Anda di halaman 1dari 2

Cerita Malin Kundang

Di sebuah d esa, hiduplah seorang perempuan miskin. Ia hidup bersama anak


tunggalnya, namanya Malin Kundang. Sehari-hari perempuan itu bekerja sebagai
nelayan. Namun, penghasilannya tak bisa mencukupi kebutuhan mereka sehari-
hari sehingga hidup mereka selalu berkekurangan.

Saat Malin Kundang mulai dewasa, ia memutuskan untuk pergi ke kota. Ia ingin
mengadu nasibnya di sana.

“Barangkali dengan pergi ke kota, aku bisa mengubah nasib kita, Ibu,” ucap
Malin Kundang.

Dengan berat hati, ibunya pun mengizinkan. Kini, ibunya kembali menjadi
perempuan tua yang kesepian. Setelah kepergian Malin, ibunya selalu
memikirkan keadaan anaknya itu. Ia jadi sakit-sakitan, sementara Malin tak
pernah mengirim kabar untuknya.

Hingga beberapa tahun kemudian, Malin berhasil mengubah nasib. Ia telah menjadi
saudagar yang kaya raya. Malin memiliki banyal kapal. Hidup Malin tak lagi susah.
Malin juga menikahi seorang perempuan bangsawan yang sangat cantik.

Suatu hari, Malin ingin melihat keadaan desanya. Sudah lama sekali ia tak pulang.
Malin pergi bersama istri dan banyak pekerjanya. Ia juga membawa banyak uang untuk
dibagi-bagikan kepada para penduduk.

Sampailah Malin di desanya. Dengan sombong ia membagikan uang kepada penduduk.


Penduduk di desanya sangat senang. Di antara mereka ada yang mengenali Malin, yakni
tetangganya sendiri. Orang itu pun segera pergi ke rumah Malin, hendak memberikan kabar
gembira tersebut kepada ibu Malin.

“Ibu, apakah kau sudah tahu, anakmu Malin sekarang telah menjadi orang kaya.” seru
tetangga itu.
“Dari mana kau tahu itu? Selama ini aku tak pernah mendapat kabar darinya,” ucap ibu
Malin, terkejut.

Sekarang pergilah ke dermaga. Anakmu Malin ada di sana. Dia terlihat sangat tampan,
dan istrinya juga sangat rupawan,” ucap tetangganya.

Ibu Malin tak percaya. Matanya berkaca-kaca. Sungguh, ia sangat merindukan anaknya
selama beberapa tahun ini. Maka ia pun segera berlari menuju dermaga. Benar saja, di
sana terlihat Malin dengan istrinya yang sangat rupawan.

“Malin, kau pulang, Nak,” seru ibunya.

Malin mengenali ibunya. Namun, ia malu mengakui orangtua yang berpakaian sangat
lusuh itu. Bagaimana ia akan menjelaskan kepada istrinya tentang semua ini?

“Kau bilang ibumu sudah meninggal. Apa benar orangtua ini adalah ibumu?” tanya istri
Malin, bingung.

“Dia bukan ibuku, dia pengemis yang mengaku-ngaku sebagai ibuku.” seru Malin.

Sungguh sakit hati Ibunya mendengar perkataan Malin. Ibunya lalu mengutuk Malin.

“Hatimu sungguh sekeras batu, Malin. Maka, kau aku kutuk menjadi batu. Kau anak
yang durhaka.” ucap ibunya.

Malin ketakutan. Ia memohon ampun kepada ibunya. Namun, ibunya sudah sangat
sakit hati. Seketika hujan turun sangat lebat, dan petir menyambar. Saat itu pula Malin
berubah menjadi batu.

Anda mungkin juga menyukai