KARTINI
NIM
1251141024
KELAS
B
Memori Bangku Kayu
Oleh: Anita Puspita Sari
Di sinilah kau dan aku selalu duduk bersama, menunggu senja dalam kesayupannya.
Di sinilah kita selalu menceritakan hal yang menyenangkan, menunggu petang menyudahi
setiap kisah. Setelah itu kita akan melangkahkan kaki menuju surga kecil yang telah kita
huni setelah kau telah resmi menjadi imam dalam keluarga yang mengajarkanku tentang arti
berbagi. Setiap sore kau selalu bercerita tentang puisi-puisi favoritmu dan tidak segan-segan
untuk membacakannya untukku, aku suka ketika kau membacakan sebuah puisi indah
kemudian kau berkata bahwa ini seperti kisah kita. Mataku berbinar memancarkan sejuta
perasaan penasaran akan kejutan apa lagi yang akan kau hadiahkan untukku. Hadiah yang
bukan sekadar kata indah dan beruntut yang berlalu begitu saja tapi ini adalah kata yang
selalu mengiringi keberadaanku di mana saja ketika aku merindukanmu.
Sore ini aku duduk menunggumu sambil mengingat kembali tentang dirimu ketika
kekuatan yang sangat besar telah memisahkan kita ketika sebuah bus melaju kencang dan
menabrak mobil yang kita kendarai. Aku berusaha membangunkanmu tapi kau tidak
menanggapiku, begitupun dengan orang-orang yang menghampiri kita berdua, mereka
mengabaikanku. Tapi sudahlah, tidak perlu mengingat hal itu lagi,terlalu menyakitkan.
Berada di tempat ini, di bangku kayu ini, selalu menambah kerinduanku terhadap
dirimu. Aku selalu merindukanmu. Dirimu yang selalu membacakan puisi-puisi Sapardi,
sejak saat itu aku pun menyukai puisi. Dirimu telah menjadi bagian dari hidupku, yang
menjadi kesukaanmu adalah favoritku sampai hari ini. Di tempat ini aku selalu
merindukanmu, mengingat dan mengenangmu dengan tetesan air mata yang tak pernah bisa
kubendung. Andai kau ada di sini, kau pasti akan memeluk dan mencium keningku kemudian
menenangkanku dengan caramu, caramu yang sederhana.
Aku pun tidak mengerti tentang bangku kayu yang menyimpan sejuta kenangan ini,
aku yang kini duduk di tempat ini, duduk dan merenungi semuanya. Kini aku menyadari
bahwa bukan bangku kayu ini yang spesial tapi keberadaanmulah yang membuat tempat ini
sangat spesial. Ya, hanya dirimu. Andai kau tahu bahwa aku sangat ingin memeluk punggung
dan mencium tanganmu seperti dulu lagi tapi sekali lagi, ada kekuatan besar yang
menghalangi kita, yang menghalagi kebersamaan dan cinta kita.
Hari ini, aku duduk di bangku kayu, tempat favorit kita. Aku tahu hari ini adalah
jadwalmu mengunjungiku. Kini aku bisa melihatmu dari kejauhan. Aku bisa melihatmu
dengan jelas melangkah keluar dari mobilmu, dari bangku kayu ini aku melihat seseorang
yang berjalan mengikutimu dari belakang. Apakah itu penggantiku? Ternyata dia adalah
temanmu, aku legah kau masih setia kepadaku. Samar-samar aku mendengar percakapan
kalian, temanmu bilang kau akan memindahkan barang-barang yang ada di rumah kita ke
rumah barumu kemudian rumah kita akan kau jual. iya, semua barang yang ada di sini akan
dipindahkan kecuali bangku kayu ini, katamu sambil melangkah mendekatiku. Kini aku bisa
dengan sangat jelas di hadapanku, matamu seakan lirih memandangku tapi lagi-lagi kekuatan
yang besar itu menghalangiku.
Ayo kita ziarah ke makam istrimu. Kata temanmu mengingatkan.
Kini air mataku tak dapat kubendung lagi, aku hanya bisa diam menyadari perpisahan
yang benar-benar terjadi ini.
Dua minggu berlalu begitu cepat, berganti dua bulan bahkan dua tahun telah berlalu.
Aku tak lagi mendapatkan kabar darimu. Aku sangat sakit dengan keadaan ini, andai kau tahu
bahwa menunggu itu sangat menyakitkan. Aku tak tahu lagi harus melangkah ke mana,
mungkin saat ini kau telah hidup bersama dengan perempuanmu.