Disusun oleh:
Okky Saputra (20201244003)
Tansyah Bagas Ramadhani (20201244013)
Dhakiyatul Fikriyah (20201244021)
Tegar Bentar Prayoga (20201244024)
Fithriyah Fajar R (20201244030)
Dyah Ayu Noor Afifah (20201244032)
Maria Novena Elsandika (20201244035)
PENDAHULUAN
Novel merupakan salah satu karya sastra yang cukup bahkan sangat
digemari oleh masyarakat. Adapun jenis novel dibagi menjadi dua jenis, yaitu
berupa fiksi dan non fiksi. Novel berjenis non fiksi menceritakan tentang kehidupan
seseorang bersama orang di sekelilingnya dengan menunjukkan sifat dan watak dari
pelaku atau tokoh masing-masing di dalamnya. Seiring berjalannya waktu, dalam
penggunaanya, novel dapat dijadikan sebagai media pembelajaran dalam aspek
akademik. Hal itu disebabkan karena cerita dari novel dapat memberikan pelajaran
atau nilai-nilai kehidupan bagi pembaca. Novel sendiri secara tersirat dapat
memberikan manfaat berupa pengalaman hidup, motivasi, moral, dan lainnya
melalui kata demi kata yang tertulis di setiap halamannya. Maka dari itu, novel lebih
dapat menguatkan dan memberi pelajaran dibandingkan karya sastra lainnya.
Novel berjudul Salah Asuhan karya Abdul Moeis ini bercerita tentang
seorang laki-laki keturunan asli pribumi/bumiputra bernama Hanafi dan soerang
wanita keturunan Indo-Prancis yang tinggal di tanah Minangkabau, Solok tepatnya,
bernama Corrie du Bussee. Dahulunya mereka bersahabat, tetapi lama-kelamaan
perasaan Hanafi tumbuh menjadi cinta pada seorang kekasih. Tetapi hubungan
keduanya tidak direstui karena masalah perbedaan adat yang tidak dapat
dipertemukan. Corrie pun pergi meninggalkan Hanafi dengan pergi menjauh dari
Hanafi ke Betawi. Pada saat itu, ibu Hanafi menjodohkannya dengan Rapiah, anak
mamaknya dengan tujuan balas budi. Hal itu disebabkan karena ketika Hanafi
bersekolah, semua biaya ditanggung mamaknya yaitu Sutan Batuah. Akhirnya
Hanafi menikah dengan Rapiah tanpa rasa cinta hanya kewajiban saja. Kehidupan
pernikahan mereka tidak harmonis sampai lahirlah Syafei putera mereka, tetap saja
Hanafi memperlakukan Rapiah semena-mena seperti babu. Hingga sesuatu terjadi,
Hanafi digigit anjing dan harus melakukan pengobatan ke Betawi. Ia memanfaatkan
kesempatan itu untuk bertemu kembali dengan Corrie, cinta sejatinya dan tinggal
di Betawi. Kemudian Hanafi memutuskan untuk menceraikan Rapiah dan menikahi
Corrie dengan melakukan perpindahan kebangsaan. Hanafi berubah nama menjadi
Christiaan Han. Pernikahan dan perceraian itu diketahui keluarga dan kerabat
Hanafi di Minangkabau. Alih-alih pernikahan Hanafi dengan Corri berjalan
harmonis, justru malah menghidupkan bara api. Hanafi menuding Corrie
berselingkuh tapi Corrie tidak terima atas itu. Lalu ia memilih untuk bercerai
dengan Hanafi lalu meninggalkan Hanafi pergi ke Semarang. Hanafi menyusul
Corrie ke Semarang, tetapi Corrie tetap bersikukuh dengan pendiriannya untuk
bercerai. Tidak lama kemudian, Corrie dinyatakan meninggal karena penyakit
kolera kronis yang dideritanya. Hanafi menyesal dan kembali sakit seperti ketika
Corrie pergi meninggalkannya ke Betawi dulu. Jiwanya terguncang lalu ia bunuh
diri dengan meminum racun sublimat. Meskipun Hanafi sudah bukan bangsa
pribumi/bumiptra, melalui kesekapakan ibu dan mamaknya, Hanafi dimakamkan di
pemakan orang kampung.
Dari novel ini, Corrie mengajarkan “di mana bumi di pijak, di sana langir
dijunjung”. Dimanapun kita berada, kita harus menghormati adat dan peraturan
yang ada dan berlaku. Tetapi disamping itu, novel ini juga mengangkat tentang
kesombongan bangsa yang berlaku pada kaum Belanda terhadap golongan
pribumi/bumiputra. Hanafi yang semasa pendidikannya bersekolah di sekolah
Belanda ditambah jatuh cintanya dengan Corrie seorang keturunan Indo-Prancis
semakin mencerminkan sikap bukan pribumi. Seperti dibutakan oleh cinta, Hanafi
tidak memikirkan efek samping dan dampak dari perbedaan adat jika ia menikah
dengan seorang keturunan bukan pribumi. Novel ‘Salah Asuhan’ juga mengangkat
konflik pertentangan budaya yang secara khusus diperankan oleh Hanafi yang
menentang kebudayaan sebagai seorang pribumi.
Salah Asuhan menarik perhatian kami karena ceritanya yang khas dengan
kehidupan jaman dahulu dan topik yang diangkat juga mencerminkan kondisi serta
hiruk pikuk yang terjadi ketika adanya adat yang berbeda di satu wilayah, yaitu
antara pribumi/bumiputra dengan bangsa Barat. Permasalahan mengenai adat
istiadat, pernikahan lintas budaya yang berlaku keras pada jaman itu menjadi
konflik utama di kehidupan yang berlangsung. Yang mana pada saat ini, adat
istiadat tidak brlaku sekeras jaman novel ini diciptakan. Selain tentang lintas
budaya, yang menarik dari novel ini adalah masalah diskrimansi bangsa Belanda
terhadap bangsa yang mereka tinggali yaitu bangsa pribumi/bumiputra. Disamping
nilai-nilai yang tercermin, novel ini tidak terlepas dari sarana dan unsur
pembangunnya. Terlihat dari judul dan tema di setiap subnya yang saling
berkesinambungan membentuk konflik dan jalannya cerita. Sarana dalam novel ini
seperti judul, tema, latar, gaya dan tone, dan sudut pandang yang saling mendukung
jalannya cerita dan tersiratnya nilai-nilai yang ada.
1. Alur
2. Tokoh
Tokoh merupakan unsur intrinsik novel yang sangat penting dalam
novel. Tokoh sebagai unsur intrinsik novel adalah orang atau karakter yang
ditampilkan dalam novel. Oleh pembaca, tokoh sebagai unsur intrinsik
novel ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari
tindakan yang diceritakan.
Menurut Nurgiyantoro (2000), pengertian tokoh dapat dimaknai
sebagai seseorang atau sekelompok orang yang ditampilkan dalam suatu
karya naratif dimana para pembaca dapat melihat sebuah kecenderungan
yang diekspresikan baik melalui ucapan maupun tindakan. Nurgiyantoro
(2000) juga menambahkan bahwa berdasarkan tingkat perannya, tokoh
dapat dibagi menjadi dua: tokoh tambahan dan tokoh utama. Tokoh utama
adalah tokoh yang paling diprioritaskan dalam sebuah cerita, seperti pada
novel atau karya lainnya. Sedangkan tokoh tambahan bisa disebut sebagai
tokoh pembantu yang bertugas untuk membantu peran tokoh utama. Selain
itu, tokoh tambahan hanya muncul pada suatu kejadian yang berkaitan
dengan peran yang dilakukan oleh tokoh utama.
Menurut Aminudin dalam Siswanto (2002:142) tokoh adalah pelaku yang
mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
menjalin suatu cerita.
Dalam novel yang berjudul Salah Asuhan karya Abdoel Moeis ini
terdapat beberapa tokoh yang mempengaruhi jalannya cerita secara
keseluruhan yaitu Hanafi, Corrie du Bussee, Rapiah, Tuan du Bussee (Ayah
Corrie), dan Mariam (Ibu Hanafi).
Tokoh yang pertama adalah Hanafi. Ia adalah seorang pribumi yang
lahir di Solok, Melayu. Hanafi memiliki sifat sombong, keras kepala,
emosional dan tidak memperlakukan Ibunya dengan sopan. Walaupun ia
memiliki sifat yang buruk tetapi ia bisa digolongkan sebagai anak yang
cerdas. Hanafi bahkan bersekolah di Hogere Burgerschool, sebuah sekolah
yang dikhususkan bagi orang Belanda, Eropa, Tionghoa dan pribumi yang
elit saja. Biaya sekolahnya dari kerja keras Ibunya dibantu oleh Pamannya.
Hanafi dalam novel ini dikisahkan jatuh cinta kepada Corrie, tapi cintanya
ditolak karena ia seorang pribumi.
Kedua ada Corrie de Bussee. Corrie adalah seorang gadis Indonesia-
Belanda yang lahir dari keluarga terpandang dan kaya. Corrie adalah gadis
yang cantik, sopan, ramah dan mudah bergaul sehingga ia banyak disenangi
oleh teman-temannya. Ia hanya tinggal bersama ayahnya di Solok, Ibunya
yang merupakan orang pribumi sudah meninggal ketika Corrie masih kecil.
Corrie juga memiliki sifat keras kepala seperti Hanafi. “Lihatlah, aku ini
keras kepala sama dengan engkau. Lain daripada itu aku mengaku, bahwa
hatiku tidak tetap, sebentar begini, sebentar begitu.” Halaman 172.
Selanjutnya dalam novel ini ada tokoh bernama Rapiah. Ia adalah
gadis pribumi yang menikah dengan Hanafi karena perjodohan. Rapiah
adalah anak dari Paman yang membantu membiayai sekolah Hanafi. Rapiah
ini memiliki watak sabar dan setia. Hal ini dibuktikan dengan cara ia
menanggapi perlakuan Hanafi yang kasar dan suka marah-marah. Ia tidak
pernah membalas setiap perbuatan Hanafi yang menyakiti hatinya. Bahkan
ketika ia dikhianati oleh Hanafi, ia tidak marah sedikitpun dan justru malah
setia menunggu Hanafi untuk kembali.
Berikutnya adalah Tuan de Busse. Ia adalah ayah dari Corrie. Tuan
de Busse ini memiliki sifat sopan dan ramah. Ia menghormati budaya orang
Timur walaupun ia adalah orang Barat. Di usianya yang tidak muda lagi, ia
habiskan untuk berburu di hutan. Tuan de Bussee sangat menyayangi
anaknya, bahkan hidupnya hanya diberikan untuk anak satu-satunya itu.
3. Latar
Menurut Burhan Nurgiyantoro dalam Teori Pengkajian Sastra
(2009:23), unsur instrinsik didefinisikan sebagai penyusun karya yang
identitasnya terdapat dalam karya itu sendiri. Baik secara jelas (eksplisit),
maupun tidak (implisit), biasanya pembaca dapat mengetahui unsur-unsur
tersebut setelah membaca tulisan terlebih dahulu. Di antara beberapa unsur
ini, terdapat salah satu pembangun yang disebut latar. Latar dibagi menjadi
tiga jenis, yaitu latar waktu, suasana, dan tempat. Ketiganya memiliki peran
masing-masing dalam menggambarkan kondisi tokoh, lingkungan atau
kejadian, dan kapan peristiwa itu berlangsung. Secara garis besar deskripsi
latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat, latar
waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan
masalah geografis latar waktu berkaitan dengan masalah historis, dan latar
sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan.
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 216), latar atau setting
adalah landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
Latar dalam novel ini cukup banyak, terutama pada latar tempat.
Yang dimana banyak sekali nama-nama kota namun latar tempat yang
mendominasi hanya empat kota saja. Yang menjadi daya tarik dari novel ini
juga adalah karaktertisik tiap tokohnya dan juga latar sosialnya, pembaca
dapat ikut merasakan bagaimana peristiwa yang terjadi dalam novel Salah
Asuhan ini.
Latar tempat, terdapat beberapa kota yang menjadi latar tempat
didalam novel Salah Asuhan ini. Di antaranya ada kota Solok, Koto, Anau,
Bonjol, Padang, Batavia, atau Betawi, Probolinggo, Bandung, Surabaya,
dan Semarang. Namun latar tempat yang paling mendominasi adalah
Batavia, Semarang, dan Solok. Kemudian ada lapangan tennis yang sangat
terlihat jelas ketika dibaca yaitu terdapat pada halaman pertama yang
kutipannya sebagai berikut “Tempat bermain tennis, yang dilindungi oleh
pohon-pohon kelepa disekitarnya, masih sunyi”. Setelah itu di daerah
Minangkabau “Sesungguhnya ibunya orang kampung dan selamanya
tinggal di kampung saja tapi sebab kasihan kepada anak ditinggalkannyalah
rumah gedang di kota Anau dan tinggallah ia bersama-sama dengan Hanafi
di Solok!”. Latar tempat selanjutnya yaitu kota Betawi terlihat pada kutipan
berikut “dari kecil Hanafi sudah di sekolahkan di Betawi”. Selanjutnya ada
kota Semarang, kami menggolongkan Semarang sebagai latar tempat yang
juga mendominasi karena Semarang merupakan tempat Corrie (tokoh
utama) mengakhiri kehidupannya akibat penyakit kolera. Kalimat yang
menunjukan latar tempatnya di semarang adalah “demikian bahwa Corrie
sudah berangkat Seketika itu ia berkata hendak menurutkan ke semarang”.
Kemudian ada kota Surabaya “di surabaya mereka menumpang semalam di
suatu pansion kecil, mengaku nama Tuan dan Nona Han”.
Latar waktu, pada novel Salah Asuhan, Abdul Muis tidak
menunjukkan angka tahun sebagai latar waktu penceritaan. namun, latar
waktu dalam novel ini dapat diketahui dari hal-hal berikut:
Pada halaman 293 terdapat dialog orang belanda yang menyatakan
kebenciannya pada anak bumiputera yang menikmati ethische politiek atau
politik etis. Adapun politik etis adalah suatu kebijaksanaan penting yang
dicanangkan tahun 1901.
Pada halaman 51 terdapat istilah “Deca Park”. Deca Park merupakan
sebuah bioskop yang berada di Jakarta. Terdapat pula keterangan lain
mengenai Deca Park bahwa menjelang tahun 1920-an mulai terjadi
penggolongan bioskop ke dalam kelas-kelas, sehingga ada bioskop untuk
orang eropa saja seperti Concordia di Bandung serta Deca Park di Jakarta.
Berdasarakan dua keterangan tersebut kami dapat memberi
kesimpulan bahwa latar waktu dalam novel Salah Asuhan ini berlangsung
sekitar setelah tahun 1920-an.
Latar Sosial, latar sosial menuju pada hal-hal yang berhubungan
dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyainan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain.
Beberapa latar sosial yang menurut kami termasuk dalam novel Salah
Asuhan ini.
Yang pertama masyarakat memiliki pandangan negatif terhadap
perkawinan antara Bangsa Belanda dengan Bangsa Melayu, kemudian
diskriminasi dari bangsa belanda terhapat pribumi, setelah itu masyarakat
juga menjunjung tinggi adat istiadat, dan mereka menanmkan prisip dalam
hidupnya “di mana bumi berpijak, di situ langit menjunjung”. Tokoh Hanafi
sangatlah berlainan dengan masyarakat di sekitarnya, baik saat ia berada di
lingkungan bangsa Melayu maupun maupun saat ia berada di tengah bangsa
Belanda. Hal itu lah yang telah membuat Hanafi berkonflik dengan
masyarakat.
1. JUDUL
Menurut KBBI judul berarti nama yang dipakai untuk buku atau bab
dalam buku yang dapat menyiratkan secara pendek isi atau maksud buku
atau bab itu. Pengertian ini sejalan dengan pendapat dari Sayuti bahwa judul
adalah elemen lapisan luar suatu fiksi sehingga ia merupakan elemen yang
mudah dikenali pembaca (Kurniawan,2020:48).
Judul adalah perincian atau penjabaran singkat dari topik suatu puisi.
Judul berfungsi untuk menggambarkan hal yang lebih spesifiik dari acuan
tersebut. Biasanya judul juga digunakan sebagai batas topik drai naskah
yang dibuat. Judul merupakan sebuah nama yang dipakai untuk buku, bab
dalam buku, kepala berita, dan lain-lain, identitas atau cermin dari jiwa
seluruh karya tulis, bersifat menjelaskan diri dan menarik perhatian dan
adakalanya menentukan wilayah (lokasi). Dalam artikel judul sering disebut
juga kepala tulisan. Ada juga yang mendefinisikan judul sebagai lukisan
susatu artikel atau juga disebut miniatur isi bahasa.
Novel Salah Asuhan merupakan novel terbitan Balai Pustaka karya
Abdoel Moeis yang terbit pada masa Hindia Belanda. Penggambaran dunia
pada noven Salah Asuhan menggunakan latar pada masa itu. Abdoel Moeis
memilih menggunakan judul tersebut karena ia ingin menggambarkan
kondisi yang terjadi pascakolonial yang membuat terjadinya kesenjangan
pada masa itu.
“Perbedaan itu sungguh ada, Corrie, dan sungguh besar
sekali. Sebabnya tiada lain, karena penyakit ‘kesombongan
bangsa’ itu juga. Orang Barat dating kemari, dengan pengetahuan
dan perasaan, bahwa ialah yang dipertuan bagi orang di sini. Jika
ia datang ke negeri ini dengan tidak membawa nyonya sebangsa
dengan dia, tidak dipandang terlalu hina, bila ia mengambil ‘nyai’
dari sini. (halaman 17)
Judul Salah Asuhan ini dapat dipahami sebagai kesalahan Tindakan
pada saat membesarkan anak. Abdoel Moeis menggambarkan Hanafi
sebagai tokoh utama yang kehilangan rasa bangga terhadap bangsanya
sendiri karena terlalu meninggikan bangsa Barat. Pada awal kisah dijelaskan
bahwa Hanafi sejak kecil terpisah dari keluarganya dan hidup di keluarga
Belanda. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa judul ini menekankan pada
proses pola asuh anak yang mengembangkan pemikiran dan sikap anak.
Terdapat kalimat penguat yang seperti menjelaskan judul ini.
“Fiil itu mudah berubah, Bu, asal tidak salah asuhan. Hanafi
sungguh berfiil buruk, tapi hatinya lurus. Itulah yang
menyenangkan hatiku terhadap kepada anaknya ini. Asal ia diasuh
baik, insya Allah, Syafei akan menjadi tempat kita bergantung di
hari kemudian.” (halaman 246)
2. Sudut Pandang
Point of view atau yang lebih dikenal dengan sudut pandang adalah
cara atau pandangan yang digunakan penulis sebagai salah satu sarana untuk
menyajikan ceritanya (Nurgiyantoro, 2019:338). Secara lebih spesifik sudut
pandang dapat diartikan sebagai bagaimana cara pandang atau dari
kacamata mana yang dipakai penulis dalam mendeskripsikan dan
menjelaskan ceritanya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan
Baldic (Nurgiyantoro,2019:388), yaitu sudut pandang adalah posisi atau
sudut mana yang menguntungkan untuk menyampaikan kepada pembaca
terhadap peristiwa dan cerita yang diamati dan dikisahkan.
Sudut pandang merupakan salah satu dari unsur fiksi yang harus ada
pada sebuah cerita. Genette (1980:244; Nurgiyantoro, 2019:341)
berpendapat bahwa sebelum seorang pengarang menulis cerita ia harus
memutuskan untuk memilih sudut pandang tertentu. Ia harus telah
mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita yang dikisahkan oleh
seorang tokohnya, atau oleh seorang narrator yang ada di luar cerita itu.
Akan tetapi, kita perlu menimbang pemilihan sudut pandang baik-baik agar
hasilnya dapat sesuai seperti yang diharapkan.
Abdoel Moeis dalam novel Salah Asuhan memilih untuk
menampilkan cerita-ceritanya menggunakan sudut pandang orang ketiga.
Sudut pandang orang ketiga yaitu gaya pengisahan yang menampilkan
tokoh “dia” yang diceritakan dari sudut pandang orang lain. Pada novel ini
terdapat banyak highlight pada kata “dia” dan nama dari masing-masing
tokoh yang dinarasikan oleh pengarang.
Kedua, tema dalam novel ini berkisah seputar perbuatan anak pada
orangtuanya. Secara khusus diambil konflik anak yang durhaka terhadap ibunya.
Konflik yang digunakan untuk menggambarkan tema ini dapat terlihat dari
persoalan Hanafi yang meninggalkan istri pilihan ibunya dan bahkan meninggalkan
ibu kandungnya demi menikahi Corrie di Betawi. Akan tetapi, bukan untung yang
didapatnya malah kesialan yang selalu didapatkan Hanafi. Hingga pada akhirnya
dia menyesali perbuatannya dan meninggal dalam penyesalan.
Setiap novel haruslah saling berkaitan antara unsur satu dengan lainnya.
Keterkaitan antar unsur pasti ada karena tidak mungkin berjalannya suatu cerita
secara padu apabila tidak selarasnya tiap unsur yang membangun. Alur dalam cerita
berfungsi sebagai rangkaian penggambaran cerita, sedangkan tokoh adalah pelaku
yang diceritakan. Keduanya saling berkaitan, dimana alur berperan sebagai
rangkaian peristiwa yang dialami atau dilakukan tokoh. Lalu, tokoh sendiri adalah
pelaku yang menjalankan cerita tersebut. Kedua unsur ini saling berpengaruh dalam
proses membentuk cerita, karena tidak akan ada alur bila tidak adanya pelaku yang
diceritakan dan tokoh tidak akan berguna jika tidak adak ada peristiwa yang ia
lakukan. Pada novel Salah Asuhan alur yang digunakan adalah alur maju,
sedangkan untuk tokohnya ada Hanafi, Corrie, Ibu Hanafi, Rapiah, dan Tuan Du
Bussee. Dengan menggunakan alur maju maka diceritakan kelima tokoh tersebut
dalam menghadapi pertentangan budaya. Dari yang awalnya Tuan Du Bussee
menentang hubungan Corrie dengan bumiputra. Kemudian Corrie memutuskan
untuk pergi ke Betawi dan melupakan Hanafi. Setelah kepergian Corrie Hanafi
menjadi seperti orang gila. Ibu Hanafi yang sedih melihat anaknya itu lalu
menjodohkannya dengan putri dari kakaknya yang bernama Rapiah. Akan tetapi,
pernikahan itu kemudia berakhir saat Hanafi telah bertemu Kembali dengan Corrie
di Betawi. Jadi, sudah dapat terlihat bahwa hubungan keduanya yaitu, penggunaan
alur sebagai cara pengisahan pengarang dalam merangkai peristiwa yang dilakukan
tokoh dalam novel.
Keterkaitan tokoh dan latar. Tokoh yang berperan sebagai pelaku cerita
membutuhkan latar atau setting untuk membantu pengembangan karakter tokoh.
Pada novel ini diceritakan bahwa Hanafi yang mengagungkan budaya barat
memilih tinggal di Solok daripada di kampung halamannya di Minangkabau.
Penggambaran latar tempat disini sebagai bukti tindakan tokoh Hanafi yang enggan
tinggal di daerah yang dianggapnya masih terbelakang itu. Selain itu, tokoh Hanafi
dan Corrie disisihkan dari bangsanya karena mereka memutuskan menikah. Pada
bagian itu latar sosial kebiasaan hidup masa itu dan adat istiadat yang membuat
kedua tokoh mengalami pengembangan karakter menjadi saling mendendam.
Penggunaan latar waktu juga ada pada halaman 51 terdapat istilah “Deca Park”.
Deca Park merupakan sebuah bioskop yang berada di Jakarta. Penggunaan latar
sejatinya digunakan untuk menggambarkan dan menciptakan dunia beserta suasana
bagi para tokohnya. Pemilihan ini disesuaikan dengan tema kisah yang diambil.
Oleh karena itu, tokoh dan latar memiliki hubungan timbal balik agar dapat
tergambarnya suatu situasi dan peristiwa.
Hubungan tema dan tokoh. Tema adalah pokok pikiran, ide, atau gagasan
tertentu yang akan melatarbelakangi dan mendorong seseorang menulis
karangannya. Sedangkan tokoh adalah pelaku atau aktor yang mengalami peristiwa
dan persoalan- persoalan dalam cerita atau rekaan sehingga peristiwa itu dapat
menjadi suatu cerita yang menarik. Novel Salah Asuhan ini bertemakan
pertentangan budaya barat dan budaya timur. Tokoh dalam novel ini ada Hanafi,
Corrie, Rapiah dan masih banyak lagi. Tema dan tokoh dalam novel ini memiliki
hubungan yang penting. Tokoh Hanafi diceritakan sebagai bumiputra (budaya
timur) sedangkan Corrie diceritakan sebagai orang Belanda (budaya barat). Jadi
tokoh dalam novel ini menggambarkan tema yang ada.
Pemilihan judul novel Salah Asuhan karya Abdul Moeis ini dapat
berkaitan dengan dengan latar tempat dari novel tersebut. Latar tempat novel
tersebut dua diantaranya adalah HBS (Sekolah Hanafi & Corrie) dan Solok,
Sumatera Utara (Tempat tinggal Hanafi & Ibu). Dimana dari kedua judul tersebut
dapat mencerminkan adanya dua budaya yang bisa dikaitkan dengan judul Salah
Asuhan, tokoh Hanafi yang bertekad untuk mengubah kultur pribuminya diganti
dengan kultur eropa yang mana didapatkannya atau teradaptasi saat dia bersekolah
di HBS dan tempat ia bekerja. Disisi lain jika dilihat dari unsur tokoh, berbagai
nama penting dalam novel ini seperti Hanafi, Corrie, Rafiah dan Mariam (Ibu
Hanafi) sangat berkaitan erat terhadap perjalanan topik serta alur dalam novel ini.
Pemilihan judul Salah Asuhan ini juga dapat dikaitkan dengan alur novel, ketika
Hanafi mulai terdoktrin dengan hasratnya untuk mendapatkan Corrie tanpa
memperhatikan prasaan Rafiah (istri pertama Hanafi) dan Mariam (Ibu Hanafi).
Selain latar dan tokoh, pemilihan judul Salah Asuhan juga dapat dikaitkan dengan
tema utama dari novel ini. Novel Salah Asuhan karya Abdul Moeis ini bertemakan
tentang beberapa hal yang menjadi poin utamanya, diantaranya anak yang durhaka,
pertentangan antara budaya barat dengan budaya timur, pribumi Indonesia yang
kebarat-baratan, pribumi Indonesia yang tidak suka budayanya sendiri dan lelaki
yang keras dan emosional.
Nada pada novel ini tentunya dipengaruhi oleh latar. Pada novel Salah
Asuhan gaya atau nada pada dialog bisa dibilang tidak ada unsur humor sama sekali.
Dibuktikan dengan suasana yang terjadi dalam novel ini, dimulai dengan
diceritakan Hanafi tinggal bersama ibunya dan kemudian Hanafi bersekolah dan
bekerja di budaya eropa tersebut. Dialoog-dialog yang terdapat pada novel ini di
dominasi dengan nada seperti marah ketika Hanafi membentak ibunya, sedih ketika
Hanafi curhat kepada Piet mengenai nyonya yang sangat membencinya dan Corrie
mengucapkan salam perpisahan kepada Hanafi di rumah sakit. Selain itu juga
terdapat nada rindu, yang mana penulis menceritakan ketika Hanafi sangat
merindukan Corrie dan saat itu pula Hanafi berangkat ke semarang untuk menemui
Corrie.
JUDUL IDE ATAU GAGASAN UTAMA DARI MAKALAH INI PADA NOVEL
SALAH ASUHAN
Pada sub bab ini, membahas tentang gagasan yang diambil dari Novel
berjudul ‘Salah Asuhan’ karya Abdoel Moeis. Selain dari gagasan, terdapat pula
pesan moral yang diambil dari rangakaian cerita setiap bab novel ini. Dengan
membaca novel ini, gagasan utama yang dapat diambil adalah perbedaan golongan
Barat dan Timur berupa kesombongan bangsa Barat terhadap pribumi, mengikuti
dan/ atau menghormati kebudayaan adat yang berlaku di tempat yang ditinggali,
pertentangan budaya sebagai seorang pribumi/bumiputra yang digambarkan oleh
Hanafi, dan kesantunan pada orang yang lebih tua dan orang lain. Dari beberapa
gagasan utama tersebut, pesan moral dan makna apa yang dapat diambil akan
dijelaskan lebih lanjut.
Hanafi adalah pemuda pribumi asal kota Anau, Solok. Dia beruntung dapat
bersekolah di Betawi sampai tamat HBS. Ibunya yang sudah janda, memang
berusaha agar anaknya kelak menjadi orang pandai. Oleh karena itu ia tidak segan-
segan menitipkan Hanafi paad keluarga Belanda. Pendidikan dan pergaulan yang
serba Belanda memungkinkan Hanafi berhubugan erat dengan Corrie De Busse,
gadis keturunan Indo-Prancis. Hanafi bahkan telah merasa bebas dari kungkungan
tradisi dan adat istiadat negerinya sendiri. Mulai dari sikap, pemikiran, dan cara
hidupnya juga sudah kebarat-baratan.
Perasaan cinta pun tumbuh dari dalam hati Hanafi untuk Corrie.
Bagaimana tidak hal ini justru mneimbulkan sebuah pertentangan. Corrie justru
mengingatkan kepada Hanafi bahwa sebuah perkawinan campuran bukan hanya
tidak lazim dalam ukuran waktu, tetapi juga akan mendatangkan berbagai masalah
nanti di masa depan. Timur tinggal timur, dan barat tinggal barat, tidak akan dapat
ditimbuni jurang yang membasahi kedua bagian itu. Perasaan Corrie sendiri
mengatakan lain. Namun mengingat dirinya yang Indodan dengan sendirinya
perilaku dan sikap hidupnya juga berpihak pada kebudayaan Barat, serta Hanafi
yang pribumi yang tidak akan begitu melepas akar budaya leluhurnya.
PENUTUP
Novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis memiliki detail cerita atau fakta
cerita yang menggambarkan kondisi pancakolonial. Mengenai fakta cerita dalam
novel teranalisis yang berjudul Salah Asuhan karya Abdoel Moeis ini terdapat
beberapa tokoh yang mempengaruhi jalannya cerita secara keseluruhan yaitu
Hanafi, Corrie du Bussee, Rapiah, Tuan du Bussee (Ayah Corrie), dan Mariam (Ibu
Hanafi). Berdasarkan waktu, alur yang digunakan pada novel Salah Asuhan karya
Abdoel Moeis adalah alur maju, yang dimana penulis menceritakan kisah hidup
Hanafi mulai ia baru kenal dan bersahabat dengan gadis Eropa sampai ia menikah
dengan gadis lain bernama Rapiah yang dijodohkan oleh ibunya, kemudian ia
bercerai dengan Rapiah, lalu menikah dengan Corrie si gadis Eropa yang pada
akhirnya meninggal. Pada novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis menggunakan
jenis alur linear. Tahap pengenalan latar cerita pada novel tersebut terdapat pada
awal bab 1-3, terlihat pada kutipan berikut ini yang memperkenalkan tokoh Corrie
seorang gadis bangsa barat yang amat cantik parasnya dan Corrie juga merupakan
gadis yang mudah bergaul.
Pada novel salah asuhan ini, sarana sastranya dituliskan Abdoel Moeis
dengan menggunakan corak yang khas. Seperti pada bagian judul. Judul pada novel
yang dianalisis adalah Salah Asuhan. judul Salah Asuhan dipilih untuk
menggambarkan kondisi pancakolonial dan bagaimana budaya saat itu
berkembang. Novel ini adalah sebuah novel Indonesia karya Abdoel Moeis yang
diterbitkan pada Tahun 1928 oleh Balai Pustaka. Judul Salah Asuhan ini dapat
dipahami sebagai kesalahan tindakan pada saat membesarkan anak. Novel ini
menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang orang ketiga
serba tahu menitikberatkan pada sikap penulis yang seolah tahu segalanya, bahkan
sampai ke ke pikiran para tokoh. Pengarang berusaha menciptakan kisah yang fokus
pada kehidupan tokoh “dia”. Lalu, pengarang sendiri bertindak seolah-olah mereka
berperan sebagai narrator atau sutradara yang mengarahkan bagaimana cerita
berjalan. Bahasa yang digunakan dalam novel Salah Asuhan adalah bahasa Melayu.
Selain itu, dalam novel ini juga terdapat kata-kata dalam bahasa Belanda, bahasa
Padang, dan bahasa Betawi. Di dalam novel ini juga digunakan beberapa majas.
Majas sendiri berfungsi untuk memperindah kebahasan dari puisi. Pada novel ini
majas-majas digunakan untuk menambah keintensitasan suasana yang
digambarkan adalah majas perumpamaan, majas litotes, dan majas metafora.
Keterkaitan antar unsur pasti ada karena tidak mungkin berjalannya suatu
cerita secara padu apabila tidak selarasnya tiap unsur yang membangun. Alur dalam
cerita berfungsi sebagai rangkaian penggambaran cerita, sedangkan tokoh adalah
pelaku yang diceritakan. Keduanya saling berkaitan, dimana alur berperan sebagai
rangkaian peristiwa yang dialami atau dilakukan tokoh. Tokoh yang berperan
sebagai pelaku cerita membutuhkan latar atau setting untuk membantu
pengembangan karakter tokoh. Pada novel ini diceritakan bahwa Hanafi yang
mengagungkan budaya barat memilih tinggal di Solok daripada di kampung
halamannya di Minangkabau. Penggambaran latar tempat disini sebagai bukti
tindakan tokoh Hanafi yang enggan tinggal di daerah yang dianggapnya masih
terbelakang itu. Tema adalah pokok pikiran, ide, atau gagasan tertentu yang akan
melatarbelakangi dan mendorong seseorang menulis karangannya. Sedangkan
tokoh adalah pelaku atau aktor yang mengalami peristiwa dan persoalan- persoalan
dalam cerita atau rekaan sehingga peristiwa itu dapat menjadi suatu cerita yang
menarik. Tema dan tokoh dalam novel ini memiliki hubungan yang penting.
Tentang gagasan yang diambil dari Novel berjudul Salah Asuhan karya
Abdoel Moeis, terdapat pula pesan moral yang diambil dari rangakaian cerita setiap
bab novel ini. Dengan membaca novel ini, gagasan utama yang dapat diambil
adalah perbedaan golongan Barat dan Timur berupa kesombongan bangsa barat
terhadap pribumi, mengikuti dan menghormati kebudayaan adat yang berlaku di
tempat yang ditinggali, pertentangan budaya sebagai seorang pribumi/bumiputra
yang digambarkan oleh Hanafi, dan kesantunan pada orang yang lebih tua dan
orang lain. Lebih parahnya lagi, kaum pribumi yang tidak mampu berbahasa
Belanda selain ibunya tidak masuk bilangan. la merupakan anak tunggal sebagai
tumpuan harapan keluarga sehingga ia disekolahkan oleh sanak keluarganya di
sekolah-sekolah Eropa di Jakarta agar menjadi anak yang pandai dan melebihi
keluarganya di kampung. Namun, pengawasan orang tua dan sanak keluarganya
melupakan satu hal penting dalam diri Hanafi, yaitu kesadaran sebagai seorang
pribumi yang berbeda budaya dengan Barat. Novel ini menghadirkan sebuah adat
Eropa yang sangat menarik sekaligus sedikit membuat mulut pembaca
tersinggung, yaitu adat orang Perancis dalam penerimaan tamu yang begitu
ramah, namun ia segera memuji tamunya saat mereka segera pulang kembali. Dari
sikap Corrie menghadapi hal tersebut sangat menunjukkan bahwa ia sangat
menghormati adat istiadat dan aturan yang berlaku, sekalipun ia bukan warga asli
pribumi. Hanafi sendiri semasa sekolahnya, ia bersekolah dan hidup di lingkungan
yang bukan pribumi, Belanda. Ibunya yang sudah janda, memang berusaha agar
anaknya kelak menjadi orang pandai. Pendidikan dan pergaulan yang serba Belanda
memungkinkan Hanafi berhubugan erat dengan Corrie De Busse, gadis keturunan
Indo-Prancis.
Dalam novel ini, Abdul Moeis bertujuan untuk mengingatkan kita agar
tidak berperilaku kebarat-baratan dan tidak melupakan adat dan budaya Negara
kita. Roman pertama Abdul Moeis ini jelas hendak mempetanyakan kawin campur
antar bangsa. Dalam roman ini, tampak jelas mempersoalkan kawin antar bangsa
yang tidak menghasilkan kebahagiaan. Jadi selain merupakan bacaan umum, roman
Salah Asuhan juga merupakan bacaan wajib para pelajar. Dengan dibuatnya
makalah ini, pembaca bisa mengetahui pengertian dari isi yang terkandung dalam
novel Salah Asuhan. Pembaca juga bisa mempelajari unsur-unsur yang terkandung
di dalam novel Salah Asuhan. Pembaca bisa mempelajari unsur yang terkandung
didalamnya, baik itu unsur interinsik dan ekstrensik. Dalam pendekatan kedua
unsur tersebut sangatlah luas, tentunya hal ini menjadi tugas kita mahasiswa untuk
menggali lebih dalam akan unsur-unsur dari karya tersebut. Penulis menyadari
sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut penulis meminta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Clara, Debby Sebtia; Yayah Chanafiah; dan Emi Agustina. 2020. Kajian
Postkolonial dalam Novel Salah Asuhan Karya Abdoel Moeis. Jurnal
Ilmiah Korpus Vol 4, No 2. Diakses pada 11 November 2021, dari
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/korpus/article/view/9514
dKampus. 2017. “Unsur Pembangun Roman: Tema, Alur, Tokoh dan Penokohan”.
Diakses pada 14 November 2021, dari
https://www.dkampus.com/2017/01/unsur-pembangun-roman/
Hafid, Abdul. 2017. Diskriminasi Bangsa Belanda dalam Novel Salah Asuhan
Karya Abdoel Moeis (Kajian Postkolonial). KEMBARA: Jurnal Keilmuan
Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Vol 3, No 2. diakses pada 11
November 2021, dari
https://ejournal.umm.ac.id/index.php/kembara/article/view/5609/pdf
Prinada, Yuda. 2021. “Apa itu Latar Waktu, Suasana & Tempat? Ini Pengertian
dan Contohnya”. Diakses pada 13 November 2021, pada
https://tirto.id/apa-itu-latar-waktu-suasana-tempat-ini pengertian-dan-
contohnya-gaAG