Anda di halaman 1dari 5

HIDROLOGI

Kawasan Cagar Alam (CA) Kamojang dan Taman Wisata Alam (TWA)
Kamojang secara hidrologis terletak di daerah hulu dari daerah aliran sungai besar di
Jawa Barat ,yaitu Sungai Citarum di bagian barat dan utara serta Sungai Cimanuk di
bagian selatan. Masing-masing hulu sungai tersebut membentuk sub aliran sungai
yang terletak di kawasan CA Kamojang diantaranya sungai Cikaro, Ciharus, dan
Ciwelirang. Lokasi CA dan TWA Kamojang memiliki 4 tipe hutan yang berbeda
,yaitu hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan tengah, hutan tanaman rasamala,
dan hutan tanaman pinus. Keempat tipe ekosistem hutan tersebut tentunya memiliki
perbedaan karakter dari setiap unsur siklus hidrologi(Setiawan, Anwar dan Pramitama
2014).
Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi di atas
permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke
atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terhadap
curah hujan dari tutupan vegetasi adalah sebagai salah satu proses dalam siklus
hidrologi dalam hutan dan terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah
hujan berhenti. Air hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah
akan menjadi bagian air tanah. Perbedaan penutupan vegetasi pada ekosistem hutan
memberikan nilai intersepsi hujan yang berbeda sehingga memengaruhi besarnya air
hujan yang jatuh menyentuh tanah dan menjadi bagian air tanah (Asdak 1995).
Intersepsi terbesar terdapat pada hutan pegunungan bawah hal ini terjadi karena
banyaknya tegakan dan vegetasi pada hutan pegunungan bawah. Sementara pada
hutan tanaman pinus intersepsi yang terjadi cukup kecil karena tegakan pada hutan
tanaman pinus yang cukup renggang serta vegetasi lainnya yang hanya berupa
tanaman kopi.
Aliran batang adalah air hujan yang tertahan oleh vegetasi kemudian mengalir
ke bawah melalui permukaan batang tanaman. Aliran batang merupakan bagian
presipitasi yang mencapai tanah dengan mengalir ke bawah melalui batang pohon.
Percabangan pada pohon berpengaruh terhadap sisa air jatuhan yang tertahan pada
posisi lebih atas. Semakin banyak percabangan maka air hujan yang tertahan akan
semakin banyak. Faktor lainnya yaitu kemiringan cabang pada suatu pohon, hal
tersebut berpengaruh terhadap aliran hujan yang akan menuju batang, hingga jatuh ke
tanah sebagai aliran batang (Jackson 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Ford dan
Deans (1978), kemiringan cabang sebesar 30 o ideal untuk mengalirkan air menuju
batang utama. Namun besarnya kemiringan pada cabang pohon tidak selalu sama tiap
tahunnya. Definisi lain juga mengatakan aliran batang (stemflow) merupakan bagian
air hujan yang mengalir melalui ranting, dahan selanjutnya ke batang dan jatuh ke
tanah (Sri Harto 1993). Arah air ini menyebabkan permukaan tanah disekitar batang
tanaman menerima penambahan. Besarnya aliran batang ini ditentukan oleh bentuk
daun dan arsitektur dari cabang dan batang pohon. Secara umum, pohon berdaun
lebar memiliki aliran batang yang lebih besar dibandingkan dengan pohon berdaun
jarum. Pada pegunungan tengah dikategorikan memiliki aliran batang (stemflow)
kecil. Hal ini disebabkan karena besarnya aliran batang dipengaruhi oleh bentuk dan
arsitektur dari cabang dan batang pohon, dimana pada pegunungan tengah vegetasi
yang mendominasi adalah pohon kecil atau perdu dengan tinggi antara 3-10 meter.
Sedangkan pada pegunungan bawah aliran batangnya dikategorikan besar, karena
vegetasi yang mendominasi adalah pohon sedang hingga besar dengan tinggi
mencapai 20-25 meter. Kemudian untuk aliran batang pada ekosistem hutan tanaman
yang memiliki aliran batang terbesar yaitu pada hutan tanaman rasamala, karena
pohon rasamala memiliki struktur batang yang lebih lebar dibandingkan dengan
pohon pinus.
Curahan tajuk (throughfall) adalah bagian dari air hujan yang berhasil
menembus tajuk suatu vegetasi sehingga mencapai lantai hutan baik langsung
ataupun tertahan terlebih dahulu oleh tajuk pohon. Penelitian yang dilakukan oleh
Kaimuddin (1994) didapatkan nilai curahan tajuk A .loranthifolia Sal pada hutan
gunung Walat sebesar 79.5 % dan menyatakan bahwa curahan tajuk merupakan
bagian yang paling besar dari curah hujan yang dapat mencapai lantai hutan.
Morfologi dari penutupan tajuk dan variasi dari komponen suatu tanaman
mempengaruhi jumlah presipitasi yang jatuh menyentuh lantai hujan. Curahan tajuk

nilainya akan berbeda pada setiap jenis tegakan tanaman, tergantung dari kerapatan
penutupan tajuk, ketebalan tajuk, dan luas tajuk. Pada hutan pegunungan bawah
curahan tajuk dikategorikan kecil karena vegetasi yang mendominasi memiliki
struktur tajuk yang rapat, sedangkan pada hutan pegunungan tengah curahan tajuk
dikategorikan sedang karena memliki struktur tajuk yang tidak terlalu rapat. Lain
halnya pada hutan tanaman pinus dan rasamala memiliki curahan tajuk yang besar
karena memiliki struktur tajuk yang jarang, sehingga air hujan yang turun langsung
jatuh ke lantai hutan.
Evaporasi adalah salah satu komponen siklus hidrologi, yaitu peristiwa
menguapnya air dari permukaan air, tanah, dan bentuk permukaan bukan dari
vegetasi lainnya. Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari
permukaan bentangan air atau dari bahan padat yang mengandung air, dimana
evaporasi dipengaruhi oleh suhu udara, permukaan bidang penguapan (air, vegetasi
dan tanah) dan energi panas matahari (Lakitan 1994). Pada ekosistem hutan tanaman,
pegunungan bawah dan pegunungan tengah, evaporasi dikategorikan sedang. Hal ini
dapat terjadi dikarenakan suhu udara yang tinggi umumnya terdapat pada iklim tropis
yang identik dengan tipe iklim di wilayah indonesia yang menyebabkan makin mudah
terjadi perubahan zat cair menjadi zat gas sehingga evaporasi menjadi besar. Akan
tetapi, wilayah kamojang yang terletak pada ketinggian antara 1650-2610 mdpl
memiliki tekanan atmosfer dan tekanan udara yang tinggi karena terletak pada
dataran tinggi. Maka dari itu, ketika suhu tinggi dikarenakan radiasi matahari pada
ekosistem hutan diatas yang membuat evaporasi semakin tinggi, dikategorikan
sedang dikarenakan tekanan udara dan tekanan atmosfer pada wilayah tersebut
menekan molekul-molekul air masuk kedalam permukaan sehingga evaporasi akan
terus menurun seiring dengan meningkatnya tekanan udara.
Transpirasi adalah hilangnya air dari tubuh-tumbuhan dalam bentuk uap air
melalui stomata, kutikula atau lentisel ke udara bebas (Wilkins 1989). Hal yang
mempengaruhi besarnya transpirasi yaitu lebar(luas) permukaan daun, jika
permukaan daun semakin lebar maka laju transpirasi akan semakin tinggi dan
sebaliknya. Transpirasi pada vegetasi yang ada di pegunungan bawah dikategorikan
besar karena vegetasi yang mendominasi memiliki permukaan daun yang lebar.
Sedangkan transpirasi pada vegetasi yang ada di pegunungan tengah dan hutan
tanaman rasamala dikategorikan sedang karena pada vegetasi dikedua ekosistem
tersebut memiliki permukaan daun yang tidak terlalu lebar sehingga transpirasi yang
berlangsung cenderung rendah. Lain halnya pada ekosistem hutan tanaman pinus
memliki transpirasi yang kecil disebabkan pada daun pinus memiliki permukaan daun
yang sangat kecil.
Infiltrasi merupakan proses aliran air atau penyerapan air dan mineral beserta
unsur hara kedalam tanah melalui permukaan tanah itu sendiri. Faktor yang
mempengaruhi infiltrasi adalah jenis tanah dan kadar lengas pembentukan kapiler dan
konduktivitas hidrolik tanah beserta kemampuan akar dalam menyerap unsur ke
dalam tanah (Mohan dan Kumari 2005). Pada hutan pegunungan bawah dan hutan
tanaman rasamala proses infiltrasi dikategorikan sedang karena jenis tanah yang
terdapat di pegunungan bawah dan hutan tanaman rasamala adalah jenis latosol
dengan tekstur tanah campuran berpasir sehingga tanah jenis ini tidak terlalu sukar
menyerap air dan tidak terlalu banyak mengandung bahan anorganik(Subramanya
2009). Begitu pula dengan jenis pohon yang ada di pegunungan bawah didominasi
oleh pohon-pohon besar sehingga kemampuan akar yang kuat sangat membantu
dalam proses penyerapan air dan unsur hara kedalam tanah. Sedangkan pada hutan
pegunungan tengah, infiltrasi dikategorikan kecil karena jenis tanah lebih didominasi
latosol berliat sehingga jenis tanah ini sukar menyerap air dan banyak mengandung
zat besi dan alumunium. Jenis pohon yang kecil juga menyebabkan laju infiltrasi
rendah karena akar tidak mampu menyerap air dan unsur hara dalam jumlah yang
besar. Beda halnya dengan hutan tanaman pinus, dikategorikan memiliki infiltrasi
yang besar karena jenis tanah andosol yaitu tanah coklat keabuan yang kaya dengan
mineral unsur hara dan air sehingga mempermudah laju iinfiltrasi dan kemampuan
akar dalam menyerap air dan unsur hara dengan baik.
Aliran permukaan (surface runoff) merupakan suatu aliran yang mengalir di
atas permukaan menuju sungai, danau, dan laut akibat curah hujan melebihi laju
infiltrasi (Rakhecha dan Singh 2009). Besar kecilnya aliran permukaan ini

dipengaruhi oleh banyaknya kadar air ketika kadar air hujan neto yang tidak lagi
mengalami infiltrasi mineral ke dalam tanah dan kemudian mengalir menuju sumber
terdekat. Pada hutan pegunungan bawah, aliran permukaan dikategorikan besar
karena curah hujan yang relatif tinggi sepanjang tahun dan terletak tidak jauh dengan
sungai (Davie 2008). Namun, pada hutan pegunungan tengah dan hutan pinus, aliran
permukaan dikategorikan sedang karena jarak yang tidak terlalu dekat dengan sumber
aliran sungai, sehingga proses infiltrasi mineral ke dalam tanah dapat terjadi. Berbeda
halnya dengan hutan tanaman rasamala yang memiliki aliran permukaan cenderung
kecil disebabkan oleh curah hujan tahunan yang rendah sehingga infiltrasi cukup dan
kurang terjadinya aliran permukaan pada ekosistem tersebut.

KLIMATOLOGI
Cuaca adalah kondisi atmosfer sesaat (jangka pendek) beserta perubahan yang
terjadi. Sedangkan Iklim adalah Iklim mikro adalah kondisi cuaca dalam
lingkunganatmosfer terbatassebatas lingkungan tanaman atau di sekitar permukaan
tanah. Keadaan iklim dan cuaca sangat mempengaruhi tanaman karena antara
tanaman dan cuaca memiliki interaksi diantara keduanya. Tanaman membutuhkan
keadaan cuaca dan iklim tertentu untuk dapat tumbuh berkembang dengan baik
sehingga didapatkan hasil yang maksimal(Martono 2006).
Praktikum kali ini kita melakukan pengamatan klimatologi pada ekosistem
hutan tanaman, hutan pegunungan bawah, dan hutan pegunungan tengah. Pengamatan
ini dilakukan menggunakan termometer wet and dry setiap 10 menit sekali dilakukan
pembacaan skala dengan lama pengamatan 30 menit, tiap tipe ekosistem dimulai
pengamatan pada saat pagi hari kecuali pada ekosistem hutan tanaman rasamala
dimulai pada siang hari. Setelah 30 menit pengamatan, dari seluruh ekosistem didapat
rata-rata kelembaban relatif udara tertinggi pada Hutan Tanaman Rasamala, hal ini
dapat disebabkan oleh banyaknya vegetasi pada ekosistem hutan tersebut dan juga
kerapatan tajuk yang tinggi menghalangi penyinaran oleh matahari(Tjasjono 1999).
Sedangkan rata-rata kelembaban relatif udara terendah terdapat pada ekosistem hutan
pegunungan tengah, hal ini disebabkan oleh suhu yang rendah pada ekosistem
tersebut dikarenakan ketinggian pada ekosistem ini lebih tinggi dibandingkan
ekosistem lainnya, dimana semakin tinggi ketinggian suatu tempat, maka suhu pada
tempat tersebut semakin rendah dan tekanan udaranya semakin tinggi(McAlister et al
2008).
Kelembaban udara pada tiap tipe ekosistem akan berpengaruh terhadap laju
penguapan atau transpirasi. Jika kelembaban rendah, maka laju transpirasi meningkat
dan penyerapan air dan zat-zat mineral juga meningkat. Hal itu akan meningkatkan
ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. Dan sebaliknya, jika kelembaban
tinggi, maka laju transpirasi rendah dan penyerapan zat-zat nutrisi juga rendah . Hal
ini akan mengurangi ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman sehingga
pertumbuhannya juga akan terhambat. Selain itu, kelembaban yang tinggi akan
menyebabkan tumbuhnya jamur yang dapat merusak atau membusukkan akar
tanaman. Dan apabila kelembabannya rendah akan menyebabkan timbulnya hama
yang dapat merusak tanaman(Holton 2004).

DAFTAR PUSTAKA
Agustina L. 1999. Pengukuran Curahan Tajuk, Aliran Batang dan Intersepsi pada
Tegakan Tidak Sejenis serta Pengukuran Debit SUBDAS Cikabayan I dan II
Darmaga [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Asdak C.1995. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Yogyakarta (ID) : Gadjah Mada
University Press.
Davie Tim. 2008. Fundamental of Hydrology, 2nd ed. New York (US) : Routledge.
Ford ED, Deans JD. 1978. The effects off canopy structure on steamflow, throughfall
and interception loss in a young sitka spruce plantation. Journal of Applied
Ecology 15 (1) : 907-914.
Harto S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
Jackson NA. 1999. Measured and modelled rainfall interception loss from an
agroforestry system in Kenya. Agriculutural an Forest Meteorology Journal.
1000 (2000) : 324.
Kaimuddin. 1994. Kajian Model Pendugaan Intersepsi Hujan pada Tegakan Pinus
merkusii, Agathis lorantifolia dan Scima wallichii di Hutan Pendidikan
Gunung Walat Sukabumi [Tesis]. Bogor (ID) : Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Lakitan B.1994. Dasar-dasar Klimatologi. Jakarta (ID) : PT Raja Grafindo Persada.
Mohan S, Kumari S. 2005. Recharge estimation using infiltration models, ISH.
Journal of Hydraulic Engineering. 1 (11) : 1-10.
Rakhecha PR, Singh VP. 2009. Applied Hydrometeorology. New Delhi (IN) :
Springer.
Setiawan I, Anwar M, Pramitama BS.2014. Laporan Kajian Flora dan Fauna di
Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang. Bandung (ID) :
Balai Besar KSDA Jawa
Barat.
Subramanya K. Engineering Hydrology Third reprint. 2009. New York (US) : Tata
McGraw-Hill, third edition. pp: 80-91.
Wilkins MB. 1989. Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.
Holton, J.R. 2004. An Introduction to Dynamic Meteorology. Md : Elsevier
Inc., Burlington.
Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Landsberg, H.E. 1981. General Climatology 3. Elsevier Scientific Publishing
Company, New York.Martono. 2006. Pengaruh perubahan penutup lahan
terhadap iklim mikro. Jurnal Lapan 76 : 1-7.
McAlister, D. David, D.T.W. Chun, G.R. Gamble, L.C. Godbey, D.R. Cobb, and E.E.
Backe. 2008. The impact of carding micro-climate on cotton moisture content
and fiber and yarn quality. Journal of Cotton Science 9 : 97101.
Tjasjono, B. 1999. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.
Nurdin JF. 2014. Struktur Tegakan dan Kompisi Jenis Tumbuhan pada Zona Montana
di Hutan Pegunungan Gunung Gede, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertania Bogor.
Richards PW. 1952. The Tropical Rain Forest: An Ecological Study. London:
Cambirdge at The University Press.

Wahyu A. 2002. Komposisi Jenis Pohon dan Struktur Tegakan di Hutan Hujan
Tropika Gunung Karang Pandeglang Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Soerianegara I, Indrawan A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi
Hutan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Kusmana C, Susanti S. 2015. Species Composition and Stand Structure of Natural
Forest in Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jurnal Silvikultur
Tropika 5 (2): 201-217.
Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. Macmillan Publishing Co. New York.
Kendeigh SC. 1980. Ecology With Special Reference to Animal and Man, 474.
Prantice hall of India. Private Limited. New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai