Kondisi Geologi
2.1.Fisiografi Daerah
Gambar 1. Fisiografi daerah
Papua Nugini
Beberapa peneliti
terdahulu yang telah
melakukan studi terhadap
geologi Papua berpendapat
bahwa orogenesis
(pengangkatan) pada Kala
Oligosen merupakan awal
mulainya proses tektonik Papua hingga terbentuk fisiografi yang terlihat pada saat ini yang
dikenal sebagao Orogen Melanesia. Orogenesis tersebut menghasilkan 3 mandala geologi,
dimana Dow et al. (1986) membagi geologi Papua menjadi 3 lajur berdasarkan stratigrafi,
magmatic, dan tektoniknya yaitu:
1. Kawasan Samudera Utara yang dicirikan oleh ofiolit dan busur vulkanik kepulauan
(Oceanic Province) sebagai bagian dari Lempeng Pasifik. Batuan-batuan ofiolit pada
umumnya tersingkap di sayap utara Pegunungan Tengah Papua Nugini.
2. Kawasan Benua yang terdiri dari batuan sedimen yang menutupi batuan dasar kontinen
yang relative stabil dan tebal yang terpisah dari Kraton Australia.
3. Lajur peralihan yang terdiri atas batuan termalihkan (metamorf) dan terdeformasi
sangat kuat secara regional. Lajur ini terletak di tengah (Central Range).
Fisiografi Papua secara umum juga dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu
bagian Kepala Burung, Leher dan Badan. Bagian utara Kepala Burung merupakan
pegunungan dengan relief kasar, terjal, sampai sangat terjal. Batuan yang tersusun berupa
batuan gunung api, batuan ubahan, dan batuan intrusif asam sampai menengah. Morfologi
ini berangsur berubah ke arah barat sampai selatan berupa dataran rendah aluvial, rawa
dan plateau batugamping.
Kenampakan fisiografi dari Papua ini merupakan kenampakan dari keadaan
geologi dan tektonik yang pernah terjadi di tempat tersebut. Menurut Visser dan Hermes
(1962) kerak kontinen Lempeng Australia yang berada di bawah laut Arafura dan meluas
ke arah utara merupakan dasar bagian selatan dari Pegunungan Tengah Papua, batuan
dasarnya tersusun oleh batuan sedimen paparan berumur Paleozoik sampai Kuarter
Tengah.
Kompresi, deformasi dan pengangkatan dari Pegunungan Tengah yang disebut
sebagai Orogenesa Melanesia dimulai pada awal Miosen hingga Miosen Akhir dan
mencapai puncaknya selama Pliosen Akhir hingga Awal Plistosen. Batuan dasar dan
sedimen paparan terangkat secara bersamaan sepajang komplek sistem struktur yang
mengarah ke barat laut. Di Papua bagian utara atau bagian ke dua dari Mobile Belt New
Guinea tersusun oleh batuan vulkanik afanitik yang merupakan bagian tepi utara lempeng
Australia yang terjadi selama periode tumbukan kontinen dengan busur kepulauan pada
waktu Oligosen. Bagian dari Mobile Belt ini tersusun oleh batuan ultramafik Mesozoik
sampai Tersier dan mendasari batuan intrusi dari Sabuk Ophiolit Papua dibagian utara
yang dibatasi oleh suatu endapan gunung api bawah laut yang berumur Tersier. Pergerakan
dari kerak samudera Pasifik sekarang mempunyai batas di sebelah utara pantai Pulau New
Gunea. Formasi stratigrafi yang menyusun daerah ini diterobos oleh suatu grup magma
intermediate berumur Pliosen berupa kalk alkali stock dan batholit yang menempati
sepanjang jalur struktur regional utama.
A. Stratigrafi Regional
Kawasan Kepala Burung yang terdiri dari Cekungan Salawati dan Cekungan
Bintuni memiliki tatanan stratigrafi regional yang saling berhubungan antara kedua
cekungan tersebut. Secara keseluruhan, kawasan ini tersusun oleh 12 formasi batuan
dengan batuan tertua mulai dari umur Paleozoikum.
Gambar 4.4. Peta Geologi Regional Kepala Burung (KB). (Dumex, dkk 2007, BP Indonesia)
Cekungan Bintuni, tersusun oleh beberapa komponen yang membentuk sistem
petroleum meliputi batuan induk, reservoar, migration time, perangkap, dan seal atau penutup.
a. Batuan Induk (source rock)
Pada Cekungan Bintuni batuan reservoar adalah batugamping pada Formasi Kais berumur
Miosen Tengah. Batuan induk ini juga dapat berasal dari batuan yang berumur lebih tua atau
Pra-Tersier. Batugamping ini mengandung material organik yang mampu menghasilkan
hidrokarbon. 14
b. Batuan Reservoar (Reservoir Rock)
Selain potensi minyak bumi, di kawasan Kepala Burung ini juga menghasilkan gas alam
sebagai produk lain. Sebagai contoh adalah di Cekungan Salawati dengan batuan sumber
(Source rock) berupa batulempung Klasafet.
Anggota Formasi Klasafet ini (yang telah matang / dewasa) ditemukan pada bagian
cekungan yang dalam. Jika jenis litologi ini menghasilkan hidrokarbon cair (liquid), maka
hidrokarbon tersebut akan segera berubah menjadi wujud gas. Hal ini dikarenakan hanya gas
dan minyak dengan nilai gravitasi tinggilah yang dapat diharapkan untuk diproduksi oleh
daerah eksplorasi dengan hanya Formasi Klasafet sebagai batuan sumbernya. Sebalikanya,
minyak bumi yang dihasilkan Cekungan Salawati memiliki nilai gravitasi (GOR) yang rendah.
Gas yang dihasilkan dapat diabaikan, yang tidak mendukung Formasi Klasafet sebagai batuan
sumber hidrokarbon utama. Lapangan yang menghasilkan gas bumi (Philips, dalam Phoa &
Samuel, 1986) terletak di Pulau Salawati dan di bagian utara Cekungan Salawati. Dalam hal
ini, studi geokimia dan gas chromatograph saat ini masih menunjukkan bahwa sumber utama
gas dan minyak bumi tersebut berada di bagian selatan cekungan. 15