Oleh:
JAQLYN A. Z. G.
NIM:
2019
Transkripsi Cerita:
Si Jampang terkenal emang keluarga jaman dulunya nih. Waktu itu Jampang
tergile-gile perempuan nih. Perempuan, janda. Janda tukang kopi di Tanah Abang.
Dia punya cerita, dia bingung, dia gak punya duit nih, dia gak punya duit, tapi dia
pengen nikah juga sama janda, udah ngebet tuh dia tuh ama janda, he eh dan
berpikir pusing-pusing, gak mao pusing, dia nyolong kebo. Nyolong kebonya si
Mamat dia colong. Dia buat kawin. Tuh jampang tuh laganya tuh. Pas udeh
colong dia bawa dah tuh ke pasar Tanah Abang, nyang punye nyariin. Si Mamat
nyariin kebonya dia tuh, eh ditanya eh yang punya kebo tuh nanyain tuh, nanyain
tetangganya.
“Lu cari aja dah ke pasar sono, cari aja ke pasar kan lu tau terkenal tuh kebo lu”
“Wah ini dia nih kebo gua nih” katanya kata bang Mamat
“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu
“Wah ini kalo begini, gak bisa dibiarin kalo gini nih, ‘ntar kalo lama-lama dia bisa
ketagihan nih”
Di cari dah tuh Jampang ketemu di warung janda lagi ngopi dia
“Wah noh dia noh, biarin, gua gak bisa sendiri ama dia, gua keroyok dia, gua
panggil ama temen-temen tu” cari tuh temennya tuh.
Ama temennya di jelasin gini gini gini bahwa kebonya di colong ama ini, ama
Jampang
Mao gak mao, “yah lu bisa gak ngalahin jampang nih” katanya
“Coba aja yok kita keroyok” Katanya begitu kata temen-temennya nih
Akhirnya Si Jampang di tanya ama S Mamat “eh bang kebo gua ngapa lu
colong?”
“terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah gak ada. Gak
ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong aja mao gimana sekarang lu gak mau
nerima?”
Wah “eh kok lu ngomong lu begitu bang” blek aja dah tuh.
(berantem)
Dia berkelahi kalah dah tuh semuanya dah tuh ama Jampang, “
”Iya tapi gua ini hari” kata si Mamat “gua gak bakal kapok ngelawan lu suatu saat
lu”
“Lah boleh” kata Jampang. Setelah itu Jampang nikeh dah tuh ama janda, dia jual
kebo dia nikah da tuh ama janda. Setelah sekian berapa bulan dia pulang dah tuh
ke Condet Si Jampang.
Dah gitu dia gak kedengeran ceritanya lagi nih si Jampang kok gak balik lagi nih.
Pas dia ke Condet gak ke Tanah Abang-Tanah Abang lagi nih lama kelamaan ya
mungkin dia masih takut atau gimana gitu
PENDAHULUAN
Cerita rakyat merupakan salah satu dari cakupan folklor dalam dunia kesusastraan
yaitu sastra lisan. Pada situs website Wikipedia menjelaskan bahwa “Folklor itu
meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan
kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok.
Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran
berbagai tradisi budaya”. Folklor sendiri mempunyai tiga jenis yaitu folklor lisan,
folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Cerita rakyat termasuk kedalam
jenis folklor lisan demikian karena cerita rakyat berkembang pada masa budaya
lisan, di mana ceritanya disampaikan secara turun-temurun dan tidak pernah
diketahui siapa yang pertama kali membuat cerita tersebut. Cerita rakyat yang
disebarkan secara turun menurun dan secara lisan ini sejalan bersama dengan
pengertian cerita rakyat menurut Suripan Sadi Hutomo yaitu Cerita rakyat dapat
diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang
berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan susunan nilai sosial
masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyat diwariskan secara turun- menurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan (1991: 4).
Selain disebarkan dengan turun menurun melalui perantara lisan, certa rakyat juga
berkembang dengan keadaan ceritanya yang anonim tanpa harus mengaku siapa
yang menyebarkannya terlebih dahulu. Persebaran cerita rakyat juga terjadi
bersamaan dengan adanya kelompok-kelompok yang lahir dalam masyarakat
tersebut, hal ini dapat dijelaskan bersama dengan pengertian menurut Sisyono
yaitu cerita rakyat adalah salah satu karya sastra berupa cerita yang lahir, hidup
dan berkembang pada beberapa generasi dalam masyarakat tradisional, baik
masyarakat itu telah mengenal huruf atau belum, disebarkan secara lisan,
mengandung survival, bersifat anonim, serta disebarkan diantara kolektif tertentu
dalam kurun waktu yang cukup lama (2008: 4).
Cerita rakyat atau sastra rakyat yang sering dijumpai di Indonesia merupakan
salah satu bentuk folklor yang terbagi dalam beberapa kelompok jenis prosa.
Beberapa kelompoknya seperti dongeng, mite, dan legenda. Cerita rakyat yang
berbentuk dongeng biasanya hanya berupa imajinasi saja, tidak benar-benar ada
atau tidak nyata. Berbeda dengan mite dan legenda yang kehadirannya memang
ada. Mite merupakan cerita rakyat yang di nilai ada dan suci kedudukanya karena
didalamnya menghadirkan tokoh-tokoh suci contohnya dewa. Perbedaan pada
mite dan legenda hanya ke’suci’annya saja, legenda merupakan cerita rakyatyang
tidak dianggap suci dan sifatnya baru atau terjadi dalam duniawi.
Cerita rakyat di Indonesia ada pada ranah Sastra Nusantara atau dapat disebut
sastra kepulauan karena yang sudah dijelaskan sebelumnya cerita rakyat
disebarkan dengan lisan dan berkelompok. Cerita-cerita yang disebarkan
mempunyai kekhasan tersendiri sesuai dengan kelompok masyarakat yang ada
pada daerah tertentu dan di tutur sesuai dengan bahasa yang ada pada setiap
daerah tersebut.
Cerita rakyat di Indonesia dalam tanah Betawi banyak ragamnya, disini peneliti
mendalami cerita rakyat yang berbentuk legenda yaitu si Jampang. Di Indonesia si
Jampang disebut sebagai “Robin Hood dari Betawi”. Pada cerita rakyat luar
negeri, Robin Hood adalah tokoh legenda yang berasal dari Inggris yang dianggap
sebagai pendekar dengan memberi makan hasil rampokan hutan kepada orang
miskin dan berani melawan hukum kerajaan yaitu semua kekayaan hutan hanya
milik kerajaan.
Tidak hanya “Robin Hood saja, selain dari Inggris terdapat cerita rakyat asal
negara lain yang mempunyai kesamaan dengan si Jampang yaitu Jesus Arriaga
atau dapat disebut Chuco el Roto yang merupakan tokoh bandit asal Mexico, ia
terkenal karena berani melawan dan membantu rakyat miskin karena keadaan
sosial ekonomi disana. Di negara yang sama, selain Chuco el Roto ada tokoh
bernama Jesus Malverde kadang dikenal sebagai “Cjuba Lord” atau “Malaikat
orang miskin” karena sudah berani mencuri harta pemerintah untuk membantu
rakyat miskin. Selain dari Mexico, daerah Lithuania juga terdapat tokoh legenda
pendekar bernama Tadas Blinda. Kemudian ada Joaquin Murrieta yang berasal
dari California, Joaqlin disebut sebagai The Robin Hood of The West atau The
Robin Hood of El Dorado.
Di Indonesia cerita Si Jampang ditemui dalam beberapa versi, seperti pada daerah
Jawa Barat ada cerita Pendekar Cisadane. Nama asli dari Pendekar Cisadane ialah
Surya yang lahir di Tangerang, ia adalah sosok yang sederhana dan peduli kepada
rakyat miskin. Semasa hidupnya ia membela rakyat yang ditindas oleh Belanda.
Dan seperti pendekar yang lain, sosok Surya selalu membawa golok dan memiliki
ilmu kanuragan yang disegani oleh musuh-musuhnya.
Kemudian dari tanah betawi sendiri ada cerita rakyat yang sangat populer di
Indonesia, yaitu Si Pitung. Tokoh yang lahir di Rawa Belong tersebut mempunyai
keunikan yang sama-sama dimiliki oleh cerita Si Jampang.
Perbedaan cerita rakyat pada si Jampang dan si Pitung juga banyak, peneliti
sendiri menjeniskan si Pitung kedalam mite, si Pitung merupakan tokoh suci ahli
agama, setelah wafatnya Si Pitung apabila seseorang menemukan golok sakti
yang di curi oleh kolonial Belanda dan mengumpulkan potongan-potongan tubuh
tersebut, si Pitung akan hidup kembali dan tidak dapat dibunuh (jika golok sakti
tersebut tidak lepas dari genggamannya). Selain itu, Si Pitung juga belajar
mengaji melalui Kyai yang di usulkan oleh keluarganya sebab itu Si Pitung
merupakan orang saleh atau orang yang mempunyai wawasan tinggi dalam
pemahaman Islam. Hal ini bertolak belakang dengan si Jampang, ia adalah
manusia yang hebat dalam berkelahi.yang dilahirkan sebagai tokoh yang nakal,
malas dan suka bermain judi.
Makalah ini merupakan salah satu makalah penelitian terkait menganalisis cerita
legenda dari jenis folklor Indonesia yang berupa sastra lisan. Rumusan masalah
dalam penelitian legenda Si Jampang ini adalah:
Cerita rakyat “Si Jampang Jatuh Cinta” merupakan salah satu legenda dari
penutur yang bermukim di Tanjung Barat, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan
Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Perekaman legenda Si Jampang dilakuan
pada hari Senin tanggal 10 Juni 2019 pagi hari pukul 05:10 hingga 05:54, proses
perekaman terdapat kegiatan diskusi terlebih dahulu yang memakan waktu cukup
lama dan kegiatan perekaman ulang karena kecilnya suara penutur dalam
bercerita. Berikut adalah analisis hasil dari perekaman cerita Rakyat “Si Jampang
Jatuh Cinta”
Dalam mengkaji cerita Si Jampang ini terbagi menjadi lima bagian meliputi
Struktur Cerita, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi dari cerita Si
Jampang, dan Makna yang terkandung dari cerita Si Jampang
1. Struktur Cerita
Pengkajian struktur cerita Si Jampang dapat dibagi menjadi beberapa hal yaitu
pengkajian alur dan pengaluran, pengkajian tokoh dan latar, dan pengkajian
kehadiran pencerita dan tipe penceritaan. Dibawah ini adalah pengkajian yang
telah dilakukan oleh peneliti.
1) Analisis alur
Analisis alur pada penelitian ini melibatkan hubungan kausalitas yang ada
di dalam setiap fungsi utama. Hubungan di antara fungi utama inilah yang
membentuk alur cerita. Dalam analisis fungsi utama pada dongeng “Si Jampang”
akan ditandai dengan huruf F sebagai penyingkatan dari kata “Fungsi” dan angka
arab sebagai urutan alur tersebut. Berikut merupakan sajian analisis alur
F.12. Si Mamat bertanya kepada penjual kerbau, siapa yang menjual kerbau
miliknya
Funsi utama penggerak cerita ini adalah ketika Si Jampang jatuh cinta dengan
janda (F.1). Karena Jampang jatuh cinta ia mempunyai keinginan untuk menikahi
janda tersebut (F.2). Tapi Jampang tidak mempunyai cukup uang untuk biaya
menikah (F.3). Jampang berpikir keras untuk mendapatkan uang tanpa bekerja
(F.4). Kemudian Jampang mempunyai ide untuk mencuri kerbau Bang Mamat
(F.5). Lalu ia mencuri Kerbaunya Bang Mamat (F.6). Setelah berhasil mencuri
kerbau, kerbaunya ia jual ke pasar Tanah Abang.(F.7).
10 9 8 7 6
11 12 13 14 15
20 19 18 17 16
21 22 23 24 25
Berdasarkan analisis alur, di dalam cerita tersebut ada 27 fungsi utama yang
menyusun terjadinya cerita Si Jampang itu. Dari fungi pertama menunjukan
tergila-gilanya ia dengan sang janda (F.1) karena ia tak mampu untuk menikhinya
ia dengan mencari jalan pintasnya dengan mencuri kerbau milik Bang Mamat,
alur tersebut bergerak secara linear hingga Si Jampang dan Si Mamat berkelahi.
Karena si Jampang yang menang dan dia sudah mendapatkan uang dari hasil jual
kerbau tersebut ia kemudian menikahi si Janda dengan modal hasil curiannya
(F.24).
2) Tokoh
Dalam cerita Si Jampang tersebut terdapat enam tokoh yang berperan sebagai
penggerak cerita tersebut yaitu Si Jampang, Bang Mamat, Bang Pe’i, Penjual
Kerbau, Teman-teman Si Mamat, dan janda.
Dalam cerita tersebut banyak sekali jenis-jenis tokoh yang ada pada cerita
tersebut, peneliti menemukan beberapa jenis yang didapat dalam legenda ini yaitu
tokoh utama, tokoh bawahan, tokoh bulat, tokoh pipih, tokoh riil, tokoh simbolik,
tokoh individual, tokoh kolektif, tokoh antagonis, dan tokoh protagonis
(a) Si Jampang
Jampang dikategorikan masuk kedalam tokoh utama dalam cerita ini, karena
apabila ia tidak mencuri kerbaunya. Tidak ada interaksi antara si jampang dan
pemilik kerbau, begitu pula tidak terjadi alur cerita si Jampang akan berkelahi
dengan pemilik kerbau. Jadi, kehadiran si Jampang ini berpotensi lahirnya konflik
atau jalan cerita yang akan dialami. Selain itu, Jampang adalah orang yang
pertama kali muncul pada cerita tersebut walaupun dalam cerita itu tidak sebanyak
dialog yang ditemukan seperti dialog Si Mamat. Perhatikan teks berikut
Die punya cerita, die bingung pengen nikah ame si jande tapi kagak
punya duit. die udah ngebet pengen nikah. Karena si Jampang ini nggak
mao pusing-pusing mikirin buat biaye nikeh. Die nyolong kebo, kebonye
Si Amat die colong buat die kawin.
Dari kalimat die bingung pengen nikah ame si jande tapi kagak punya duit.
terlihat atas kebingungannya si Jampang yang mencoba mencari uang, namun
karena ia tidak mau mengambil pusing dan tidak mau usaha ia dengan jalan pintas
mendapatkan ide untuk mencuri kerbau Si Mamat agar dijual untuk biaya
nikahnya dengan janda yang ia damba-dambakan. Die nyolong kebo, kebonye Si
Amat die colong buat die kawin.
Dalam legenda ini, si Jampang di gambarkan sebagai tokoh yang pipih, karena
hanya terlihat karakter buruknya saja yang muncul meskipun pada legenda si
Jampang yang beredar Jampang digambarkan sebagai tokoh yang bulat. Ia sangat
senang merampok barang milik saudagar kaya dan membagikan harta
rampasannya kepada rakyat miskin. Meski demikian, cerita ini hanya menjelaskan
salah satu yang terjadi antara Si Jampang dan saudagar kaya tersebut, saudagar
kaya ini disebutkan yaitu Bang Mamat. Perhatikan teks-teks berikut
Die nyolong kebo, kebonye Si Amat die colong buat die kawin
Dia mencuri kerbau, kerbaunya si Amat dia curi untuk dia kawin
Dari teks tersebut menggambarkan Si Jampang adalah seorang yang berani
melawan aturan hanya karena ingin menikahi si Janda, padahal ia bisa saja
mencari uang dengan kelebihannya beladiri
“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu.
Dari yang peneliti pahami jagoan dari kata tersebut bermakna bahwa ia sudah
sering kali menang dalam berkelahi, dari situ ia mendapatkan predikat “jagoan”
tersebut
“Terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah
gak ada. Gak ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong. Ya mao
gimana lagi. Lu gak mau nerima?”
“Saya terpaksa, saya mau meminjam uang kesana kemari tidak ada.
Tidak ada yang mau ngasih, yasudah kerbau kamu aja saya curi. Mau
bagaimana lagi? Kamu tidak terima?”
Dari teks diatas, peneliti menggambarkan keterpaksaan si Jampang itu dibuat-buat
oleh dia. Karena sesuai teks sebelumnya Si Jampang mencuri kerbau tersebut
hanya karena ingin cepat mendapatkan banyak uang tanpa harus keras bekerja
“Kali ini gua kalah dah, tapi suatu saat nanti ye, gua kagak bakal
kapok ngelawan lu”
“Mungkin hari ini saya kalah. Tapi suatu saat nanti saya tidak akan
kapok melaman kamu”
Kemudian di akhir cerita dijelaskan lagi secara mendetail, sosok Si Jampang yang
menghilang dari kehidupan Bang Mamat dengan mencoba lari ke Condet Seperti
pada teks dibawah ini
Abis kejadian ntu, Si Jampang kagak kedengeran ceritanye lagi nih.
Die kagak balik-balik ke Tanah Abang buat ngelawan Si Mamat
nyang udah nunggu lama. Mungkin die takut.
Selain si Jampang yang menjadi penggerak alur cerita tersebut, Bang Mamat juga
banyak ikut berperan dalam cerita ini karena frekuensi kehadiran Si Mamat yang
cukup banyak dengan terlihat seringnya muncul dialog dia dengan tokoh-tokoh
lain. Maka dari itu peneliti menggolongkan Si Mamat sebagai tokoh utama juga.
Jadi pada cerita ini terdapat dua tokoh utama yaitu si Jampang dan Bang Mamat.
Perhatikan teks berikut.
Teks diatas merupakan salah satu bukti percakapan antara Bang Mamat dan
tetangganya Bang Pe’i.
“Ini dari mana nih kebo nih, siape yang jual nih?”
“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu
“Kerbau ini dari mana ya? Siapa yang menjual kerbau ini?
“Si Jampang yang menjual ke saya” kata penjual kerbau.
Kemudian teks lain yaitu bukti percakapan antara Bang Mamat dan penjual
kerbau
Mao gak mao, “yah lu bisa gak ngalahin jampang nih” katanya
“Coba aja yok kita keroyok” Katanya begitu kata temen-temennya nih
Pada teks diatas selain dua tokoh tersebut Bang Mamat juga berbicara kepada
temannya untuk meminta bantuan menghajar si Jampang. Dari potongan dialog
tersebut sudah terlihat bahwa frekuensi kehadiran Bang Mamat itu banyak, karena
ia berdialog juga dengan tokoh-tokoh yang lain selain Si Jampang itu sendiri.
Dalam cerita Si Jampang ini, kehadiran sosok bang Pe’i sebagai pembantu namun
perannya juga penting dalam terjadinya alur cerita, kehadiran Bang Pe’i yaitu
tetangganya Si Mamat sendiri sebagai pemberi petunjuk dalam mencari kerbau Si
Mamat yang dicuri, hal ini dapat dilihat dari percakapan antara Bang Pe’i dengan
Si Mamat saat mengetahui kerbaunya yang hilang. Perhatikan teks dibawah ini
“Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo lu”
jawab Bang Pe’i lagi.
“Kamu liat kerbau saya tidak”
“Coba kamu cari ke pasar, kan kamu tahu, kalau kerbau kamu itu
terkenal” usul Bang Pe’i lagi.
Dialog yang berupa “Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo
lu” menunjukan bahwa Bang Pe’i mencoba memberi saran kepada Bang Mamat
agar ia mencari kerbaunya yang hilang di pasar. dari dialog antara Si Mamat dan
Bang Pe’i tersebut sosok Bang Pe’i masuk kedalam jenis tokoh bawahan dalam
cerita ini, karena Bang Pe’i tersebut sudah berperan dalam melanjutkan alur cerita
selanjutnya.
Sama seperti Bang Pe’i, kehadiran penjual kerbau juga sebagai pembantu
terjadinya alur cerita tersebut, dalam hal ini tukang kerbau juga berperan sebagai
tokoh bawahan dan tokoh riil. Perhatikan teks berikut
“Ini dari mana nih kebo nih, siape yang jual nih?”
“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu.
“Kerbau ini dari mana ya? Siapa yang menjual kerbau ini?
Kehadiran teman-teman Bang Mamat dalam cerita ini adalah sebagai tokoh
kolektif dan bukan tokoh bawahan seperti Bang Pe’i dan Penjual Kerbau. Hal ini
dapat dirujuk pada teks berikut
“Wah noh die noh si Jampang, biarin gua kagak bisa berantem ame
die ndiri-ndiri. Gua manggil temen gua dulu dah, gua keroyuk tuh” di
cari dah tuh temennya.
“Itu dia Si Jampang, saya tidak bisa melaawan dia sendiran, saya akan
panggil temen-temen saya untuk keroyok Si Jampang” lalu Si Mamat
pergi mencari teman-temannya
Dalam cerita tersebut tidak diketahui seberapa jelas siapa saja teman-temannya
namun sudah diketahui dengan kata “teman-temannya” yang menunjukan arti
jamak atau lebih dari satu. Selain itu kehadiran teman-temannya Bang Mamat
juga tidak berpengaruh terhadap alur cerita tersebut, mereka hanya berfungsi
menghidupkan suasana dalam cerita. Karena meskipun adanya sosok teman-
temannya, tetap saja si Jampang memenangkan perkelahian karena sosok si
Jampang adalah jagoan yang tidak pernah kalah.
(e). Kerbau
Pada cerita ini peneliti menganggap kerbau masuk kedalam jenis tokoh bawahan
walaupun kerbau sendiri tidak melakukan kegiatan seperti pada tokoh yang lain,
kerbau juga masuk kedalam tokoh yang riil. Perhatikan teks berikut.
(f.) Janda
Setelah diamati kedudukan Si janda tersebut adalah tokoh bawahan karena ia juga
berfungsi sebagai penggerak alur dalam legenda ini. Seperti peran kerbau dalam
cerita ini, meskipun tokoh si janda tidak melakukan kegiatan apapun seperti
tokoh-tokoh yang lain.
3) Latar
Latar tempat yang digunakan dalam legenda “Si Jampang” ini bertempatan di
Tanah Abang dan Condet dengan demikian legenda “Si Jampang” tersebut
merajuk pada latar geografis. Hal itu terbukti pada teks berikut.
..Abis die nyolong tuh kebo, die bawa dah tuh kepasar Tanah Abang,
terus Si Mamat nyang punye nyariin. Yang punye kebo nanyain
tetangganye.
Tanah Abang merupakan suatu daerah yang ada di Jakarta tepatnya di Jakarta
Pusat, Tanah Abang dikenal sebagai pasar, dulu dinamakan Pasar Sabtu pada
zaman itu Pasar Tanah Abang berisi jual beli kebutuhan perkebunan atau sayur-
sayuran termasuk kerbau walaupun kerbau ini adalah binatang namun tenaga
kerbau bermanfaat dalam proses pembajakan sawah, hal ini sesuai dengan cerita
Si Jampang ketika ingin menjual sapi hasil curiannya di pasar itu. Pasar Tanah
Abang sudah ada sejak tahun 1735 yang didirikan oleh Yustinus Vinck.
Setelah itu Jampang nikeh dah tuh ama janda, hasil dari die jual.
Setelah sekian berapa bulan dia pulang dah tuh ke Condet Si
Jampang.
Lalu Jampang menikah dengan si Janda dari hasil kerbau yang ia jual.
Setelah beberapa bulan kemudian ia pulang ke Condet.
Condet di Jakarta sendiri terletak di Keramat Jati, Jakarta Timur yaitu daerah yang
mempunyai kali Ciliwung yang membelah kawasan tersebut. Dari sini sudah
dapat diketahui Condet masuk kedalam latar geografis pada cerita Si Jampang ini.
Jika dihubungkan dengan Tanah Abang, jarak antara Tanah Abang ke Condet
lumayan jauh karena pada saat itu kendaraan umum hanya sedikit dan peneliti
berpendapat mengapa Jampang tidak kembali ke pasar di Tanah Abang adalah
jarak antara Tanah Abang ke daerah Condet sekitar +/- 16,6 KM yang
membutuhkan waktu cukup lama untuk ditempuh pada saat itu, entah jalan kaki
atau menggunakan sepeda. Alasan mengapa si Jampang pindah ke daerah Condet
tidak diketahui secara jelas dan tidak di temukan, namun peneliti berpendapat
alasan yang paling rasional adalah untuk menghindari perlawanan dari Bang
Mamat yang suatu saat akan menghajar ia tanpa mengetahui kapan waktunya.
Maka dari itu ia mencoba pindah untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari
bencana yang mungkin akan menimpanya.
Warung Kopi
Warung Kopi disini sudah dijelaskan letaknya masih di daerah Tanah Abang.
Peneliti menganggap warung kopi tidak jauh letaknya dengan rumah Si Jampang,
rumah Bang Mamat, dan pasar Tanah Abang. Hal ini dapat dilihat pada teks
berikut
“Wah noh die noh si Jampang, biarin gua kagak bisa berantem ame
die ndiri-ndiri. Gua manggil temen gua dulu dah, gua keroyuk tuh” di
cari dah tuh temennya.
“Itu dia Si Jampang, saya tidak bisa melawan dia sendiran, saya akan
panggil temen-temen saya untuk keroyok Si Jampang” lalu Si Mamat
pergi mencari teman-temannya
Dari teks diatas, ketika Bang Mamat mengetahui siapa yang mencuri kerbaunya
dengan penjual kerbau di pasar, Bang Mamat langsung mencari keberadaannya
dan menemukannya di warung kopi milik janda. Dengan cepatnya proses
penemuan Si Jampang ini, sudah jelas pendapat peneliti dengan letak warung kopi
yang berada tidak jauh dengan pasar Tanah Abang.
Latar waktu
Legenda muncul pada abad ke-19, dengan adanya pasar Tanah Abang.
Selain Tanah Abang, Condet, dan Warung Kopi, latar legenda yang ada pada “Si
Jampang” adalah latar waktu, menurut penelitian tokoh Jampang ada pada abad
19. Hal ini dibuktikan dengan latar tempat yang sudaah dijelaskan sebelumnya,
Tanah Abang lahir sebagai pasar pada tahun 1735 atau abad 18 dan mengalami
pemulihan pada tahun 1881 atau abad 19 karena pada tahun 1740 Tanah Abang
mengalami kerusuhan dan mulai benar-benar beroperasi lagi pada tahun 1881.
Dengan ini, dapat ditarik legenda Si Jampang adalah benar adanya, latar waktunya
berupa latar kalendris, meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit namun hal
tersebut dapat dirujuk pada bagian teks
..,Si Jampang tuh kayak gitu. Abis die nyolong tuh kebo, die bawa
dah tuh kepasar Tanah Abang..
“Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo lu”
jawab Bang Pe’i lagi.
Pas Si Mamat nyari tuh kebo di pasar Tanah Abang, akhirnye
ketemu.
“Coba kamu cari ke pasar, kan kamu tahu, kalau kerbau kamu itu
terkenal” usul Bang Pe’i lagi.
Jadi, jika dikaitkan dengan pasar Tanah Abang yang sudah ada pada cerita dengan
sejarah berdirinya Tanah Abang yang tadinya berupa perkebunan kemudian
menjadi pasar, munculnya cerita Si Jampang tersebut dapat diperkirakan pada
abad 19 atau ada pada sekitar pertengahan tahun 1850-1900an.
“Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo lu”
jawab Bang Pe’i lagi.
Sudut pandang penceritaan yang digunakan dalam legenda Si Jampang ini adalah
sudut pandang dengan pencerita ekstern, hal tersebut tampak dalam kutipan teks
di bawah ini yang menghadirkan pencerita eksternal dalam cerita.
Sudut pandang penceritaan dalam kajian teks narative terbagi menjadi dua jenis,
yaitu pencerita intern dan pencerita ekstern. Pencerita intern adalah pencerita yang
hadir di dalam teks dengan mengambil posisi sebagai tokoh, baik pada tokoh
utama atau pun tokoh bawahan. Sedangkan, pencerita ekstern adalah sudut
pandang penceritaan dimana, pencerita tidak hadir di dalam teks dan tidak
mengambil posisi sebagai tokoh. Penggunaan sudut pandang pencerita intern, bisa
dilacak dari penggunaan pronomina pertama seperti aku, kamu, diriku, dll.
Kemudian, penggunaan sudut pandang pencerita ekstern ini bisa dilacak melaui
penggunaan pronomina ketiga dia atau menyebutkan langsung nama tokoh yang
diceritakan.
5) Tipe penceritaan
Pada legenda si Jampang ini, peneliti menemukan dua tipe penceritan yaitu tipe
penceritaan yang dilaporkan dan tipe penceritaan yang dinarasikan. Untuk tipe
penceritaan yang dilaporkan adalah proses penutur menceritakan legenda tersebut
dengan menggunakan dialog yang terjadi antar tokoh, dengan menggunakan tipe
wicara yang dilaporkan memudahkan gambaran peristiwa yang sedang terjadi
dengan cepat. Dalam legenda ini banyak muncul wicara yang di laporkan,
perhatiikan teks berikut.
“Terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah
gak ada. Gak ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong. Ya mao
gimana lagi. Lu gak mau nerima?”
“Untuk apa emang uangnya?” Kata dia seperti itu (SI mamat)
“Saya terpaksa, saya mau meminjam uang kesana kemari tidak ada.
Tidak ada yang mau ngasih, yasudah kerbau kamu aja saya curi. Mau
bagaimana lagi? Kamu tidak terima?”
pada hal ini penutur melihat segala yang terjadi dari jarak jauh, maka dari itu
penutur merasa tidak terlibat dengan semua yang dilihatnya. Penutur luar
menyajikan sendiri jalan cerita dengan menggunakan wicara yang dinarasikan.
Hal tersebut dapat dirujuk dalam teks yaitu
dalam tipe wicara yang dinarasikan maksudnya adalah penutur menceritakan
secara deskriptif suatu objek ataupun kejadian yang ia maksud agar mempunyai
pemahaman yang sama kepada audiensnya. Berikut contoh dari tipe wicara yang
dinarasiikan
1) Konteks situasi
a. Waktu
Cerita rakyat Si Jampang sangat baik diceritakan kepada masyarakat sebagai alat
pengendali sosial berupa tindakan preventif dan tindakan persuasif. Diharapkan
ketika menceritakan legenda Si Jampang ini agar tidak melakukan hal-hal yang
serupa karena dapat merugikan masyarakat maupun diri sendiri.
Karena cerita ini ditujukan sebagai pengendali sosial dimasyarakat maka dari itu
waktu atau situasi yang tepat dalam menceritakannya adalah saat ada
perkumpulan keluarga ataupun ketika ada pengajian yang ada sesi ceramahnya.
Cerita Si Jampang ini dapat dijadikan contoh perlakuan merampok atau
mencurinya yang tidak boleh untuk ditiru. Jadi legenda “Si Jampang” ini tidak ada
batasan waktu yang digunakan baik pagi, siang ataupun malam. Jelasnya legenda
tersebut menyesuaikan waktu yang terjadi ketika ada perkumpulan keluarga
maupun ceramah.
b. Tujuan
Pada bagian ini, tujuan dalam konteks situasi sama halnya dengan fungsi sastra
lisan pada pengkajian teks naratif yaitu bisa sebagai pengendali sosial dalam
masyarakat dan hanya untuk hiburan semata atau intermeso dalam sebuah
perkumpulan. Demikian cerita si Jampang ini diharapkan masyarakat untuk tidak
mekakukan perampokan atau pun pencurian meskipun pada akhirnya untuk alat
berbuat baik sekalipun, misalnya membagikan harta tersebut ke masyarakat.
Cerita rakyat Si Jampang sangat baik diceritakan kepada masyarakat sebagai alat
pengendali sosial berupa tindakan preventif dan tindakan persuasif. Tindakan
preventif adalah pengendalian sosial yang bertujuan untuk melakukan tindakan
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap
norma-norma sosial. Seperti contohnya Si Jampang yang selalu merampok,
mencuri, dan membuat kegaduhan dilingkungannya. Diharapkan ketika
menceritakan legenda Si Jampang ini agar tidak melakukan hal-hal yang serupa
karena dapat merugikan masyarakat maupun diri sendiri.
c. Peralatan/media
Teknik penuturan terbagi menjadi tiga bagian yaitu pra penturan, waktu
penuturan, dan pasca penuturan. Ketiga teknik penuturan itu akan dipaparkan oleh
peneliti di bawah ini.
Pra Penuturan:
Peneliti memberi arahan kepada penutur untuk mencoba mengingat secara garis
besar alur yang terjadi dengan memberikan masukkan dan contoh cerita yang
peneliti ketahui sebelumnya, kemudian penutur memberikan contoh yang serupa
berupa potongan garis besar kisah Si Jampang tersebut yang sesuia dengan
maksud dari si peneliti. Jelasnya, sebelum waktu penuutran berlangsung ada tahap
technical meeting yang berupa komunikasi antara penutur dan peneliti agar tidak
terjadi kesalah pahaman dalam menuturkan cerita
Waktu penuturan:
Saat cerita berlangsung, tidak ada komunikasi yang terjadi antara peneliti dan
penutur. Hanya ada kegiatan penceritaan sang penutur dari awal cerita hingga
selesai. Hal itu agar mempermudah penutur untuk menceritakan legenda si
Jampang, karena ia menceritakannya secara spontan maka apabila terjadi
komunikasi di tengah-tengah penceritaan kemungkinan akan hilang fokus dalam
bercerita dan hambatan untuk ,memngingat garis-garis besar yang sudah disusun.
Pasca penuturan
Peneliti mencoba memutar kembali rekaman yang sudah terekam dan didengar
bersama penutur, apabila ada cerita yang kurang jelas atau kurang terdengar apa
maksudnya, peneliti dapat menanyakan lebih lengkap hal tersebut. Contohnya
pada bagian yang dijelaskan di bawah ini
“Wah ini dia nih kebo gua nih” katanye, kata bang Mamat
“Ini dari mana nih kebo nih, siape yang jual nih?”
“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu.
“Kerbau ini dari mana ya? Siapa yang menjual kerbau ini?
Pada kalimat seenaknya aja nyolong kebo gua, gua beri pelajaran buat tuh
Jampang peneliti kurang jelas dengan pembicaraan yang dimaksudkan oleh
penutur tersebut, dari contoh inilah terdapat evaluasi antara penutur dan peneliti
apa saja yang menjadi tidak jelas dan peneliti mencoba untuk memberi perincian-
perincian pada cerita tersebut.
2) Konteks budaya
Pada tahapan ini, peneliti akan memeparkan konteks budaya apa yang ikut
berperan dalam memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai legenda Si
Jampang. Konteks budaya dalam prosesnya mencakup 1) lokasi 2) penutur dan
audiens 3) latar sosial budaya 4) kondisi sosial ekonomi. Penjelasan konteks
budaya tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
1) Lokasi
Seperti jika dari arah Depok dapat menggunakan Angkutan Umum berupa Angkut
19 yang berwarna merah jurusan Kampung Rambutan - Depok ataupun Angkut
04 berwarna coklat dan krem jurusan Depok – Pasar Minggu. Namun dapat juga
mengakses KRL dengan stasiun pemberhentian Tanjung Barat maupun Pasar
Minggu, keduanya dekat dengan lokasi karena lokasi penutur berada ditengah
stasiun tersebut, namun alangkah lebih baik jika berhenti di Stasiun Pasar
Minggu. Penjelasan ini sekaligus menjelaskan menuju tempat lokasi jika dari
Pasar Minggu. Apabila dari Pasar Minggu atau Stasiun Pasar Minggu dapat di
lanjutkan dengan Ojek yang ada disana atau Angkut S15 jurusan Pasar Minggu -
Cijantung atau S15A jurusan Ragunan – Taman Mini, lalu berhenti di depan
Warung Kopi (Warkop) 333dekat Pohon Beringin. Atau dapat juga menggunakan
angkut 04 kearah Depok. Hal ini peneliti mencoba menjelaskan melalui peta yang
ada pada Google Maps.
2) Penutur dan Audiens
Penutur cerita rakyat Si Jampang adalah orang yang sangat dekat dengan peneliti.
Penutur cerita merupakan orang Betawi asli yang masih menetap di daerah
Jakarta, bahasa yang digunakan sehari-hari sudah bercampur dengan bahasa
Indonesia namun masih terdapat dialek atau aksen betawi ketika berbicara.
Di Tanjung Barat, penutur adalah orang yang sudah banyak dikenal oleh
masyarakat didaerah sana, karena penutur sendiri adalah orang yang ramah dan
senang membantu tetangga-tetangganya. Penutur juga terkenal mempunyai
penampilan yang “garang” dan mencolok. Selain dari itu penutur sendiri adalah
orang asli Tanjung Barat sejak beliau kecil.
Hal yang akan dijelaskan pada bagian ini mengacu pada tujuh unsur kebudayaan
dari antropolog Indonesia, Koentjaraningrat (2005:4). Tujuh unsur kebudayaan
tersebut meliputi
(a) agama/religi.
(b) sistem pengetahuan
(c) sistem organisasi sosial
(d) sistem ekonomi
(e) sistem teknologi
(f) kesenian
(g) bahasa.
Penjelasan ketujuh unsur tersebut akan berfokus pada latar sosial budaya di dalam
kondisi masyarakat pada cerita Si Jampang. Berikut ini adalah penjelasan ketujuh
unsur sosial budaya tersebut.
(a) Agama/Religi
(f). Kesenian.
(g). Bahasa
Data tersebut merajuk pada data statistik yang tercatat pada Badan Pusan Statistik
Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2017 di kecamatan Jagakarsa.
Dalam hal ini sama persis dengan kehidupan Jakarta pada dulu kala yang sudah
dijelaskan dalam cerita yaitu adanya wirausaha seperti jual beli kerbau dan toko
berupa warung kopi meskipun mungkin dulu jumlahnya tidak sebanyak sekarang
Proses Penciptaan
Pada teks tersebut, yaitu transkript yang seadanya. Terlihat jelas penutur
menceritakan secara spontan dengan selalu memberikan pengulangan pada kata-
kata sebelumnya Waktu itu Jampang tergile-gile perempuan nih. Perempuan,
janda. Janda tukang kopi di Tanah Abang. Dari situ terdapat pengulangan kata
perempuan dan janda sampai tiga kali dalam satu kalimat, hal ini supaya alur
proses penceritaan teratur sesuai garis besar yang penutur gambarkan.
Proses Pewarisan
Fungsi
Sistem Proyeksi
Sistem proyeksi pada cerita “Si Jampang” disini maksudnya adalah Sastra lisan
sebagai sistem proyeksi terkait dengan keinginan-keinginan bawah sadar manusia
atau hanya dalam angan-angan. Dalam cerita tersebut, Si Jampang ingin sekali
menikah dengan janda, maka dari itu ia berusaha denagn berbagai cara bagaimana
ia mendapatkan janda tersebut yaitu salah satunya dengan mencuri kerbau. Hal ini
merujuk pada teks dibawah ini
Dalam cerita Si Jampang, beliau adalah orang yang senang merampok dan
mencuri harta orang-rang kaya meskipun ia selalu berhasil meloloskan diri dari
para orang-rang kaya tersebut. Hal ini sesuai pada teks berikut.
Makna
“Terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah
gak ada. Gak ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong. Ya mao
gimana lagi. Lu gak mau nerima?”
“Saya terpaksa, saya mau meminjam uang kesana kemari tidak ada.
Tidak ada yang mau ngasih, yasudah kerbau kamu aja saya curi. Mau
bagaimana lagi? Kamu tidak terima?”
Dari teks diatas terdapat perkataan Si Jampang yang memutuskan untuk mencuri
kerbau milik Bang Mamat, ia sudah tahu resiko apa yang ia hadapi, yaitu
berlawanan dengan pemilik kerbau tersebut. Maka itu si Jampang sudah mengajak
berkelahi duluan dengan menantang Bang Mamat menggunakan pertanyaannya
“..lu gak mau nerima?”
Selain itu ada juga dengan cara tindakan yang ada pada cerita ini. Perhatikan teks
berikut
“Kali ini gua kalah dah, tapi suatu saat nanti ye, gua kagak bakal kapok ngelawan
lu”
Setelah itu Jampang nikeh dah tuh ama janda, hasil dari die jual.
Setelah sekian berapa bulan dia pulang dah tuh ke Condet Si
Jampang.
Abis kejadian ntu, Si Jampang kagak kedengeran ceritanye lagi nih.
Die kagak balik-balik ke Tanah Abang buat ngelawan Si Mamat
nyang udah nunggu lama. Mungkin die takut.
“Mungkin hari ini saya kalah. Tapi suatu saat nanti saya tidak akan
kapok melaman kamu”
Lalu Jampang menikah dengan si Janda dari hasil kerbau yang ia jual.
Setelah beberapa bulan kemudian ia pulang ke Condet.
Penanaman nilai tanggung jawab yang ada pada cerita Si Jampang dapat dilihat
dengan perkataan dan tindakan Jampang. Kadang ia bertanggung jawab atas apa
yang ia kerjakan namun ada juga yang menggambarkan bahwa ia kabur dari
tanggung jawab tersebut.
Konteks penuturan yang ada pada cerita tersebut dengan melihat konteks situasi
dan konteks budaya. Waktu dalam penuturan cerita sangatlah bebas tidak terikat
waktu cerita tersebut mengharapkan mencegah terjadinya kriminal yang terjadi
didaerah perkotaan. Media dan teknik yang digunakan ketika bercerita juga sangat
sederhana yaitu hanya gawai dan gestur tubuh saat bercerita. Konteks budaya
yang ada berupa lokasi yaitu di Tanjung Barat, penutur dan audiens yaitu sang
ayah kangdung peneliti dan peniliti itu sendiri, latar sosial budaya yang mayoritas
beragama islam dan masih memperthankan adat betawi, juga kondisi sosial
ekonomi yang lebih baik dari zaman dahulu.
Proses pewarisan terjadi secara horisontal yaitu di ceritakan secara mulut kemulut
dalam satu atau dua generasi pada masyrakat Tanjung Barat.
Makna yang ada pada legenda tersebut berupa bagaimana seseorang berperan
untuk berbuat hati-hati atas perbuatan dan tindakan-tindakan yang dipilih.
Manusia harus bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat bagaimanapun
hasilnya baik atau buruk, jika manusia dapat bertanggung jawab atas apa yang
akan dilakukan dengan begitu akan lebih berhati-hati atas apa yang telah dipilih.