Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 GEOLOGI REGIONAL PAPUA


I.1.1 Fisiografi
Secara geografis Papua dibagi menjadi 3 komponen besar yaitu bagian
Kepala Burung - Leher Burung, Badan burung dan ekor Burung. Cekungan Bintuni
berada di daerah Teluk Bintuni–Papua Barat, tepatnya terletak di bagian Kepala-
Leher Burung.

Geomorfologi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier Akhir,


pada masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah barat daya dan
berakhir pada New Guinea Mobile Belt, sehingga berbentuk kepala dan leher
burung. Tatanan geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur
Paleogen tepatnya Oligose-Resen. Kompresi ini disebabkan karena adanya
oblique convergent antara Lempeng IndoAustralia yang bergerak ke arah barat
laut dan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah tenggara. Cekungan Bintuni
merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, di bagian timurnya dibatasi
oleh jalur lipatan Anjakan Lengguru. Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan
Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak
(Marten, 2012).
Fisiografi daerah ini dipengaruhi oleh sebaran batuan serta keadaan
strukturnya. Setiap satuan fisiografi mencerminkan batuan tertentu. Robinson
dkk., telah mengelompokkan rupa bumi di Teluk Bintuni ke dalam dua empat
fisiografi, yaitu : dataran rendah, perbukitan rendah, perbukitan bergelombang dan
dataran alluvial.
Dataran yang berkembang dari adanya gebungan proses pengendapan di tepi
laut dan pengendapan alluvium menempati daerah luas di sekitar Teluk Bintuni,
dengan tumbuhan raa dan bakaunya. Di utara Teluk bintuni, dataran itu menyatu
ke barat dengan dataran utara, dan beralih ke pematang jurus sejajar rendahrendah
di bagian baratlaut dan perbukitan menggelombang rendah-rendah di
timurlaut. Di selatan Teluk Bintuni, bentangan itu merupakan batas timurlaut
Dataran Bomberai. Makin jauh dari pantai, dataran itu mengalasi alluvium dan
diendapkan pada rataan sungai yang berselingan dengan perbukitan
menggelombang rendah yang tersusun dari batuan Miosen atas hingga Plistosen.
Rataan alluvium atau dataran alluvial menempati petak besar yang tak
seberapa jumlahnya dan beberapa yang kecil-kecil di antara pematang jurus
berbukit-bukit yang mengkras hingga yang bergunung-gunung (Robinson, dkk.,
1990).

I.1.2 Stratigrafi
Cekungan Bintuni terbentuk saat Tersier Akhir yang mengalami
perkembangan selama Plio-Pleistosen bersamaan dengan pengangkatan
pegunungan lupatan Lengguru (Lengguru Foldbelt) di sebelah timur dan Tinggian
Kemum sebelah utara. Pigram dan Sukanta (1981) beranggapan bahwa cekungan
Bintuni berumur lebih tua dari yang telah disampaikan diatas, setidaknya berumur
Trias. Proses terbentuknya Kepala Burung yang didalamnya terdapat cekungan
Bintuni merupakan sesuatu yang masih diperdebatkan. Kepala Burung terdiri dari
sejumlah terrane. Kemum terrane merupakan bagian Gondwana setidaknya hingga
Jura Akhir. Kemum dan Misool terrane kemudian menyatu oleh Oligosen Akhir,
dibuktikan dengan adanya perlipatan dari batuan diatasnya. Kemudian terrane
mikrokontinen Kepala Burung seperti saat ini.
1. Batuan Dasar Paleozoikum
Batuan berumur paleozoikum dapat dijumpai tersingkap di pegunungan
timut laut Kepala Burung yang dikenal dengan Tinggian Kemum. Di
bagian Kepala Burung, lapisan batuan tertua berupa Formasi Kemum
yang terdiri dari batuan sabak, filitik dan sedikit kuarsit. Formasi ini
diintrusi oleh biotit granit (melaiurna granite) berumur karbon. Di atas
Formasi Kemum diendapkan secara tidak selaras di atas kelompok Aifam.
2. Kelompok Aifam
Kelompok Aifam merupakan kelompok batuan yang diendapkan pada
lingkungan laut dangkal di bagian bawahnya hingga lingkungan
fluviodeltaik ke arah atas.kelompok Aifam terdiri dari tiga formasi :
Formasi Aimau, Aifat Mudstone dan Formasi Ainim. Kelompok ini
terdeformasikan kuat dan termetamorfkan di daerah Kepala Burung. Di
Cekungan Bintuni, Formasi Tipuma diendapkan secara tidak selaras di
atas Kelompok Aifam.
3. Sedimen Mesozoikum hingga Kenozoikum
Formasi Tipuma tersebar luas di daerah Papua, mulai dari Barat daya
Kepala Burung hingga ujung paling Timur. (Visser dan Hermes, 1962)
yang pertama kali menamakan formasi ini sebagai Formasi Tipuma.
Formasi Tipuma dicirikan oleh batuan yang berwarna merah dengan
sedikit bintik-bintik yang berarna hijau terang. Formasi Tipuma
diendapkan pada lingkungan fluvial selama periode rifting kerak
benua.pengamatan di lapangan menunjukkan perubahan ketebalan
formasi searah jurus lapisan. penampakan ini diinterpretasikan sebagai
topografi horst dan graben yang dihasilkan dengan extension aktif. Umur
formasi Tipuma berdasarkan posisi stratigrafi, Trias-Jura Awal. Pigram
dan Sukanta (1981) menyatakan bahwa kontak antara Formasi Tipuma
dan kelompok kembelengan adalah ketidakselarasan berupa post-breakup
unconformity.
4. Kelompok Kembelangan
Kelompok Kembelangan dapat ditemui di Kepala Burung hingga
Platform Arafura dan secara regional satuan ini diendapkan pada tepi
bagian utara dari Lempeng Australia selatan masa Mesozoikum. Pigram
dan Sukanta (1981) membagi kelompok Kembelengan menjadi empat
formasi : Formasi Kopai, Waniwogi Sandstone, Piniya Mudstone dan
Ekmai Sandstone.
Di Kepala Burung, Kelompok Kembelengan dapat digabi menjadi empat
formasi. Bagian paling dikenal dari kelompok ini yaitu Formasi Jass.
Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan batu lempung karbonatan.
Pada Lower Kembelengan, bagian atas Kelompok Kembelengan terdiri
dari perselingan serpih karbonatan dengan batu lempung, dan batu pasir
halus kuarsa glaukonitan dan sedikit serpih. Kelompok ini diendapkan
pada sekuen passive margin yang terendapkan secara selaras diatas sikuen
rift Trias Formasi Tipuma. Kontak antara Formasi Waripi dan kelompok
batu gamping New Guinea berupa kontak keselarasan.
5. Kelompok batu gamping New Guinea
Selama masa kenozoikum, terutama antara periode kapus hingga batas
Kenozoikum, Pulau Papua New Guinea dicirikan oleh pengendapan
batuan karbonat yang dikenal dengan nama Kelompok Kembelengan
(Visser dan Hermes, 1962).
6. Sedimentasi pada Kenozoikum Akhir
Sedimentasi pada Kenozoikum Akhir di batuan dasar (Basement) Benua
Australia dicirikan oleh sikuen silisklastik dengan ketebalan kilometer
yang menutupi sikuen karbonat berumur Miosen Tengah. Di Papua, telah
dikenal tiga formasi utama yang semuanya memiliki kesamaan umur dan
litologi. Formasi tersebut adalah formasi Klasaman, Formasi Steenkool
dan Formasi Buru.
I.1.3 Tatanan Tektonik Geologi Di Kepala Burung Papua

1. Struktur Regional Papua


Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling
bertumbukan dan serentak aktif. Pada saat ini, Lempeng Samudera
Pasifik-Caroline bergerak ke barat-baratdaya dengan kecepatan 7,5 cm/th,
sedangkan Lempeng Benua Indo-Australia bergerak ke utara dengan
kecepatan 10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini
membentuk suatu tatanan struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua),
yang sebagian besar dilandasi kerak Benua Indo-Australia.
Periode tektonik utama daerah Papua dan bagian utara Benua Indo-Australia
dijelaskan dalam empat episode yaitu
1) periode rifting awal Jura di sepanjang batas utara Lempeng Benua
Indo-Australia,
2) periode rifting awal Jura di Paparan Baratlaut Indo-Australia (sekitar
Palung Aru),
3) periode tumbukan Tersier antara Lempeng Samudera Pasifik-
Caroline dan Indo-Australia, zona subduksi berada di Palung New
Guinea, dan
4) periode tumbukan Tersier antara Busur Banda dan Lempeng Benua
Indo-Australia. Periode tektonik Tersier ini menghasilkan
kompleks-kompleks struktur seperti Jalur Lipatan Anjakan Papua
dan Lengguru, serta Antiklin Misool-Onin-Kumawa.

Tektonik Papua, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu
Badan Burung atau Papua bagian timur dan Kepala Burung atau Papua bagian
barat. Kedua bagian ini menunjukkan pola kelurusan barat-timur yang ditunjukan
oleh Tinggian Kemum di Kepala Burung dan Central Range di Badan Burung,
kedua pola ini dipisahkan oleh Jalur Lipatan Anjakan Lengguru berarah
baratdayatenggara di daerah Leher Burung dan juga oleh Teluk Cenderawasih
Proses Sedimentasi (Lingkungan Pengendapan, Evolusi Basin)

Berdasarkan stratigrafi Cekungan Bintuni, dapat dibagi evolusi cekungn


Bituni dalam beberapa tahapan yaitu :
1. Tahapan Pemisahan Gondwana dan Asia
Tahapan pemisahan Gondwana dan Asia berlangsung pada umur
Paleozoikum Akhir, dibagi menjadi 3 periode pengendapan pre-rift, syn-rift, post-
rift.
a. Pre- Rift(Paleozoikum)
Batuan dasar dari daerah Kerak Benua terdiri dari sedimen pada umur Silur–
Devon yang kemudian terlipat dan mengalami metamorfisme. Kegiatan sedimen
ini terus berlangsung sampai umur Karbon-Permian diendapkan Kelompok Aifam
yang terdiri dari 3 formasi dari tua–muda yaitu Formasi Aimau, Aifat dan Ainin.
Kelompok ini tersebar luas pada bagian Kerak Benua, tetapi tidak terlihat
dipengaruhi oleh metamorfisme melainkan lebih terdeformasi. Pada bagian Tubuh
Burung Kelompok Aifam ini setara dengan Formasi Aiduna yang berumur Karbon
Akhir-Permian. Kelompok Aifam ini dapat dikelompokan dalam tahap Pre-
riftingyakni proses pengendapan yang tejadi sebelum tahap tektonik (rifting) pada
masa Mezosoikum.
b. Syn-Rift(Mezosoikum)
Pada Triasik, di daerah kerak benua ditemukan adanya red–beds yang
menandakan sebagian area terekspos atau terangkat ke permukaaan sehingga
mengalami oksidasi pada lingkungan yang kering. Sebagian daerah yang terangkat
ini mengakibatkan Cekungan Bintuni mengalami ketidakselarasan (unconformity)
antara Permian Akhir dengan Jurasik, dengan demikian selama umur Triasik
Cekungan Bintuni tidak terjadi proses sedimentasi (Perkins & Livesey, 1993).
Sementara pada beberapa bagian, terendapkan Formasi Tipuma pada umur Triasik
Awal–Akhir. Periode riftingitu sendiri dimulai pada umur Jurasik, sedangkan
Formasi Tipuma berumur Triasik Awal–Akhir, jadi dapat disimpulkan bahwa
endapan ini merupakan endapan pertama pada periode rifting. Rifting pada bagian
utara diperkirakan dibatasi oleh batas yang kompleks berupa Palung New Guinea,
Fold Belt Papua dan Sorong Koor Suture. Sementara rifting yang terjadi pada
bagian baratlaut dapat diperkirakan dibatasi oleh Timor Trough hingga Aru Trough.
c. Post-Rift/ Passive Margin (Mesozoikum)
Pada umur Jurasik Tengah-Akhir terjadi suatu proses transgresi. Pada
proses ini diendapkan Kelompok Kambelangan Bawah yang berumur Jurasik
Awal–Akhir. Disamping itu, pada umur Jurasik merupakan tahapan post–rift /
passive margin hal ini ditandai dengan adanya seafloor spreadingpada umur Jurasik,
hingga terpecahnya Kontinental Australia pada bagian timurlaut menjadi lempeng-
lempeng kontinen berukuran kecil (mikro kontinen). Pada masa ini bagian timurlaut
Kontinen Australia masih bertindak sebagai passive margin. Kelompok
Kambelangan Bawah yang menindih secara tidak selaras sekuen rift(syn-rift) yakni
Formasi Tipuma. Kemudian terjadi proses pengangkatan yang terjadi sepanjang
zaman Kapur Awal membentuk apa yang dikenal dengan intra–cretaceous
uncorformity (Perkins danLivsey,1993) sehingga tidak ada proses sedimen pada
Kapur Awal pada Cekungan Bintuni. Pada umur Kapur Akhir diperkiran terjadi
proses extensional rift, sehingga memisahkan Kepala Burung dengan wilayah
Kontinental Australia. Dengan adanya aktivitas ini Formasi Tipuma dan Kelompok
Kembelangan mengalami pengangkatan sehingga menghasilkan erosional pada
sedimen yang lebih tua atau malah tidak terjadinya proses pengendapan. Kelompok
ini diendapakan hingga terjadi pengurangan suplai sedimen pada umur Kapur Akhir
sehingga memberikan jalan untuk berkembangnya batuan karbonat (Batugamping
New Guinea) pada umur Eosen–Miosen Akhir. Catatan Batugamping New Guinea
terdiri atas: (1) Formasi Waripi (Paleosen), (2) Formasi Faumai (Eosen-Oligosen),
(3) Formasi Sirga (Miosen Awal), (3) Formasi Kais (Miosen Tengah).
2. Tahap Tumbukan Lempeng Australia dengan Pasifik (Kenozoikum)
Pada umur Kenozoikum adalah waktu tektonik aktif di daerah Kepala
Burung, sehingga membentuk geografi, struktur geologi dan stratigrafi KB. Pada
Kenozoikum Awal (Paleosen–Eosen), kemungkinan bahwa Lempeng KB menjadi
terlepas dari Lempeng Australia–New Guinea. Pada umur Eosen-Oligosen ditandai
oleh kemunculan batuan transgresi karbonat Formasi Faumai. Sebuah
ketidakselarasan muncul pada kolom stratigrafi dari lapangan Wariagar, Bintuni
yang berumur Oligosen Akhir. Ketidakselarasan menandakan terjadinya peristiwa
kompresi, yang membagi Formasi Faumai dengan Formasi di atasnya (Formasi
Sirga dan Kais). Fase kompresi ini terjadi akibat adanya tumbukan antara Lempeng
Australia dengan Lempeng Pasifik pada umur Eosen. Pada umur Eosen Akhir
Lempeng Australia bergerak ke arah utara dan menyusup sebagai subduksi terhadap
Kerak Samudra dari Lempeng Pasifik dan kemudian membentuk busur-busur
kepulauan (island arc). Kompresi ini mengakibatkan pembentukan antiklin yang
berarah NW-SE dan merupakan pusat berkembangnya kelompok BNG dalam
Cekungan Bintuni. Proses subduksi ini terus berlanjut ke arah utara hingga akhirnya
kerak samudera dari Lempeng Australia termakan habis (overriding plate) oleh
Lempeng Samudra Pasifik. Proses ini berlanjut terus hingga terjadinya tumbukan
(collision) pada umur Oligosen antara Lempeng Australia dan busur kepulauan
Samudera Pasifik.
3. Tahap Pembalikan Zona Subduksi (Neogen)
Pada Neogen telah terjadi pembalikan arah subduksi. Pada mulanya
Lempeng Australia menunjam ke dalam Lempeng Pasifik ke arah utara, tetapi
setelah terjadi tumbukan terjadi perubahan arah subduksi, dimana Lempeng Pasifik
menunjam ke dalam Lempeng Australia ke arah selatan yang kini dikenal sebagai
Palung New Guinea. Berdasarkan tektonik Kepala Burung, umur penunjaman
Palung New Guinea ke arah selatan ini berumur Miosen. Hal ini diperkuat oleh
kemunculan pertama sedimen klastik tebal setelah pengendapan BNG Formasi
Kais, formasi silisiklastik ini dikenal dengan Formasi Klasafet. Tahap tektonik
tumbukan umur ini menghasilkan New Guinea Mobile Belt dan Lengguru Fold
Belt, sesar–sesar aktif (Sesar Sorong, Terera dan sebagainya) dan cekungan–
cekungan forelandseperti Cekungan Salawati dan Cekungan Bintuni di wilayah
Kepala Burung. Pada Miosen Akhir–Pleistosen diendapkan sedimen klastik,
disebut dengan Formasi Steenkool. Rangkaian formasi ini merupakan tudung (seal)
dari Formasi Kais yang merupakan batugamping reservoir. Kemudian terjadi
penurunan cekungan, sedimentasi yang cepat dengan kedalaman yang sangat dalam
sehingga baik untuk “Kitchen area“ sebagai syarat pembentukan hidrokarbon dari
Permian Akhir–Awal Jurasik yang sebelumnya telah terendapkan pada Cekungan
Bintuni.

Anda mungkin juga menyukai