Anda di halaman 1dari 11

Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah:

1. Karakteristik –karakteristik hujan


2. Kondisi-kondisi permukaan tanah
• Tetesan hujan, hewan maupun mesin mungkin memadatkan permukaan tanah dan
mengurangi infiltrasi.
• Pencucian partikel yang halus dapat menyumbat pori-pori pada permukaan tanah
dan mengurangi laju inflasi.
• Laju infiltrasi awal dapat ditingkatkan dengan jeluk detensi permukaan.
• Kepastian infiltrasi ditingkatkan dengan celah matahari.
• Kemiringan tanah secara tidak langsung mempengaruhi laju infiltrasi selama
tahapan awal hujan berikutnya.
• Penggolongan tanah (dengan terasering, pembajakan kontur dll) dapat
meningkatkan kapasitas infiltrasi karena kenaikan atau penurunan cadangan
permukaan.
3. Kondisi-kondisi penutup permukaan
• Dengan melindungi tanah dari dampak tetesan hujan dan dengan melindungi pori-
pori tanah dari penyumbatan, seresah mendorong laju infiltrasi yang tinggi
• Salju mempengaruhi infiltrasi dengan cara yang sama seperti yang dilakukan
seresah.
• Urbanisasi (bangunan, jalan, sistem drainase bawah permukaan) mengurangi
infiltrasi.
4. Transmibilitas tanah
• Banyaknya pori yang besar, yang menentukan sebagian dari setruktur tanah,
merupakan salah satu faktor penting yang mengatur laju transmisi air yang turun
melalui tanah.
• Infiltrasi beragam secara terbalik dengan lengas tanah.
5. Karakteristik-karakteristik air yang berinfiltrasi
• Suhu air mempunyai banyak pengaruh, tetapi penyebabnya dan sifatnya belum
pasti.
• Kualitas air merupakan faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi. 

Kedalaman air yang masuk ketanah tergantung dari beberapa faktor, yaitu :
1. jumlah air hujan,
2. porositas tanah,
3. jumlah tumbuh-tumbuhan
4. lapisan yang tidak dapat ditembusi oleh air

Sumber lainnya http://greenspiritblog.blogspot.co.id/2013/10/infiltrasi.html, gak


bisa di copas mbak.
Hidrologi (Limpasan Permukaan)
A.   Pengertian dan Tipe Limpasan Permukaan

Limpasan permukaan  adalah aliran air yang mengalir di atas permukaan karena penuhnya
kapasitas  infiltrasi  tanah.  Limpasan ini terjadi apabila intensitas hujan yang jatuh di suatu DAS
melebihi kapasitas infiltrasi, setelah laju infiltrasi terpenuhi maka air akan mengisi cekungan-
cekungan pada permukaan tanah. Setelah cekungan-cekungan tersebut penuh, selanjutnya air akan
mengalir (melimpas) diatas permukaan tanah.

Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan meresap ke dalam
tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan permukaan. Kondisi daerah di tempat hujan
itu turun akan sangat berpengaruh terhadap bagian dari air hujan yang akan meresap ke dalam
tanah dan akan membentuk limpasan permukaan.

Hujan yang sampai ke permukaan tanah akan ditransformasikan sebagiannya menjadi


limpasan setelah tanah menjadi jenuh dan laju perkolasi lebih rendah dari intensitas hujan. Kejadian
aliran air sangat ditentukan oleh transformasi hujan dari langit kemudian sebagian mengalami
abstraksi dan ditersepsi oleh tanaman penutup. Hujan yang sampai di tanah mengalami infiltrasi
dan menjadi jenuh.setelah itu terjadilah aliran permukaan. Proses tranformasi ini sering disebut
model transformasi hujan aliran atau dalam bentuk transformasi hydrograf hujan menjadi hidrograf
aliran.

Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan permukaan
disebut runoff. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (run off)
setelah tanah di lapisan permukaan jenuh oleh air hujan dan proses hujan memiliki intensitas lebih
besar dari laju perkolasi. Aliran permukaan kemudian saling bertemu pada jaringan pengaliran yang
kecil sebagai anak-anakan sungai. Aliran tersebut terus berkumpul dan selanjutnya akan bertemu di
sungai sebagai aliran air yang lebih besar dimana aliran permukaan berpadu dengan aliran bawah
permukaan (interflow) dan aliran dasar (base flow).
                      Sungai sebagai suatu sistem yang terdiri dari beberapa anak sungai yang tergabung ke
dalam sungai induk pada suatu daerah aliran. Jadi daerah aliran suatu sungai yang sering disebut
DAS merupakan suatu wilayah ekosistem yang dibatasi oleh pemisah topografi dan berfungsi
sebagai pengumpul, penyimpan dan penyalur air beserta sedimen dan unsur hara lainnya. Melalui
sistem sungai yang mempunyai outlet tunggal, system aliran pada DAS terbagi ke dalam daerah
aliran hulu, daerah aliran tengah, daerah aliran hilir. Di masing-masing daerah aliran ini terjadi
proses geomorfik yang berbeda. Misalnya di bagian daerah aliran hulu biasanya terjadi erosi
vertikal, bagian daerah tengah terjadi erosi vertikal dan lateral kira-kira sama kuat, dan di daerah
aliran hilir terjadi proses erosi lateral. Kegiatan aliran air sungai biasanya adalah mengambil
(mengerosi/ mengikir), mengangkut, dan mengendapkan, sehingga suatu lembah sungai sangat
tidak tetap dalam arti selalu mengalami perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi pada panjang,
lebar atau dalamnya lembah.

Air sungai dalam perjalannanya dari hulu ke hilir melakukan kegiatan mengikis, mengambil
bahan lepas, mengangkut dan mengendapkan.Suatu lembah penampangnya tidak tetap dan
sifatnya dinamik (mengalami perubahan-perubahan). Perubahan ini di sebabkan karena erosi, erosi
tersebut bisa  berupa erosi mudik  (menyebabkan lembah panjang kearah    hulu), erosi lateral
(menyebabkan pelebaran lembah), dan erosi vertikal (menyebabkan pendalaman lembah).  Lembah
dapat bertambah panjang akibat terjadi erosi lateral pada daerah-daerah aliran sungai pada
stadium tua. Terbentuknya meander menyebabkan bertambah panjangnya lembah. Meander
merupakan aliran merupakan aliran sungai yang berliku-liku sebagai akibat dari erosi lateral,
sehingg dengn berliku-likunya aliran sungai lembah sungai pun bertambah panjang.

Perubahan muka air laut dimana sungai tersebut bermuara. Penurunan muka air laut ini
dapat disebabkan karena terjadi pengangkatan dasar laut atau penurunan  dasar laut. Terjadinya
penurunan dan pendangkalan dasar laut menyebabkan aliran sungai bertambah panjang kearah
laut, muara bergeser kearah laut dan garis pantai bertambah lebar.

Kalau hujan berlangsung terus, air hujan yang mencapai permukaan tanah akan meresap ke
dalam tanah (infiltrasi) sampai mencapai suatu taraf dimana intensitas hujan melebihi kapasitas
infiltrasi tanah. Setelah itu, celah-celah dan cekungan di permukaan tanah, parit-parit, dan
cekungan lainnya (simpanan permukaan) semua dipenuhi air, dan setelah itu barulah terjadi runoff.

Kapasitas infiltrasi tanah tergantung pada tekstur dan struktur tanah, dan dipengaruhi pula
oleh kondisi lengas tanah sebelum hujan. Kapasitas awal (tanah yang kering) biasanya tinggi, tetapi
kalau hujan turun terus, kapasitas ini menurun hingga mencapai nilai keseimbangan yang disebut
sebagai laju infiltrasi akhir.

Aliran antara (interflow) adalah aliran dalam arah lateral yang terjadi di bawah permukaan
tanah. Aliran antara terdiri dari gerakan air dan lengas tanah secara lateral menuju elevasi yang
lebih rendah. Aliran air tanah adalah aliran yang terjadi di bawah permukaan air tanah ke elevasi
yang lebih rendah yang akhirnya menuju sungai atau langsung ke laut. Dalam analisis hidrologi
aliran permukaan dan aliran antara dapat dikelompokkan menjadi satu yang disebut aliran
langsung,sedangkan aliran tanah disebut aliran tak langsung.

Aliran Permukaan (surface flow) adalah bagian dari air hujan yang mengalir dalam bentuk
lapisan tipis di atas permukaan tanah. Aliran permukaan disebut juga aliran langsung (direct runoff).
Aliran permukaan dapat terkonsentrasi menuju sungai dalam waktu singkat,sehingga aliran
permukaan merupakan penyebab utama terjadinya banjir.

Banjir merupakan bencana yang dapat mengurangi kualitas tanah untuk pertumbuhan
tanaman. Perubahan penggunaan lahan dari daerah pertanian/perkebunan (tegalan)/hutan
menjadi daerah pemukiman berpotensi menyebabkan banjir karena proses infiltrasi alami
berkurang. Pengaruh hujan memberikan peluang untuk menjadi aliran permukaan sehingga air akan
mengalir bergerak kearah yang lebih rendah menuju sungai menjadi aliran sungai. Air hujan yang
jatuh ke bumi, sebagian menguap kembali menjadi air di udara, sebagian masuk ke dalam tanah,
sebagian lagi mengalir di permukaan. Aliran air di permukaan ini kemudian akan berkumpul
mengalir ke tempat yang lebih rendah dan membentuk sungai yang kemudian mengalir ke
laut  suatu keadaan debit air sungai melebihi aliran dasar akibat dari hujan yang jatuh di atas
vegetasi/tanaman, bebatuan, permukaan air, permukaan tanah, dan saluran sungai yang
membentuk limpasan air.

Sungai merupakan sumber air utama bagi masyarakat yang berada di daerah berilkim
monsun. Kondisi pengaliran air di sungai sangat ditentukan oleh jenis tanah yang menjadi daerah
pengaliran sungai. Aliran air sungai sering kali berubah berdasarkan jenis tanah dan batuan
penyusun daerah pengaliran sungai. Sungai yang berada di daerah aluvial dan endapan memiliki
kecenderungan untuk berubah arah ketika energi yang dimiliki aliran sungai meningkat. Energi
aliran (kinetik) ini menyebabkan penerobosan tanah oleh air dan membentuk aliran baru seperti
yang terjadi di beberapa sungai di Sulawesi misalnya Sungai Larian di Provinsi Sul-Bar dan Sungai
Rongkong di Provinsi Sul-Sel.    Perubahan aliran sungai kerap kali dianalogikan dengan umur sungai.
Sungai muda cenderung berubah arah dalam periode waktu tertentu, sementara sungai tua
cenderung tetap pada aliran yang ada.

Gerakan air dan angin di permukaan lahan dapat membentuk pola aliran secara alamiah
mengikuti arah gerakan air sedara gravitasional. Meskipun demikian ada beberapa hal
yang  merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan pola aliran termasuk slope atau
kemiringan lahan, sifat tanah dan batuan dasar penyusun DAS, dan sejarah gerakan hidraulika
aktivitas batuab beku, dan transport sedimen. Tipe pola aliran yang paling umum adalah dendritik.
Pola ini dicirikan oleh banyaknya aliran-aliran kecil yang berhubungan dari orde rendah ke orde yang
tinggi. Pola Trellis dicirikan oleh aliran utama yang panjang yang dialiri oleh sejumlah anakan-
anakan sungai pendek. Pola tipe Radial banyak ditemukan di daerah pegunungan dengan tanah dan
batuan yang umumnya masih berkembang. Hal ini sering menimbulkan aliran yang terpisah-pisah
menuruni pegunungan dan sangat jarang ditemukan alira yang lurus kecuali pada daarah curam
dengan material dasar yang homogen. Pola Braided dicirikan oleh sejumlah percabangan sungai dan
saluran air bada wilayah bantaran sungai. Aliran Braided umumnya membawa banyak sedimen,
namun sering memiliki debit air yang kecil diistilahkan dengan incipient forms of meandering)
dimana kenyataan bahwa kelokan sungai terrbentuk oleh sedimen dan pengaruh kecepatan aliran
air yng memasukinya.

B.   Klasifikasi Limpasan Permukaan

Limpasan yang muncul di permukaan sebelum mencapai saluran disebut  sumber tidak
langsung. Ketika limpasan mengalir di tanah, limpasan tersebut dapat mengambil  kontaminan
tanah  sepertiminyak bumi,  pestisida, atau  pupuk. Bila sumber tidak langsung mengandung
kontaminan semacam itu, limpasan tersebut disebut  polusi sumber tidak langsung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
elemen meteorologi dan elemen sifat fisik daerah pengaliran (Sosrodarsono & Takeda, 1978:135).
Elemen meteorologi meliputi jenis presipitasi, intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi hujan
dalam daerah pengaliran, sedangkan elemen sifat fisik daerah pengaliran meliputi tata guna lahan
(land use), jenis tanah, dan kondisi topografi daerah pengaliran (catchment). Elemen sifat fisik dapat
dikategorikan sebagai aspek statis sedangkan elemen meteorologi merupakan aspek dinamis yang
dapat berubah terhadap waktu.

                        Kegiatan-kegiatan aliran air sungai tergantung pada beberapa faktor (Lobeck, 1939: 158)
adalah sebagai berikut :

a.                  Curah hujan yang tinggi, hujan yang efektif (tinggi) tidak saja menyebabkan aliran yang
kuat, tetapi juga bertambah banyaknya jumlah aliran sungai yang permanen. Sebagai
contoh,  sungai-sungai dibagian timur Amerika Serikat lebih banyak jika dibandingkan
dengan di bagian barat.

b.                  Tanah-tanah ponus yang dalam dan banyaknya tumbuhan yang tumbuh cenderung
menyerap air hujan dan mengurangi aliran permukaan (run-off) . Seperti pada daerah-
daerah tinggi yang luas dipantai selatan Alabama dan Missisipi, walaupun curah hujan
tinggi tetapi sungai tidak banyak jumlahnya.

c.                    Daerah yang terdiri dari batu gamping serta aliran bawah permukaan (bawah tanah) tidak
menyebabkan terdapatnya aliran permukaan. Misalnya didaerah Karst Dalmatia tidak
mempunyai banyak sungai, walaupun curah hujannya paling lebat didaerah Eropa.

d.                  Daerah arid dengan vegetasi yang kurang menentukan aliran sungai, baik volume, jumlah
air , maupun keadan permanen aliran yang minimum.

e.                    Tanah-tanah liat yang kedap air sungai glacial, menambah aliran air permukaan yang
mengurangi jumlah aliran bawah tanah, sehingga mempercepat pengerjaan erosi.

                        Aliran air pada sebuah sungai pada umumnya mengalir tidak tetap, mengikuti muatan
sedimen unsure-unsur lain yang larut didalam air. Oleh karena itu, sungai mempunyai ciri yang
tersendiri  dan berbeda dengan massa air lain seperti danau, laut, dan sebagainya. Adapun ciri
tersebut adalah sebagai berikut seperti yang dikemukakan oleh Sudarja dan Akub (1977: 38) antara
lain adalah sebagai berikut :

a.                  Pengalirannya tidak tetap, kadang kala alirannya deras dan ada kalanya lambat,
menghilang ke bawah permukaan dan sebagainya.

b.                  Mengangkut material, dari mulai Lumpur yang halus, pasir, kerikil sampai pada material
batuan yang lebih besar yang tergantung besar alirannya.

c.                  Mengalir mengikuti saluran tertentu yang pada sisi kanan kirinya dibatasi oleh tebing yang
bias curam berupa lembah-lembah dari lembah dangkal sampai pada lembah-lembah yang
dalam.

C.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Limpasan Permukaan

Terlepas dari karakteristik hujan, seperti intensitas hujan, lama hujan dan distribusi
hujan, ada beberapa faktor khusus lokasional (daerah tangkapan air) yang berhubungan
langsung dengan kejadian dan volume runoff.

1.       Tipe Tanah

Kapasitas infiltrasi suatu tanah dipengaruhi oleh porositas tanah, yang menentukan
kapasitas simpanan air dan mempengaruhi resistensi air untuk mengalir ke lapisan tanah
yang lebih dalam.

Porositas suatu tanah berbeda dengan tanah lainnya. Kapasitas infiltrasdi tertinggi
dijumpai pada tanah-tanah yang gembur, tekstur berpasir; sedangkan tanah-tanah liat
dan berliat biasanya mempunyai kapasitas infiltrasi lebih rendah.  Bagan-bagan berikut
menyajikan beragam kapasitas infiltrasi yang diukur pada berbagai tipe tanah.

Kapasitas infiltrasi juga tergantung pada kadar lengas tanah pada akhir periode
hujan sebelumnya. Kapasitas infiltrasi aweal yang tinggi dapat menurun dengan waktu
(asalkan hujan tidak berhenti) hingga mencapai suatu nilai konstan pada saat profil
tanah telah jenuh air.

Kondisi seperti ini hanya berlaku kalau kondisi permukaan tanah tetap utuh tidak
mengalami gangguan.  Telah diketahui bahwa rataan ukuran tetesan air hujan meningkat
dengan meningkatnya intensitas hujan. Dalam suatu intensitas hujan yang tinggi, energi
kinetik tetesan air hujan sangat besar pada saat memukul permukaan tanah. Hal ini
dapat menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong partikel-
partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersumbat dan terbentuklah
lapisan tipis yang padat dan kompak di permukaan tanah sehingga mereduksi kapasitas
infiltrasi.

Fenomena seperti ini lazim disebut sebagai “capping, crusting atau sealing”. Hal
ini  dapat menjelaskan mengapa di daerah-daerah arid dan semi-arid yang mempunyai
pola hujan dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi, volume rinoff sangat besar
meskipun hujannya sebentar dan kedalaman hujan relatif kecil.

Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi (misalnya tanah-tanah abu volkan dengan
kandungan liat 20% ) sangat peka untuk membentuk kerak-permukaan dan selanjutnya
kapasitas infiltrasi menjadi menurun. Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak-
permukaan ini relatif kecil.

2.       Vegetasi

Besarnya simpanan intersepsi pada tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi
dan fase pertumbuhannya. Nilai-nilai intersepsi yang lazim adalah 1 - 4 mm. Misalnya
tanaman serealia, mempunyai kapasitas simpanan intersepsi lebih kecil dibandingkan
dengan rumput penutup tanah yang rapat. Hal yang lebih penting adalah efek vegetasi
terhapad kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi yang rapat menutupi tanah dari tetesan air
hujan dan mereduksi efek kerak-permukaan. Selain itu, perakaran tanaman dan bahan
organik dalam tanah dapat meningkatkan porositas tanah sehingga memungkinkan lebih
banyak air meresap ke dalam tanah. Vegetasi juga menghambat aliran air permukaan
terutama pada lereng yang landai, sehingga air mempunyai kesempatan lebih banyak
untuk meresap dalam tanah atau menguap.

3.       Kemiringan dan Ukuran Daerah Tangkapan

Pengamatan pada petak-petak ukur runoff menunjukkan bahwa  petak-petak pada


lereng yang curam menghasilkan runoff lebih banyak dibanding dengan petak-petak
pada lereng yang landai. Selain itu, jumlah runoff menurun dengan meningkatnya
panjang lereng. Hal seperti ini terjadi karena aliran air permukaan lebih lambat dan
waktu konsentrasinya lebih panjang (yaitu waktu yang diperlukan oleh tetes air hujan
untuk mencapai outlet daerah tangkapan air). Hal ini berarti bahwa air mempunyai lebih
banyak kesempatan untuk infiltration dan evaporasi sebelum ia mencapai titik
pengukuran di outlet. Hal yang sama juga berlaku kalau kita membandingkan daerah-
daerah tangkapan yang ukurannya berbeda.
Efisiensi runoff (volume runoff per luasan area) meningkat dengan menurunnya
ukuran daerah-tangkapan air, yaitu semakin besar ukuran daerah-tangkapan berarti
semakin besar (lama) waktu konsentrasi air dan semakin kecil efisiensi runoff.

Akan tetapi harus diingat bahwa diagram pada gambar di atas dibuat dari kasus
khusus di daerah “Negev desert” dan tidak berlaku umum di daerah-daerah lainnya.
Diagram ini menyajikan pola kecenderungan umum hubungan runoff dan ukuran daerah
tangkapan.

D.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agihan Waktu Limpasan


Permukaan

Faktor-faktor yang mempengaruhi agihan waktu limpasan terbagi menjadi 3 faktor,


yaitu:

1.      Faktor meteorologi yang terdiri dari tipe intensitas, lama dan agihan presipitasi,
suhu, kelembaban, radiasi matahari, kecepatan angin, dan tekanan udara.

2.      Faktor DAS yang berupa bentuk DAS, kemiringan DAS, geologi, tipe tanah, vegetasi
dan jaringan drainase.

3.      Faktor manusia (Seyhan, 1977).  Faktor-faktor tersebut langsung atau tidak


langsung akan berhubungan dengan aliran air di sungai yang berada dalam DAS
tersebut.

E.   Pengukuran Limpasan

  Menghitung limpasan permukaan (run off) pada suatu areal lahan penting untuk
maksud perencanaan penggunaan lahan. Dari perhitungan pendugaan runoff itu dapat
dibuat perencanaan untuk berbagai hal, salah satunya adalah upaya apa yang dapat
dilakukan dalam rangka mengendalikan runoff dan erosi tanah. Selain itu, para perencana
dapat merencanakan pembuatan waduk, palung atau hanya cekdam atau embung dalam
rangka melakukan konservasi air. Dengan demikian, perencanaan yang holistik dapat
dibuat, dalam rangka membangun ramah lingkungan.

Dengan menggunakan rumus Rasional, pendugaan debit air limpasan dapat dilakukan dengan
mudah. Debit air limpasan adalah volume air hujan per satuan waktu yang tidak mengalami
infiltrasi sehingga harus dialirkan melalui saluran drainase. Debit air limpasan terdiri dari tiga
komponen yaitu Koefisien  Run Off  ( C ), Data Intensitas Curah Hujan (I), dan  Catchment Area  (Aca).
Koefisien yang digunakan untuk menunjukkan berapa bagian dari air hujan yang harus dialirkan
melalui saluran drainase karena tidak mengalami penyerapan ke dalam tanah (infiltrasi). Koefisien
ini berkisar antara 0-1 yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Semakin
padat penduduknya maka koefisien  Run-Offnya akan semakin besar sehingga debit air yang harus
dialirkan oleh saluran drainase tersebut akan semakin besar pula.

Current meter adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran (kecepatan arus) air sungai
atau aliran air lainnya. Ada dua tipe current meter yaitu tipe baling-baling (propeller type)
dan tipe canting (cup type). Penggunaan alat tersebut dilakukan dengan tongkat berskala
atau dengan menggunakan perahu. Bila menggunakan tongkat, ujung tongkat dipasang pada
bagian alat yang telah tersedia lalu dimasukkan ke dalam air. Dan bila menggunakan
perahu, alat dimasukkan ke dalam air dengan menggunakan tali berskala yang ujungnya
diikatkan pada bagian alat pemberat yang tersedia. Skala pada tali atau tongkat ini
berfungsi untuk menunjukkan kedalaman pengukuran yang dikehendaki.

1.        Pengukuran Tinggi Air Limpasan Permukaan

Limpasan air dalam daerah aliran sungai (DAS) nampak dalam bentuk sistem yang sangat
kompleks, terjadi setelah air hujan mengalami perjalanan melalui beberapa tahap mulai dari
penimbunan dan pemindahan sampai masuk ke dalam saluran. Kekomplekan ini semakin
bertambah sejalan dengan faktor variabel dalam DAS. Limpasan air dari suatu daerah aliran sungai
(DAS) yang besar biasanya dimonitor dengan alat AWLR (Automatic Water Level Recorder). Alat ini
mengukur tinggi muka air sungai secara terus menerus. Hasil pengukurannya berupa grafik
hubungan antara tinggi muka air dengan waktu atau sering disebut hidrograf. Data debit
merupakan salah satu data hidrologi yang sangat penting yang digunakan dalam perencanaan dan
perancangan bangunan-bangunan keairan. Untuk mendapatkan data debit dapat diperoleh dengan
berbagai cara, salah satunya dengan alat ukur AWLR (Automatic Water Level Recorder), hasil
berupa output data berupa debit air.

Untuk dapat mengukur besarnya debit sungai maka pada saat tertentu (biasanya pada saat
musim hujan dan kemarau) dilakukan pengukuran debit sungai. Hubungan antara debit dan tinggi
muka air dapat dihitung dengan menggunakan stage hydrograph curve. Hidrograf adalah suatu
diagram yang menggambarkan variasi debit sungai atau tinggi muka air menurut waktu Hidrograf
menunjukkan tanggapan menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan
perilaku DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran dan waktu
terjadinya masukan. Bentuk hidrograf banjir sangat dipengaruhi oleh bentuk DAS. Jika bentuk DAS
membesar di tengah maka bentuk hidrografnya adalah debit puncak berlangsung dalam waktu yang
cepat. Jika berbentuk membesar di hulu maka debit puncak akan dicapai dalam waktu yang relatif
lama, sedangkan jika berbentuk mengecil ditengah dan membesar dibagian hulu dan hilir maka
bentuk hidrografnya mempunyai puncak dua buah. Jika DAS mempunyai bentuk panjang maka
bentuk hidrografnya relatif simetris.
2.        Pengukuran Kecepatan Aliran Limpasan Permukaan

Menurut Sosrodarsono dan Tekeda (1993), dari cara-cara pengukuran debit di atas cara
menghitung debit dengan pengukuran kecepatan dan luas penampang melintang yang paling
sering digunakan adalah metode pelampung. Cara tersebut dapat dengan mudah digunakan
meskipun aliran permukaan tinggi. Cara ini sering digunakan karena tidak dipengaruhi oleh
kotoran atau kayu-kayuan yang hanyut dan mudah dilaksanakan. Pelampung tangkai
merupakan satu contoh pelampung yang digunakan untuk mengukur kecepatan aliran.
Dimana pelampung tangkai terbuat dari setangkai kayu atau bambu yang diberi pemberat
pada ujung bawahnya.

Pelampung jenis ini memiliki tingkat ketilitian yang lebih tinggi dibanding pelampung
jenis lain yang tidak memiliki pemberat. Akan tetapi kedalaman pelampung tidak boleh
mencapai dasar sungai sehingga tangkai tidak dipengaruhi oleh bagian kecepatan yang
lambat pada lapisan bawah. Jadi hasil yang didapat adalah lebih tinggi dari kecepatan rata-
rata sehingga pelampung harus disesuaikan dengan sesuatu koefisien.

3.        Metode Perhitungan Debit Limpasan Permukaan

Perhitungan debit banjir dengan metode rasional memerlukan data intensitas curah hujan.
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi  pada suatu kurun waktu di mana
air tersebut terkonsentrasi (Loebis 1992).Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf I dengan
satuan mm/jam. Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan. Intensitas hujan yang tinggi pada
umumnya  berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak sangat luas.Hujan
yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan
durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujanyang tinggi dengan durasi panjang jarang
terjadi, tetapi apabila terjadi berartisejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.Sri
Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis IDF memerlukan analisisfrekuensi dengan menggunakan
seri data yang diperoleh dari rekaman data hujan.Jika tidak tersedia waktu untuk mengamati
besarnya intensitas hujan ataudisebabkan oleh karena alatnya tidak ada, dapat ditempuh cara-cara
empirisdengan mempergunakan rumus-rumus eksperimental seperti rumus Talbot,Mononobe,
Sherman dan Ishigura (Suyono dan Takeda 1993).

https://plus.google.com/107606547841582429919/posts/EUUDLALqrJy ni mbak
sumber lainnya

Anda mungkin juga menyukai