Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PRAKTIKUM GAMBAR TEKNIK

ANALISIS FAULT FRACTURE DENSITY

Disusun Oleh:
Pramesti Desta Putri Latifa
21100121130031

DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
APRIL 2023
BAB I
GEOLOGI REGIONAL

1.1.Geologi Regional Pulau Papua

Secara administratif wilayah kavling praktikan terletak pada Provinsi Papua


tepatnya Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua secara topografis
wilayah coastal bagian utara dan selatan mempunyai perbedaan, dimana bagian
utara kondisi topografinya lebih sempit dibanding dengan bagian selatan, juga
mencerminkan dataran rendah. Secara umum wilayah coastal bagian utara
berada pada ketinggian ± 1 hingga 250 meter dan bagian selatan ± 1 hingga 50
meter di atas permukaan airlaut.

Sumber: Peta Administrasi Provinsi Papua (Pemprov Papua)

Menurut Dow dkk., 1988, geologi Papua dapat dibedakan menjadi tiga
lajur berdasarkan aspek stratigrafi, magmatik dan tektonik, yaitu :
- Kawasan Samudera Utara yang dicirikan oleh ofiolit dan busur vulkanik
kepulauan (Oceanic province).
- Kawasan benua yang terdiri atas batuan sedimen yang menutupi batuan
dasar kontinen yang relative stabil dan tebal.
- Lajur peralihan yang terdiri atas batuan termalihkan dan terdeformasi
sangat kuat secara regional. Lajur ini terletak di tengah (central range) dan
memisahkan kelompok 1 dengan kelompok 2 dengan batas-batas sesar-
sesar sungkup dan sesar-sesar geser.

Selain itu wilayah Papua memiliki pembagian 3 provinsi tektonik sebagai


berikut:
- SW southwest cratonic zone
- C atau central collisional zone atau zona tubrukan tengah NE atau
northeastern islands
- Jajaran yang terbentuk akibat aktivitas volkanik Kenozoikum (Dow dkk.,
1986)

Sumber: Peta Setting Tektonik Papua (Dow dkk., 1986)

Struktur Regional Papua

Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling


bertumbukan dan serentak aktif (Gambar 1). Pada saat ini, Lempeng Samudera
Pasifik - Caroline bergerak ke barat-barat daya dengan kecepatan 7,5 cm/th,
sedangkan Lempeng Benua Indo - Australia bergerak ke utara dengan kecepatan
10,5 cm/th. Tumbukan yang sudah aktif sejak Eosen ini membentuk suatu tatanan
struktur kompleks terhadap Papua Barat (Papua), yang sebagian besar dilandasi
kerak Benua Indo - Australia.
Periode tektonik utama daerah Papua dan bagian utara Benua Indo - Australia
dijelaskan dalam empat episode (Henage, 1993), yaitu:
- Periode rifting awal Jura di sepanjang batas utara Lempeng Benua Indo-
Australia.
- Periode rifting awal Jura di Paparan Barat laut Indo-Australia (sekitar
Palung Aru),
- Periode tumbukan Tersier antara Lempeng Samudera Pasifik-Caroline dan
Indo-Australia, zona subduksi berada di Palung New Guinea.
- Periode tumbukan Tersier antara Busur Banda dan Lempeng Benua Indo -
Australia. Periode tektonik Tersier ini menghasilkan kompleks - kompleks
struktur seperti Jalur Lipatan Anjakan Papua dan Lengguru, serta Antiklin
Misool-Onin-Kumawa.

Teluk Cendrawasih merupakan salah satu ciri fisiografi Papua Utara. Teluk ini
terletak di antara daratan Badan Burung ke selatan dan timur, Kepala Burung ke
barat dan Pulau Yapen ke utara. Teluk Cendrawasih merupakan depresi berbentuk
triangular embayment pada pantai utara Papua yang memisahkan Kepala Burung
dan Badan Burung (Charlton, 2000). Terdapat tiga zona struktur yaitu:
- Kepala Burung: didominasi oleh struktur sesar berarah Barat-Timur.
- Leher Burung: didominasi oleh struktur berarah UtaraBarat Laut (Jalur
Perlipatan Lengguru, LFB), yang berhenti pada tinggian Kemum pada
daerah Kepala Burung.
- Tubuh Burung: didominasi oleh struktur berarah BaratBarat Laut
sepanjang Central Range (Jalur Mobil Nugini). Diakhiri oleh sesar
mendatar dengan arah Barat-Timur (Zona Sesar Tarera-Aiduna, TAFZ)
pada Leher Burung.
1.2.Geologi Regional Kavling Penelitian

Geologi Provinsi Papua khususnya Kabupaten Pegunungan Bintang yang


menjadi Kavling praktikan yaitu Puncak Mandala secara garis besar dibedakan
ke dalam tiga kelompok batuan penyusan utama yaitu: (a) batuan kraton
Australia; (b) batuan lempeng pasifik; dan (c) batuan campuran dari kedua
lempeng. Litologi yang terakhir ini batuan bentukan dari orogenesa Melanesia.
Batuan yang berasal dari kraton Australia terutama tersusun oleh batuan alas,
batuan malihan berderajat rendah dan tinggi sebagian telah diintrusi oleh
batuan granit di sebelah barat, batuan ini berumur palaezoikum akhir, secara
selaras ditindih oleh sedimen paparan mesozoikum dan batuan sedimen yang
lebih muda , batuan vulkanik dan batuan malihan hingga tersier akhir. (dow,
drr,1985).

Batuan lempeng pasifik umumnya lebih muda dan tersusun terutama oleh
batuan ultrabasa, tuf berbutir halus dan batuan sedimen laut dalam yang diduga
berumur jura batuan mesozoikum lainnya yang berasal dari kerak samudera
seperti batuan ultramafik (kompleks ofiolit) dan batuan plutonik berkomposisi
mafik. Kelompok batuan ini tersungkupkan dan terakrasikan di atas kerak
kontinen Australia karena bertumbukan dengan lempeng pasifik. Keadaan ini
membentuk pola pegunungan kasar di daerah pegunungan tengah bagian utara.
Jalur ofiolit membantang kearah timur barat sejauh 400 km dan lebih dari 50
km lebar (dow dan sukamto,1984).
Sumber: Peta Geologi Papua (Pemprov Papua)

Wilayah Puncak Mandala ini secara umum tersusun oleh beberapa formasi
dari waktu pembentukan yang berbeda, sehingga praktikan kelompokan
sebagai berikut:
- Paleozoikum
• Formasi Awigatoh
Di daerah Badan Burung atau sekitar Pegunungan Tengah
tersingkap Formasi Awigatoh sebagai batuan tertua di Papua yang
berumur pre-Kambrium, juga disebut Formasi Nerewip oleh Parris
(1994) di dalam lembar peta Timika. Formasi ini terdiri dari batuan
metabasalt, metavulkanik dengan sebagian kecil batugamping,
batuserpih dan batulempung. Formasi Awigatoh ini ditindih secara
tidak selaras oleh Formasi Kariem.
• Formasi Kariem
Formasi Kariem tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa berbutir
halus dengan batuserpih dan batulempung. Umur formasi ini
ditafsirkan sekitar Awal Paleozoikum atau pre-Kambrium yang
didasarkan pada posisi stratigrafinya yang berada di bawah Formasi
Modio yang berumum ilur Devon. Didaerah Gunung Bijih Mining
Access (GBMA) dijumpai singkapan Formasi Kariem yang ditutupi
secara disconformable oleh Formasi Tuaba.

- Mesozoikum
• Formasi Tipuma
Formasi Tipuma terdiri dari batulempung yang berwarna merah-
kehijauan dan batupasir kasar sampai halus yang berwarna abu-abu
kehijauan dengan ketebalan sekitar 550 meter. Umur formasi ini
diperkirakan sekitar Trias Tengah sampai Atas dan diendapkan
dilingkungan supratidal. Di daerah Kepala Burung, Formasi
Tipuma ditutupi secara tidak selaras oleh Kembelangan Grup yang
tak terpisahkan, dimana pada bagian atasnya di sebut Formasi Jass.
• Formasi Jass
Formasi Jass terdiri dari batupasir kuarsa dan batulempung
karbonatan; sedangkan di daerah Leher dan Badan Burung
Kembelangan Grup dapat dibagi menjadi 4 Formasi yaitu dari
bawah ke aas adalah Formasi Kopai (batupasir dengan sisipan
batulempung), Formasi (batupasir), Formasi Paniya (batulempung)
dan Formasi Eksmai (batupasir).

- Kenozoikum
Grup Batugamping New Guinea, Grup ini dibagi menjadi 4 formasi dari
tua ke muada adalah sebagai berikut : Formasi Waripi, Formasi Faumai,
Formasi Sirga dan Formasi Kais.
• Formasi Waripi
Formasi Waripi terutama tersusun oleh karbonat dolomitik, dan
batupsir kuarsa diendapkan di lingkungan laut dangkal yang
berumur Paleosen sampai Eosen. Di atas formasi ini diendapkan
Formasi Faumai secara selaras dan terdiri dari batugamping
berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil foraminifera,
batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarasa dengan
ketebalan sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500
meter.
• Formasi Faumai
Formasi Faumai terletak secara selaras di atas Formasi Waripi yang
juga merupakan sedimen yang diendapkan di lingkungan
laut dangkal. Formasi ini terdiri dari batuan karbonat berbutir halus
atau kalsilutit dan kaya akan fosil foraminifera (miliolid) yang
menunjukkan umur Eosen.
• Formasi Sirga
Formasi sirga dijumpai terletak secara selaras di atas Formasi
Faumai, terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang
mengandung fosil foraminifera, dan batuserpih yang setempat
kerikilan. Formasi Sirga ditafsirkan sebagai endapan fluvial sampai
laut dangkal dan berumur Oligosen Awal.
• Formasi Kais
Formasi Kais terletak secara selaras di atas Formasi Sirga. Formasi
Kais terutama tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera
yang berselingan dengan lanau, batuserpih karbonatan dan
batubara. Umur formasi ini berkisar antara Awal-Tengah Miosen
BAB II
LANGKAH KERJA

2.1. Langkah Kerja

1. Download data DEM melalui web DEMNAS sesuai dengan daerah yang
dipilih, pada laporan ini yaitu daerah Puncak Mandala, Papua

2. Drag data DEM yang telah didownload ke Global Mapper


3. Ubah koordinat dari daerah Puncak Mandala sesuai zona daerah daerah
tersebut yaitu UTM 53S, dengan datum WGS 1984, dan untuk planar units
ubah jadi meter

4. Buat kavling pada daerah tersebut dengan ukuran 20 x 20 km

5. Lakukan delineasi kelurusan pada setiap kelurusan yang terlihat, jika ada
bagian yang terlalu gelap, maka bisa dinaikkan azimuth nya agar dapat
terdelineasi seluruh daerah kavling
6. selanjutnya jika sudah terdelineasi semua kelurusan maka kakukan digitasi
dengan klik digitizer tools dan buat kotak pada keseluruhan kavling hingga
berjaring dan terdigitasi
7. Crop data DEM sesuai dengan luas kavling, klik option, crop to selection
polygon

8. Save delineasi kelurusan dan juga kavling yang telah dibuat, klik export,
klik export vector/lidar format, select export format shapefile, klik ok, lalu
export area dan export lines, pilih tempat penyimpanan
9. Untuk menyimpan peta DEM, pilih export, pilih export raster/image format,
pilih GeoTIFF, klik ok, lalu enter, beri nama

10. Buka Arcgis, kemudia drag data delineasi pelurusan yang sudah dibuat ke
dalam arcgis

11. Search dan klik split line at vertices, kemudian input raster dengan data
delineasi kelurusan
12. Lalu cek pada open attribute table kemudian tambahkan kolom X1, Y1, X2,
dan Y2 dengan open attribute table, lalu add field, beri nama X1, type ubah
jadi double, klik ok, lalu add field lagi ulangi sampai Y1, X2, dan Y2

13. Klik kanan pada kolom X1 lalu pilih calculate geometry, kemudian ubah
property jadi X coordinate of line start. Lakukan hal yang sama dengan Y1,
X2, dan Y2, dengan catatan pada X2, Y2 pili property dengan pilihan end
start
14. Lalu klik kanan lagi pada splitline, klik data, pilih export data to CAD, input
features splitline, output type ubah jadi DXF_R2010, dan ubah penamaan
15. Lalu search linedensity, lalu input polyline features dengan splitline,
penamaan jadi LineDen_split1, lalu klik environments, klik processing
extent, pilih same as layer DemBaru, klik ok
16. Ubah warna line density menjadi hijau-merah

17. Buka rockworks, masukkan data dari arcgis, klik linears, klik import, pilih
DXF liniation, lalu klik pada logo folder kecil dekat DXF inpot file
18. lebarkan kolom dengan klik view, klik optimize column widths

19. Lalu ganti nama kolom, klik kanan pada kolom 1, ganti jadi X1,
geographic/spatial data ubah jadi X or Y Coordinate UTM Meters, klik
next, lalu urutkan namanya ke X1, Y1, X2 dan Y2
20. Ganti datum pada sisi kanan, ke WGS-84 1984, dan zona 53S

21. Klik scan datasheet, lalu langsung klik proses


22. Buat rose diagram, klik linears, klik rose diagram, pilih from endpoints, lalu
sesuaikan X1 dengan X1 dan seterusnya, lalu klik rays, centang label, lalu
spacing (degree) jadi 45, lalu klik proses, maka akan muncul diagram rose

23. Lalu simpan diagram, klik file, export, pilih BMP, lalu ok, pilih tempat
menyimpan, beri nama
24. Layout peta sesuai dengan jenis peta
BAB III
PEMBAHASAN

Praktikum Gambar Teknik Geologi acara FFD (Fault Fracture Density), telah
dilakukan pada tanggal 30 Maret 2023 di ruang 302 Gedung Pertamina Sukowati.
Adapun praktikan diminta untuk mengerjakan haslab dalam bentuk Peta FFD dan
Peta Kelurusan memanfaatkan data DEMNAS yang sudah disiapkan oleh asisten
acara yaitu Bang Surya Darmayanda dan bang Raihan Hilmy F. Kemudian dalam
output ini juga diminta untuk membuat peta yang sama dengan pemilihan daerah
tersendiri (praktikan memilih daerah Puncak Mandala, Kabupaten Pegunungan
Bintang, Provinsi Papua) dengan ukuran kavling (20x20) km. Adapun berikutnya
diminta untuk memberikan analisis mengenai peta yang telah didapat yaitu Analisis
dari kelurusan yang telah dibuat, baik itu arah tegasan utama, jenis kelurusannya,
korelasi dengan geologi regional dan sejarah geologi kavling pemetaan. Analisis
dari kelurusan yang telah dibuat, berupa arah tegasan utama, jenis kelurusannya,
korelasi dengan geologi regional dan sejarah geologi kavling pemetaan. Penjelasan
yaitu:
3.1. Arah Tegasan
Berdasarkan pada peta kelurusan yang telah disusun dengan cara
sedemikian rupa melalui seperti termuat dalam Bab II, menurut dari gambarnya
praktikan dapat menginterpretasikan bahwa arah tegasan pada peta kelurusan atau
yang tercantum pada diagram rose sangatlah kompleks mengingat kondisi dari
pembentukan Pulau Papua sendiri mengalami tektonisme yang menerus dan terjadi
banyak rombakan sehingga sangat wajar kelurusan pada wilayah ini tampak
kompleks dimana model arah tegasan umumnya ke utara-selatan, timurlaut-
baratdaya dan juga tenggara-barat laut, pada kavling output sendiri merupakan
bagian dari Puncak Tampomas dengan analisis lebih lanjut nampak arah tegasan
yang lebih dominan adalah mengarah yaitu Timurlaut-BaratDaya. Jika
dikorelasikan dengan kondisi morfologi kavling penelitian praktikan pola-pola
tegasan kelurusan ini merupakan morfologi berupa lereng gunung dan lembah.

Lembah
Lereng Agak Curam

Lereng Curam
Lereng Agak Curam

3.2. Analisis Pola Kelurusan


Memiliki jenis kelurusan atau pola kelurusan jawa karena memiliki
arah mendekati Baratdaya-Timurlaut. termasuk dalam pola kelurusan
Meratus. Pada saat ini diyakini bahwa Pola Meratus yang berarah timurlaut-
baratdaya merupakan struktur yang paling tua di Pulau Papua. Pola ini
membentuk. Sesar-sesar di Pola Meratus berumur mulai Kapur sampai
Paleosen (Pullunggono dan Martodjojo, 1995).

3.3. Korelasi Geologi Regional dan Sejarah Kavling

Berdasarkan adanya line density dari pola kelurusan jenis Pola Meratus ini
memiliki tingkat kerapatan dengan parameter densitas yang digunakan
permeabilitas dengan nilai LD rendah yang ditandai dengan warna hijau tua sampai
hijau muda, menempati ±55% dari luas daerah penelitian yang memiliki topografi
yang rendah dan masuk dalam morfologi lereng agak curam dan lembah atau dapat
diinterpretasikan sebagai daerah yang tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh struktur
geologi. Adapun Zona densitas dengan nilai LD tinggi yang berkisar memiliki
legenda dengan warna jingga tua hingga merah pekat. Adapun memiliki peresentase
±45% jelas memiliki kategori struktur yang intesif dan bahkan jika dikaitkan
dengan geomorfologi termasuk dalam lereng curam.

Daerah Puncak Mandala dari densitas kelurusan dan juga morfologi yang
ada menghasilkan adanya Pola Kelurusan Meratus (Baratdaya-Timurlaut) ini
terbentuk oleh adanya proses tektonisme pada waktu paleozoikum yang kompleks,
namun menurut Smith (1990) pada lokasi penelitian ini sendiri dimuali terjadinya
tektonisme yang mempengaruhi pola kelurusan dimulai pada Periode Oligosen-
Miosen tengah, dimana pada bagian belakang busur Lempeng Indo-Australia
terjadi pemekaran yang mengontrol proses sedimentasi dari kelompok
Batugamping Papua Nugini selama Oligosen – Awal Miosen dan pergerakan
lempeng ke arah utara berlangsung cepat dan menerus. Pada bagian tepi utara
Lempeng Samudera Solomon terjadi aktivitas penunjaman, membentuk
perkembangan Busur Melanesia pada bagian dasar kerak samudera selama periode
44 – 24 juta tahun yang lalu. Kejadian ini seiring kedudukannya dengan komplek
intrusi yang terjadi pada Oligosen – Awal Miosen seperti yang terjadi di Kepatusan
Bacan, Komplek Porphir West Delta – Kali Sute di Kepala Burung Papua.

Mulai dari Miosen Tengah bagian tepi utara Lempeng Indo-Australia di


Papua Nugini sangat dipengerahui oleh karakteristik penunjaman dari Lempeng
Solomon. Pelelehan sebagian ini mengakibatkan pembentukan Busur Maramuni
dan Moon-Utawa yang diperkirakan berusia 18 – 7 Juta Tahun yang lalu. Busur
Vulkanik Moon ini merupakan tempat terjadinya prospek emas sulfida ephitermal
dan logam dasar seperti di daerah Apha dan Unigolf, sedangkan Maramuni di utara,
Lempeng Samudera Solomon menunjam terus di bawah Busur Melanesia
mengakibatkan adanya penciutan ukuran selama Miosen Akhir.
Sumber: Peta Tektonisme Oligosen Papua (Smith, 1990)

Pada akhirnya Kejadian yang berasosiasi dengan tumbukan busur


Melanesia ini menggambarkan bahwa pada Akhir Miosen usia bagian barat lebih
muda dibanding dengan bagian timur. Intensitas perubahan ke arah kemiringan
tumbukan semakin bertambah ke arah timur (Interpretasi praktikan yaitu
munculnya pola kelurusan yang cenderung Timur laut). Kejadian tektonik singkat
yang penting adalah peristiwa pengangkatan yang diakibatkan oleh tumbukan dari
busur kepulauan Melanesia. Hal ini digambarkan oleh irisan stratigrafi di bagian
mulai dari batuan dasar yang ditutupi suatu sekuen dari bagian sisi utara Lempeng
Indo-Australia yang membentuk Jalur Sesar Naik Papua. Bagian tepi utara dari jalur
sesar naik ini dibatasi oleh batuan metamorf dan teras ophilite yang menandai
kejadian pada Miosen Awal.

Selama pliosen (3,5 – 2,5 juta tahun yang lalu) intrusi pada zona tektonik
dispersi di kepala burung terjadi pada bagian pemekaran sepanjang batas graben.
Batas graben ini terbentuk sebagai respon dari peningkatan beban tektonik di bagian
tepi utara lempeng Indo-Australia yang diakibatkan oleh adanya pelenturan dan
pengangkatan dari bagian depan cekungan sedimen yang menutupi landasan dari
Blok Kemum. Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Indo-
Australia dan Pasifik adalah terjadinya penerobosan batuan beku dengan komposisi
sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami
patahan dan perlipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan
sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak.

Sumber: Peta Tektonisme Resen Papua (Smith, 1990)


DAFTAR PUSTAKA

Darman, Herman dan F.Hasan Sidi. An Outline of Geology of Indonesia. IAGI.


2000.

Dow, Robinson, et al. Preliminary Geological Report: Geology of Irian Jaya.


Departemen of Mines and Energy Indonesia & The Australian
International Development Assistance Bureau.

Hamilton, Warren. Tectonic of The Indonesian Region. United State Government


Printing Office. Washington. 1979.

Van Bemelen, 1949. The Geology of Indonesia.

Zakaria, Zulfiadli. 2014. “POLA KELURUSAN TOPOGRAFI DI WILAYAH


MAJALENGKA, JAWA BARAT”. J.G.S.M. Vol. 15 No. 2 Mei 2014 hal.
81 – 87
LAMPIRAN
LAMPIRAN PETA KELURUSAN

LAMPIRAN PETA LINE DENSITY

Anda mungkin juga menyukai