A. PENDAHULUAN
Beberapa perubahan bentuk pada permukaan bumi terjadi akibat adanya
gaya internal bumi yang meliputi tektonisme dan vulkanisme dan gaya-gaya
eksternal bumi yang meliputi pelapukan, pengangkutan, pengikisan, dan
pengendapan.
Denudasi merupakan suatu peristiwa merendahnya atau menjadi lebih
meratanya permukaan bumi, karena erosi dan pengangkutan hasil-hasil pengikisan
ke tempat yang sejajar dengan permukaan laut. Berbagai macam proses denudasi
dan proses fluvial telah menghasilkan, mempertahankan dan mengubah berbagai
macam bentuk tanah (landforms) yang pada mulanya merupakan habitat bagi
makhluk hidup sehingga makhluk hidup harus beradaptasi pada bentuk tanah
(Iandforms) yang baru.
Dari uraian singkat diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana bentuk-bentuk tanah (landforms) akibat adanya gaya-
gaya internal dan eksternal bumi serta akibat proses proses fluvial?
Bagaimakah erosi tanah miring secara normal akibat ulah manusia dan
bagaimana cara pencegahannya ?
Bagaimanakah proses terjadinya erosi sungai dan gradasi sungai jika
dibandingkan dengan agradasi dan sedimentasi yang disebabkan oleh
manusia
Bagaimana kanal berubah dalam banjir dan kanalisasi sungai?
Bagaimanakah pengaruh lingkungan celah-celah, air terjun, dam-dam
besar, sungai alluvial dan efek regulasi dari sungai tersebut ?
Apakah tujuan denudasi fluvial sebagai proses geologi ?
Bagaimanakah proses fluvial dalam hubungan ya dengan bentuk
lingkungan yang kering ?
1
Fluvial Processes and Landforms
B. PEMBAHASAN
1. LANDFORMS INITIAL DAN LANDFORMS SEQUENTIAL
Bentuk permukaan bumi menunjukkan keseimbangan kekuatan antara
gaya-gaya internal bumi (proses vulkanik dan tektonik) dan gaya eksternal
(proses denudasi), sehingga landforms dibagi menjadi dua yaitu :
1. Landforms Initial (Landforms awal)
Landforms yang dihasilkan secara langsung oleh aktivitas vulkanisme dan
tektonik, yang meliputi aliran lava, patahan batu dan lembah-lembah
(gambar.1)
2. Landforms Sequential.
Landforms yang dibentuk oleh proses-proses dan substansi substansi
denudasi. Yang berarti bahwa landform ini terjadi secara berurutan setelah
landform initial terbentuk dan ”Landmass” naik ke posisinya, satu patahan
batu naik dihasilkan oleh substansi denudasi dan terpecah menjadi sejumlah
besar landforms sequential (gambar 1).
2
Fluvial Processes and Landforms
3
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 3. Suatu tetesan air hujan yang besar (atas) jatuh di permukaan tanah yang basah,
menghasilkan suatu kawah kecil (bawah). Butir-butir tanah liat dan lumpur
dilemparkan ke udara dan permukaan tanah terganggu (berubah).
4
Fluvial Processes and Landforms
Pada suatu lereng miring yang berhutan lebat, aliran air yang, deras
hanya menyebabkan sedikit erosi. Karena energi air tang bergerak ditahan oleh
akar-akar tumbuhan yang keras dan elastic. Tanpa .adanya tumbuhan-
tumbuhan, gaya akibat aliran air ini langsung menimpa lapisan tanah, sehingga
dengan mudah mengikis butiran-butiran tanah ke dasar lereng. Sehingga kita
dapatkan bahwa kemampuan erosi aliran air di atas permukaan tanah secara
langsung sebanding dengan tingkat curuh hujan dan panjang tanahnya, tetapi
berbanding terbalik dengan kapasitas daya serap tanah dan resistansi
permukaan tanah. Jika dihubungkan kemiringan lereng, makin curam lereng
makin cepatl airan airnya da makin tinggi erosinya. Hal ini berarti sudut lereng
mempengaruhi peningkatan aliran air diatas tanah secara langsung. Tetapi bila
sudut mendekati vertikal, erosi akan kurang intensif karena permukaan tanah
kurang mendapatkan curah hujan yang jatuh vertikal.
Erosi pada tingkat tinggi terjadi dalam lokasi-lokasi seperti lahan semi
kering dan lahan kering atau merupakan tanah kritis (badlands). Dimana tanah
kritis biasanya terdiri dari bentuk tanah liat yang hampir-hampir tidak dapat
ditembus air hujan. Karena tingkat erosinya sangat tinggi sehingga tidak ada
tumbuhan yang mampu menahan tanah. Cabang-cabang sungai yang kecil
terbentuk dan lereng-lereng lembah semakin curam.
5
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 5. Selokan lebar ini, mengikis ke dalam karena factor cuaca. Ini adalah suatu tipe
bagian khusus pada wilayah yang banyak terdapat tiang pancang di California selatan dan
Georgia sebelum dilaksanakan pengukuran.
6
Fluvial Processes and Landforms
7
Fluvial Processes and Landforms
5. EROSI SUNGAI
Erosi oleh sebuah sungai merupakan pemindahan progressif dari materi-
materi mineral dari dasar dan tepian kanal. Erosi sungai terjadi dalam beberapa
cara, tergantung pada sifat materialnya. Gaya dari aliran air itu sendiri, dapat
mengikis materi-materi seperti batu kerikil, pasir, lumpur dan tanah liat
dengan suatu proses yang disebut "hydraulic action" (aksi hidrolik).
Proses mekanik ini dikombinasikan dengan istilah “abrasi” yang
merupakan penyebab utama erosi dalam “betrok” yang terlalu kuat bila hanya
dipengaruhi oleh aksi hidrolis yang sederhana (gambar 9).
Jika pengikisan dilaksanakan oleh proses-proses kimia dari pelapukan
batuan atau reaksi asam maka dikenal dengan "korosi". Pengaruh korosi
banyak terdapat dalam batu kapur yang merupakan batu keras yang tak mudah
dihancurkan oleh abrasi.
8
Fluvial Processes and Landforms
9
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 11. Kanal sungai yang mengalami kenaikan dan penurunan debit air.
Pengikisan oleh arus sungai dan pendangkalan oleh kandungan lumpur
berperan dalam mengubah kemampuan sungai untuk mengalirkan
kandungannya. Maksimum kandungan dari sungai yang dapat diangkut
merupakan suatu pengukuran dari "stream bed-load capacity" (kapasitas angkut
sungai).
Jika sebuah sungai mengalir dalam sebuah kanal yang dasarnya batuan
keras, maka sungai tidak akan mampu mengambil material dasar sungai yang
,cukup untuk mensuplai kapasits total muatannya. Sedangkan dalam "sungai
filluvial", dimana kanalnya terbentuk dalam alluvium maka dasar kanal ini
terdiri dari lapisan lumpur, pasir, kerikil dan batuan bundar yang agak besar
dan tebal. Dalam hal ini terjadi peningkatan kapasitas muatan sungai.
Kapasitas muatan meningkat secara tajam sebanding dengan kecepatan
aliran sungai, karena makin cepat arus sungai maka makin kuat gaya tariknya
terhadap dasar sungai. Kapasitas muatan meningkat kurang lebih pangkat 3 - 4
kali kekuatan kecepatan arus. Saat banjir telah lewat dan debit air mulai turun,
10
Fluvial Processes and Landforms
kapasits angkut sungai juga turun. Sehingga beberapa partikel yang bergerak
akan mulai berhenti di dasar sungai dalam bentuk lapisan-lapisan pasir dan
kerikil, sedangkan partikel -partikel tanah liar terhanyut terus sampai ke muara
oleh aliran air.
8. GRADASI SUNGAI
11
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 13. Jurang besar yang ada di sekitar sungai Yellow Stone, dilihat dari atas
menggambarkan jurang yang teramat dalam menghiasi permukaan tanah dari lava Plateau.
Keseimbangan antara muatan dan kapasitas sungai hanya sebagai suatu
kondisi rata-rata dari periode selama bertahun-tahun. Dan selama periode yang
sangat lama, sungai yang tergradasi mempertahankan ketinggiannya dengan
memperbaiki deposit kanal yang sering kali dikikis oleh energi yang muncul
saat banjir.
Setelah mencapai keadaan seimbang ini, sungai terus menerus mengikis
kedua sisinya, tetapi tidak mempengaruhi gradiennya dan keseimbangannya
(gambar 12 C).
12
Fluvial Processes and Landforms
13
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 16. Kondisi Gradasi sungai (a) Bagian dalam belokan alluvium yang terakumulasi
dalam bentuk deposit "poin-bar" (b) Aliran sungai membentuk aliran sinusoida, yang disebut
"meanders"
14
Fluvial Processes and Landforms
15
Fluvial Processes and Landforms
ini terjadi, sedimen yang kasar akan berakumulasi di dasar sungai dalam
bentuk lapisan pasir dan kerikil sehingga deposit ini menaikkan ketinggian
dasar sungai yang disebut dengan proses agradasi
Semakin banyak material yang berakumulasi, gradien kanal sungai akan
meningkat, dan meningkatnya kecepatan aliran sungai membuat material dasar
sungai tertarik kemuara dan menyebar kedasar kanal. Tetapi pembentukan
kanal juga mengurangi gradien sungai dibagian atas dimana kelebihan muatan
muncul, sehingga mengurangi kapasitas sungai dalam jarak _jangkauannya
akibatnya material dasar sungai ini berakumulasi di sungai bagian atas dan efek
agradasi berkembang dibagian hulu.
16
Fluvial Processes and Landforms
17
_J.
Fluvial Processes and Landforms
Pada kondisi yang tidak biasa, dimana dasar sungai terdiri dari
bentuk-bentuk batu pasir padat yang kuat. Pemotongan belokan ini
akan menghasilkan suatu jembatan alami yang dibentuk oleh belokan
yang sempit (gambar 22). Hal ini diilustrasikan dengan baik oleh
sungai Moselle... dimana belokan sungainya melalui pegunungan
Arden di Belgia dan Jerman Barat yang telah digunakan sebagai
terowongan (gambar 23).
13. AGRADASI DAN SEDIMENTASI AKIBAT ULAH MANUSIA.
Dengan memahami prinsip-prinsip agradasi dan degradasi
sungai, memungkinkan kita untuk menginterpretasikan dan
meramalkan pengaruh aktivitas manusia pada kana -kanal sungai.
Agradasi kanal disebabkan oleh berbagai macam aktivitas manusia
diantaranya:
a. Erosi tanah yang dipercepat karena pengolahan tanah, pembajakan dan
penebangan hutan. Sehingga merupakan sumber sedimen terbesar bagi
agradasi lembah. Karena erosi ini hanya melibatkan bagian paling atas
lapisan tanah, maka hasilnya akan j el as terlihat dalam akumulasi
collovium dan alluvium yang yang berpasir didasar lembah. Sehingga
menurunkan kualitas kesuburan tanahnya.
b. Kegiatan-kegiatan pertambangan juga merupakan penyebab agradasi
yang ekstrim dari kanal-kanal diberbagai tempat.
c. Agradasi kanal juga merupakan suatu bentuk penurunan kualitas
lingkungan yang serius di daerah pertambangan batu bara, disertai
dengan pencemaran air yang bersifat asam.
d. Urbanisasi dan pembuatan jalan juga merupakan sumber utama sedimen
yang agradasi kanal. Karena proyek-proyek ini seringkali membuat aliran
air mengalami perubahan.
18
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 20. Suatu aliran ke tingkat dasar membawa rejuvenation dan penurunan profil
sungai kecil, dimulai pada titik A dan melangkah sampai ke hulu. (From A. N. Strahler,
1971, The Earth Sciences, 2nd ed., Harper & Row, New York.
Gambar 21. Menunjukkan rejuvenation, suatu lipatan jurang yang di ukirkan menyerupai
suatu bentuk makanan, yang telah menjadi teras batu karang yang tinggi. (Dari A. N.Strahler.
1971. .Ilmu pengetahuan Bumi, ed kedua.. Harpa &Baris, New York.)
19
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 24. Skematik dan bagian melintang suatu sungai dari hulu ke hilir yang alirannya
dipengaruhi dam dan reservoir. (Prom A. N. Strahler, 1972, planet earth : Its Physical
Systems Through Geologic Time, Harper & Row, New York.)
20
Fluvial Processes and Landforms
sejumlah besar akumulasi deposit alluvial yang disusun oleh sungai itu
sendiri pada awal aktivitasnya. Kedalaman alluvium sebesar kedalaman
maksimum saat kanal terkikis air saat banjir. Karakteristik sungai alluvial
adalah sungai ini mengalami banjir dengan suatu frekuensi tiap 1-2 tahun.
Banjir sungai alluvial normalnya menggenangi sebagian atau seluruh
daerah aliran yang dibatasi oleh dinding-dinding yang naik. Dinding-
dinding ini terdiri dari material non alluvial.
Tipe struktur tanah dari sebuah sungai alluvial dan daerah alirannya
diilustrasikan dalam gambar 25. Dominasi daerah alirannya adalah kanal
sungai yang berbelok-belok itu sendiri dan juga kanal yang telah
ditinggalkannya (gambar 26). Dimana pemotongan dari sebuah belokan
secara cepat diikuti oleh pengendapan lumpur dan pasir sepanjang ujung-
ujung kanal yang ditinggalkan dan menghasilkan sebuah danau seperti
busur.
Gambar 25. Bentukan lahan dari suatu Gambar 26. Foto udara vertikal ini, yang yang
sungai tanah endapan A. suatu diambil dari satu ketinggian sekitar 20000 kaki
mennders dengan bebas (6100m) pertunjukan berliku-liku, penggalan-
mengembangkan~berkembang. L penggalan, danau ladam dan rawa-rawa, dan
=levees:0, danau.: Y =ynzoo sungai banjir dari Hay River, Alberta (lat. 58o 55' N.
kecil: Suatu =aluvium: 8, F =dataran long. 1 1 8 o 1 0 'W ). (National Air Photo
banjir. Library, S u r v eys and Mapping Branch,
Department of energy, Mines and Resources,
Canada.)
Pertambahan belokan-belokan alluvial menghasilkan tanda-tanda
khusus pada daerah aliran sungai, seperti terlihat pada gambar 27. Kanal dalam
lengkukannya yang dekat tebing sungai terkikis dari bawah oleh arus, sehingga
radius belokannya bertambah. Dalam hal ini kanal memiliki kedalaman
21
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 27. Peta dan profil lintasan tekukan berkelok-kelok dari alluvial besar seperti pada
Sungai Mississipi. Panah-panah kecil menunjukkan posisi arus alluvial yang paling cepat.
(From A. N. Strahler, 1971. The Earth Sciences, 2nd ed., harper & Row, New York.)
Selama periode banjir, air menyebar dari kanal utama. Saat arus
melambat, pasir dan lumpur tersimpan pada suatu daerah dekat kanal
membentuk deposit diatas tepi sungai. Dan merupakan suatu akumulasi
yang disebut natural levee (tanggul alami). Karena deposit berada dekat
dengan kanal dan menipis jika makin jauh dari kanal, maka permukaan
tanggul menjadi bidang miring dari kanal (gambar 28), dan diantara tanggul
dan buff (tebingnya) seringkali mengalami kekeringan dan membentuk back
swamm.
Gambar 28. Profil melintang sungai Mississipi yang menunjukkan tanggul-tanggul alami
yang mengapit kanal (From A: N. Strahler, 1971,The Earth Sciences, 2nd ed., Harper & Row,
New York.)
22
Fluvial Processes and Landforms
23
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 29. Aliran keluar dan aliran Gambar 30. Alluvial kipas sederhana
masuk dari alluvial (From Strahler,
1971, The Earth Sciences, 2nd ed.,
Harper & Row, New York.)
24
Fluvial Processes and Landforms
tetapi mulut jurang curam sempit dan terbuat dari batuan yang keras sehingga
sungai ini membentuk deposit alluvium seperti corong.
Alluvial Fan gurun yang komplek juga terdiri dari mudflows (aliran
lumpur), sungai lumpur yang bergabung dengan deposit kanal. Akibatnya,
struktur alluvial fan ini sesuai untuk akumulasi air tanah dibawah. tekanan
artesis (gambar 31). Dimana air yang masuk bagian atas alluvial fan turun
sepanjang dasar alluvial dan mengalami tekanan dibawah lapisan lumpur.
Satu lagi yang mempunyai hubungan dengan bentuk luar dari alluvial
fan adalah permukaan tanah gurun yang dikenal dengan pediment. Pediment
terbentuk dari dasar sungai yang tererosi oleh air dan membentuk suatu
permukaan batuan yang miring, mulai kaki gunung, dimana pediment ini
turun kebawah di bawah sebuah lapisan alluvium (gambar 32).
Suatu penjelasan tentang proses pembentukan pediment ini tidak di
bicarakan dalam bab ini, karena terlalu komplek dan ada pertentangan
hipotesis tentang asal mulanya.
25
Fluvial Processes and Landforms
Gambar 32. Diagram bentuk tanah (landforms) dari gunung-gunung padang pasir di selatan-
Amerika Serikat barat. A. Tahap pengisian secara cepat cekungan-cekungan tektonik dari
gunung yang tinggi B. Tahap berikutnya terlihat sisa-sisa gunung kecil dan playa yang lebar.
C. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
Bentuk tanah (landforms) akibat adanva gaya -gaya internal dan
eksternal bumi ada dua macam yaitu : landforms initial / awal yang
dihasilkan oleh aktivitas vulkanisme dan tektonisme dan landforms
sequential yang dibentuk oleh proses-proses dan substansi denudasi.
Sedangkan bentuk tanah (landforms) akibat proses -proses aluvial adalah
landforms erosional yang terbentuk akibat pengikisan landforms
deposisional yang terbentuk akibat pengendapan
Erosi tanah miring yang normal terjadi jika ada proses aluvial
daerah drainase. Dimana input air yang diperoleh air tidak bisa diserap
permukaan tanah dengan sempurna, sehingga aliran air diatas tanah
mengikis permukaan tanah membawa partikel-partikel mineral yang
berupa ion dan koloid. Sedangkan erosi tanah akibat ulah manusia
diantaranya terjadi akibat perusakan vegatasi (misal : penebangan
hutan) yang menyebabkan tanah gundul dan permukaan tanah kurang
mampu menyerap air. Cara-cara yang digunakan untuk mencegah atau
mengurangi erosi tanah adalah "contouring, rotasi tanaman, "strip cropping
" dan terasiring.
Erosi sungai terjadi akibat pemindahan secara prograsip (pengikisan)
26
Fluvial Processes and Landforms
materi mineral dari dasar dan tepian kanal, serta tergantung dari gaya
aliran air itu sendiri dengan suatu proses aksi hidrolis.
Gradasi sungai terjadi jika sistem kanal sungai menguhah gradiennva sebagai
suatu keadaan vang stabil untuk pengangkutan muatan sehingga diperoleh
keseimbangan operasi.
Sedangkan agradasi dan sedimentasi akibat ulah manusia, antara lain :
(a) adanya erosi tanah yang dipercepat karena pengolahan tanah, pembajakan
dan penebangan hutan, (b) adanya kegiatan-kegiatan pertambangan (c) adanya
urbanisasi serta pembuatan jalan.
Kanal berubah dalam banjir, akibat pondasi vang terbentuk oleh sejumlah
muatan yang disuplai sungai, secara aktif diperdalam oleh arus sungai saat
sungai meningkat volumenya sehingga dalam periode tertinggi dasar sungai
berada pada ketinggian vang terendah dan bila debit air turun, tingkat
permukaan sungai turun dan debit air turun, tingkat permukaan sungai turun dan
dasar sungai terbangun kembali oleh Lumpur-lumpur muatan dasar sungai.
Kanalisasi sungai merupakan suatu bentuk modifikasi lingkungan yang berupa
pelurusan, perluasan dan pendalaman kanal untuk mencegah terjadinya banjir
musiman.
Pengaruh lingkungan celah-celah atau canyon adalah bahwa sebuah
c a n y o n yang dalam merupakan suatu penghalang dalam sistem transportasi.
Pengaruh lingkungan air terjun adalah dapat menghasilkan danau-danau.
Gradien yang tidak kontinu pada sungai dan meningkatkan kecepatan air.
Pengaruh lingkungan dam-dam besar terjadi pada kanal sungai, mulai dari hulu
sampai kemuara dan reservoirnya. Dimana muatan-muatan sungai yang dibawa
ke reservoir akan mengendap dan menjadi ”delta” dan permukaan delta
membentuk kanal sungai yang tergradasi.
Lingkungan sungai alluvial menghasilkan kanal sungai yang berbelok-
belok dan akibat banjir yang sering terjadi belokan kanal yang dekat tebing akan
terkikis dan menghasilkan radius belokan yang luas dan dalam yang disebut
"kolam". Efek regulasi dari sungai alluvial adalah terjadi tingkat sedimentasi
yang tinggi akibat adanya tanggul dan gradien rata rata kanal semakin tajam
serta kanal semakin dalam akibat dari program penyudetan.
27
Fluvial Processes and Landforms
DAFTAR PUSTAKA
Arthur N. Strahler dan Alan H. Strahler, 1973. Enviromental Geoscence :
Interaction Between Natural System And Man. Hamilton Publishing,
Company, Santa Barbara. California.
28
Fluvial Processes and Landforms
29