Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

BENTUKLAHAN DENUDASIONAL

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Geomorfologi Umum


Yang Diampu oleh Listyo Yudha Irawan S.Pd., M.Pd., M.Si

Oleh :

1. Alifian Sulthon Amrullah (190721637724)


2. Alifvia Novita Putri Romadhoni (190721637603)
3. Aliya Aristanty (190721637706)
4. Diaz Duarawati (190721637676)
5. Firman Indra Aritama (190721637768)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GEOGRAFI
Maret 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang di tentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas dari mata kuliah Geomorfologi umum dengan judul “Bentuk Lahan
Denudasional”.

Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar
makalah ini nantinya bisa menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila
ada kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.

Malang, 1 Maret 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………..1

1.1. Latar Belakang ……………………………………………………...1

1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………..2

1.3. Tujuan ………………………………………………………………3

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………...4

2.1. Definisi Bentuklahan Denudasional…………………………………4

2.2. Proses Pembentukan Bentuklahan Denudasional …………………..7

2.3. Contoh Bentuklahan Denudasional ………………………………..20

BAB III PENUTUP …………………………………………………………….24

3.1. Kesimpulan ………………………………………………………..24

3.2. Saran ……………………………………………………………….24

DAFTAR RUJUKAN …………………………………………………………..25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bentuklahan merupakan kenampakan yang terbentuk akibat adanya


proses geomorfologi. Proses geomorfologi ialah perubahan-perubahan baik
secara fisik maupun kimiawi yang mengakibatkan modifikasi permukaan bumi
(Thornbury, 1970). Proses geomorfologi sendiri dibedakan menjadi proses
endogen atau tenaga dari dalam bumi yang cenderung bersifat sebagai
pembentuk dan proses eksogen atau tenaga dari luar bumi yang cenderung
bersifat sebagai perusak. Dimana kedua proses ini memiliki peranan yang sama
dalam merubah permukaan bumi. Bentuklahan yang ada di permukaan bumi
kurang lebih ada 8 macam, salah satunya ialah bentuklahan Denudasional yang
merupakan akibat dari adanya tenaga eksogen.

Denudasi berasal dari Bahasa Latin yaitu denudare yang berarti


telanjang. Dapat diartikan denudasi adalah proses penelanjangan karena
adanya pelapukan dan erosi yang secara bersamaan mengikis permukaan tanah.
Bentuklahan denudasional merupakan fenomena alam yang berhubungan
dengan aktivitas yang berasal dari luar bumi (eksogen) yang mengakibatkan
bentuk permukaan bumi hampir datar (paneplain). Denudasional meliputi tiga
hal yaitu pelapukan (weathering), erosi (erosion) dan pergerakan massa tanah
(mass wasting).

Pelapukan (weathering) terjadi terus menerus di permukaan bumi,


sehingga bentuk permukaan bumi terus berubah. Bagian permukaan bumi
berupa air bergerak dalam berbagai cara. Air di permukaan bumi seperti di
lereng-lereng bergerak menuju ke daerah yang lebih rendah yaitu bermuara di
laut. Sedangkan air di danau dan lautan bergerak dalam gelombang dan arus.
Bagian dari permukaan bumi yang ditutupi dengan vegetasi tumbuh, mati dan
terurai. Bagian permukaan bumi yaitu batu terus-menerus dipecah menjadi
potongan-potongan kecil dan menjadi kombinasi elemen yang berbeda.

1
Erosi, yang berasal dari bahasa Latin (erodere, mengunyah; erosus,
dimakan habis), adalah jumlah dari semua proses destruktif dimana pelapukan
produk diambil (entrained) dan dibawa oleh media pengangkut - es, air, dan
angin. Gletser membawa partikel yang sangat bervariasi ukurannya, mulai dari
bongkahan hingga bentuk yang paling kecil. Ukuran partikel yang dapat
dibawa air tergantung pada kecepatan dan volume air. Sedangkan angin hanya
membawa partikel kecil.

Pengendapan Saat bagian permukaan bumi dipecah, bagian lain darinya


sedang dibangun. Partikel-partikel permukaan bumi yang terbawa oleh air, es
ataupun angin menjadi tersimpan dan mengendap di tempat lain. Lednapan
tersebut akan membentuk lapisan yang sangat tebal dan menjadi semen
menjadi batu. Keausan dan penimbunan permukaan bumi adalah bagian dari
keseimbangan di mana material bumi didaur ulang. Materi tersebut dapat
berubah bentuk dan lokasi serta komposisi, tetapi unsur-unsur penyusunnya
tetap sama.

Gerakan massa didefinisikan sebagai tanah, batuan, ataupun keduanya


yang bergerak turun pada suatu bidang gelincir di bawah pengaruh bidang
gravitasi (Hardiyatmo, 2003). Faktor pengontrolnya yaitu nilai slope yang
relatif besar, curah hujan tinggi, peningkatan muka air tanah, serta pelapukan
yang intensif. Peristiwa ini biasanya terjadi di daerah perbukitan dengan
kondisi lereng tidak stabil. Hal ini terjadi karena adanya gangguan terhadap
kesetimbangan gaya penahan (shear strength) dan gaya peluncur (shear stress)
yang bekerja pada suatu lereng

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Bentuklahan Denudasional?

1.2.2. Bagaimana proses terbentuknya Bentuklahan Denudasional?

1.2.3. Apa saja contoh dari Bentuklahan Denudasional?

2
1.3. Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui definisi Bentuklahan Denudasional

1.3.2. Untuk mengetahui proses terbentuknya Bentuklahan Denudasional

1.3.3. Untuk mengetahui contoh dari Bentuklahan Denudasional

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bentuklahan Denudasional

Bentuklahan denudasional merupakan bentuklahan yang terjadi akibat


proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wasting) dan
pengendapan. Denudasi yang memiliki kata dasar nude berarti telanjang.
Sehingga Denudasional dapat diartikan sebagai proses penelanjangan
permukaan bumi. Bentuklahan denudasional merupakan fenomena alam yang
berhubungan dengan aktivitas yang berasal dari luar bumi (eksogen) yang
mengakibatkan bentuk permukaan bumi hampir datar (paneplain).
Bentuklahan denudasional dapat diakibatkan oleh adanya degradasi dan agrasi.
Proses degrasi cenderung menyebabkan penurunan permukaan bumi,
sedangkan agradasi menyebabkan kenaikan pada permukaan bumi. Tenaga
eksogen atau tenaga yang berasal dari luar bumi cenderung bersifat merusak
dan mengikis permukaan bumi. Tenaga eksogen dipengaruhi oleh air, angin,
organisme, es dan sinar matahari.

Begitu pula dengan bentuklahan denudasional yang merubah bentuk dari


permukaan bumi. Pelapukan dan perpindahan material dari lereng atas ke
lereng bawah oleh proses erosi dan gerak massa batuan atau mass wasting
merupakan dua proses utama denudasional. Terdapat 3 faktor yang
mempengaruhi perkembangan bentuklahan yaitu struktur geologi, proses
geomorfologi dan waktu (William Morris Davis). Dengan adanya faktor
tersebut maka dalam evolusinya bentuklahan melewati beberapa stadium
diantaranya stadium muda, stadium dewasa dan stadium tua. William Morris
Davis mengidealkan 'siklus geografis' di mana sebuah lanskap berkembang
melalui 'tahapan kehidupan' untuk menghasilkan peneplain.

(a) Muda: beberapa aliran 'konsekuen', penampang lembah berbentuk-V,


formasi dataran banjir terbatas, area besar dengan drainase yang buruk antara
aliran dengan danau dan rawa-rawa, air terjun dan jeram biasa di mana aliran
melintasi tempat yang lebih kuat, beberapa berkelok-kelok di permukaan asli.

4
(b) Dewasa: sistem drainase yang terintegrasi dengan baik, beberapa
aliran yang mengeksploitasi garis-garis batuan yang lemah, aliran induk telah
mencapai tingkat, air terjun, jeram, danau, dan rawa-rawa sebagian besar
dihilangkan, dataran banjir yang umum di lantai lembah dan bantalan sungai
yang berkelok-kelok , lembah tidak lebih lebar dari lebar sabuk berliku-liku,
kelegaan (perbedaan ketinggian antara titik tertinggi dan terendah) paling
tinggi, lereng bukit dan sisi lembah mendominasi pemandangan.

(c) Tua: aliran-aliran batang lebih penting lagi, lembah-lembah yang


sangat luas dan landai, dataran banjir yang luas dan membawa sungai-sungai
dengan jalur berkelok-kelok yang luas, lembah-lembah yang jauh lebih luas
dari lebar sabuk berliku-liku, area di antara aliran berkurang tinggi dan aliran
tidak membelah tajam seperti pada tahap kematangan, danau, rawa, dan rawa-
rawa terletak di dataran banjir, pemborosan massa mendominasi proses fluvial,
penyesuaian aliran ke jenis batuan yang sekarang samar-samar, area yang luas
terletak pada atau dekat dengan tingkat dasar erosi.

Proses denudasional ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang meliputi tipe
material yang mudah lapuk, kemiringan lereng, curah hujan, suhu udara, sinar
matahari serta aliran-aliran yang tidak kontinyu. Pembagian bentuklahan
Denudasional dapat dilakukan dengan lebih rinci dengan mempertimbangkan
batuan, proses gerak massa yang terjadi dan morfometri. Pada proses erosi
kemampuan batu berpengaruh terhadap mudah tidaknya ia tererosi.
Kemampuan batu untuk melawan zat-zat penelanjangan tergantung pada
faktor-faktor seperti ukuran partikel, kekerasan, porositas, permebealitas,
sejauh mana partikel disemen dan mineralogi. Ukuran partikel menentukan
luas permukaan yang terpengaruh zat kimia seperti kerikil dan pasir secara
perlahan dibandingan dengan lanau dan lempung. Kekerasan, mineralogi dan
tingkat sementasi batuan mempengaruhi laju pelapukan ysng terdekomposisi
dan disintegrasi. Batu silika lebih tahan terhadap pelapukan dibandingkan batu
pasir berkapur. Permeabilitas adalah sifat penting dalam membentuk pelapukan
karena menentukan tingkat dimana air meresap ke dalam air dan batu serta

5
menentukan area permukaan internal yang terkena pelapukan. Biasanya batuan
beku dan metamorf tahan terhadap cuaca dan erosi.

Lemahnya batuan sedimen sangat bervariasi dalam kemampuannya


menahan cuaca dan erosi. Yang paling lemah adalah kapur dan garam. Namun,
permeabilitas kapur mengkompensasi kelemahannya dan kapur menolak
denudasi, kadang-kadang dengan bantuan band yang lebih tahan di dalamnya,
untuk membentuk cuestas seperti di Down Utara dan Selatan Inggris Tenggara.
Batubara, batulempung, dan batulanau adalah bebatuan lemah yang
menawarkan sedikit resistensi terhadap erosi dan cenderung membentuk katup.
Contoh dari Inggris tenggara adalah dataran rendah yang dikembangkan di
Weald Clay yang tebal. Batu pasir adalah batu yang cukup kuat yang dapat
membentuk selendang dan tebing. Apakah itu tergantung pada sifat batu pasir
dan lingkungan tempat batu itu ditemukan (mis. Robinson dan Williams 1994).
Batu pasir yang kaya akan tanah liat atau berlumpur sering kali disensor dengan
lemah, dan tanah liat itu berkurang

Ilmu sistem bumi berpandangan bahwa semua bola terestrial berinteraksi


secara mendasar. Bumi yang padat (litosfer, mantel, dan inti), atmosfer,
hidrosfer, pedosfer, dan biosfer saling bergantung. Dari perspektif
geomorfologis, saran utama dari pandangan ini adalah bahwa proses denudasi
adalah penghubung utama antara proses tektonik kerak dan atmosfer dan
hidrosfer (Beaumont et al. 2000). Konveksi mantel sebagian besar mendorong
proses tektonik, tetapi hubungan denudasional dengan sistem atmosfer-
hidrosfer memiliki efek besar. Pada gilirannya, proses tektonik, bertindak
melalui efek iklim pegunungan, memengaruhi atmosfer. Demikian pula, iklim
Bumi tergantung pada pola sirkulasi lautan, yang pada gilirannya dipengaruhi
oleh distribusi benua dan lautan, dan akhirnya pada perubahan jangka panjang
dalam konveksi mantel. Tautan denudasional bekerja melalui pelapukan,
siklus karbon, dan pembongkaran material kerak. Tumbuhnya gunung-gunung
dan dataran tinggi mempengaruhi laju pelapukan kimiawi. Saat gunung-
gunung tumbuh, karbon dioksida atmosfer bergabung dengan bebatuan segar
selama pelapukan dan dibawa ke laut. Pendinginan global selama era Kenoroik

6
mungkin telah dipicu oleh pengangkatan Dataran Tinggi Tibet. Peningkatan
pelapukan kimiawi yang terkait dengan pengangkatan ini telah menyebabkan
penurunan karbon dioksida di atmosfer.

2.1.1 Ciri-Ciri Bentuklahan Denudasional

Ciri-ciri bentuklahan denudasional adalah sebagai berikut:

1. Relief sangat jelas: lembah, lereng, pola aliran sungai.


2. Tidak ada gejala struktural, batuan massif, dep/strike tertutup.
3. Dapat dibedakan dengan jelas terhadap bentuk lain
4. Relief lokal, pola aliran dan kerapatan aliran menjadi dasar utama
untuk merinci satuan bentuk lahan
5. Litologi menjadi dasar pembeda kedua untuk merinci satuan
bentuk lahan. Litologi terasosiasi dengan bukit, kerapatan
aliran,dan tipe proses.

2.2. Proses Pembentukan Bentuklahan Denudasional

2.2.1. Pelapukan

Pelapukan merupakan proses di mana material yang berada di


permukaan bumi rusak dan berubah. Pelapukan ini menyebabkan
perubahan secara fisik maupun kimiawi. Permukaan bumi awalnya
terdiri atas massa batuan yang keras. Karena dipengaruhi oleh cuaca
yang berubah-ubah dan waktu yang lama, maka batuan tersebut akan
lapuk dan membentuk tanah.

a. Pelapukan Fisika

Cuaca yang ada di atmosfer bumi dapat menyebabkan batuan


yang memiliki tekstur keras dapat berubah bentuk secara fisik. Jenis
pelapukan ini disebut pelapukan fisik. Salah satu penyebab
pelapukan fisik adalah perubahan suhu dan tekanan. Suhu musim
panas yang tinggi dapat menyebabkan material batuan mengembang,
atau bertambah besar. Sedangkan di musim dingin, di mana suhunya

7
rendah dapat menyebabkan bahan batuan mengerut, atau semakin
kecil. Mengembang dan mengerutnya batuan ini dapat melemahkan
material batuan menyebabkannya retak, pecah ataupun mengelupas
seperti kulit bawang. Pelapukan fisika hanya mengubah bentuk dan
ukuran batu.

Di permukaan bumi banyak dijumpai air yang terkumpul di


celah-celah batu dan lapisan batuan. Jika suhu turun ke titik beku, air
membeku yang ada di dalam celah batu akan mengembang, memberi
tekanan pada batu, dan dapat menyebabkan retakan, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 7.1. Saat suhu meningkat, es mencair di
celah-celah batu dan lapisan batuan. Itu siklus air yang membeku di
celah-celah batu disebut frost wedging.

.Sumber : Earth Sience : Francisco Borrero • Frances Scelsi Hess • Jun Hsu Gerhard Kunze • Stephen
A. Leslie • Stephen Letro Michael Manga • Len Sharp • Theodore Snow • Dinah Zike

Seiring berjalannya waktu, lapisan terluar batu dapat karena


perubahan suhu tersebut bentuknya menjadi seperti kulit bawang
yang terkelupas. Pengelupasan tersebut akan sering menghasilkan
formasi berbentuk kubah seperti Half Dome di Taman Nasional
Yosemite di California, ditunjukkan pada Gambar.

8
Sumber : Fundamentals of Geomorphology: Richard John Hugget

b. Pelapukan Kimia

Pelapukan kimia adalah proses dimana batu dan mineral


mengalami perubahan komposisi. Pelapukan kimia disebabkan oleh
air, oksigen, karbon dioksida, dan hujan asam. Interaksi antara air,
oksigen, dan karbondioksida dengan batu dapat menyebabkan
beberapa zat larut akan membentuk mineral yang baru. Di mana
mineral baru ini memiliki sifat yang berbeda dari batu aslinya.

Beberapa mineral, seperti kalsit, yang tersusun dari kalsium


karbonat dapat terurai oleh air asam. Batu kapur dan marmer hampir
seluruhnya terbuat dari kalsit. Bangunan dan monumen seperti gua
batu kapur yang terbuat dari batu kapur biasanya menunjukkan
tanda-tanda aus sebagai akibat adanya pelapukan kimia. Gua-gua
batu kapur yang sangat besar dapat dibentuk dalam periode waktu
yang lama dengan air mengalir yang mengandung karbon dioksida
yang asam. Air mengalir melalui celah-celah bawah tanah di dalam
batu kapur. Asam karbonat terus melarutkan lebih banyak batu
kapur di sepanjang permukaan sehingga terbentuk retakan sampai
terbentuk gua. Seiring berjalannya waktu, gua menjadi lebih besar
dan mungkin beberapa meter dan beberapa kilometer panjangnya.
Jika sejumlah asam diteteskan ke sepotong batu kapur maka akan
muncul gelembung gas di permukaan batu kapur. Hal tersebut terjadi
reaksi kimia.

9
c. Pelapukan biologis

Pelapukan biologis merupakan pelapukan yang disebabkan


oleh makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan. Beberapa
organisme menyerang batuan secara mekanis, atau kimiawi, atau
gabungan dari keduanya. Akar tanaman yang tumbuh dan
berkembang menyebabkan tekanan dalam batu tersebut meningkat
sehingga batuan menjadi pecah.

Sumber: Landforms of the World with Google Earth: Anja M. Scheffers • Simon M. May
Dieter H. Kelleta

d. Proses pembentukan tanah

Tanah merupakan hasil dari pelapukan batuan. Pelapukan fisik


dan kimia penting dalam pembentukan tanah. Perhatikan gambar di
bawah ini:

Sumber: Earth Science: Addison Wesley

10
Profil 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa tanah terbentuk
karena hasil dari pelapukan. Profil 1 menunjukkan lapisan padat
batuan atau biasa disebut batuan induk. Lapisan batu ini yang berada
di bawah tanah. Dalam profil 1, pelapukan yang terjadi masih
sedikit. Pada profil 2 menunjukkan tahap pertama pembentukan
tanah. Pelapukan menyebabkan batu yang besar menjadi pecah dan
berbentuk kecil-kecil dari batuan induk. Pada profil 3, terbentuk
butiran partikel yang berbeda bentuk. Partikel-partikel yang berada
di dekat permukaan merupakan partikel terkecil karena telah
bertahan paling lama. Profil 4 menunjukkan profil tanah yang
sepenuhnya mengalami perkembangan. Lapisan ini mengandung
humus, yang berwarna coklat tua atau hitam yang terbentuk saat
tumbuhan dan binatang atau organisme membusuk. Humus sangat
kaya akan bahan yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan
karena mengandung bahan organik.

2.2.2. Erosi

a. Pengertian Erosi

Erosi merupakan suatu fenomena alam, dimana terjadi


pengikisan di bagian permukaan tanah bagian atas oleh pergerakan
air ataupun angin. Peristiwa tersebut bisa disebabkan oleh berbagai
hal seperti karena faktor alam maupun karena ulah atau aktivitas
yang dilakukan manusia, dimana aktivitas-aktivitas tersebut dapat
berpengaruh pada kondisi tanah seperti hilangnya unsur hara tanah,
hilangnya daya serap tanah terhadap air, maupun berkurangnya
struktur tanah yang nantinya akan berpengaruh pada tanaman yang
tumbuh di atasnya.

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau


bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media
alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian bagian tanah terkikis
dan terangkut, kemudian diendapkan di tempat lain (Arsyad, 2010).

11
Pengikisan, pengangkutan dan pemindahan tanah tersebut dilakukan
oleh media alami yaitu air dan angin. Beasley (1972, dalam Banuwa,
2008) dan Hudson (1976, dalam Banuwa, 2008) berpendapat, bahwa
erosi adalah proses kerja fisik yang keseluruhan prosesnya
menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan
agregat tanah (detachment), memercikkan partikel tanah (splash),
menyebabkan gejolak (turbulence) pada limpasan permukaan, serta
menghanyutkan partikel tanah.

b. Proses terjadinya erosi

Erosi merupakan proses alam yang terjadi di banyak lokasi


yang biasanya semakin diperparah oleh ulah manusia. Proses alam
yang menyebabkan terjadinya erosi adalah karena faktor curah
hujan, tekstur tanah, tingkat kemiringan dan tutupan tanah. Intensitas
curah hujan yang tinggi di suatu lokasi yang tekstur tanahnya adalah
sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga agak curam
menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Selain faktor curah hujan,
tekstur tanah dan kemiringannya, tutupan tanah juga mempengaruhi
tingkat erosi. Tanah yang gundul tanpa ada tanaman pohon atau
rumput akan rawan terhadap erosi. (Anonim,2013)

Mekanisme terjadinya erosi oleh Nurpilihan (2000) dalam


Anonim (2014) diidentifikasikan menjadi tiga tahap yaitu:

1. Detachment (penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi


partikel-partikel tanah);
2. Transportation (pengangkutan partikel tanah oleh limpasan
hujan atau run off dan
3. Sedimentation (sedimen/pengendapan jumlah tanah tererosi);
tanah-tanah tererosi akan terendapkan pada cekungan-cekungan
atau pada daerah-daerah bagian bawah. Cekungan-cekungan
yang menampung partikel-partikel tanah dari top soil yang
tergerus akan menjadi lahan yang amat subur.

12
c. Jenis—jenis erosi dan penyebabnya

1. Erosi oleh air

Erosi ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk, antara lain:

• Splash erosion, merupakan erosi oleh butiran air hujan yang


jatuh ke tanah. Karena benturan butiran air hujan, pertikel-
partikel tanah yang halus terlepas dan terlempar ke udara.
• Shoot erosion, merupakan erosi oleh air yang jatuh dan
mengalir dipermukaan tanah secara merata hingga partikel-
partikel tanah yang hilang merata dipermukaan tanah.
• Rill erosion, merupakan erosi oleh air yang mengalir di
permukaan tanah dengan membentuk alur-alur kecil dengan
kedalaman beberapa senti meter.
• Gully erosion, merupakan erosi oleh air yang mengalir di
permukaan tanah yang miring atau di lereng perbukitan
yang membentuk alur-aluryang dalam dan lebarnya
mencapai beberapa meter, dan berbentuk “V”.
• Valley erosion, merupakan erosi oleh air yang mengalir di
daerah perbukitan yang membentuk lembah-lembah sungai
atau lereng-lereng perbukitan.
• Stream erosion, merupakan erosi oleh air dalam bentuk
aliran sungai. Lembah sungai berbentuk “U”.

2. Erosi oleh gelombang

Erosi terjadi oleh gelombang laut yang memukul ke pantai.


Erosi dapat dibedakan menjadi:

• Erosi oleh pukulan gelombang yang memukul ke tebing


pantai. Pukulan gelombang menyebabkan batuan pecah
berkeping-keping.

13
• Abrasi atau corrasi (abrasion / corrasion): erosi oleh
material yang diangkut gelombang ketika gelombang
memukul ke tebing pantai.

3. Erosi oleh angin

Erosi ini terjadi oleh angin yang bertiup. Erosi ini terjadi di
daerah yang tidak bervegetasi atau bervegetasi sangat jarang di
daerah gurun atau pesisir. Erosi ini dapat dibedakan menjadi:

• Deflasi: erosi oleh angin yang bertiup dan menyebabkan


material lepas yang haalus terangkut.
• Abrasi: erosi oleh material-material halus yang diangkut
oleh angin ketika angin menerpa suatu batuan.

4. Erosi oleh es

Erosi ini terjadi oleh gerakan massa es dalam bentuk


gletser. Gletser dapat menyebabkan abrasi atau penggerusan oleh
material-material yang diangkutnya; dapat menyebabkan retakan
pada batuan karena terurut ketika gletser bergerak.

5. Erosi karena gravitasi

Batuan atau sedimen yang bergerak terhadap


kemiringannya merupakan proses erosi yang disebabkan oleh
gaya berat massa. Ketika massa bergerak dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah maka terjadilah apa yang disebut dengan
pembuangan massa. Dalam proses terjadinya erosi, pembuangan
massa memiliki peranan penting karena arus air dapat
memindahkan material ke tempat-tempat yang jauh lebih rendah.
Proses pembungan massa terjadi terus menerus baik secara
perlahan maupun secara tiba-tiba sehingga dapat menimbulkan
bencana tanah longsor.

14
6. Erosi karena organisme

Erosi ini terjadi karena aktifitas organisme yang melakukan


pemboran, penggerusan atau penghancuran terhadap batuan.
Erosi ini disebut juga bioerosion.

d. Macam-macam erosi

1. Ablasi

Ablasi merupakan erosi yang dikarenakan oleh air yang


mengalir. Air yang mengalir tersebut menimbulkan banyak
gesekan terhadap suatu tanah yang dilaluinya. Besarnya gesekan
pada suatu tanah dipengaruhi oleh adanya besarnya air yang
mengalir. Gesekan tersebut akan semakin besar apabila kecepatan
serta jumlah air semakin besar. Erosi Ablasi ini yang dikarenakan
oleh air yang mengalir dibagi menjadi beberapa tingkatan, sesuai
dengan tingkatan kerusakannya, antara lain sebagai berikut:

• Erosi percik (Splash Erosion)


Erosi percik adalah suatu proses pengikisan yang terjadi
oleh percikan suatu air. Percikan itu berupa partikel tanah
didalam jumlah yang kecil serta juga diendapkan di
tempat lain.
• Erosi lembar (Sheet Erosion)
Erosi lembar adalah suatu proses pengikisan tanah yang
tebalnya sama atau juga merata didalam suatu permukaan
tanah.
• Erosi alur (Rill Erosion)
Erosi alur terjadi disebabkan air yang mengalir berkumpul
didalam suatu cekungan, sehingga pada cekungan tersebut
terjadi suatu erosi tanah yang lebih besar. Alur-alur akibat
erosi tersebut dapat dihilangkan dengan melalui cara
pengolahan tanah biasa.
• Erosi parit (Gully Erosion)

15
Proses terjadinya erosi parit tersebut sama halnya dengan
erosi alur, namun saja saluran-saluran yang terbentuk
sudah dalam, sehingga tidak dapat untuk dihilangkan
dengan pengolahan tanah yang biasa.

2. Abrasi

Abrasi adalah suatu erosi yang disebabkan oleh air laut


ialah sebagai hasil dari erosi marine. Tinggi rendahnya suatu erosi
akibat air laut tersebut dipengaruhi oleh besar kecilnya suatu
kekuatan gelombang. Erosi oleh air laut merupakan suatu
pengikisan pada pantai oleh pukulan gelombang laut yang terjadi
dengan secara terus-menerus terhadap dinding pantai.

3. Eksarasi

Eksarasi adalah suatu erosi yang disebabkan oleh hasil


pengerjaan es. Jenis erosi eksarasi ini hanya terjadi didaerah yang
mempunyai musim salju atau juga di daerah pegunungan tinggi.
Proses terjadinya erosi eksarasi ini, diawali oleh turunnya salju di
suatu lembah dilereng atau juga perbukitan. Lama kelamaan salju
ituakan menumpuk pada lembah, sehingga akan menjadi padat
serta juga terbentuklah massa es yang berat. Berkat gaya
gravitasi, massa es itu akan merayap menuruni lereng
pegunungan atau juga perbukitan.

4. Deflasi

Deflasi adalah suatu erosi yang disebabkan oleh tenaga


angin. Pada awalnya angin tersebut hanya menerbangkan pasir
dan juga debu, namun tetapi kedua benda itu dijadikan senjata
untuk menghantam batuan yang lebih besar, sehingga pasir dan
debu itu akan mengikis batuan tersebut.

16
2.2.3. Mass Wasting (Pergerakan Massa Tanah)

Gerakan massa didefinisikan sebagai tanah, batuan, ataupun


keduanya yang bergerak turun pada suatu bidang gelincir di bawah
pengaruh bidang gravitasi (Hardiyatmo, 2003). Faktor pengontrolnya
yaitu nilai slope yang relatif besar, curah hujan tinggi, peningkatan
muka air tanah, serta pelapukan yang intensif. Peristiwa ini biasanya
terjadi di daerah perbukitan dengan kondisi lereng tidak stabil. Hal ini
terjadi karena adanya gangguan terhadap kesetimbangan gaya penahan
(shear strength) dan gaya peluncur (shear stress) yang bekerja pada
suatu lereng. Secara mekanika, pelapukan akan mengurangi terjadinya
kekuatan geser batuan dan akan memacu proses gerakan masa (Boris,
2014; Hardiyatmo, 2012; Kusumayudha & Ciptahening 2016;
Citrabhuwana et.al, 2016).

Sumber : Fundamentals of Geomorphology: Richard John Hugget

Pada suatu lereng terdapat sistem gaya yang bekerja secara alami.
Apabila keseimbangan system gaya tersebut terganggu, akan
menyebabkan terjadinya gerakan massa (Citrabhuwana, et.al, 2016).
Lereng yang terdiri dari tanah atau batuan lapuk mempunyai kerentanan
terhadap gerakan massa yang berbeda dengan lereng yang disusunoleh
batuan keras (Citrabhuwana, et.al, 2016). Kestabilan lereng yang
ditempati oleh tanah sangat dipengaruhi kekuatan gesek tanah
tersaebut, sementara lereng yang terdiri dari batuan pada umumnya

17
selain dipengaruhi oleh kekuatan gesek batuan, juga dikendalikan oleh
kehadiran struktur geologi di lokasi tersebut (Kusumayudha &
Ciptahening, 2016). Model sistem gaya yang bekerja pada lereng adalah
sebagaimana pada Gambar 2.

Menurut Hardiyatmo (2003, 2012), faktor penyebab longsor


lahan terdiri dari faktor pasif dan faktor aktif. Faktor pasif meliputi
topografi, keadaan geologi atau litologi, keadaan hidrologis, kondisi
tanah, keterdapatan longsor sebelumnya, dan kondisi vegetasi. Faktor
aktif yang mempengaruhi longsor lahan diantaranya aktivitas manusia
dalam penggunaan lahan dan iklim, terutama terkait dengan curah
hujan.

Analisis terhadap faktor-faktor penyebab gerakan tanah dapat


diuraikan sebagai berikut:

a. Berdasarkan kelerengan dan geomorfologi, gerakan tanah


terjadi pada morfologi perbukitan struktural dengan kemiringan
lereng agak curam hingga curam
b. Iklim merupakan faktor penting penyebab terjadinya pelapukan
dan perubahan bentuklahan. Daerah Kecamatan Bener
mempunyai curah hujan relatif tinggi, intensitas curah hujan
>2000 mm/tahun, menyebabkan kadar air cukup tinggi pada
tanah,dengan kisaran 13,04% - 39,07%. Kandungan air

18
berlebihan dapat mengurangi ikatan antar partikel tanah,
meningkatkan tekanan pori, sehingga kekuatan geser tanah
menurun.
c. Dari hasil uji sampel tanah diketashui bahwa nilai sudut gesek
relatif kecil, yaitu antara 3O sampai dengan 23O . Hal ini
mengakibatkan faktor keamanan di beberapa lereng
menunjukkan nilai yang kecil pula, yaitu berkisar 0,356 – 1,106.
Faktor keamanan dengan nilai kurang dari 1,0 menunjukkan
bahwa lereng dalam keadaan kritis, bahkan longsor.
d. Meskipun beberapa tempat memiliki litologi resisten seperti
breksi dan batuan beku, namun jika di tempat tersebut terdapat
struktur geologi baik kekar maupun sesar, maka litologi tersebut
menjadi lebih mudah lapuk. Adanya rekahan dan sesar dapat
menimbulkan bidang-bidang lemah yang berfungsi sebagai
bidang gelincir longsoran.
e. Tata guna lahan di Daerah Kalijambe terdiri dari pemukiman,
sawah, ladang, perkebunan, dan sungai. Pemukiman di atas
lereng dapat menambah beban pada mahkota lereng. Selain itu
sistem pengaliran yang tidak baik pada pemukiman tersebut
akan menjadikan tanah jenuh air dan labil. Lahan persawahan
basah menyebabkan tanah jenuh airdan menjadi lembek. Di sisi
lain, akar pepohonan di daerah perladangan pada umumnya
tidak mampu menembus bidang lemah yang dalam, dan terjadi
di lokasi longsoran lama. Akhirnya kondisi tersebut akan
memicu kejadian longsor.

Berdasarkan hasil analisis gerakan massa diuraikan di atas, maka


upaya penanggulangan yang dapat dilakukan pada lereng-lereng yang
berpotensi longsor diantaranya:

• Membuat kemiringan lereng lebih landai


• Pembuatan trap/bangku (benching)
• Mengendalikan air permukaan

19
• Metode Sosialisasi kepada warga
• Mengurangi beban pada bagian atas lereng
• Penanaman pohon di lajur rawan longsor
• Pembuatan dinding penahan (retaining wall)

2.3. Contoh Bentuklahan Denudasional

1. Pegunungan denudasional

Karakteristik umum dari unit ini mempunyai topografi bergunung


dengan lereng curam hingga sangat curam dengan perbedaan tinggi
antara tempat terendah dengan tempat tertinggi (relief) >500m. Tingkat
pengikisan (dissected) tergantung dari kondisi litologi, iklim, vegetasi
penutup serta proses erosi yang bekerja pada tempat tersebut. Umumnya
mempunyai lembah yang dalam, berbanding terjal dan berbentuk v
karena proses yang dominan adalah proses yang cenderung pendalaman
lembah (valley deeping).

2. Perbukitan denudasional

Untuk perbukitan denudasional mempunyai topografi berbukit da


bergelombang dengan lereng berkisar antara 15-<557 dengan perbedaan
tinggi (relief lokal) antara 50-<500m. Umumnya terkikis sedang hingga
kecil tergantung pada kondisi litologi, iklim, vegetasi penutup baik alami
maupun tata guna lahannya.

20
3. Nyaris dataran (peneplain)

Akibat dari proses denudasional yang bekerja pada pegunungan /


perbukitan secara terus menerus. Maka permukaan pada daerah tersebut
cenderung menurun ketinggiannya dan membentuk suatu permukaan
yang hampir datar dan nyaris disebut dataran (peneplain). Nyaris dataran
dikontrol oleh batuan penyusun bentuklahan yang mempunyai struktur
berlapis (layers). Apabila batuan penyusun tersebut massif dan
mempunyai permukaan planasi (planation surface). Kenampakan
tersebut menunjukkan bahwa bentuklahan tersebut adalah berumur tua.

4. Perbukitan sisa terpisah (inselberg)


Apabila bagian depan (dinding) suatu pegunungan / perbukitan
mundur akibat proses denudasi dan lereng kaki (footslope) bertambah
lebar secara terus menerus akan meninggalkan bentuk sisa dengan lereng
dinding bukit sisa yang curam. Umumnya bentuk sisa terpisah/inselberg
tersebut adalah berbatu tanpa penutup lahan (bare rock) dan banyak
singkapan batuan (outcrops). Kenampakan ini dapat terjadi baik pada
pegunungan / perbukitan terpisah maupun pada sekelompok pegunungan
/ perbukitan dan mempunyai bentuk membulat. Apabia bentuknya
relative memanjang dengan dinding bukit curam disebut monadrock.

5. Kerucut talus atau kipas koluvial (talus cone or coluuvial fan)

21
Bentuklahan ini mempunyai topografi berbentuk kerucut/kipas
dengan lereng curam (35%). Secara individu fragmen batuanbervariasi
dan ukuran pasir hingga block tergantung pada besarnya cliff dan batuan
yang hancur. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas
kerucut (apex) sedangkan fragmen yang kasar karena gaya beratnya akan
mudah meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah kerucut
talus.

6. Lereng kaki (footslope)


Memiliki aarea memanjang dan relative sempit terletak di kaki suatu

pegunungan / perbukitan dengan topografi landau hingga sedikit terkikis.


Lereng kaki ini dapat terjadi pada kaki pegunungan dan lembah atau
dasar suatu cekungan (basin). Pada umumnya permukaan terangkat
langsung berada pada batuan induk (bedrock). Pada permukaan
lerengkaki sering dilewati oleh tenaga pengangkut (air) ke daerah yang
lebih rendah, misalnya cekungan.

7. Lahan rusak (badland)


Daerahh yang mempunya topografi dengan lereng curam hingga
sangat curam dan terkikis sangat kuat sehingga membentuk lembah-
lembah yang dalam dan berdinding curam serta igir-igir tajam (knife-
like) dan membulat. Proses erosi parit (gully erosion) sangat aktif

22
sehingga banyak singkaoan batuan yang muncul ke permukaan (rock
outcross).

23
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Proses geomorfologi sendiri dibedakan menjadi proses endogen atau


tenaga dari dalam bumi yang cenderung bersifat sebagai pembentuk dan proses
eksogen atau tenaga dari luar bumi yang cenderung bersifat sebagai perusak.
Denudasi adalah proses penelanjangan karena adanya pelapukan dan erosi
yang secara bersamaan mengikis permukaan tanah. Bentuklahan denudasional
merupakan fenomena alam yang berhubungan dengan aktivitas yang berasal
dari luar bumi (eksogen) yang mengakibatkan bentuk permukaan bumi hampir
datar (paneplain). Denudasional meliputi tiga hal yaitu pelapukan
(weathering), erosi (erosion) dan pergerakan massa tanah (mass wasting).

3.2. Saran

24
DAFTAR RUJUKAN

Wesley, Eddison. 1998. Earth Science. USA: Publishing Company, Inc.

Borrero, Francisco. 2008. Earth Science. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Huggett, Richard John. 2011. Fundamentals of Geomorphology. USA: Taylor &


Francis e-Library.

Scheffers, Anja M. 2015. Landforms of the World with Google Earth. New York
London: Springer

Bowles J.E. (1991). Sifat – Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah),
Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga

Hardiyatmo, H. C. (2003), Mekanika Tanah II. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

---------- (2012). Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta: UGM Press

Bronto, S. (2006), Fasies Gunungapi dan Aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia,


Vol. 1 No. 2, Hal 59-71 Citrabhuwana, B.N.K., Kusumayudha, S.B.,
Purwanto (2016), Geology and Slope Stability Analysis using Markland
Method on Road Segment of Piyungan – Patuk, Sleman and
Gunungkidul Regencies, Yogyakarta Special Region, Indonesia,
International Journal of Economic and Environmental Geology, Vol 7,
No 1, University of Karachi, Pakistan, www.econ-environ-geol.org

Rahmawati, Arifah. 2018. Tahapan erosi. Dikutip dari


https://www.academia.edu/36359170/TAHAPAN_EROSI.docx?auto=d
ownload. 1 Maret . Makalah

Banuwa, Sukri Irwan. 2013. Erosi. Jakarta: Prenadamedia Group

Suharini, Erni dan Abraham Palangan. 2014. Geomorfologi. Yogyakarta: Ombak

25
Wirawan, Rahmad. 2014. Bentanglahan Denudasional. Dikutip dari
https://www.academia.edu/10481237/BENTANGLAHAN
DENUDASIONAL

26

Anda mungkin juga menyukai