Anda di halaman 1dari 12

PAPER

POLA PENGALIRAN SUNGAI

OLEH :
IMAN FAJAR MAULANA
141101027

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
IST AKPRIND YOGYAKARTA
TAHUN 2014
Bentangalam Hasil Aktivitas Sungai (Landforms of Fluvial Processes)
Apabila air jatuh keatas permukaan bumi, maka beberapa kemungkinan dapat terjadi. Air akan
terkumpul sebagai tumpukan salju didaerah-daerah puncak pegunungan yang tinggi atau sebagai
gletser. Ada pula yang terkumpul didanau-danau. Yang jatuh menimpa tumbuh-tumbuhan dan tanah,
akan menguap kembali kedalam atmosfir atau diserap oleh tanah melalui akar-akar tanaman, atau
mengalir melalui sistim sungai atau aliran bawah tanah. Diatas permukaan Bumi, air akan mengalir
melalui jaringan pola aliran sungai menuju bagian-bagian yang rendah. Setiap pola aliran mempunyai
daerah pengumpulan air yang dikenal sebagai “daerah aliran sungai” atau disingkat sebagai DAS atau
“drainage basin” . Setiap DAS dibatasi dari DAS disebelahnya oleh suatu tinggian topografi yang
dinamakan pemisah aliran (drainage divide). Dengan digerakkan oleh gayaberat, air hujan yang jatuh
dimulai dari daerah pemisah aliran akan mengalir melalui lereng sebagai lapisan lebar berupa air-
bebas dengan ketebalan hanya beberapa Cm saja yang membentuk alur-alur kecil. Dari sini air akan
bergabung dengan sungai baik melalui permukaan atau sistim air bawah permukaan.
Dalam perjalanannya melalui cabang-cabangnya menuju ke sungai utama dan kemudian bermuara di
laut, air yang mengalir dipermukaan melakukan kegiatan-kegiatan mengikis, mengangkut dan
mengendapkan bahan-bahan yang dibawanya. Meskipun sungai-sungai yang ada dimuka bumi ini
hanya mengangkut kira-kira 1/1000.000 dari jumlah air yang ada di Bumi, namun ia merupakan “gaya
geologi” yang sangat ampuh yang menyebabkan perubahan pada permukaan bumi. Hasil utama yang
sangat menonjol yang dapat diamati adalah terbentuknya lembah-lembah yang dalam yang sangat
menakjubkan diatas muka bumi ini.

a. Pengikisan sungai
Cara sungai mengikis dan menoreh lembahnya adalah dengan cara (1) abrasi, (2) merenggut dan
mengangkat bahan-bahan yang lepas, (3) dengan pelarutan. Cara yang pertama atau abrasi merupakan
kerja pengikisan oleh air yang paling menonjol yang dilakukannya dengan menggunakan bahan-bahan
yang diangkutnya, seperti pasir, kerikil dan kerakal.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan “hydrolic lifting”, yang terjadi sebagai akibat tekanan
oleh air, khususnya pada arus turbelensi. Batuan yang sudah retak-retak atau menjadi lunak karena
proses pelapukan, akan direnggut oleh air. Dalam keadaan tertentu air dapat ditekan dan masuk
kedalam rekahan-rekahan batuan dengan kekuatan yang dahsyat yang mempunyai kemampuan yang
dahsyat untuk menghancurkan batuan yang membentuk saluran atau lembah. Air juga dapat menoreh
lembahnya melalui proses pelarutan, terutama apabila sungai itu mengalir melalui batuan yang mudah
larut seperti batukapur.

b. Pengangkutan oleh sungai


Sungai juga ternyata merupakan media yang mampu mengangkut sejumlah besar bahan yang
terbentuk sebagai akibat proses pelapukan batuan. Banyaknya bahan yang diangkut ditentukan oleh
faktor iklim dan tatanan geologi dari suatu wilayah. Meskipun bahan-bahan yang diangkut oleh
sungai berasal antara lain dari hasil penorehan yang dilakukan sungai itu sendiri, tetapi ternyata yang
jumlahnya paling besar adalah yang berasal dari hasil proses pelapukan batuan. Proses pelapukan
ternyata menghasilkan sejumlah besar bahan yang siap untuk diangkut baik oleh sungai maupun oleh
cara lain seperti gerak tanah, dan atau air-tanah.
Bagaimana cara air mengalir mengangkut bahan-bahannya akan diuraikan sebagai berikut: Dengan
cara melarutkan. Jadi dalam hal ini air pengangkut berfungsi sebagai media larutan. Dengan suspensi,
atau dalam keadaan bahan-bahan itu terapung didalam air. Kebanyakan sungai-sungai (meskipun
tidak semuanya) mengangkut sebahagian besar bebannya melalui cara ini, terutama sekali bahan-
bahan berukuran pasir dan lempung. Tetapi pada saat banjir, bahan-bahan berukuran yang lebih besar
dari itu juga dapat diangkut dengan cara demikian. Dengan cara didorong melalui dasar sungai (bed
load). Agak berbeda dengan cara sebelumnya, cara ini berlangsung kadang-kadang saja, yaitu pada
saat kekuatan airnya cukup besar untuk menggerakkan bahan-bahan yang terdapat di dasar sungai.
Air secara mekanik dan kimiawi berperan dalam proses pelapukan, erosi dan sedimentasi dari
material kulit bumi. Proses proses tersebut berjalan terus sepanjang masa dan akan menghasilkan
perubahan bentuk bentang alam yang sebelumnya ada. Jumlah air yang jatuh ke permukaan bumi
sebagai curah hujan/salju (presipitasi) setiap tahunnya di daratan adalah setara dengan 4 milyar ton
atau rata rata sekitar 40 inch untuk setiap satuan luas. Meskipun penyebaran curah hujan tidak merata
di setiap tempat di muka bumi, namun demikian air memiliki peran yang penting terhadap perubahan
bentuk bentangalam. Hampir 25% dari curah hujan yang jatuh di atas daratan merupakan air
permukaan (surface runoff) dan air ini mengalir ke laut melalui alur-alur sungai yang terdapat di
daratan. Material-material hasil pelapukan dan erosi diangkut oleh air sungai dan diendapkan sebagai
sedimen. Aktivitas sungai yang mengalir di daratan akan meng-erosi dan merubah bentuk bentuk
bentangalam. Proses-proses erosi dan pembentukan alur-alur sungai merupakan agen di dalam
perubahan bentuk bentangalam.
Sistem Fluviatil adalah sekumpulan alur-alur sungai yang membentuk jaringan yang komplek dan
luas dimana air yang berasal dari permukaan daratan mengalir. Batas geografis dimana seluruh air
yang ada di suatu wilayah disebut sebagai watershed atau drainage basin. Dalam satu watershed
terdapat beberapa alur sungai kecil-kecil yang disebut sebagai cabang-cabang sungai (tributaries)
yang mengalirkan air ke alur sungai yang lebih besar (principal stream). Sistem pengaliran sungai
dalam suatu watershed dapat dipisah-pisahkan berdasarkan ukuran alur sungainya dan dikenal sebagai
stream ordering. Order pertama dari pengaliran sungai adalah alur sungai yang ukurannya paling
kecil, sedangkan order kedua adalah alur sungai yang hanya memiliki cabang-cabang sungai dari
order pertama sebagai cabang sungainya. Order ke tiga adalah alur sungai yang hanya memiliki
cabang-cabang sungai dari alur sungai order pertama dan atau order kedua. Secara umum, sungai
yang mempunyai order yang lebih tinggi akan mempunyai batas pemisah air (watershed) yang lebih
luas dan sudah barang tentu akan membawa air permukaan yang lebih banyak.
Topografi yang tinggi umumnya memiliki batas pemisah air yang memisahkan arah aliran air runoff
ke dalam cekungan yang berbeda didasarkan atas orientasi dari kemiringan lerengnya. Salah satu yang
mengendalikan jumlah air yang berada dalam sungai di setiap lokasi adalah luas areal permukaan
yang terdapat di dalam drainage basin tersebut dan hal ini merupakan fungsi dari batas pemisah
pengaliran. Sebagai contoh adalah batas pemisah air untuk pulau Jawa adalah puncak-puncak
gunungapi yang membujur dari barat ke timur yang memisahkan aliran sungai-sungai yang mengalir
ke utara (laut Jawa) dan ke selatan (samudra Hindia).

Pola Pengaliran Sungai


Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola pengaliran tertentu
diantara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola pengaliran ini sangat
ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan
teksturnya. Bentuk atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi
bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air permukaan (surface runoff)
meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi.
Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran sungai. Jenis
pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya disatu wilayah dengan
wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai disatu wilayah dengan
wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan
dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut:

1. Pola Aliran Dendritik


Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon.
Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran
dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai
contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk
tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan
membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan
luas. Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat
berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan
lebih mudah di-erosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir
pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus),
sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.
2. Pola Aliran Radial
Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu
titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai
pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada bentangalam ini pola aliran
sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular.

3. Pola Aliran Rectangular


Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya mendekati
seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus.
Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan
berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-
lurus mengikuti sistem kekar.
Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti
jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak.
Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh
struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan
oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.

4. Pola Aliran Trellis


Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar yang umum
dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus
disepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya.
Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk
pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh
struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air
yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya.
Saluran utama berarah se arah dengan sumbu lipatan.
5. Pola Aliran Centripetal
Pola aliran centripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, dimana aliran
sungainya mengalir kesatu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran centripetal merupakan
pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan baratlaut Amerika, mengingat sungai-sungai
yang ada mengalir ke suatu cekungan, dimana pada musim basah cekungan menjadi danau dan
mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.

6. Pola Aliran Annular


Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu
titik ketinggian tertentu dan ke arah downstream aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya
dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.

7. Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)


Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal.
Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-
lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel
terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel
kadangkala meng-indikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan
dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola
aliran trellis, dendritik, dan paralel.
4.5.3. Genetika Sungai
Sebagaimana diketahui bahwa klasifikasi genesa sungai ditentukan oleh hubungan struktur perlapisan
batuannya. Genetika sungai dapat dibagi sebagai berikut:
a. Sungai Superposed atau sungai Superimposed adalah sungai yang terbentuk diatas permukaan
bidang struktur dan dalam perkembangannya erosi vertikal sungai memotong ke arah bagian bawah
hingga sampai memotong bidang struktur dibawahnya agar supaya sungai dapat mengalir ke bagian
yang lebih rendah. Dengan kata lain sungai superposed adalah sungai yang berkembang belakangan
dibandingkan dengan pembentukan struktur batuannya.

b. Sungai Antecedent adalah sungai yang lebih dulu ada dibandingkan dengan keberadaan struktur
batuannya dan dalam perkembangannya air sungai mengikis hingga ke bagian struktur yang ada
dibawahnya. Pengikisan ini dapat terjadi karena erosi arah vertikal lebih intensif dibandingkan arah
lateral.

c. Sungai Konsekuen adalah sungai yang berkembang dan mengalir searah lereng topografi aslinya.
Sungai konsekuen sering diasosiasikan dengan kemiringan asli dan struktur lapisan batuan yang ada
dibawahnya. Selama tidak dipakai sebagi pedoman, bahwa asal dari pembentukan sungai konsekuen
adalah didasarkan atas lereng topografinya bukan pada kemiringan lapisan batuannya.

d. Sungai Subsekuen adalah sungai yang berkembang disepanjang suatu garis atau zona yang
resisten. sungai ini umumnya dijumpai mengalir disepanjang jurus perlapisan batuan yang resisten
terhadap erosi, seperti lapisan batupasir. Mengenal dan memahami genetika sungai subsekuen
seringkali dapat membantu dalam penafsiran geomorfologi.

e. Sungai Resekuen. Lobeck (1939) mendefinisikan sungai resekuen sebagai sungai yang mengalir
searah dengan arah kemiringan lapisan batuan sama seperti tipe sungai konsekuen. Perbedaanya
adalah sungai resekuen berkembang belakangan.

f. Sungai Obsekuen. Lobeck juga mendefinisikan sungai obsekuen sebagai sungai yang mengalir
berlawanan arah terhadap arah kemiringan lapisan dan berlawanan terhadap sungai konsekuen.
Definisi ini juga mengatakan bahwa sungai konsekuen mengalir searah dengan arah lapisan batuan.

g. Sunggai Insekuen adalah aliran sungai yang mengikuti suatu aliran dimana lereng tifdak dikontrol
oleh faktor kemiringan asli, struktur atau jenis batuan.

Tahapan Perkembangan Sungai


Tahapan perkembangan suatu sungai dapat dibagi menjadi 5 (tiga) stadia, yaitu stadia sungai awal,
satdia muda, stadia dewasa, stadia tua, dan stadia remaja kembali (rejuvination). Adapun ciri-ciri dari
tahapan sungai adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Awal (Initial Stage).
Tahap awal suatu sungai seringkali dicirikan oleh sungai yang belum memiliki orde dan belum teratur
seperti lazimnya suatu sungai. Air terjun, danau, arus yang cepat dan gradien sungai yang bervariasi
merupakan ciri-ciri sungai pada tahap awal. Bentangalam aslinya, seringkali memperlihatkan
ketidakteraturan, beberapa diantaranya berbeda tingkatannya, arus alirannnya berasal dari air runoff
ke arah suatu area yang masih membentuk suatu depresi (cekungan) atau belum membentuk lembah.
Sungai pada tahapan awal umumnya berkembang di daerah dataran pantai (coastal plain) yang
mengalami pengangkatan ataudiatas permukaan lava yang masih baru / muda dan gunungapi, atau
diatas permukaan pediment dimana sungainya mengalami peremajaan (rejuvenation).
2. Tahapan Muda.
Sungai yang termasuk dalam tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktivitas aliran sungainya
mengerosi kearah vertikal. Aliran sungai yang menmpati seluruh lantai dasar suatu lembah.
Umumnya profil lembahnya membentuk seperti huruf ”V”. Air terjun dan arus yang cepat
mendominasi pada tahapan ini.
3. Tahapan Dewasa
Tahap awal dari sungai dewasa dicirikan oleh mulai adanya pembentukan dataran banjir secara
setempat setempat dan semakin lama semakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang
berbentuk meander, sedangkan pada sungai yang sudah masuk dalam tahapan dewasa, arus sungai
sudah membentuk aliran yang berbentuk meander, penyisiran kearah depan dan belakang memotong
suatu dataran banjir (flood plain) yang cukup luas sehingga secara keseluruhan ditempati oleh jalur-
jalur meander. Pada tahapan ini aliran arus sungai sudah memperlihatkan keseimbangan antara laju
erosi vertikal dan erosi lateral dan profil sungainya sudah berubah dari bentuk ”V” kebentuk ”U”.
4. Tahapan Tua.
Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander dan lebar dari dataran banjir akan
beberapa kali lipat dari luas meander belt. Sungai pada tahapan ini dicirikan oleh arah erosi lateral
yang dominan serta banyaknya rawa-rawa. Profil sungai pada sungai tahapan tua membentuk seperti
huruf ”U”.
5. Peremajaaan Sungai (Rejuvenation)
Setiap saat dari perkembangan suatu sungai dari satu tahap ke tahap lainnya, perubahan mungkin
terjadi dimana kembalinya dominasi erosi vertikal sehingga sungai dapat diklasifikasi menjadi sungai
dalam tahapan muda. Sungai dewasa dapat mengalami pengikisan kembali ke arah vertikal untuk
kedua kalinya karena adanya pengangkatan dan proses ini disebut dengan perenajaan sungai. Proses
peremajaan sungai adalah proses terjadinya erosi ke arah vertikal pada sungai berstadia dewasa akibat
pengangkatan dan stadia sungai kembali menjadi stadia muda.

Gambar : Pola perubahan bentuk alur sungai yang semula linear menjadi bentuk meander. Proses perubahan
sungai dari linear ke meander disebabkan oleh perubahan sifat erosi dari erosi vertikal ke erosi lateral.
Gambar : Proses perkembangan sungai oleh aktivitas gerusan arus sungai yang membentuk pola aliran
meander dan oxbow lake.
Gambar 4-42 Stadia sungai : stadia awal, stadia muda, stadia dewasa, dan stadia tua dan stadia rejuvination.

Bentuk Bentuk Morfologi Sungai.


Morfologi sungai adalah bentuk bentuk bentangalam yang terbentuk oleh aktivitas dan proses
fluviatil. Material material yang berukuran pasir kasar hingga kerikil akan terakumulasi disepanjang
saluran sungai, yaitu disepanjang aliran air yang terdalam atau disepanjang aliran/arus yang terkuat
karena pada kecepatan arus yang tinggi butiran-butiran sedimen yang lebih halus akan terbawa arus.
Endapan material tersebut dikenal sebagai Gosong Pasir (Bar). Ke arah bagian tepi saluran sungai,
kecepatan arus melemah dan butiran-butiran material yang lebih halus akan terakumulasi
danterendapkan sebagai endapan Tekuk Sungai (Point bar). Selama banjir, dataran banjir akan
digenangi air yang memungkinkan butiran-butiran sedimen yang lebih halus diendapkan dan semakin
jauh dari alur sungai butiran sedimen yang diendapkan semakin halus lagi, daerah dataran banjir
dikenal sebagai bentangalam Dataran Banjir (Flood plain). Kebanyakan dari daerah dataran banjir
tersusun dari endapan pasir dan lumpur, sedangkan pasir yang kasar diendapkan ditepi saluran sungai
utama dan dikenal sebagai Tanggul-alam (Levees), yaitu akumulasi endapan yang sejajar dengan arah
saluran sungai. Pada gambar 4-28 diperlihatkan beberapa bentuk bentangalam (morfologi) hasil dari
proses fluviatil (sungai) antara lain adalah:
1. Morfologi Kipas Aluvial (Alluvial Fan)
Morfologi Kipas Aluvial adalah bentangalam yang menyerupai bentuk kipas, umumnya terbentuk
dibagian kaki lereng suatu perbukitan dan biasanya berada di daerah yang beriklim arid. Kipas
alluvial terbentuk pada sungai yang mengalir dari suatu berbukitan dengan gradien lereng yang curam
ke arah lereng yang landai dari suatu dataran dan material material lepas yang diangkut oleh air
sungai diendapkan.
2. Morfologi Sungai Bersirat (Braided-streams)
Morfologi Sungai Bersirat merupakan bentuk bentangalam hasil dari proses pengendapan yang
disebabkan oleh saluran air sungai yang berpindah-pindah. Sungai teranyam umunya berkembang di
daerah tekuk lereng dan terjadi karena adanya perubahan kecepatan arus dari arah lereng yang kuat
berubah menjadi lambat ketika sampai kemedan yang relatif datar. Hal ini yang membuat saluran air
selau berpindah pindah sesuai dengan perkembangan arusnya.
3. Morfologi Tekuk Sungai (Pointbar Rivers)
Morfologi Point Bar adalah bentuk bentangalam yang berada pada kelokan sungai bagian dalam yang
merupakan hasil pengendapan sungai pada bagian dalam dari suatu kelokan sungai (meander).
4. Morfologi Danau Tapal Kuda (Oxbow Lake)
Morfologi Danau Tapal Kuda adalah bentangalam yang berupa danau yang bentuknya menyerupai
tapal kuda. Bentuk tapal kuda berasal saluran air sungai yang telah ditinggalkan dikarenakan
terjadinya pemotongan meander sungai. Akibat dari pemotongan ini menyebabkan meander terisolasi
dari saluran utamanya dan pada akhirnya membentuk danau.
5. Morfologi Gosongpasir (Bar rivers)
Morfologi Gosongpasir merupakan bentangalam yang berbentuk daratan disepanjang suatu saluran
sungai sebagai hasil pengendapan material yang diangkut sungai. Pengendapan yang terjadi di tengah
saluran sungai disebabkan oleh ukuran dan masa jenis material yang diangkut air sungai dengan
kecepatan arus air. Ketika kecepatan arus air melemah maka material sedimen yang bermasa jenis
lebih besar akan diendapkan didalam saluran yang pada akhirnya akan membentuk daratan.
6. Morfologi Undak Sungai (Terrace Rivers)
Morfologi Undak Sungai terjadi oleh erosi vertikal yang lebih dominan dibandingkan erosi lateral.
Undak undak sungai dapat terjadi pada sungai yang mengalami pengangkatan kembali sehingga gaya
erosi vertikal kembali bekerja. Undak sungai tersusun dari endapan aluvial yang membentuk
morfologi datar.
7. Morfologi Tanggul Alam (Levee)
Morfologi Tanggul Alam adalah bentangalam yang berbentuk tanggul dan sejajar dengan arah saluran
sungai, merupakan akumulasi dari endapan material berbutir kasar saat air sungai melimpah keluar
saluran.

Anda mungkin juga menyukai