Anda di halaman 1dari 3

Judul: Hujan Kepagian

Pengarang: Nugroho Notosusanto


Penerbit: Balai Pustaka, Jakarta
Edisi Penerbitan: Cetakan ke-IV
Tahun: 1983
Tebal Buku: 72 halaman

Nugroho Notosusanto, pria kelahiran Rembang 15 Juni 1931 yang


juga merupakan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia pada tahun 1983 adalah salah satu mahasiswa
lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1960.
Selesai menyelesaikan studinya di UI, Beliau memperdalam
pengetahuan di bidang Metode Sejarah dan Filsafat Sejarah pada
University of London selama setahun (1961-1962). Beliau mencapai
gelar Doktor dalam ilmu-ilmu Sastra (bidang Sejarah) Fakultas
Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1977. Banayak karya
tulisnya yang berupa buku, brosur, maupun artikel ilmiah, tidak
kurang 40 judul, sedangkan yang populer ilmiah terdapat 22 judul.
Yang berbentuk fiksi :Hijau Tanahku, Hijau Bajuku, 1961; Rasa
Sayange, Hujan Kepagian dan masih banyak lagi.

Buku yang berjudul Hujan Kepagian ini berisi cerita saat revolusi
kemerdekaan, tidak banyak karya sastra yang menampilkan kisah-
kisah di sekitar revolusi itu, yang dialami sendiri oleh Pak Nugroho.
Hal itu membuat kumpulan
cerpen ini sangat menarik. Perang disini tidak hanya dilihat dari
sudut peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan tindakan-tindakan
serba heroik para pelakunya, dilihat dari isinya yang lebih
manusiawi. Tak hanya itu, Pak Nugroho
juga terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan itu sebagai
anggota tentara pelajar.

Cerita pertamanya yang berjudul “Senyum” ini menceritakan tentang


ketetapan diri untuk maju ke medan pertempuran, sekalipun orang
tuanya lebih menyukai dia melanjutkan pelajaran, karena umurnya
masih muda, 14 tahun, selama ia berada di medan pertempuran ia
selalu ingat akan bangku sekolah. ia juga terkenang kepada ayahnya
yang ditinggalkan tanpa dimintai izin. Di bukit ia bertemu dengan
bocah kecil yang mengingatkannya kepada adiknya yang telah
bersekolah. Pengalaman selama revolusi sangat menarik untuk di
baca. Ini terbukti dengan si John temannya yang gugur dalam medan
pertempuran, dimana wajahnya tersenyum, padahal biasanya mayat
para pejuang yang ditemukan kebanyakan wajahnya menyeringai
atau matanya terbelalak, karena kesakitan. Ini menunjukkan bahwa
perjuangan tokoh John untuk membela negara ini dengan hati yang
suci.

Lain halnya dengan cerita kedua yang berjudul “Konyol”. Dalam


cerita tersebut Nugroho menceritakan tentang takhayul yang baik,
yaitu untuk berjuang harus secara suci dan selama berjuang tidak
boleh berbuat mesum, dan harus mampu menahan nafsu seksual.
Barangsiapa yang tidak suci perjuangannya, ia akan mati konyol.
Takhayul itu pun telah terbukti dengan kematian konyol teman
seperjuangannya. Hari terakhir di Front sebelum berangkat
mengacau musuh yang diperintahkan oleh atasannya, tokoh utama
Nug, menemukan teman seperjuangannya tengah berduaan dengan
kekasihnya di Palang Merah dan keesokan harinya teman
seperjuanganya mati jatuh ke dalam sungai sewaktu perjalanan
kembali ke pangkalan.

Dalam ceritanya keempat yang berjudul “Perawan di Garis Depan”


ini merupakan cerita yang sangat menarik, berbeda dengan cerita-
cerita lainnya. Dalam cerita ini dikisahkan seorang perempuan yang
ikut serta dalam pertempuran. Perempuan tersebut berperangai
seperti laki-laki, baik pakaiannya ataupun cara pandangnya. Semua
laki-laki seperjuangannya sangat segan kepadanya. Perempuan
tersebut nekat ikut berjuang karena kesengsaraan hidup yang
dialaminya. Diantaranya karena adiknya yang meninggal dalam
perang, ibunya yang meninggal karena dibakar, bahkan diapun
kehilangan kesuciannya karena diperkosa oleh orang-orang yang
awalnya seolah-olah menolong. Oleh karena itu, setiap berperang
dia selalu yang paling berani.

Enam cerita yang ditulis Pak Nugroho pada bukunya ini memiliki
saling keterkaitan antara cerita satu dan cerita lainnya. Misalkan
pada settingnya hampir dari ke enam cerita ini
terdapat setting pada saat perang. Gaya Pak Nugroho dalam
menulis cerita sangatlah memikat, karena dapat membuat
pembacanya ikut masuk kedalam cerita. Konflik-konflik yang
dihadirkan juga sangat menarik. Mulai dari cerita perjuangan yang
disalamnya terselip juga cerita asmara dan juga keluarga.
Sayangnya bahasa yang digunakan lumayan sulit untuk dipahami,
karena didalamnya banyak terdapat bahasa Belanda. Bagi pembaca
“pemula” hal ini cukup menyulitkan. Namun sebenarnya jika
pembaca mau bersabar dan memahami dengan baik, maka tidak
akan ada lagi kebingungan-kebingungan mengenai maksud cerita.
Meskipun ada beberapa bahasa yang sulit dimengerti, cerita yang
disampaikan Pak Nugroho mengingatkan kita pada perjuangan
untuk mencapai kemerdekaan, sehingga buku ini sangat penting
untuk dibaca para pelajar agar menumbuhkan rasa nasionalisme
dan menghargai perjuangan para pahlawan.
Sumber : http://lamansatu.com/hujan-kepagian/diakses tanggal 9 Januari 2017

Celana pendek

Anda mungkin juga menyukai