa saling rangkul, Yel! Mikha dan sepupumu itu
jelas beda! Memang hanya Mami dan Papi yang bisa maklum, kamu
harus sadar itu!”
“Kenapa apanya?”
“Terus? Mau main sama Hazel lagi? Mau main sama Kale
lagi?”
Mikael ingat dengan jelas, alasan mengapa sang ayah itu marah
karena dua sanak sepupunya, jadi ia menggeleng dengan kuat.
Anya dorong tubuh Hazel lebih maju perlahan, buat sang anak
menunduk, tak berani lihat mata Mikael—sepupunya secara
langsung. Ia benar-benar malu.
Mikha yang mulai paham arah tujuan Gama ini kemana mulai
tarik kembali Mikael.
“Anak Iel, bukan anak lo. Kan dulu lo yang nolak punya anak,
lo sama Kahfa itu sama.” Vincent tatap remeh Mikha.
“STOP!”
“Kamu bahkan udah gamau liat muka aku lagi ya?” Mikha bisa
rasakan kakinya semakin dipeluk erat sang anak.
“Gama,”
“Ternyata, sampe hari ini pun Papinya tetep ninggalin dia dan
bahkan—lebih bela anak yang buat dia sakit.”
****
“Sesusah itu, Mik minta maaf dan akuin kesalahan? Sifat jelek
kamu itu mau kamu turunin ke anak kita?” Gama tatapnya nyalang
buat Mikha mendengus kasar.
“Lu kemana pas dia nangis? Pas butuh Papinya bela dia?
KEMANA BANGSAT?” Emosi yang membuncah di relung hati
mulai dikeluarkan, ia benar-benar merasakan Gama hangatnya
hilang entah kemana.
“Dia bilang, Hazel paksa dia untuk naik sepeda meskipun dia
gak bisa—katanya yang gak naik sepeda, bukan sepupunya.”
“Kamu tau anak kamu itu se-loyal apa sama orang?” Mikha
terkekeh, air mata dipelupuknya menggenang.
“—selamanya.”
●●●
“Gue gak mau ngajak ribut kok, justru gue mau nawarin lo
sesuatu.”
“Apaan?”
“Lo tau kan, lo dan anak pungut lo itu emang gak pernah
pantes jadi bagian dari keluarga gue?”
“Kalo emang lo gak pantes buat gue dan keluarga besar gue,
then make Gamaliel be the one like you,”
“Kalo Iel pergi, berarti kandidat terkuat buat maju jadi pewaris
utama ya gue. Lo paham kan maksud gue barusan?”
Feelin blue
“Everything was empty without your presence.”
“Apa lagi?”
Gama mengangguk.
****
“Ya emang kayak gini, lu ngarepin apa emang dari laki yang
lembeknya kayak krupuk seblak?”
●●●
“Dia mulai capek karena Mikha beneran gak bisa nyatu sama
keluarga gue,”
“Kalo gue jadi Mikha, apa kita bakal kayak gini juga?”
Kahfa mungkin gak tahu, jenis monster apa yang lagi dia ajak
ngomong sekarang.
“Pilih dulu, buat jadi bekel sekolah, okee?” Mikha tatap sang
anak, kecupi pipi gembilnya hingga Mikael mengangguk.
Si kecil gigit bibirnya kuat, tatap nugget itu penuh sendu. “T-
tapi Papi cuka! Nanti kita mam naget love biar Papi puyang!”
“Yayah aneh!”
“Oh iya, kan masih ada saham dari om gue ya,” Zevanya
terkekeh.
“Vincy! Cepeet! Take some video and tell Iel about this!”
Zevanya mulai menyentuh jijik rambutnya—tatapan nyalang ia
berikan pada laki-laki manis yang sibuk bersihkan tanganya dengan
hand sanitizer.
“Oh come on, Nya. We’re all know that Iel pastinya bakal
lepasin semuanya for the sake of this two.”
“Menurut lo apa yang harus gue lakuin for having that seats?
Tentunya deketin Iel and take his trust back, right?”
****
“B-baik pak.”
“Kamu nih ngapain sih, Yel? lagian? Papi gak terima acara lain
selain penyambutan Mikha kembali!”
****
Hari itu Sakhayang dalam suasana hati yang baik kala cucu
kesayangannya buka pertemuan malam untuk pertama kali. Jadi,
segala makanan terbaik berikan untuk sang cucu. Tak mengetahui
alasan Gamaliel adakan pertemuan ini.
“Dan Iel juga akan pamit, karena Iel bukan lagi bagian dari
keluarga ini. Iel bukan lagi Salim—karena,”
telunjuk Mikael yang geser. Ayah macam apa yang tak bela anaknya
ketika butuh perlindungan?
Sakhayang begitu yakin, tak adal lagi yang cocok selain sang
cucu bungsunya.
“This town is really sucks and make me feel sick because it reminds me
from all of you,”
●●●
A Goodbye Kiss.
“If tomorrow you wont be mine, want you to give it to me one last time?”
Malam ini, Mikha dibuat terisak karena Mikael buat satu video
berdurasi panjang tentang hari Ayah. Mikha jelas tau anak
mungilnya itu ikut tahan tangisnya sebisa mungkin, fakta
menyakitkan bahwa Gama benar-benar tinggalkan keduanya selama
dua bulan tanpa kabar maupun ucapan selamat tinggal benar-benar
buat keduanya rasakan sakit yang begitu membekas.
Ting nong
Suara bel buat fokus Mikha pecah, dirinya terlalu malas untuk
buka pintu dengan mata yang bengkak jadi ia gunakan sang anak
untuk buka pintu tersebut.
Mikha cubit gemas pipi sang anak. “Bukain pintu dong, anak
manis.”
“Hey?”
****
“Yayaah! Cini! Bobo deket Papi! Kita peyuk Papi bial gak pelgi
lagiii!” Seruan Mikael itu buat senyum Gama mulai memudar.
Niatnya kesini hanya ingin bertemu sekali dan hilang lagi. Mikael
dan Mikha—benar-benar tak pantas untuknya.
****
Mikha jadi yang keluar terakhir dari kamar tidur Ael, dirinya
dikejutkan dengan Gama yang sudah menunggu di depan pintu.
“Maaf, aku emang terlambat. Aku jahat Mik, aku minta maaf
sama kamu—sama Ael. Aku harus apa? Aku beneran merasa gak
deserve balik ke kamu sama Ael lagi.”
●●●
Pilihan terbaik.
“Kisah ini diakhiri dengan pilihan terbaik bagi masing-masing.”
Beda jauh sama sang Ayah yang sudah gigiti jempolnya kuat.
Surat cerai yang dia liat di meja makan malam tadi buat tubuhnya
benar-benar bergetar. Rasanya nyawanya ikut dicabut detik itu
juga.
****
Pagi ini, Mikha ajak Mikael untuk pergi ke salah satu pasar
kaget yang berada dilingkungan apartmentnya. Niat hati untuk
buat mood Ael kembali naik, namun malah jadi boomerang kala
anak itu lihat gemblong kesukaan sang Papi.
“Papi aaaaa!”
“Aeeel aaaaa!”
“Mikael?”
****
Kali ini tujuannya bukan Jepang—dan kali ini juga tak ada
orang yang sambut kepegiannya, peluk dirinya erat. Karena hanya
dirinya sendiri yang tahu kemana ia akan pergi. Bahkan; kedua orang
tuanya benar-benar tak dapat tanda.
“Mauuu Papiiii,”
“PAPIIIII,”
“Kamu punya kita buat ikut kamu lari kemanapun kamu mau
pergi.”
●●●