BENTUKLAHAN DENUDASIONAL
Oleh :
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang di tentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan bisa
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di dunia dan akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas dari mata kuliah Geomorfologi umum dengan judul “Bentuk Lahan
Denudasional”.
Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, agar
makalah ini nantinya bisa menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila
ada kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Erosi, yang berasal dari bahasa Latin (erodere, mengunyah; erosus,
dimakan habis), adalah jumlah dari semua proses destruktif dimana pelapukan
produk diambil (entrained) dan dibawa oleh media pengangkut - es, air, dan
angin. Gletser membawa partikel yang sangat bervariasi ukurannya, mulai dari
bongkahan hingga bentuk yang paling kecil. Ukuran partikel yang dapat
dibawa air tergantung pada kecepatan dan volume air. Sedangkan angin hanya
membawa partikel kecil.
2
1.3. Tujuan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
(b) Dewasa: sistem drainase yang terintegrasi dengan baik, beberapa
aliran yang mengeksploitasi garis-garis batuan yang lemah, aliran induk telah
mencapai tingkat, air terjun, jeram, danau, dan rawa-rawa sebagian besar
dihilangkan, dataran banjir yang umum di lantai lembah dan bantalan sungai
yang berkelok-kelok , lembah tidak lebih lebar dari lebar sabuk berliku-liku,
kelegaan (perbedaan ketinggian antara titik tertinggi dan terendah) paling
tinggi, lereng bukit dan sisi lembah mendominasi pemandangan.
Proses denudasional ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang meliputi tipe
material yang mudah lapuk, kemiringan lereng, curah hujan, suhu udara, sinar
matahari serta aliran-aliran yang tidak kontinyu. Pembagian bentuklahan
Denudasional dapat dilakukan dengan lebih rinci dengan mempertimbangkan
batuan, proses gerak massa yang terjadi dan morfometri. Pada proses erosi
kemampuan batu berpengaruh terhadap mudah tidaknya ia tererosi.
Kemampuan batu untuk melawan zat-zat penelanjangan tergantung pada
faktor-faktor seperti ukuran partikel, kekerasan, porositas, permebealitas,
sejauh mana partikel disemen dan mineralogi. Ukuran partikel menentukan
luas permukaan yang terpengaruh zat kimia seperti kerikil dan pasir secara
perlahan dibandingan dengan lanau dan lempung. Kekerasan, mineralogi dan
tingkat sementasi batuan mempengaruhi laju pelapukan ysng terdekomposisi
dan disintegrasi. Batu silika lebih tahan terhadap pelapukan dibandingkan batu
pasir berkapur. Permeabilitas adalah sifat penting dalam membentuk pelapukan
karena menentukan tingkat dimana air meresap ke dalam air dan batu serta
5
menentukan area permukaan internal yang terkena pelapukan. Biasanya batuan
beku dan metamorf tahan terhadap cuaca dan erosi.
6
mungkin telah dipicu oleh pengangkatan Dataran Tinggi Tibet. Peningkatan
pelapukan kimiawi yang terkait dengan pengangkatan ini telah menyebabkan
penurunan karbon dioksida di atmosfer.
2.2.1. Pelapukan
a. Pelapukan Fisika
7
rendah dapat menyebabkan bahan batuan mengerut, atau semakin
kecil. Mengembang dan mengerutnya batuan ini dapat melemahkan
material batuan menyebabkannya retak, pecah ataupun mengelupas
seperti kulit bawang. Pelapukan fisika hanya mengubah bentuk dan
ukuran batu.
.Sumber : Earth Sience : Francisco Borrero • Frances Scelsi Hess • Jun Hsu Gerhard Kunze • Stephen
A. Leslie • Stephen Letro Michael Manga • Len Sharp • Theodore Snow • Dinah Zike
8
Sumber : Fundamentals of Geomorphology: Richard John Hugget
b. Pelapukan Kimia
9
c. Pelapukan biologis
Sumber: Landforms of the World with Google Earth: Anja M. Scheffers • Simon M. May
Dieter H. Kelleta
10
Profil 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan bahwa tanah terbentuk
karena hasil dari pelapukan. Profil 1 menunjukkan lapisan padat
batuan atau biasa disebut batuan induk. Lapisan batu ini yang berada
di bawah tanah. Dalam profil 1, pelapukan yang terjadi masih
sedikit. Pada profil 2 menunjukkan tahap pertama pembentukan
tanah. Pelapukan menyebabkan batu yang besar menjadi pecah dan
berbentuk kecil-kecil dari batuan induk. Pada profil 3, terbentuk
butiran partikel yang berbeda bentuk. Partikel-partikel yang berada
di dekat permukaan merupakan partikel terkecil karena telah
bertahan paling lama. Profil 4 menunjukkan profil tanah yang
sepenuhnya mengalami perkembangan. Lapisan ini mengandung
humus, yang berwarna coklat tua atau hitam yang terbentuk saat
tumbuhan dan binatang atau organisme membusuk. Humus sangat
kaya akan bahan yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan
karena mengandung bahan organik.
2.2.2. Erosi
a. Pengertian Erosi
11
Pengikisan, pengangkutan dan pemindahan tanah tersebut dilakukan
oleh media alami yaitu air dan angin. Beasley (1972, dalam Banuwa,
2008) dan Hudson (1976, dalam Banuwa, 2008) berpendapat, bahwa
erosi adalah proses kerja fisik yang keseluruhan prosesnya
menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan
agregat tanah (detachment), memercikkan partikel tanah (splash),
menyebabkan gejolak (turbulence) pada limpasan permukaan, serta
menghanyutkan partikel tanah.
12
c. Jenis—jenis erosi dan penyebabnya
13
• Abrasi atau corrasi (abrasion / corrasion): erosi oleh
material yang diangkut gelombang ketika gelombang
memukul ke tebing pantai.
Erosi ini terjadi oleh angin yang bertiup. Erosi ini terjadi di
daerah yang tidak bervegetasi atau bervegetasi sangat jarang di
daerah gurun atau pesisir. Erosi ini dapat dibedakan menjadi:
4. Erosi oleh es
14
6. Erosi karena organisme
d. Macam-macam erosi
1. Ablasi
15
Proses terjadinya erosi parit tersebut sama halnya dengan
erosi alur, namun saja saluran-saluran yang terbentuk
sudah dalam, sehingga tidak dapat untuk dihilangkan
dengan pengolahan tanah yang biasa.
2. Abrasi
3. Eksarasi
4. Deflasi
16
2.2.3. Mass Wasting (Pergerakan Massa Tanah)
Pada suatu lereng terdapat sistem gaya yang bekerja secara alami.
Apabila keseimbangan system gaya tersebut terganggu, akan
menyebabkan terjadinya gerakan massa (Citrabhuwana, et.al, 2016).
Lereng yang terdiri dari tanah atau batuan lapuk mempunyai kerentanan
terhadap gerakan massa yang berbeda dengan lereng yang disusunoleh
batuan keras (Citrabhuwana, et.al, 2016). Kestabilan lereng yang
ditempati oleh tanah sangat dipengaruhi kekuatan gesek tanah
tersaebut, sementara lereng yang terdiri dari batuan pada umumnya
17
selain dipengaruhi oleh kekuatan gesek batuan, juga dikendalikan oleh
kehadiran struktur geologi di lokasi tersebut (Kusumayudha &
Ciptahening, 2016). Model sistem gaya yang bekerja pada lereng adalah
sebagaimana pada Gambar 2.
18
berlebihan dapat mengurangi ikatan antar partikel tanah,
meningkatkan tekanan pori, sehingga kekuatan geser tanah
menurun.
c. Dari hasil uji sampel tanah diketashui bahwa nilai sudut gesek
relatif kecil, yaitu antara 3O sampai dengan 23O . Hal ini
mengakibatkan faktor keamanan di beberapa lereng
menunjukkan nilai yang kecil pula, yaitu berkisar 0,356 – 1,106.
Faktor keamanan dengan nilai kurang dari 1,0 menunjukkan
bahwa lereng dalam keadaan kritis, bahkan longsor.
d. Meskipun beberapa tempat memiliki litologi resisten seperti
breksi dan batuan beku, namun jika di tempat tersebut terdapat
struktur geologi baik kekar maupun sesar, maka litologi tersebut
menjadi lebih mudah lapuk. Adanya rekahan dan sesar dapat
menimbulkan bidang-bidang lemah yang berfungsi sebagai
bidang gelincir longsoran.
e. Tata guna lahan di Daerah Kalijambe terdiri dari pemukiman,
sawah, ladang, perkebunan, dan sungai. Pemukiman di atas
lereng dapat menambah beban pada mahkota lereng. Selain itu
sistem pengaliran yang tidak baik pada pemukiman tersebut
akan menjadikan tanah jenuh air dan labil. Lahan persawahan
basah menyebabkan tanah jenuh airdan menjadi lembek. Di sisi
lain, akar pepohonan di daerah perladangan pada umumnya
tidak mampu menembus bidang lemah yang dalam, dan terjadi
di lokasi longsoran lama. Akhirnya kondisi tersebut akan
memicu kejadian longsor.
19
• Metode Sosialisasi kepada warga
• Mengurangi beban pada bagian atas lereng
• Penanaman pohon di lajur rawan longsor
• Pembuatan dinding penahan (retaining wall)
1. Pegunungan denudasional
2. Perbukitan denudasional
20
3. Nyaris dataran (peneplain)
21
Bentuklahan ini mempunyai topografi berbentuk kerucut/kipas
dengan lereng curam (35%). Secara individu fragmen batuanbervariasi
dan ukuran pasir hingga block tergantung pada besarnya cliff dan batuan
yang hancur. Fragmen berukuran kecil terendapkan pada bagian atas
kerucut (apex) sedangkan fragmen yang kasar karena gaya beratnya akan
mudah meluncur ke bawah dan terendapkan di bagian bawah kerucut
talus.
22
sehingga banyak singkaoan batuan yang muncul ke permukaan (rock
outcross).
23
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
24
DAFTAR RUJUKAN
Borrero, Francisco. 2008. Earth Science. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Scheffers, Anja M. 2015. Landforms of the World with Google Earth. New York
London: Springer
Bowles J.E. (1991). Sifat – Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah),
Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga
25
Wirawan, Rahmad. 2014. Bentanglahan Denudasional. Dikutip dari
https://www.academia.edu/10481237/BENTANGLAHAN
DENUDASIONAL
26