Anda di halaman 1dari 49

SI JAMPANG

ROBIN HOOD DARI BETAWI

Oleh:
JAQLYN A. Z. G.
NIM:

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2019
Transkripsi Cerita:

Cerita masalah orang betawi

Si Jampang terkenal emang keluarga jaman dulunya nih. Waktu itu Jampang
tergile-gile perempuan nih. Perempuan, janda. Janda tukang kopi di Tanah Abang.
Dia punya cerita, dia bingung, dia gak punya duit nih, dia gak punya duit, tapi dia
pengen nikah juga sama janda, udah ngebet tuh dia tuh ama janda, he eh dan
berpikir pusing-pusing, gak mao pusing, dia nyolong kebo. Nyolong kebonya si
Mamat dia colong. Dia buat kawin. Tuh jampang tuh laganya tuh. Pas udeh
colong dia bawa dah tuh ke pasar Tanah Abang, nyang punye nyariin. Si Mamat
nyariin kebonya dia tuh, eh ditanya eh yang punya kebo tuh nanyain tuh, nanyain
tetangganya.

“Lu liat kebo gua ga?”

“Kagak” kata bang Pe’i.

Bang Pe’i ”bukan tadi lu sore lu kandangin?”

“Iya udah gua kandangin tapi kagak ada”

“Lu cari aja dah ke pasar sono, cari aja ke pasar kan lu tau terkenal tuh kebo lu”

Dicari. Cari cari cari....ketemu

“Wah ini dia nih kebo gua nih” katanya kata bang Mamat

“Ini dari mana nih kebo nih, yang jual nih?”

“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu

“Jampang? Wah kurang ajar nih Si Jampang mentang-mentang dia jagoan ya


Jampang. seenaknya aja nyolong kebo gua beri ajar buat tuh Jampang”

“Wah ini kalo begini, gak bisa dibiarin kalo gini nih, ‘ntar kalo lama-lama dia bisa
ketagihan nih”

Di cari dah tuh Jampang ketemu di warung janda lagi ngopi dia

“Wah noh dia noh, biarin, gua gak bisa sendiri ama dia, gua keroyok dia, gua
panggil ama temen-temen tu” cari tuh temennya tuh.

Ama temennya di jelasin gini gini gini bahwa kebonya di colong ama ini, ama
Jampang

Mao gak mao, “yah lu bisa gak ngalahin jampang nih” katanya

“Coba aja yok kita keroyok” Katanya begitu kata temen-temennya nih
Akhirnya Si Jampang di tanya ama S Mamat “eh bang kebo gua ngapa lu
colong?”

“kagak, gua lagi kagak punya duit nih” kata Jampang

“buat apaan si lu duit” kata die gitu

“lu kan tau, gue lagi mau nikeh ni ame jande”

“tapi kan lu ngapa segala kebo gua lu colong”

“terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah gak ada. Gak
ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong aja mao gimana sekarang lu gak mau
nerima?”

Wah “eh kok lu ngomong lu begitu bang” blek aja dah tuh.

(berantem)

Dia berkelahi kalah dah tuh semuanya dah tuh ama Jampang, “

”Iya tapi gua ini hari” kata si Mamat “gua gak bakal kapok ngelawan lu suatu saat
lu”

“Lah boleh” kata Jampang. Setelah itu Jampang nikeh dah tuh ama janda, dia jual
kebo dia nikah da tuh ama janda. Setelah sekian berapa bulan dia pulang dah tuh
ke Condet Si Jampang.

Dah gitu dia gak kedengeran ceritanya lagi nih si Jampang kok gak balik lagi nih.
Pas dia ke Condet gak ke Tanah Abang-Tanah Abang lagi nih lama kelamaan ya
mungkin dia masih takut atau gimana gitu

Ya begitulah kali ceritanya dah


BAB 1

PENDAHULUAN

Cerita rakyat merupakan salah satu dari cakupan folklor dalam dunia kesusastraan
yaitu sastra lisan. Pada situs website Wikipedia menjelaskan bahwa “Folklor itu
meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan
kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok.
Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran
berbagai tradisi budaya”. Folklor sendiri mempunyai tiga jenis yaitu folklor lisan,
folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Cerita rakyat termasuk kedalam
jenis folklor lisan demikian karena cerita rakyat berkembang pada masa budaya
lisan, di mana ceritanya disampaikan secara turun-temurun dan tidak pernah
diketahui siapa yang pertama kali membuat cerita tersebut. Cerita rakyat yang
disebarkan secara turun menurun dan secara lisan ini sejalan bersama dengan
pengertian cerita rakyat menurut Suripan Sadi Hutomo yaitu Cerita rakyat dapat
diartikan sebagai ekspresi budaya suatu masyarakat melalui bahasa tutur yang
berhubungan langsung dengan berbagai aspek budaya dan susunan nilai sosial
masyarakat tersebut. Dahulu, cerita rakyat diwariskan secara turun- menurun dari
satu generasi ke generasi berikutnya secara lisan (1991: 4).

Selain disebarkan dengan turun menurun melalui perantara lisan, certa rakyat juga
berkembang dengan keadaan ceritanya yang anonim tanpa harus mengaku siapa
yang menyebarkannya terlebih dahulu. Persebaran cerita rakyat juga terjadi
bersamaan dengan adanya kelompok-kelompok yang lahir dalam masyarakat
tersebut, hal ini dapat dijelaskan bersama dengan pengertian menurut Sisyono
yaitu cerita rakyat adalah salah satu karya sastra berupa cerita yang lahir, hidup
dan berkembang pada beberapa generasi dalam masyarakat tradisional, baik
masyarakat itu telah mengenal huruf atau belum, disebarkan secara lisan,
mengandung survival, bersifat anonim, serta disebarkan diantara kolektif tertentu
dalam kurun waktu yang cukup lama (2008: 4).

Cerita rakyat atau sastra rakyat yang sering dijumpai di Indonesia merupakan
salah satu bentuk folklor yang terbagi dalam beberapa kelompok jenis prosa.
Beberapa kelompoknya seperti dongeng, mite, dan legenda. Cerita rakyat yang
berbentuk dongeng biasanya hanya berupa imajinasi saja, tidak benar-benar ada
atau tidak nyata. Berbeda dengan mite dan legenda yang kehadirannya memang
ada. Mite merupakan cerita rakyat yang di nilai ada dan suci kedudukanya karena
didalamnya menghadirkan tokoh-tokoh suci contohnya dewa. Perbedaan pada
mite dan legenda hanya ke’suci’annya saja, legenda merupakan cerita rakyatyang
tidak dianggap suci dan sifatnya baru atau terjadi dalam duniawi.

Cerita rakyat di Indonesia ada pada ranah Sastra Nusantara atau dapat disebut
sastra kepulauan karena yang sudah dijelaskan sebelumnya cerita rakyat
disebarkan dengan lisan dan berkelompok. Cerita-cerita yang disebarkan
mempunyai kekhasan tersendiri sesuai dengan kelompok masyarakat yang ada
pada daerah tertentu dan di tutur sesuai dengan bahasa yang ada pada setiap
daerah tersebut.

Cerita rakyat di Indonesia dalam tanah Betawi banyak ragamnya, disini peneliti
mendalami cerita rakyat yang berbentuk legenda yaitu si Jampang. Di Indonesia si
Jampang disebut sebagai “Robin Hood dari Betawi”. Pada cerita rakyat luar
negeri, Robin Hood adalah tokoh legenda yang berasal dari Inggris yang dianggap
sebagai pendekar dengan memberi makan hasil rampokan hutan kepada orang
miskin dan berani melawan hukum kerajaan yaitu semua kekayaan hutan hanya
milik kerajaan.

Tidak hanya “Robin Hood saja, selain dari Inggris terdapat cerita rakyat asal
negara lain yang mempunyai kesamaan dengan si Jampang yaitu Jesus Arriaga
atau dapat disebut Chuco el Roto yang merupakan tokoh bandit asal Mexico, ia
terkenal karena berani melawan dan membantu rakyat miskin karena keadaan
sosial ekonomi disana. Di negara yang sama, selain Chuco el Roto ada tokoh
bernama Jesus Malverde kadang dikenal sebagai “Cjuba Lord” atau “Malaikat
orang miskin” karena sudah berani mencuri harta pemerintah untuk membantu
rakyat miskin. Selain dari Mexico, daerah Lithuania juga terdapat tokoh legenda
pendekar bernama Tadas Blinda. Kemudian ada Joaquin Murrieta yang berasal
dari California, Joaqlin disebut sebagai The Robin Hood of The West atau The
Robin Hood of El Dorado.

Di Indonesia cerita Si Jampang ditemui dalam beberapa versi, seperti pada daerah
Jawa Barat ada cerita Pendekar Cisadane. Nama asli dari Pendekar Cisadane ialah
Surya yang lahir di Tangerang, ia adalah sosok yang sederhana dan peduli kepada
rakyat miskin. Semasa hidupnya ia membela rakyat yang ditindas oleh Belanda.
Dan seperti pendekar yang lain, sosok Surya selalu membawa golok dan memiliki
ilmu kanuragan yang disegani oleh musuh-musuhnya.

Kemudian dari tanah betawi sendiri ada cerita rakyat yang sangat populer di
Indonesia, yaitu Si Pitung. Tokoh yang lahir di Rawa Belong tersebut mempunyai
keunikan yang sama-sama dimiliki oleh cerita Si Jampang.

Cerita si Jampang dan si Pitung mempunyai kesamaan dan perbedaan, selain


sama-sama berasal dari rakyat betawi si Jampang dan si Pitung merupakan dua
tokoh yang berani melindungi rakyat miskin dari keserakahan pemerintahannya,
kedua orang tersebut jago beladiri yaitu silat, dan sama-sama membagikan harta-
harta curian kepada rakyat miskin.

Perbedaan cerita rakyat pada si Jampang dan si Pitung juga banyak, peneliti
sendiri menjeniskan si Pitung kedalam mite, si Pitung merupakan tokoh suci ahli
agama, setelah wafatnya Si Pitung apabila seseorang menemukan golok sakti
yang di curi oleh kolonial Belanda dan mengumpulkan potongan-potongan tubuh
tersebut, si Pitung akan hidup kembali dan tidak dapat dibunuh (jika golok sakti
tersebut tidak lepas dari genggamannya). Selain itu, Si Pitung juga belajar
mengaji melalui Kyai yang di usulkan oleh keluarganya sebab itu Si Pitung
merupakan orang saleh atau orang yang mempunyai wawasan tinggi dalam
pemahaman Islam. Hal ini bertolak belakang dengan si Jampang, ia adalah
manusia yang hebat dalam berkelahi.yang dilahirkan sebagai tokoh yang nakal,
malas dan suka bermain judi.

Peneliti memilih cerita Si Jampang di karenakan pertama letak tempat tinggal


geografis peneliti dan cerita si Jampang adalah dekat, si Jampang lahir di Depok
sedangkan peneliti sendiri lahir di daerah Tanjung Barat yaitu daerah Jakarta
Selatan yang dekat dengan daerah Depok. Hal ini kemungkinan masyarakat disini
mengenal secara asli cerita rakyat si Jampang tersebut. Kedua, meskipun peneliti
lahir sebagai masyarakat asli Jakarta tidak menutup kemungkinan semua cerita
rakyat dapat diketahui, salah satunya adalah Si Jampang. Mungkin sudah
beberapa cerita rakyat yang peneliti tahu dan bahkan ceritanya hapal di luar
kepala seperti Si Pitung dan Keong Mas karena kedua cerita tersebut sudah sering
di ulang-ulang semasa sekolah. Namun untuk versi cerita Si Jampang ini peneliti
entah lupa atau tidak tahu, merasa belum mengenal sosok Si Jampang tersebut. Ini
tidak menutup kemungkinan nasib penduduk DKI Jakarta sama seperti peneliti
yaitu tidak mengenal sosok dari Si Jampang ini. Dugaan yang peneliti buat adalah
karena mungkin Si Jampang adalah sosok yang nakal dan senang membuat onar
dimana nilai-nilai tersebut buruk untuk di ceritakan kepada anak kecil karena
takut jika ditiru.

Peneliti juga menemukan adanya transformasi legenda Si Jampang dari bentuk


sastra lisan kedalam bentuk film yang sebelumnya menggunakan transformasi
sastra lisan menjadi sastra tulis berbentuk script film. Peneliti menemukan film
tersebut dengan judul ”Djampang Mentjari Naga Hitam” film ini adalah film
Indonesia yang diproduksi pada tahun 1968 dengan disutradarai oleh Lilik Sudjio.
Berikut ini adalah sinopsis dari film tersebut.

Ayah Jampang terbunuh Naga Hitam dan Jampang diungsikan sambil


berguru pada guru ayahnya di Cirebon. Setelah dewasa Jampang
(Sukarno M. Noor) lalu turun gunung untuk balas dendam. Dalam
pengembaraannya dari kampung ke kampung itu akhirnya ia
menjumpai Bendot (WD Mochtar), saat bekerja sebagai sais pada
BangMaing (Moch. Mochtar). Anak buah Bendot yang mau
mengganggunya dengan mudah dikalahkan. Maing lalu bertanya siapa
orangtuanya. Setelah diberitahu, Maing menganjurkan agar Jampang
minta keterangan dan bantuan Ki Somat. Setelah informasi diperoleh,
maka Jampang kembali ke desa tempat Bendot dan kawan-kawan
merajalela dan berhasil menemui Naga Hitam yang ternyata adalah
Babah Peng Ho (Awaludin), tuan tanah terkaya di desa itu dan
memperalat Bendot.

Peneliti tidak menemukan adanya penelitian terdahulu tentang cerita Si Jampang


ini. Kebanyakan orang meneliti cerita Si Pitung yang sudah banyak orang
Indonesia kenal khususnya orang betawi asli itu sendiri
Rumusan Masalah

Makalah ini merupakan salah satu makalah penelitian terkait menganalisis cerita
legenda dari jenis folklor Indonesia yang berupa sastra lisan. Rumusan masalah
dalam penelitian legenda Si Jampang ini adalah:

1. Bagaimana penanaman nilai “Tanggung Jawab” dalam legenda “Si


Jampang” dalam struktur cerita?
2. Bagaimana Konteks penuturan legenda “Si Jampang”?
3. Bagaimana proses penciptaan legenda “Si Jampang” ?
4. Bagaimana proses pewarisan legenda “Si Jampang”?
5. Bagaimana fungsi legenda “Si Jampang”?
6. Bagaiman makna legenda “Si Jampang”?
BAB 2

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Cerita rakyat “Si Jampang Jatuh Cinta” merupakan salah satu legenda dari
penutur yang bermukim di Tanjung Barat, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan
Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Perekaman legenda Si Jampang dilakuan
pada hari Senin tanggal 10 Juni 2019 pagi hari pukul 05:10 hingga 05:54, proses
perekaman terdapat kegiatan diskusi terlebih dahulu yang memakan waktu cukup
lama dan kegiatan perekaman ulang karena kecilnya suara penutur dalam
bercerita. Berikut adalah analisis hasil dari perekaman cerita Rakyat “Si Jampang
Jatuh Cinta”

Dalam mengkaji cerita Si Jampang ini terbagi menjadi lima bagian meliputi
Struktur Cerita, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi dari cerita Si
Jampang, dan Makna yang terkandung dari cerita Si Jampang

1. Struktur Cerita

Pengkajian struktur cerita Si Jampang dapat dibagi menjadi beberapa hal yaitu
pengkajian alur dan pengaluran, pengkajian tokoh dan latar, dan pengkajian
kehadiran pencerita dan tipe penceritaan. Dibawah ini adalah pengkajian yang
telah dilakukan oleh peneliti.

1) Analisis alur

Analisis alur pada penelitian ini melibatkan hubungan kausalitas yang ada
di dalam setiap fungsi utama. Hubungan di antara fungi utama inilah yang
membentuk alur cerita. Dalam analisis fungsi utama pada dongeng “Si Jampang”
akan ditandai dengan huruf F sebagai penyingkatan dari kata “Fungsi” dan angka
arab sebagai urutan alur tersebut. Berikut merupakan sajian analisis alur

F.1. Si Jampang tergila-gila dengan janda

F.2. Jampang mempunyai keinginan untuk menikahi janda


F.3. Jampang tidak mempunyai cukup uang untuk biaya menikah

F.4. Jampang berpikir keras untuk mendapatkan uang tanpa bekerja

F.5. Ide Si Jampang untuk mencuri kerbau Bang Mamat.

F.6. Jampang mencuri kerbau Bang Mamat

F.7. Kerbaunya ia jual ke pasar Tanah Abang

F.8. Si Mamat mencari kerbaunya

F.9. Si Mamat menanyakan kerbau ke tetangganya

F.10. Tetangganya menyarankan untuk mencari ke pasar

F.11. Si Mamat menemukan kerbau miliknya di pasar

F.12. Si Mamat bertanya kepada penjual kerbau, siapa yang menjual kerbau
miliknya

F.13. Penjual memberitahu Si Jampang yang jual.

F.14. Si Mamat marah dan berniat untuk memberi pelajaran

F.15. Si Mamat mencari si Jampang.

F.16. Si Mamat tidak bisa melawan Jampang dengan seorang diri.

F.17. Si Mamat meminta bantuan untuk memanggil teman-temannya.

F.18. Kemudian si Jampang menjelaskan ke teman-temannya

F.19. Si Mamat bertemu dengan Si Jampang

F.20. Si Jampang membuat marah si Mamat

F.21. Si Mamat dan teman-temannya melawan Si Jampang.

F.22. Jampang menang dan Mamat kalah.

F.23. Si Mamat berjanji akan melawannya lagi suatu saat.


F.24. Si Jampang menantanginya

F.25. Si Jampang menikah dan pindah ke Condet

F.26. Si Jampang tidak pernah kembali

F.27.Si Mamat menunggunya untuk balas dendam

Funsi utama penggerak cerita ini adalah ketika Si Jampang jatuh cinta dengan
janda (F.1). Karena Jampang jatuh cinta ia mempunyai keinginan untuk menikahi
janda tersebut (F.2). Tapi Jampang tidak mempunyai cukup uang untuk biaya
menikah (F.3). Jampang berpikir keras untuk mendapatkan uang tanpa bekerja
(F.4). Kemudian Jampang mempunyai ide untuk mencuri kerbau Bang Mamat
(F.5). Lalu ia mencuri Kerbaunya Bang Mamat (F.6). Setelah berhasil mencuri
kerbau, kerbaunya ia jual ke pasar Tanah Abang.(F.7).

Si Mamat mencari kerbaunya yang hilang (F.8). Si Mamat menanyakan


kerbaunya ke tetangganya (F.9). Tetangganya menyarankan untuk mencari ke
pasar (F.10). Si Mamat menemukan kerbau miliknya di pasar (F.11). Si Mamat
bertanya kepada penjual kerbau, siapa yang menjual kerbau miliknya (F.12).
Penjual memberitahu Si Jampang yang jual (F.13). Si Mamat marah dan berniat
untuk memberi pelajaran (F.14).

Si Mamat mencari si Jampang dan menemukannya di warung kopi bersama si


janda. (F.15). Si Mamat tidak bisa melawan Jampang dengan seorang diri (F.16).
Si Mamat meminta bantuan untuk memanggil teman-temannya (F.17). Kemudian
menjelaskan apa yang sedang terjadi ke teman-temannya (F.18).

Setelah ia mengumpulkan teman-temannya, kemudian Si Mamat bertemu dengan


Si Jampang (F.19). Si Jampang membuat marah si Mamat (F.20). Si Mamat dan
Si Jampang berkelahi di bantu dengan teman-temannya (F.21). Jampang menang
dan Mamat kalah (F.22). Si Mamat berjanji akan melawannya lagi suatu saat
(F.23). Si Jampang menantanginya (F.24). Si Jampang menikah dan pindah ke
Condet (F.25). Si Jampang tidak pernah kembali (F.26).Si Mamat menunggunya
untuk balas dendam (F.27)
1 2 3 4 5

10 9 8 7 6

11 12 13 14 15

20 19 18 17 16

21 22 23 24 25

Pola Alur Fungsi


27 26
Analis alur dalam legenda Si Jampang ini menunjukan bahwa setiap peristiwa-
peristiwa yang ada dalam cerita tersusun secara kronologis.cerita Si Jampang
menyajikan alur yang sangat sederhana. Hal ini terbukti dengan keinginan si
jampang untuk menikahi janda menjadikannya untuk berbuat jahat yaitu mencuri
kerbau, pemilik kerbaunya marah dan ingin memberi pelajaran kepada si jampang
tersebut. Walaupun pemilik kerbaunya kalah karena tidak dapat melawan
kehebatan beladiri Jampang, ia akan mencobanya lagi dan tetap menunggu
jampang untuk melwannya lagi suatu saat nanti.

Berdasarkan analisis alur, di dalam cerita tersebut ada 27 fungsi utama yang
menyusun terjadinya cerita Si Jampang itu. Dari fungi pertama menunjukan
tergila-gilanya ia dengan sang janda (F.1) karena ia tak mampu untuk menikhinya
ia dengan mencari jalan pintasnya dengan mencuri kerbau milik Bang Mamat,
alur tersebut bergerak secara linear hingga Si Jampang dan Si Mamat berkelahi.
Karena si Jampang yang menang dan dia sudah mendapatkan uang dari hasil jual
kerbau tersebut ia kemudian menikahi si Janda dengan modal hasil curiannya
(F.24).

2) Tokoh

Dalam cerita Si Jampang tersebut terdapat enam tokoh yang berperan sebagai
penggerak cerita tersebut yaitu Si Jampang, Bang Mamat, Bang Pe’i, Penjual
Kerbau, Teman-teman Si Mamat, dan janda.

Dalam cerita tersebut banyak sekali jenis-jenis tokoh yang ada pada cerita
tersebut, peneliti menemukan beberapa jenis yang didapat dalam legenda ini yaitu
tokoh utama, tokoh bawahan, tokoh bulat, tokoh pipih, tokoh riil, tokoh simbolik,
tokoh individual, tokoh kolektif, tokoh antagonis, dan tokoh protagonis

(a) Si Jampang

Jampang dikategorikan masuk kedalam tokoh utama dalam cerita ini, karena
apabila ia tidak mencuri kerbaunya. Tidak ada interaksi antara si jampang dan
pemilik kerbau, begitu pula tidak terjadi alur cerita si Jampang akan berkelahi
dengan pemilik kerbau. Jadi, kehadiran si Jampang ini berpotensi lahirnya konflik
atau jalan cerita yang akan dialami. Selain itu, Jampang adalah orang yang
pertama kali muncul pada cerita tersebut walaupun dalam cerita itu tidak sebanyak
dialog yang ditemukan seperti dialog Si Mamat. Perhatikan teks berikut

Die punya cerita, die bingung pengen nikah ame si jande tapi kagak
punya duit. die udah ngebet pengen nikah. Karena si Jampang ini nggak
mao pusing-pusing mikirin buat biaye nikeh. Die nyolong kebo, kebonye
Si Amat die colong buat die kawin.

Saat itu Si Jampang bingung ingin menikahi Si Janda tapi tidak


mempunyai uang. Karena si Jampang tidak mau pusing-pusing kerja atau
usaha untuk biaya nikahnya, kemudian dia mencuri kerbau. Dia mencuri
kerbaunya Si Mamat.

Dari kalimat die bingung pengen nikah ame si jande tapi kagak punya duit.
terlihat atas kebingungannya si Jampang yang mencoba mencari uang, namun
karena ia tidak mau mengambil pusing dan tidak mau usaha ia dengan jalan pintas
mendapatkan ide untuk mencuri kerbau Si Mamat agar dijual untuk biaya
nikahnya dengan janda yang ia damba-dambakan. Die nyolong kebo, kebonye Si
Amat die colong buat die kawin.

Dalam legenda ini, si Jampang di gambarkan sebagai tokoh yang pipih, karena
hanya terlihat karakter buruknya saja yang muncul meskipun pada legenda si
Jampang yang beredar Jampang digambarkan sebagai tokoh yang bulat. Ia sangat
senang merampok barang milik saudagar kaya dan membagikan harta
rampasannya kepada rakyat miskin. Meski demikian, cerita ini hanya menjelaskan
salah satu yang terjadi antara Si Jampang dan saudagar kaya tersebut, saudagar
kaya ini disebutkan yaitu Bang Mamat. Perhatikan teks-teks berikut

Die nyolong kebo, kebonye Si Amat die colong buat die kawin

Dia mencuri kerbau, kerbaunya si Amat dia curi untuk dia kawin
Dari teks tersebut menggambarkan Si Jampang adalah seorang yang berani
melawan aturan hanya karena ingin menikahi si Janda, padahal ia bisa saja
mencari uang dengan kelebihannya beladiri

“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu.

“Jampang? Wah kurang ajar nih Si Jampang mentang-mentang dia


jagoan ya Jampang. seenaknya aja nyolong kebo gua..............buat
tuh Jampang”

“Si Jampang yang menjual ke saya” kata penjual kerbau.

“Jampang? Kurang ajar Si Jampang. Hanya karena dia jagoan


seenaknya mencuri kerbau milik saya. Saya kasih pelajaran buat Si
Jampang”

Dari yang peneliti pahami jagoan dari kata tersebut bermakna bahwa ia sudah
sering kali menang dalam berkelahi, dari situ ia mendapatkan predikat “jagoan”
tersebut

“Lu kan tau, gue lagi mau nikeh ni ame jande”

“Tapi kan ngapa segala kebo gua lu colong”

“Terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah
gak ada. Gak ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong. Ya mao
gimana lagi. Lu gak mau nerima?”

“Kamukan tahu, saya akan menikahi Si Janda”

“Tapi kenapa kerbau saya kamu curi?”

“Saya terpaksa, saya mau meminjam uang kesana kemari tidak ada.
Tidak ada yang mau ngasih, yasudah kerbau kamu aja saya curi. Mau
bagaimana lagi? Kamu tidak terima?”
Dari teks diatas, peneliti menggambarkan keterpaksaan si Jampang itu dibuat-buat
oleh dia. Karena sesuai teks sebelumnya Si Jampang mencuri kerbau tersebut
hanya karena ingin cepat mendapatkan banyak uang tanpa harus keras bekerja

“Kali ini gua kalah dah, tapi suatu saat nanti ye, gua kagak bakal
kapok ngelawan lu”

“Oke, boleh” Kata si Jampang nantangin.

“Mungkin hari ini saya kalah. Tapi suatu saat nanti saya tidak akan
kapok melaman kamu”

“Oke, boleh” Kata Si Jampang menantang.

Ketika ia sudah memenangkan perkelahian, gambaran tersebut menyatakan si


Jampang merupakan sosok yang pemberani karena selalu memenangkan
perkelahian, hal tersebut menjadikannya ia terlihat sombong atas kemampuanya.

Setelah di kaji dan mencari sumber-sumber tambahan dari internet, Jampang


merupakan tokoh yang simbolik. Seperti yang dijelaskan sebelumnya ia adalah
sesosok jagoan betawi yang senang dan jago berkelahi, senang mencari masalah
walaupun tidak pernah tertangkap, karena ia sering kabur. Hal tu terbukti pada
teks dibawah ini

“Jampang? Wah kurang ajar nih Si Jampang mentang-mentang dia


jagoan ya Jampang. seenaknya aja nyolong kebo gua..............buat
tuh Jampang”.

“Jampang? Kurang ajar Si Jampang. Hanya karena dia jagoan


seenaknya mencuri kerbau milik saya. Saya kasih pelajaran buat Si
Jampang”

Kemudian di akhir cerita dijelaskan lagi secara mendetail, sosok Si Jampang yang
menghilang dari kehidupan Bang Mamat dengan mencoba lari ke Condet Seperti
pada teks dibawah ini
Abis kejadian ntu, Si Jampang kagak kedengeran ceritanye lagi nih.
Die kagak balik-balik ke Tanah Abang buat ngelawan Si Mamat
nyang udah nunggu lama. Mungkin die takut.

Setelah kejadian tersebut, kabar Si Jampang tidak terdengar lagi. Dia


sudah lama tidak kembali ke Tanah Abang untuk melawan Si Mamat
yang sudah menunggunya lama. Mungkin Si Jampang takut.

(b). Bang Mamat.

Selain si Jampang yang menjadi penggerak alur cerita tersebut, Bang Mamat juga
banyak ikut berperan dalam cerita ini karena frekuensi kehadiran Si Mamat yang
cukup banyak dengan terlihat seringnya muncul dialog dia dengan tokoh-tokoh
lain. Maka dari itu peneliti menggolongkan Si Mamat sebagai tokoh utama juga.
Jadi pada cerita ini terdapat dua tokoh utama yaitu si Jampang dan Bang Mamat.
Perhatikan teks berikut.

....yang punye kebo nanyain tetangganye

“Lu liat kebo gua ga?”

“Kagak” kata bang Pe’i.

kemudian ia bertanya kepada tetangganya.

“Kamu liat kerbau saya tidak”

“Tidak” kata Bang Pe’i.

Teks diatas merupakan salah satu bukti percakapan antara Bang Mamat dan
tetangganya Bang Pe’i.

“Ini dari mana nih kebo nih, siape yang jual nih?”

“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu

“Kerbau ini dari mana ya? Siapa yang menjual kerbau ini?
“Si Jampang yang menjual ke saya” kata penjual kerbau.

Kemudian teks lain yaitu bukti percakapan antara Bang Mamat dan penjual
kerbau

Mao gak mao, “yah lu bisa gak ngalahin jampang nih” katanya

“Coba aja yok kita keroyok” Katanya begitu kata temen-temennya nih

Si Mamat bertanya kepada teman-temannya “Kalian bisa tidak


mengalahkan Si Jampang ini?”

“Coba saja dulu yuk kita hajar” Jawab temannya.

Pada teks diatas selain dua tokoh tersebut Bang Mamat juga berbicara kepada
temannya untuk meminta bantuan menghajar si Jampang. Dari potongan dialog
tersebut sudah terlihat bahwa frekuensi kehadiran Bang Mamat itu banyak, karena
ia berdialog juga dengan tokoh-tokoh yang lain selain Si Jampang itu sendiri.

(c). Bang Pe’i

Dalam cerita Si Jampang ini, kehadiran sosok bang Pe’i sebagai pembantu namun
perannya juga penting dalam terjadinya alur cerita, kehadiran Bang Pe’i yaitu
tetangganya Si Mamat sendiri sebagai pemberi petunjuk dalam mencari kerbau Si
Mamat yang dicuri, hal ini dapat dilihat dari percakapan antara Bang Pe’i dengan
Si Mamat saat mengetahui kerbaunya yang hilang. Perhatikan teks dibawah ini

“Lu liat kebo gua ga?”

“Kagak” kata bang Pe’i.

Bang Pe’i ngomong lagi ”bukan tadi sore lu kandangin?”

“Iya udah gua kandangin tapi kagak ada”

“Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo lu”
jawab Bang Pe’i lagi.
“Kamu liat kerbau saya tidak”

“Tidak” kata Bang Pe’i.

“Bukannya sore tadi sudah di kandang?”

“iya, sudah saya kandang. Tapi tidak ada”

“Coba kamu cari ke pasar, kan kamu tahu, kalau kerbau kamu itu
terkenal” usul Bang Pe’i lagi.

Dialog yang berupa “Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo
lu” menunjukan bahwa Bang Pe’i mencoba memberi saran kepada Bang Mamat
agar ia mencari kerbaunya yang hilang di pasar. dari dialog antara Si Mamat dan
Bang Pe’i tersebut sosok Bang Pe’i masuk kedalam jenis tokoh bawahan dalam
cerita ini, karena Bang Pe’i tersebut sudah berperan dalam melanjutkan alur cerita
selanjutnya.

(d) Penjual Kerbau.

Sama seperti Bang Pe’i, kehadiran penjual kerbau juga sebagai pembantu
terjadinya alur cerita tersebut, dalam hal ini tukang kerbau juga berperan sebagai
tokoh bawahan dan tokoh riil. Perhatikan teks berikut

“Ini dari mana nih kebo nih, siape yang jual nih?”

“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu.

“Kerbau ini dari mana ya? Siapa yang menjual kerbau ini?

“Si Jampang yang menjual ke saya” kata penjual kerbau.

Pada tokoh bawahan, penjual kerbau mempunyai percakapan bersama Bang


Mamat dengan memberi petunjuk siapa yang telah menjual kerbau bang mamat
kepadanya. Lalu, didalam dunia nyata penjual kerbau adalah orang-orang sama
dengan penjual sapi atau kambing yang sering kita temukan sehari-hari hal ini
menunjukan keadaan kerbau adalah nyata dalam kehidupan.
Teman-teman Bang Mamat

Kehadiran teman-teman Bang Mamat dalam cerita ini adalah sebagai tokoh
kolektif dan bukan tokoh bawahan seperti Bang Pe’i dan Penjual Kerbau. Hal ini
dapat dirujuk pada teks berikut

“Wah noh die noh si Jampang, biarin gua kagak bisa berantem ame
die ndiri-ndiri. Gua manggil temen gua dulu dah, gua keroyuk tuh” di
cari dah tuh temennya.

Si Mamat jelasih dah tuh bahwa kebonya di colong Si Jampang ke


temen-temenye.

Si mamat nanya ke temen-temennye “Lu bisa kagak ngalahin


Jampang nih?”

“Coba aje yok kite keroyok” kata temen-temennya begitu.

“Itu dia Si Jampang, saya tidak bisa melaawan dia sendiran, saya akan
panggil temen-temen saya untuk keroyok Si Jampang” lalu Si Mamat
pergi mencari teman-temannya

Si Mamat bertanya kepada teman-temannya “Kalian bisa tidak


mengalahkan Si Jampang ini?”

“Coba saja dulu yuk kita hajar” Jawab temannya.

Kemudian teks bahwa Si Mamat menerima kekalahan meskipun dibantu oleh


teman-temannya

Berantem dah tuh. Si Mamat ama temen-temennya kalah ngelawan Si


Jampang.

Kemudian Si Mamat berkelahi dengan teman-temannya melawan Si


Jampang.

Dalam cerita tersebut tidak diketahui seberapa jelas siapa saja teman-temannya
namun sudah diketahui dengan kata “teman-temannya” yang menunjukan arti
jamak atau lebih dari satu. Selain itu kehadiran teman-temannya Bang Mamat
juga tidak berpengaruh terhadap alur cerita tersebut, mereka hanya berfungsi
menghidupkan suasana dalam cerita. Karena meskipun adanya sosok teman-
temannya, tetap saja si Jampang memenangkan perkelahian karena sosok si
Jampang adalah jagoan yang tidak pernah kalah.

(e). Kerbau

Pada cerita ini peneliti menganggap kerbau masuk kedalam jenis tokoh bawahan
walaupun kerbau sendiri tidak melakukan kegiatan seperti pada tokoh yang lain,
kerbau juga masuk kedalam tokoh yang riil. Perhatikan teks berikut.

...Karena si Jampang ini nggak mao pusing-pusing mikirin buat biaye


nikeh. Die nyolong kebo, kebonye Si Amat die colong buat die
kawin. Laganya Si Jampang tuh kayak gitu. Abis die nyolong tuh
kebo, die bawa dah tuh kepasar Tanah Abang...

..Karena si Jampang tidak mau pusing-pusing kerja atau usaha untuk


biaya nikahnya, kemudian dia mencuri kerbau. Dia mencuri
kerbaunya Si Mamat. Setelah ia mencuri kerbau tersebut, langsung ia
bawa ke pasar Tanah Abang...

Peneliti menimbang-nimbang sesosok kerbau yang ditunjukkan sebagai tokoh


bawahan karena perannya sebagai objek pembantu terjadinya pertemuan antara Si
Jampang dan Bang Mamat. Kerbau tersebut juga berperan penting dalam proses
terjadinya alur cerita. Pada dunia nyata, kerbau merupakan jenis binatang mamalia
berkaki empat, kerbau merupakan bintang ternak dengan nama ilmiah Bubalus
bubalis berordo Artidoctyla dan mempunyai kingdom Animalia. Sama seperti sapi
dan kambing kerbau juga memakan rumput dan mempunyai periode gestasi 281-
334 hari, biasanya tenaganya dimanfaatkan untuk bajak sawah. Pada zaman dulu,
tanah betawi masih ada sawah dan perkebunan yang tidak seperti sekarang.

(f.) Janda

Perempuan yang dijadikan objek Jampang untuk dinikahinya karena ia tergila-gila


dengan janda tersebut. Meskipun dalam cerita ini tidak dijelaskan mengapa
sesosok perempuan itu adalah janda namun pada cerita yang lain. Perempuan itu
merupakan istri dari teman baik si Jampang, namun suaminya itu telah meninggal
dunia. Perhatikan teks dibawah ini.

Waktu itu Jampang tergile-gile ame perempuan. Perempuan jande.


Jande tukang kopi di Tanah Abang. Die punya cerita, die bingung
pengen nikah ame si jande tapi kagak punya duit

Waktu itu Si Jampang tergila-gila dengan perempuan Janda.


Perempuan janda tukang kopi di Tanah Abang. Saat itu Si Jampang
bingung ingin menikahi Si Janda tapi tidak mempunyai uang

Setelah diamati kedudukan Si janda tersebut adalah tokoh bawahan karena ia juga
berfungsi sebagai penggerak alur dalam legenda ini. Seperti peran kerbau dalam
cerita ini, meskipun tokoh si janda tidak melakukan kegiatan apapun seperti
tokoh-tokoh yang lain.

3) Latar

Latar tempat yang digunakan dalam legenda “Si Jampang” ini bertempatan di
Tanah Abang dan Condet dengan demikian legenda “Si Jampang” tersebut
merajuk pada latar geografis. Hal itu terbukti pada teks berikut.

..Abis die nyolong tuh kebo, die bawa dah tuh kepasar Tanah Abang,
terus Si Mamat nyang punye nyariin. Yang punye kebo nanyain
tetangganye.

Setelah ia mencuri kerbau tersebut, langsung ia bawa ke pasar Tanah


abang untuk dijual.

Tanah Abang merupakan suatu daerah yang ada di Jakarta tepatnya di Jakarta
Pusat, Tanah Abang dikenal sebagai pasar, dulu dinamakan Pasar Sabtu pada
zaman itu Pasar Tanah Abang berisi jual beli kebutuhan perkebunan atau sayur-
sayuran termasuk kerbau walaupun kerbau ini adalah binatang namun tenaga
kerbau bermanfaat dalam proses pembajakan sawah, hal ini sesuai dengan cerita
Si Jampang ketika ingin menjual sapi hasil curiannya di pasar itu. Pasar Tanah
Abang sudah ada sejak tahun 1735 yang didirikan oleh Yustinus Vinck.

Setelah itu Jampang nikeh dah tuh ama janda, hasil dari die jual.
Setelah sekian berapa bulan dia pulang dah tuh ke Condet Si
Jampang.

Abis kejadian ntu, Si Jampang kagak kedengeran ceritanye lagi nih.


Die kagak balik-balik ke Tanah Abang buat ngelawan Si Mamat
nyang udah nunggu lama. Mungkin die takut.

Lalu Jampang menikah dengan si Janda dari hasil kerbau yang ia jual.
Setelah beberapa bulan kemudian ia pulang ke Condet.

Setelah kejadian tersebut, kabar Si Jampang tidak terdengar lagi. Dia


sudah lama di Condet dan tidak kembali ke Tanah Abang untuk
melawan Si Mamat yang sudah menunggunya lama. Mungkin Si
Jampang takut.

Condet di Jakarta sendiri terletak di Keramat Jati, Jakarta Timur yaitu daerah yang
mempunyai kali Ciliwung yang membelah kawasan tersebut. Dari sini sudah
dapat diketahui Condet masuk kedalam latar geografis pada cerita Si Jampang ini.
Jika dihubungkan dengan Tanah Abang, jarak antara Tanah Abang ke Condet
lumayan jauh karena pada saat itu kendaraan umum hanya sedikit dan peneliti
berpendapat mengapa Jampang tidak kembali ke pasar di Tanah Abang adalah
jarak antara Tanah Abang ke daerah Condet sekitar +/- 16,6 KM yang
membutuhkan waktu cukup lama untuk ditempuh pada saat itu, entah jalan kaki
atau menggunakan sepeda. Alasan mengapa si Jampang pindah ke daerah Condet
tidak diketahui secara jelas dan tidak di temukan, namun peneliti berpendapat
alasan yang paling rasional adalah untuk menghindari perlawanan dari Bang
Mamat yang suatu saat akan menghajar ia tanpa mengetahui kapan waktunya.
Maka dari itu ia mencoba pindah untuk melindungi dirinya dan keluarganya dari
bencana yang mungkin akan menimpanya.

Warung Kopi
Warung Kopi disini sudah dijelaskan letaknya masih di daerah Tanah Abang.
Peneliti menganggap warung kopi tidak jauh letaknya dengan rumah Si Jampang,
rumah Bang Mamat, dan pasar Tanah Abang. Hal ini dapat dilihat pada teks
berikut

“Jampang? Wah kurang ajar nih Si Jampang mentang-mentang dia


jagoan ya Jampang. seenaknya aja nyolong kebo gua..............buat
tuh Jampang”

Di cari dah tuh Si Jampang ama si Mamat, ketemu di warung janda


lagi ngopi.

“Wah noh die noh si Jampang, biarin gua kagak bisa berantem ame
die ndiri-ndiri. Gua manggil temen gua dulu dah, gua keroyuk tuh” di
cari dah tuh temennya.

Si Mamat jelasih dah tuh bahwa kebonya di colong Si Jampang ke


temen-temennye.

“Jampang? Kurang ajar Si Jampang. Hanya karena dia jagoan


seenaknya mencuri mencuri kerbau milik saya. Saya kasih pelajaran
buat Si Jampang”

Si Mamat kemudian mencari SI Jampang, kemudian menemukannya


di warung si janda sedang minum kopi

“Itu dia Si Jampang, saya tidak bisa melawan dia sendiran, saya akan
panggil temen-temen saya untuk keroyok Si Jampang” lalu Si Mamat
pergi mencari teman-temannya

Dari teks diatas, ketika Bang Mamat mengetahui siapa yang mencuri kerbaunya
dengan penjual kerbau di pasar, Bang Mamat langsung mencari keberadaannya
dan menemukannya di warung kopi milik janda. Dengan cepatnya proses
penemuan Si Jampang ini, sudah jelas pendapat peneliti dengan letak warung kopi
yang berada tidak jauh dengan pasar Tanah Abang.

Selain itu, Si Jampang yang ketahuan minum kopi di warung tersebut


menandakan bahwa ia tidak jarang untuk mengunjungi tempat itu selain karena ia
menyukai si penjual mungkin juga karena letak warung tersebut dekat dengan
rumah Jampang yang mengakibatkan ia dapat mudah dengan kapan saja untuk
mengunjunginya.
Meskipun diceritakan warung kopi ini berada di Tanah Abang namun peneliti
menganggap tidak dapat di kategorikan kedalam latar geografis maupun simbolis
karena di Tanah Abang meskipun zaman dahulu warung kopi tidak mungkin
hanya satu, mungkin banyak tersebar di daerah tersebut dan di cerita tidak
menjelaskan letaknya secara terperinci dan tidak dapat melacaknya di peta.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia warung merupakan tempat menjual


makanan, minuman, kelontong, dan sebagainya; atau kedai tempat menjual
kebutuhan sehari-hari.sedangkan warung kopi adalah kedai untuk meminum kopi,
istirahat sekaligus berbincang hangat. Kopi juga sebagai kebutuhan sehari-hari
masyarakat Indonesia hingga sampai sekarang terutama kaum lelaki. Maka dari
itu mustahil jika hanya satu warung kopi yang ada di Tanah Abang tersebut.

Latar waktu

 Legenda muncul pada abad ke-19, dengan adanya pasar Tanah Abang.

Selain Tanah Abang, Condet, dan Warung Kopi, latar legenda yang ada pada “Si
Jampang” adalah latar waktu, menurut penelitian tokoh Jampang ada pada abad
19. Hal ini dibuktikan dengan latar tempat yang sudaah dijelaskan sebelumnya,
Tanah Abang lahir sebagai pasar pada tahun 1735 atau abad 18 dan mengalami
pemulihan pada tahun 1881 atau abad 19 karena pada tahun 1740 Tanah Abang
mengalami kerusuhan dan mulai benar-benar beroperasi lagi pada tahun 1881.
Dengan ini, dapat ditarik legenda Si Jampang adalah benar adanya, latar waktunya
berupa latar kalendris, meskipun tidak dijelaskan secara eksplisit namun hal
tersebut dapat dirujuk pada bagian teks

..,Si Jampang tuh kayak gitu. Abis die nyolong tuh kebo, die bawa
dah tuh kepasar Tanah Abang..

.Setelah ia mencuri kerbau tersebut, langsung ia bawa ke pasar Tanah


Abang..

“Iya udah gua kandangin tapi kagak ada”

“Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo lu”
jawab Bang Pe’i lagi.
Pas Si Mamat nyari tuh kebo di pasar Tanah Abang, akhirnye
ketemu.

“iya, sudah saya kandang. Tapi tidak ada”

“Coba kamu cari ke pasar, kan kamu tahu, kalau kerbau kamu itu
terkenal” usul Bang Pe’i lagi.

Kemudian Si Mamat pergi mencari kerbaunya ke pasar Tanah Abang,


dan menemukan kerbaunya.

Jadi, jika dikaitkan dengan pasar Tanah Abang yang sudah ada pada cerita dengan
sejarah berdirinya Tanah Abang yang tadinya berupa perkebunan kemudian
menjadi pasar, munculnya cerita Si Jampang tersebut dapat diperkirakan pada
abad 19 atau ada pada sekitar pertengahan tahun 1850-1900an.

 Menjelang malam - Malam hari

“Lu liat kebo gua ga?”

“Kagak” kata bang Pe’i.

Bang Pe’i ngomong lagi ”bukan tadi sore lu kandangin”

“Iya udah gua kandangin tapi kagak ada”

“Lu cari aja dah ke pasar sono, kan lu tau terkenal tuh kebo lu”
jawab Bang Pe’i lagi.

Pas Si Mamat nyari tuh kebonya di pasar Tanah Abang, akhirnye


ketemu

“Kamu liat kerbau saya tidak”

“Tidak” kata Bang Pe’i.

“Bukannya sore tadi sudah di kandang?”

“iya, sudah saya kandang. Tapi tidak ada”


“Coba kamu cari ke pasar, kan kamu tahu, kalau kerbau kamu itu
terkenal” usul Bang Pe’i lagi.

Kemudian Si Mamat pergi mencari kerbaunya ke pasar Tanah Abang,


dan menemukan kerbaunya.

Ketika Si Mamat menyadari bahwa ia kehilangan kerbaunya, ia kemudian


menanyakan ke tetangganya, Bang Pe’i. Bang Pe’i kemudian bertanya sambil
mengingatkan bahwa Bang Mamat sudah memasukkan kerbaunya ke kandang
saat sore hari. Hal ini sudah jelas bahwa Bang Pe’i bertanya sesudah sore atau
menjelang malam dan ketika Bang Mamat pergi ke pasar Tanah Abang untuk
mencari kerbaunya, peneliti berpendapat ia mencarinya di malam hari.

4) Sudut pandang penceritaan.

Sudut pandang penceritaan yang digunakan dalam legenda Si Jampang ini adalah
sudut pandang dengan pencerita ekstern, hal tersebut tampak dalam kutipan teks
di bawah ini yang menghadirkan pencerita eksternal dalam cerita.

Si Jampang dulunye, emang keluarge terkenal. Waktu itu Jampang


tergile-gile ame perempuan. Perempuan jande. Jande tukang kopi di
Tanah Abang. Die punya cerita, die bingung pengen nikah ame si
jande tapi kagak punya duit.. die udah ngebet pengen nikah. Karena
si Jampang ini nggak mao pusing-pusing mikirin buat biaye nikeh.
Die nyolong kebo, kebonye Si Amat die colong buat die kawin.
Laganya Si Jampang tuh kayak gitu. Abis die nyolong tuh kebo, die
bawa dah tuh kepasar Tanah Abang, terus Si Mamat nyang punye
nyariin. Yang punye kebo nanyain tetangganye.

Zaman dulu, Si Jampang merupakan orang yang terkenal. Waktu itu


Si Jampang tergila-gila dengan perempuan Janda. Perempuan janda
tukang kopi di Tanah Abang. Saat itu Si Jampang bingung ingin
menikahi Si Janda tapi tidak mempunyai uang. Karena si Jampang
tidak mau pusing-pusing kerja atau usaha untuk biaya nikahnya,
kemudian dia mencuri kerbau. Dia mencuri kerbaunya Si Mamat.
Seperti itulah gayanya si Jampang. Setelah ia mencuri kerbau tersebut,
langsung ia bawa ke pasar Tanah abang untuk dijual.

Sudut pandang penceritaan dalam kajian teks narative terbagi menjadi dua jenis,
yaitu pencerita intern dan pencerita ekstern. Pencerita intern adalah pencerita yang
hadir di dalam teks dengan mengambil posisi sebagai tokoh, baik pada tokoh
utama atau pun tokoh bawahan. Sedangkan, pencerita ekstern adalah sudut
pandang penceritaan dimana, pencerita tidak hadir di dalam teks dan tidak
mengambil posisi sebagai tokoh. Penggunaan sudut pandang pencerita intern, bisa
dilacak dari penggunaan pronomina pertama seperti aku, kamu, diriku, dll.
Kemudian, penggunaan sudut pandang pencerita ekstern ini bisa dilacak melaui
penggunaan pronomina ketiga dia atau menyebutkan langsung nama tokoh yang
diceritakan.

5) Tipe penceritaan

Menurut Zaimar (1990: 104-107), tipe penceritaan dalam pembuatan kajian


naratif lisan dapat mengklasifikasikannya menjadi dua tipe, yaitu wicara pencerita
dalam dan wicara pencerita luar. Dalam konteks kajian ini peneliti menggunakan
tipe wicara pencerita luar. Tipe ini dibagi lagi menjadi tiga yaitu wicara yang
dilaporkan, wicara alihan, dan wicara yang dinarasikan.

Pada legenda si Jampang ini, peneliti menemukan dua tipe penceritan yaitu tipe
penceritaan yang dilaporkan dan tipe penceritaan yang dinarasikan. Untuk tipe
penceritaan yang dilaporkan adalah proses penutur menceritakan legenda tersebut
dengan menggunakan dialog yang terjadi antar tokoh, dengan menggunakan tipe
wicara yang dilaporkan memudahkan gambaran peristiwa yang sedang terjadi
dengan cepat. Dalam legenda ini banyak muncul wicara yang di laporkan,
perhatiikan teks berikut.

..Si mamat nanya ke temen-temennye “Lu bisa kagak ngalahin


Jampang nih?”

“Coba aje yok kite keroyok” kata temen-temennya begitu.

Akhirnya Si Jampang di tanya ame si Mamat “eh bang kebo gua


ngapa lu colong?”
“Kagak, gua lagi kagak punya duit nih” kata Jampang

“Buat apaan si lu duit?” kata die gitu

“Lu kan tau, gue lagi mau nikeh ni ame jande”

“Tapi kan ngapa segala kebo gua lu colong”

“Terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah
gak ada. Gak ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong. Ya mao
gimana lagi. Lu gak mau nerima?”

“Eh kok lu ngomong lu begitu bang”

...Si Mamat bertanya kepada teman-temannya “Kalian bisa tidak


mengalahkan Si Jampang ini?”

“Coba saja dulu yuk kita hajar” Jawab temannya.

Kemudian Si Jampang ditanya oleh Si Mamat “Eh, Bang, kenapa


kerbau saya kamu curi?”

“Tidak, saya lagi tidak punya uang nih” Kata Jampang.

“Untuk apa emang uangnya?” Kata dia seperti itu (SI mamat)

“Kamukan tahu, saya akan menikahi Si Janda”

“Tapi kenapa kerbau saya kamu curi?”

“Saya terpaksa, saya mau meminjam uang kesana kemari tidak ada.
Tidak ada yang mau ngasih, yasudah kerbau kamu aja saya curi. Mau
bagaimana lagi? Kamu tidak terima?”

“Eh kok kamu yang kayak gitu”

Dalam tipe wicara yang dilaporkan tesebut, penutur menjadikan dialog


percakapan antara bang Mamat dan si Jampang untuk memperjelas konflik yang
sedang terjadi dan untuk menghidupkan suasana tegang antara Bang Mamat dan
Si Jampang tersebut.

b. Yang menggunakan wicara yang diceritakan/dinarasikan

pada hal ini penutur melihat segala yang terjadi dari jarak jauh, maka dari itu
penutur merasa tidak terlibat dengan semua yang dilihatnya. Penutur luar
menyajikan sendiri jalan cerita dengan menggunakan wicara yang dinarasikan.
Hal tersebut dapat dirujuk dalam teks yaitu
dalam tipe wicara yang dinarasikan maksudnya adalah penutur menceritakan
secara deskriptif suatu objek ataupun kejadian yang ia maksud agar mempunyai
pemahaman yang sama kepada audiensnya. Berikut contoh dari tipe wicara yang
dinarasiikan

Si Jampang dulunye, emang keluarge terkenal. Waktu itu Jampang


tergile-gile ame perempuan. Perempuan jande. Jande tukang kopi di
Tanah Abang. Die punya cerita, die bingung pengen nikah ame si
jande tapi kagak punya duit.. die udah ngebet pengen nikah. Karena si
Jampang ini nggak mao pusing-pusing mikirin buat biaye nikeh. Die
nyolong kebo, kebonye Si Amat die colong buat die kawin. Laganya Si
Jampang tuh kayak gitu. Abis die nyolong tuh kebo, die bawa dah tuh
kepasar Tanah Abang, terus Si Mamat nyang punye nyariin. Yang
punye kebo nanyain tetangganye.

Zaman dulu, Si Jampang merupakan orang yang terkenal. Waktu itu


Si Jampang tergila-gila dengan perempuan Janda. Perempuan janda
tukang kopi di Tanah Abang. Saat itu Si Jampang bingung ingin
menikahi Si Janda tapi tidak mempunyai uang. Karena si Jampang
tidak mau pusing-pusing kerja atau usaha untuk biaya nikahnya,
kemudian dia mencuri kerbau. Dia mencuri kerbaunya Si Mamat.
Seperti itulah gayanya si Jampang. Setelah ia mencuri kerbau tersebut,
langsung ia bawa ke pasar Tanah abang untuk dijual.

1) Konteks situasi
a. Waktu

Cerita rakyat Si Jampang sangat baik diceritakan kepada masyarakat sebagai alat
pengendali sosial berupa tindakan preventif dan tindakan persuasif. Diharapkan
ketika menceritakan legenda Si Jampang ini agar tidak melakukan hal-hal yang
serupa karena dapat merugikan masyarakat maupun diri sendiri.

Karena cerita ini ditujukan sebagai pengendali sosial dimasyarakat maka dari itu
waktu atau situasi yang tepat dalam menceritakannya adalah saat ada
perkumpulan keluarga ataupun ketika ada pengajian yang ada sesi ceramahnya.
Cerita Si Jampang ini dapat dijadikan contoh perlakuan merampok atau
mencurinya yang tidak boleh untuk ditiru. Jadi legenda “Si Jampang” ini tidak ada
batasan waktu yang digunakan baik pagi, siang ataupun malam. Jelasnya legenda
tersebut menyesuaikan waktu yang terjadi ketika ada perkumpulan keluarga
maupun ceramah.

b. Tujuan

Pada bagian ini, tujuan dalam konteks situasi sama halnya dengan fungsi sastra
lisan pada pengkajian teks naratif yaitu bisa sebagai pengendali sosial dalam
masyarakat dan hanya untuk hiburan semata atau intermeso dalam sebuah
perkumpulan. Demikian cerita si Jampang ini diharapkan masyarakat untuk tidak
mekakukan perampokan atau pun pencurian meskipun pada akhirnya untuk alat
berbuat baik sekalipun, misalnya membagikan harta tersebut ke masyarakat.
Cerita rakyat Si Jampang sangat baik diceritakan kepada masyarakat sebagai alat
pengendali sosial berupa tindakan preventif dan tindakan persuasif. Tindakan
preventif adalah pengendalian sosial yang bertujuan untuk melakukan tindakan
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap
norma-norma sosial. Seperti contohnya Si Jampang yang selalu merampok,
mencuri, dan membuat kegaduhan dilingkungannya. Diharapkan ketika
menceritakan legenda Si Jampang ini agar tidak melakukan hal-hal yang serupa
karena dapat merugikan masyarakat maupun diri sendiri.

Selanjutnya ada tindakan persuasif, tindakan persuasif sendiri adalah


pengendalian sosial yang dilakukan tanpa kekerasan misalnya melalui cara
mengajak, menasihati atau membimbing anggota masyarakat agar bertindak
sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. Cara ini dilakukan melalui lisan atau
simbolik. Contoh cara lisannya dapat menyisipi legenda tersebut.

c. Peralatan/media

Dalam proses mendongeng atau menceritakan legenda Si Jampang, penutur tidak


menggunakan media apa-apa, tidak seperti yang dilihat ketika seorang
pendongeng menceritakan dongengnya dengan atribut berupa kain ataupun
lukisan sebagai latar maupun boneka seperti wayang. Dalam proses penceritaan Si
Jampang ini, penutur tidak menggunakan barang-barang seperti buku catatan
untuk mengingat apa yang ingin disampaikan karena seperti yang sudah peneliti
jelaskan, penutur bercerita secara spontan. Sedangkan untuk proses perekaman
hanya menggunakan aplikasi bawaan berupa sound recorder yang tersedia pada
gawai pribadi peneliti, namun sudah cukup sebagai penunjang dalam proses
pengkajian cerita ini, dan untuk informasi-informasi lainnya ditulis pada catatan
yang berupa aplikasi didalam gawai tersebut.

d. Teknik penuturan atau pertunjukan

Teknik penuturan terbagi menjadi tiga bagian yaitu pra penturan, waktu
penuturan, dan pasca penuturan. Ketiga teknik penuturan itu akan dipaparkan oleh
peneliti di bawah ini.

Pra Penuturan:

Peneliti memberi arahan kepada penutur untuk mencoba mengingat secara garis
besar alur yang terjadi dengan memberikan masukkan dan contoh cerita yang
peneliti ketahui sebelumnya, kemudian penutur memberikan contoh yang serupa
berupa potongan garis besar kisah Si Jampang tersebut yang sesuia dengan
maksud dari si peneliti. Jelasnya, sebelum waktu penuutran berlangsung ada tahap
technical meeting yang berupa komunikasi antara penutur dan peneliti agar tidak
terjadi kesalah pahaman dalam menuturkan cerita

Waktu penuturan:

Saat cerita berlangsung, tidak ada komunikasi yang terjadi antara peneliti dan
penutur. Hanya ada kegiatan penceritaan sang penutur dari awal cerita hingga
selesai. Hal itu agar mempermudah penutur untuk menceritakan legenda si
Jampang, karena ia menceritakannya secara spontan maka apabila terjadi
komunikasi di tengah-tengah penceritaan kemungkinan akan hilang fokus dalam
bercerita dan hambatan untuk ,memngingat garis-garis besar yang sudah disusun.

Pasca penuturan
Peneliti mencoba memutar kembali rekaman yang sudah terekam dan didengar
bersama penutur, apabila ada cerita yang kurang jelas atau kurang terdengar apa
maksudnya, peneliti dapat menanyakan lebih lengkap hal tersebut. Contohnya
pada bagian yang dijelaskan di bawah ini

“Wah ini dia nih kebo gua nih” katanye, kata bang Mamat

“Ini dari mana nih kebo nih, siape yang jual nih?”

“Si Jampang yang ngejual ama gua” kata tukang kebonya begitu.

“Jampang? Wah kurang ajar nih Si Jampang mentang-mentang dia


jagoan ya Jampang. seenaknya aja nyolong kebo gua, gua beri
pelajaran buat tuh Jampang”

“Ini dia kerbau saya” kata Si Mamat

“Kerbau ini dari mana ya? Siapa yang menjual kerbau ini?

“Si Jampang yang menjual ke saya” kata penjual kerbau.

“Jampang? Kurang ajar Si Jampang. Hanya karena dia jagoan


seenaknya mencuri mencuri kerbau milik saya. Saya kasih pelajaran
buat Si Jampang”

Pada kalimat seenaknya aja nyolong kebo gua, gua beri pelajaran buat tuh
Jampang peneliti kurang jelas dengan pembicaraan yang dimaksudkan oleh
penutur tersebut, dari contoh inilah terdapat evaluasi antara penutur dan peneliti
apa saja yang menjadi tidak jelas dan peneliti mencoba untuk memberi perincian-
perincian pada cerita tersebut.

2) Konteks budaya

Pada tahapan ini, peneliti akan memeparkan konteks budaya apa yang ikut
berperan dalam memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai legenda Si
Jampang. Konteks budaya dalam prosesnya mencakup 1) lokasi 2) penutur dan
audiens 3) latar sosial budaya 4) kondisi sosial ekonomi. Penjelasan konteks
budaya tersebut akan dijelaskan di bawah ini.
1) Lokasi

Penuturan cerita Si Jampang dilakukan dirumah lokasi penutur, yaitu terletak di


daerah Tanjung Barat RT.13/RW.04 NO.03, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Lokasi rumah penutur sendiri
sangatlah strategis pada segala arah jika kedatangan dari Depok, Jawa Barat, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan, ataupun Condet, Jakarta Timur. Selain itu lokasi rumah
terletak dipinggir jalan raya, yang menjadikannya tidak perlu repot jika
menggunakan alat transportasi umum. Lokasi rumah penutur mudah ditemukan
dalam peta Google Maps, dan untuk menuju lokasi ini, selain menggunakan
kendaraan pribadi, alat transportasi umum yang dapat digunakan juga sangat
banyak.

Seperti jika dari arah Depok dapat menggunakan Angkutan Umum berupa Angkut
19 yang berwarna merah jurusan Kampung Rambutan - Depok ataupun Angkut
04 berwarna coklat dan krem jurusan Depok – Pasar Minggu. Namun dapat juga
mengakses KRL dengan stasiun pemberhentian Tanjung Barat maupun Pasar
Minggu, keduanya dekat dengan lokasi karena lokasi penutur berada ditengah
stasiun tersebut, namun alangkah lebih baik jika berhenti di Stasiun Pasar
Minggu. Penjelasan ini sekaligus menjelaskan menuju tempat lokasi jika dari
Pasar Minggu. Apabila dari Pasar Minggu atau Stasiun Pasar Minggu dapat di
lanjutkan dengan Ojek yang ada disana atau Angkut S15 jurusan Pasar Minggu -
Cijantung atau S15A jurusan Ragunan – Taman Mini, lalu berhenti di depan
Warung Kopi (Warkop) 333dekat Pohon Beringin. Atau dapat juga menggunakan
angkut 04 kearah Depok. Hal ini peneliti mencoba menjelaskan melalui peta yang
ada pada Google Maps.
2) Penutur dan Audiens

Penutur cerita rakyat Si Jampang adalah orang yang sangat dekat dengan peneliti.
Penutur cerita merupakan orang Betawi asli yang masih menetap di daerah
Jakarta, bahasa yang digunakan sehari-hari sudah bercampur dengan bahasa
Indonesia namun masih terdapat dialek atau aksen betawi ketika berbicara.
Di Tanjung Barat, penutur adalah orang yang sudah banyak dikenal oleh
masyarakat didaerah sana, karena penutur sendiri adalah orang yang ramah dan
senang membantu tetangga-tetangganya. Penutur juga terkenal mempunyai
penampilan yang “garang” dan mencolok. Selain dari itu penutur sendiri adalah
orang asli Tanjung Barat sejak beliau kecil.

Ketika menuturkan cerita, penutur menyampaikannya dengan ekspresi dan gestur


tubuh, seperti proses mendongeng. Misalnya ketika ada dialog bertanya, penutur
menunjukan ekspresi bingung bersama dengan dialek orang betawi yang khas,
lalu ketika menjelaskan perkelahian gestur tubuh penutur seakan-akan
mengepalkan kedua tangannya dan berpura-pura untuk meninju.

Setelah penutur, audiens saat menceritakan legenda tersebut adalah peneliti


sendiri bersama sang istri yang sedang memasak untuk membuat sarapan. Sang
istri hanya bereaksi sedikit atas apa yang diceritakan seperti “Siapa si Jampang
itu” karena Istri tersebut bukan asli orang betawi dan tidak pernah mendengar
cerita si Jampang

3) Latar Sosial Budaya

Hal yang akan dijelaskan pada bagian ini mengacu pada tujuh unsur kebudayaan
dari antropolog Indonesia, Koentjaraningrat (2005:4). Tujuh unsur kebudayaan
tersebut meliputi

(a) agama/religi.
(b) sistem pengetahuan
(c) sistem organisasi sosial
(d) sistem ekonomi
(e) sistem teknologi
(f) kesenian
(g) bahasa.

Penjelasan ketujuh unsur tersebut akan berfokus pada latar sosial budaya di dalam
kondisi masyarakat pada cerita Si Jampang. Berikut ini adalah penjelasan ketujuh
unsur sosial budaya tersebut.
(a) Agama/Religi

Di Tanjung Barat, mayoritas masyarakatnya menganut


agama Islam namun ada sebagian kecil yang menanut
agama Kristen. Meskipun Jakarta sudah masuk kedalam
daerah perkotaan akan tetapi kebudayaan ataupun adat
umat Islam di Indonesia masih melekat pada masyarakat
khususnya daerah Tanjung Barat. Contohnya masih
diadakannya pawai obor meneglilingi beberapa kelurahan
ketika menyambut bulan suci Ramadan. Pawai obor
tersebut di hadiri oleh berbagai kalangan usia seperti orang
tua, remaja, dan anak-anak. Hal ini menggambarkan
bahwa budaya bergama masih sangat dijunjung dan
dilestarikan di darah Tanjung Barat.

Selain kegiatan pawai obor juga terdapat kegiatan Maulid


Nabi yang diselenggarakan oleh Remaja Masjid setempat
berupa lomba-lomba islami yaitu Da’i cilik, peragaan
pakaian muslimah yang dikhususkan untuk anak kecil.
Lomba-lomba terseut diikuti oleh masyarakatnya dengan
senang.

Di Tanjung Barat sendiri ketika perayaan hari besar


agama, misalnya untuk perayaan natal karena mayoritas
agama Islam untuk non muslim diberi keleluasaan dalam
beribadah, tidak ada hambatan dalam menjalankan ibadah
mereka. Saat perayaan natal mereka diberi kesempatan
dengan khidmat beribadah walaupun disekitar lingkungan
Tanjung Barat tidak adanya spanduk ucapan “Selamat
Natal” seperti spanduk ucapan Idul Fitri. Dari hal tersebut
terlihat masyrakat Tanjung Barat memahami apa itu arti
toleransi dengan juga tidak mengganggu keimanan mereka
seperti tidak mengucapkan selamat natal.

(b) Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan dalam budaya masyarakat mencakup


pengetahuan lokal dan modern yang hadir dan terserap
dalam aktivitas masyarakat pemilik tuturan. Jakarta adalah
daerah yang banyak diduduki oleh para pendatang
diseluruh Indonesia. Maka dari itu, pengetahuan lokal
khususnya yang ada di Tanjung Barat sangatlah beragam
dan hanya dilakukan dalam tiap-tiap keluarga saja.
Meskipun mayoritas penduduk Tanjung Barat adalah
betawi namun banyak juga orang-orang Jawa, yang
menjadikan keragaman dalam berbudaya
Jakarta adalah kota milenial dengan mempunyai tingkat
kecepatan pertukaran informasi yang tinggi pada setiap
lapisan dimasyakat khusunya Tanjung Barat. Pertukaran
informasi seperti budaya-budaya dan pemahaman-
pemahaman dalam penggunaan teknologi mudah
dijangkau dan cepat dipahami oleh masyarakat setempat.
Selain itu Kota Jakarta khususnya Tanjung Barat lebih
cepat menggunakan fasilitas modern yang sudah ada
seperti MRT, walaupun MRT sendiri juga sudah ada di
Palembang. Hal ini juga sudah digambarkan dengan jelas
pada zaman penjajahan Belanda ketika itu warga Jakarta
telah diajarkan cara menanam dan merawat kebun milik
orang-orang Belanda tersebut.
Selain generasi muda setiap umur juga sudah dapat
menggunakan perangkat canggih berupa gadget seperti
Laptop, Tablet, maupun Gawai. Dilihat banyak sekali
media sosial pemilik akun Ibu-ibu maupun Bapak-bapak
contohnya Facebook dan Whatsapp. Dalam hal ini jelas
terlihat segala lapisan warga masyarakat Tanjung Barat
sudah memenuhi dengan sistem pengetahuan mereka yang
memadai meskipun ada beberapa yang tidak dapat
memanfatkan teknologi dengan optimal.

(c) Sistem organisasi sosial

Didalam daerah Tanjung Barat ini, banyak sekali


organisasi-organisasi sosial yang ada dalam lingkup
masyarakat. Terdapat 66 jumlah RT yang berarti ada 66
jumlah ketua RT tersebut, lalu ada 6 jumlah RW yang ada
pada daerah ini. Pada setiap RW mempunyai anggota kecil
perkumpulan Karang taruna dengan kemudian ada satu
Karang Taruna besar dengan cakupan satu kelurahan
untuk satu ketua Karang Taruna. Banyak juga para remaja
usis SMP-Kuliah yang mengikuti remaja masjid di setiap
masjid yang dihuni. Remaja masjid ini aktif dan sibuk
dalam perayaan hari-hari besar umat Islam

(d) Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi warga Tanjung Barat sangatlah beragam,


namun kebanyakan ialah menengah keatas. Hal ini dapat
terlihat dengan semakin banyak pembangunan rumah-
rumah bertingkat dan renovasi rumah-rumah mereka.
Selain indikator tersebut sudah banyak warga kelurahan
Tanjung Barat yang mempunyai kendaraan mobil pribadi
dirumah-rumah mereka.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, mayoritas
masyarakat Tanjung Barat adalah karyawan dan
wirausaha. Banyak sekali toko-toko bahkan restoran yang
ada pada daerah tersebut seperti McD, Pizza Hut, dan
Burger King dari situ kemungkinan banyak warga sekitar
yang melamar pekerjaan dekat dengan rumah mereka.

(e) Sistem Teknologi

Di daerah Tanjung Barat terdapat Stasiun untuk kereta


Commuter line yang memudahkan akses pulang-pergi
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi
(Jabodetabek) stasiun tersebut sesuai nama daerahnya
yaitu Stasiun Tanjung Baraat. Dengan ini khususnya
warga Tanjung Barat mereka sudah mengenal proses
teknologi seperti pemesanan tiket di mesin penjual tiket
KRL otomatis (Vanding Machine)

(f). Kesenian.

Kesenian yang masih ada dan dilestarikan pada


masyarakat Tanjung Barat adalah masih adanya ondel-
ondel pada acara tertentu seperti pernikahan, dan yang
masih sering dilakukan yaitu budaya Palang Pintu. Budaya
palang pintu adalah tradisi adat betawi dalam menjemput
atau meminang mempelai wanita dalam acara pernikahan.
Menurut Wikipedia sendiri menyatakan Palang pintu
menggabungkan seni beladiri dengan seni sastra pantun.
Dalam tradisi ini, jawara yang bertindak sebagai
perwakilan mempelai laki-laki dan perempuan akan saling
menunjukan kemampuan memperagakan gerakan silat dan
melontarkan pantun satu sama lain. Setelah menunjukkan
beberapa gerakan silat dan saling berbalas pantun, baru
rombongan mempelai pria bisa masuk ke area rumah
mempelai perempuan untuk melanjutkan prosesi
pernikahan.

(g). Bahasa

Meskipun warga Jakarta banyak yang mayoritas


pendatang, daerah Tanjung Barat ini masih menggunakan
dialek betawi yang masih kental saat berbicara dengan
beberapa penggunaan kosa kata betawi seperti “kagak”,
“lah emang?” “bujug buneng”,”kagak danta” dan banyak
lagi. Meskipun pendatang, banyak dari mereka yang
megikuti dialek lokal disana dengan tambahan beberapa
kosa kata betawi. Baik orang betawi asli dan pendatang
lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia dengan
mencampur sedikit kosa kata betawi tersebut

4.) Latar Sosial Ekonomi

Masyarakat di daerah Tanjung Barat kecamatan Jagakarsa dalam kegitan


ekonominya didominasi oleh karyawan maupun wirausaha. Hal tersebut
menunjukan bahwa di daerah penuturan (kecamatan Jagakarsa) sistem ekonomi
yang diterapkan terbagi atas karyawan atau pegaawai kantoran juga usahawan.
Diketahui di Tanjung Barat mempunyai jumlah 6 toko usaha dan 65 jumlah
industri rumah tangga, terdapat 70 tempat unntuk kebutuhan jasa seperti salon dan
bengkel.

Data tersebut merajuk pada data statistik yang tercatat pada Badan Pusan Statistik
Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2017 di kecamatan Jagakarsa.
Dalam hal ini sama persis dengan kehidupan Jakarta pada dulu kala yang sudah
dijelaskan dalam cerita yaitu adanya wirausaha seperti jual beli kerbau dan toko
berupa warung kopi meskipun mungkin dulu jumlahnya tidak sebanyak sekarang
Proses Penciptaan

Saat sebelum melakukan proses rekaman, peneliti berdiskusi terlebih dahulu


dengan memberikan pernyataan berupa mencoba mengingat atau menyusun
alurnya terlebih dahulu sebelum melakukan proses perekaman. Penutur menolak
dengan langsung mencoba menceritakan legenda tersebut secara spontan tanpa
ada pemikiran yang panjang, namun darisitu terdapat kekurangan berupa alur
yang tidak rapih. Proses penciptaan yang secara spontan ini merajuk pada teks
dibawah ini

Si Jampang, Si Jampang terkenal emang keluarga jaman dulunya nih.


Waktu itu Jampang tergile-gile perempuan nih. Perempuan, janda.
Janda tukang kopi di Tanah Abang. Dia punya cerita, dia bingung,
dia gak punya duit nih, dia gak punya duit, tapi dia pengen nikah juga
sama janda, udah ngebet tuh dia tuh ama janda, he eh dan berpikir
pusing-pusing, gak mao pusing, dia nyolong kebo. Nyolong kebonya
si Mamat dia colong. Dia buat kawin. Tuh jampang tuh laganya tuh.
Pas udeh colong dia bawa dah tuh ke pasar Tanah Abang, nyang
punye nyariin. Si Mamat nyariin kebonya dia tuh, eh ditanya eh yang
punya kebo tuh nanyain tuh, nanyain tetangganya. (merujuk pada
transkript seadanya)

Zaman dulu, Si Jampang merupakan orang yang terkenal. Waktu itu


Si Jampang tergila-gila dengan perempuan Janda. Perempuan janda
tukang kopi di Tanah Abang. Saat itu Si Jampang bingung ingin
menikahi Si Janda tapi tidak mempunyai uang. Karena si Jampang
tidak mau pusing-pusing kerja atau usaha untuk biaya nikahnya,
kemudian dia mencuri kerbau. Dia mencuri kerbaunya Si Mamat.
Seperti itulah gayanya si Jampang. Setelah ia mencuri kerbau tersebut,
langsung ia bawa ke pasar Tanah abang untuk dijual.

Pada teks tersebut, yaitu transkript yang seadanya. Terlihat jelas penutur
menceritakan secara spontan dengan selalu memberikan pengulangan pada kata-
kata sebelumnya Waktu itu Jampang tergile-gile perempuan nih. Perempuan,
janda. Janda tukang kopi di Tanah Abang. Dari situ terdapat pengulangan kata
perempuan dan janda sampai tiga kali dalam satu kalimat, hal ini supaya alur
proses penceritaan teratur sesuai garis besar yang penutur gambarkan.

Proses Pewarisan

Setelah melakukan proses perekaman, Peneliti mencoba berdiskusi dan bertanya


kepada penutur tentang bagaimana terjadinya penganalan “Si Jampang” didaerah
Tanjung Barat. Legenda “Si Jampang” meluas khususnya dikawasan Tanjung
Barat secara horisontal, yaitu obrolan dari bibir ke bibir pada masyarakat yang
masih satu atau dua generasi yang sama. Karena diketahui pada saat ini generasi
selanjutnya banyak yang tidak mengetahui legenda “Si Jampang” meskipun sudah
lama menetap di daerah ini.

Fungsi

Cerita rakyat Si Jampang mempunyai beberapa fungsi sesuai yang dipaparkan


oleh Suripan Sadi Hutomo mengenai fungsi sastra lisan, fungsi pada cerita
tersebut diantaranya ada dua yaitu sistem proyeksi dan alat pemaksa berlakunya
norma-norma sosial juga alat pengendali sosial. Kedua fungsi tersebut akan
dipaparkan dibawah ini:

Sistem Proyeksi

Sistem proyeksi pada cerita “Si Jampang” disini maksudnya adalah Sastra lisan
sebagai sistem proyeksi terkait dengan keinginan-keinginan bawah sadar manusia
atau hanya dalam angan-angan. Dalam cerita tersebut, Si Jampang ingin sekali
menikah dengan janda, maka dari itu ia berusaha denagn berbagai cara bagaimana
ia mendapatkan janda tersebut yaitu salah satunya dengan mencuri kerbau. Hal ini
merujuk pada teks dibawah ini

Si Jampang dulunye, emang keluarge terkenal. Waktu itu Jampang


tergile-gile ame perempuan. Perempuan jande. Jande tukang kopi di
Tanah Abang. Die punya cerita, die bingung pengen nikah ame si
jande tapi kagak punya duit.. die udah ngebet pengen nikah. Karena si
Jampang ini nggak mao pusing-pusing mikirin buat biaye nikeh. Die
nyolong kebo, kebonye Si Amat die colong buat die kawin.

Zaman dulu, Si Jampang merupakan orang yang terkenal. Waktu itu


Si Jampang tergila-gila dengan perempuan Janda. Perempuan janda
tukang kopi di Tanah Abang. Saat itu Si Jampang bingung ingin
menikahi Si Janda tapi tidak mempunyai uang. Karena si Jampang
tidak mau pusing-pusing kerja atau usaha untuk biaya nikahnya,
kemudian dia mencuri kerbau. Dia mencuri kerbaunya Si Mamat.

Alat pemaksa berlakunya norma-norma sosial dan alat pengendali sosial

Dalam cerita Si Jampang, beliau adalah orang yang senang merampok dan
mencuri harta orang-rang kaya meskipun ia selalu berhasil meloloskan diri dari
para orang-rang kaya tersebut. Hal ini sesuai pada teks berikut.

“Jampang? Wah kurang ajar nih Si Jampang mentang-mentang dia


jagoan ya Jampang. seenaknya aja nyolong kebo gua. Gua beri
pelajaran buat tuh Jampang”

“Jampang? Kurang ajar Si Jampang. Hanya karena dia jagoan


seenaknya mencuri mencuri kerbau milik saya. Saya kasih pelajaran
buat Si Jampang”

Makna

Makna menjadi cakupan hal yang perlu dianalisis untuk mengetahui


hikmah yang disampaikan melalui lambang kata di dalam cerita. Ketika seseorang
menafsirkan makna sebuah lamabang, berarti orang tersebut memikirkan
sebagaimana mestinya tentang lambang tersebut; yakni sesuatu keinginan untuk
menghasilkan jawaban tertentu dengan kondisi-kondisi tertentu (Stevenson dalam
Pateda 2001:82)

Menurut peneliti, makna yang terkandung di dalam cerita “Si Jampang”


adalah “Tanggung Jawab atas pilihan yang telah ditentukan” Dalam cerita ini,
nilai-nilai tanggug jawab di hadirkan dalam bentuk perkataan dan tindakan yang
dilakukan oleh tokoh di dalam cerita. seperti yang tergambar pada bagian teks di
bawah ini.

“Lu kan tau, gue lagi mau nikeh ni ame jande”

“Tapi kan ngapa segala kebo gua lu colong”

“Terpaksa gua nih, terpaksa. Gua mao minjem kesana kemari udah
gak ada. Gak ada yang ngasih, kebo lu aja gua colong. Ya mao
gimana lagi. Lu gak mau nerima?”

“Kamukan tahu, saya akan menikahi Si Janda”

“Tapi kenapa kerbau saya kamu curi?”

“Saya terpaksa, saya mau meminjam uang kesana kemari tidak ada.
Tidak ada yang mau ngasih, yasudah kerbau kamu aja saya curi. Mau
bagaimana lagi? Kamu tidak terima?”

Dari teks diatas terdapat perkataan Si Jampang yang memutuskan untuk mencuri
kerbau milik Bang Mamat, ia sudah tahu resiko apa yang ia hadapi, yaitu
berlawanan dengan pemilik kerbau tersebut. Maka itu si Jampang sudah mengajak
berkelahi duluan dengan menantang Bang Mamat menggunakan pertanyaannya
“..lu gak mau nerima?”

Selain itu ada juga dengan cara tindakan yang ada pada cerita ini. Perhatikan teks
berikut

“Kali ini gua kalah dah, tapi suatu saat nanti ye, gua kagak bakal kapok ngelawan
lu”

“Oke, boleh” Kata si Jampang nantangin.

Setelah itu Jampang nikeh dah tuh ama janda, hasil dari die jual.
Setelah sekian berapa bulan dia pulang dah tuh ke Condet Si
Jampang.
Abis kejadian ntu, Si Jampang kagak kedengeran ceritanye lagi nih.
Die kagak balik-balik ke Tanah Abang buat ngelawan Si Mamat
nyang udah nunggu lama. Mungkin die takut.

“Mungkin hari ini saya kalah. Tapi suatu saat nanti saya tidak akan
kapok melaman kamu”

“Oke, boleh” Kata Si Jampang menantang.

Lalu Jampang menikah dengan si Janda dari hasil kerbau yang ia jual.
Setelah beberapa bulan kemudian ia pulang ke Condet.

Setelah kejadian tersebut, kabar Si Jampang tidak terdengar lagi. Dia


sudah lama tidak kembali ke Tanah Abang untuk melawan Si Mamat
yang sudah menunggunya lama. Mungkin Si Jampang takut.

Setelah terjadi perkelahian yang dimenangkan oleh Si Jampang, Bang Mamat


tidak mau menyerah dengan berkata akan melawan Jampang lagi. Si Jampang
menerima ancaman Bang Mamat tersebut namun tindakan si Jampang yang
menghilang kabur ke Condet peneliti berpendapat bahwa Jampang juga
menunjukkan rasa takut atas ancaman tersebut, walaupun sebelumnya ia sudah
meng’iya’kan kata Bang Mamat tersebut.
KESIMPULAN

Penanaman nilai tanggung jawab yang ada pada cerita Si Jampang dapat dilihat
dengan perkataan dan tindakan Jampang. Kadang ia bertanggung jawab atas apa
yang ia kerjakan namun ada juga yang menggambarkan bahwa ia kabur dari
tanggung jawab tersebut.

Konteks penuturan yang ada pada cerita tersebut dengan melihat konteks situasi
dan konteks budaya. Waktu dalam penuturan cerita sangatlah bebas tidak terikat
waktu cerita tersebut mengharapkan mencegah terjadinya kriminal yang terjadi
didaerah perkotaan. Media dan teknik yang digunakan ketika bercerita juga sangat
sederhana yaitu hanya gawai dan gestur tubuh saat bercerita. Konteks budaya
yang ada berupa lokasi yaitu di Tanjung Barat, penutur dan audiens yaitu sang
ayah kangdung peneliti dan peniliti itu sendiri, latar sosial budaya yang mayoritas
beragama islam dan masih memperthankan adat betawi, juga kondisi sosial
ekonomi yang lebih baik dari zaman dahulu.

Proses pewarisan terjadi secara horisontal yaitu di ceritakan secara mulut kemulut
dalam satu atau dua generasi pada masyrakat Tanjung Barat.

Legenda si Jampang mempunyai fungsi utama yang sangat penting dalam


pengerakan alur yaitu jatuh cintanya Jampang kepada si janda dan sikap si
Jampang yang mencuri kerbau. Karena dari tindakan tersebut muncullah fungsi
utama yang lain seperti percakapan antara Bang Mamat dengan tetangganya dan
penjual kerbau, serta kerja sama antara Bang Mamat dan teman-temannya

Makna yang ada pada legenda tersebut berupa bagaimana seseorang berperan
untuk berbuat hati-hati atas perbuatan dan tindakan-tindakan yang dipilih.
Manusia harus bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuat bagaimanapun
hasilnya baik atau buruk, jika manusia dapat bertanggung jawab atas apa yang
akan dilakukan dengan begitu akan lebih berhati-hati atas apa yang telah dipilih.

Anda mungkin juga menyukai