Teori medan makna atau theory of semantic field atau field theory berkaitan dengan
perbendaharaan kata dalam suatu bahasa yang memiliki medan struktur, baik secara leksikal
maupun konseptual yang dapat dianalisis secara sinkronis, diakronis, maupun paradigmatik
(Aminuddin, 88: 108). bermakna “seni” (Palmer, 1981: 68). Teori kajian Trier dapat disimpulkan
bahwa teori medan makna berhubungan dengan relasi makna kata pada periode yang berbeda,
asosiasi hubungan kata secara pardigmatis sesuai dengan ciri referen dan konseptualisasinya,
serta hubungan internal antara kata yang satu dengan kata yang lainnya. Dalam kosakata bahasa
Indonesia punmenggambarkan perangkat, ciri, konsepsi dan asosiasi hubungan tertentu. Kata-
kata seperti wafat, gugur, meninggal, dan mati mampu mengasosiasikan adanya hubungan ciri
yang sama. Sementara asosiasi hubungannya dengan kata yang lain dalam relasi sintagmatik
memiliki ciri yang berbeda-beda bergantung pada konteks. Itu sebabnya Ullman mengungkapkan
bahwa teori medan makna pada dasarnya berhubungan dengan konsep anteseden dalam
fenomenologimaupun wawasan Cassirer tentang keberadaan bahasa sebagai unsur inti dalam
proses berpikir (1977: 24). Adapun pengertian anteseden ialah penunjukkan kembali suatu
realitas yang telah disebutkan terdahulu dengan menggunakan lambang. kanak menuju dewasa,
sedangkan kata sejuk merupakan suhu di antara dingin dan hangat.
Komponen Makna
Pada hakikatnya komponen makna merupakan kandungan atau komposisi makna kata
(Parera, 2004: 159). Prosedur menemukan komposisi makna kata disebut dekomposisi kata.
Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut. 1. Pilihlah seperangkat kata yang secara intuitif
diperkirakan berhubungan 2. tentukanlah analogi-analogi di antara kata-kata yang seperangkat
itu; dan; 3. carikanlah komponen sematik atau komposisi semantic atas dasar analogi-analogi
tadi. Sebagai contoh, biasanya dipilih seperangkat kata yang menunjukkan hubungan, yakni. Pria
: wanita putera : puteri +jantan -jantan +jantan -jantan +dewasa -dewasa -dewasa -dewasa
Manfaat analisis komponen makna adalah sebagai berikut. 1. Analisis komponen makna dapat
memberi jawaban mengapa beberapa kalimat benar atau tidak benar. Contohnya: a. Tetangga
kami yang hamil itu seorang perempuan. b*. Tetangga kami yang hamil itu seorang pria. 2.
Dengan analisis komponen makna dapat diperkirakan hubungan antara makna. Hubungan atau
relasi makna secara umum dibedakan atas lima tipe, yakni kesinoniman, keantoniman,
keberbalikan, dan kehiponimian. Misalnya ada dua kata yang memiliki komponen makna yang
identic seperti dalam bahasa Inggris ‘big’ dan ‘large’ dalam bahasa Indonesia ‘besar’ dan ‘raya’.
Pakar semantik, Leech Karsz dan Bierwisch telah mendesain satu sistem logika yang
memungkinkan komponen makna dipakai sebagai alat uji atas kalimat secara benar. Sama
halnya dengan medan makna, setiap kata, leksem, atau butir leksikal tentumempunyai makna.
Makna yang dimiliki oleh setiap kata, leksem, atau butir leksikal itu terdiri dari sejumlah
komponen yang dinamakan komponen makna, yang membentuk keseluruhan makna kata,
leksem, atau butir leksekal tersebut. Komponen makna ini dapat dianalisis, dibutiri, atau
disebutkan satu per satu berd asarkan “pengertian - pengertian” yang dimilikinya (Chaer, 1994:
318). Analisis komponen makna dapat dimanfaatkan sebagai berikut. Pertama, untuk mencari
perbedaan dari bentuk-bentuk yang bersinonim, misalnya, kata ayah dan bapakadalah dua kata
yang bersinonim, dua buah kata yang bersinonim maknanya tidak persis sama, tentu ada
perbedaan makna. Kalau dianalisi kata ayah dan bapak dari segi komponen makna, maka kata
ayah dan bapak sama-sama memiliki komponen makna manusia, dewasa, dan sapaan kepada
orang tua laki-laki, bedanya, kata ayah tidak memiliki komponen sapaan kepada orang yang
dihormati, sedangkan kata bapak memiliki komponen makna sapaan kepada orang yang
dihormati. Sehingga antara kata ayah dan bapak memiliki beda makna yang hakiki yang
menyebabkan keduanya tidak dapat dipertukarkan. membatu, dan sebagainya. Proses afiksasi
dengan prefiks me- pada nomina yang memiliki komponen makna ‘hasil olahan’ akan
mempunyai makna gramatikal ‘membuat yang disebut kata dasarnya’, seperti pada kata menyate,
menggulai, menyambal, dan sebagainya. Dalam proses komposisi, atau proses penggabungan
leksem dengan leksem, terlihat bahwa komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang
terlibat dalam proses itu menentukan makna gramatikal yang dihasilkannya. Misalnya, makna
gramatikal ‘milik’ hanya dapat terjadi apabila konstituen kedua dari komposisi itu memiliki
komponen makna manusia atau dianggap manusia. Ketiga, bermanfaat untuk meramalkan makna
gramatikal, dapat juga dilihat pada proses reduplikasi dan proses komposisi. Dalam proses
reduplikasi, yang terjadi pada dasar verba yang memiliki komponen makna ‘sesaat’ dapat
memberi makna gramatikal ‘berulang-ulang’, seperti pada kata memotong-motong, memukul-
mukul, menendangnendang, dan sebagainya. Pada verba yang memiliki komponen makna
‘bersaat’ akan memberi makna gramatikal ‘dilakukan tanpa tujuan’, seperti pada kata membaca-
baca, mandi-mandi, duduk-duduk, dan sebagainya.