Anda di halaman 1dari 17

GEOLOGI INDONESIA

GEOLOGI
SUMATERA
Wahdaniah Mukhtar, S. T., M. Eng.
PEMBENTUKAN
PULAU SUMATERA
Proses pemisahan
India dari Benua
Antartika - Australia
Tumbukan India – Benua Asia
Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
• Fase kompresi yang berlangsung dari Jura Awal sampai Kapur akibat kolisi antara
Lempeng Eurasia dengan Lempeng India. Tektonik ini menghasilkan sesar geser dekstral
BBL – TTG seperti Sesar Lematang, Sesar Lampung Selatan.
• Fase ekstensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal
dan sesar tumbuh berarah U – S dan BBL – TTG. Sedimentasi mengisi cekungan di atas
batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunungapi. Terjadi pengisian awal dari
cekungan yaitu Formasi Lahat.
Perkembangan Tektonik Pulau Sumatra
• Fase ketiga terjadi pada Miosen Awal – Pliosen, tektonik relative tenang sehingga yang
terjadi adalah pengisian Cekungan Sumatera Selatan yakni terendapkannya Formasi
Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara
Enim.
• Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan terjadinya
pengangkatan basement yang disertai inversi cekungan. sedangkan pada daerah yang
relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, kembali terjadi pengangkatan dan
perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan
Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme yang masih
berlangsung hingga saat ini.
Struktur Geologi Regional Pulau Sumatra
• Jenis struktur yang umum dijumpai di Sumatera terdiri dari
lipatan, sesar dan kekar.
• Struktur lipatan memperlihatkan orientasi Baratlaut - Tenggara,
melibatkan sikuen batuan berumur Oligosen-Plistosen.
• Struktur kekar yang berkembang memperlihatkan arah umum
TimurlautBaratdaya, relatif tegak lurus dengan “strike” struktur
regional atau sejajar dengan arah pergerakan tektonik di
Sumatera.
Struktur Geologi Regional Pulau Sumatra
1. Struktur dengan arah orientasi timurlaut – baratdaya, dikenal dengan arah orientasi
Jambi. Pola ini dikontrol oleh pergerakan sesar normal saat Paleosen yang berasosiasi
dengan sesar seretan.
2. Struktur dengan arah orientasi utara – selatan, dikenal dengan pola Sunda. Pola ini
dijumpai pada Sumatera bagian Tengah dan utara, juga ditemukan Palembang dan
pantai timur Sumatera.
3. Struktur dengan arah orientasi barat baratdaya – timur timur laut (WNW-ENE), dikenal
dengan pola Lematang. Pola struktur ini dijumpai berasosiasi dengan Sesar Musi, Sesar
Kepayang, Sesar Saka dan Sesar Lampung Selatan.
4. Struktur dengan arah orientasi baratlaut – tenggara, dikenal dengan pola Sumatera.
Sistem struktur ini berkembang di Bukit Barisan dan sebagai batas dari Cekungan
Sumatera Selatan
Kolom Stratigrafi
Regioanal Suamtera
STRATIGRAFI REGIONAL PULAU SUMATERA
1. Batuan Dasar: Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan
Paleozoikum dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan
karbonat.
2. Formasi Lahat, Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar,
merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari Anggota Tuff Kikim
Bawah, Anggota Batupasir Kuarsa, Aggota Tuff Kikim Atas.
3. Formasi Talang Akar, Formasi Talang Akar terdiri dari batulanau, batupasir dan sisipan
batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga transisi yang berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan selaras dengan Formasi Lahat.
4. Formasi Baturaja diendapkan secara selaras di atas Fm. Talang Akar dengan ketebalan
antara 200 sampai 250 m. Litologi terdiri dari batugamping, batugamping terumbu,
batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih gampingan dan napal kaya
foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini diendapkan pada lingkungan litoral-neritik
dan berumur Miosen Awal.
STRATIGRAFI REGIONAL PULAU SUMATERA
5. Formasi Gumai, diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana formasi ini
menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera Selatan. Bagian
bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan sisipan batugamping, napal dan
batulanau. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara batupasir dan
serpih.Ketebalan formasi ini secara umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan
diendapkan pada lingkungan laut dalam. Fomrasi ini berumur Miosen Awal – Miosen
Tengah.
6. Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan merupakan
awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung putih kelabu dengan
sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam kebiruan, glaukonitan setempat mengan
dung lignit dan di bagian atas mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan
fosil foraminifera. Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100-1300 m dan
berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada lingkungan laut
dangkal.
STRATIGRAFI REGIONAL PULAU SUMATERA
7. Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi Tersier. Formasi ini
diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan laut dangkal,
paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500 – 1000m, terdiri dari
batupasir, batulempung, batulanau dan batubara. Batupasir pada formasi ini dapat
mengandung glaukonit dan debris volkanik. Formasi Muara Enim berumur Miosen Akhir –
Pliosen Awal.
8. Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan ketebalan
850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufan dan tefra riolitik di bagian bawah.
Bagian atas terdiri dari tufpumice kaya kuarsa, batupasir, konglomerat, tuf pasiran
dengan lensa rudit mengandung pumice dan tuf berwarna abu-abu kekuningan, banyak
dijumpai sisa tumbuhan dan lapisan tipis lignit. Formasi ini berumur Pliosen Akhir –
Pleistosen Awal.
9. Sedimen Kwarter, Satuan ini merupakan Litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh
orogenesa Plio-Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi
yang lebih tua yang teridi dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat berukuran kerikil
hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik berwarna gelap. Satuan ini
berumur resen.
GEOMORFOLOGI REGIONAL SUMATERA

Van Bammelen, 1949


GEOMORFOLOGI REGIONAL SUMATERA
1. Zona Perbukitan Barisan, Suatu zona perbukitan dengan orientasi
Tenggara-Baratlaut dan memiliki pola memanjang sekitar 1.650 km
dengan lebar 100 km. Puncak tinggian dari zona ini berada di gunung
Kerinci (puncak Indrapura) dengan ketinggian 3.800 m.
2. Zona Bukit Tigapuluh, Zona yang terisolasi dengan bentuk morfologi
mengalami rendahan kearah Timur, morfologi berbentuk kubah ataupun
tinggian dari bagian sesar turun (horst) dengan panjang zona 90 km, lebar
40 km dengan puncak tertinggi mencapai 722 m.
3. Zona Sesar Sumatera merupakan suatu zona dengan pola memanjang
dari zona ini mengikuti pola dari zona bukit Barisan, dimana merupakan
geoantiklin yang memanjang dengan bentuk suatu zona depresi, pada
umunya dikenal dengan sesar Semangko. Pola memanjang zona ini
dimulai dari Semangko (Sumatera Selatan - Lampung) hingga bagian
Baratlaut di kota Raja Aceh.
GEOMORFOLOGI REGIONAL SUMATERA
4. Zona Perbukitan Rendah dan Dataran Bergelombang, Suatu
zona yang menepati pada morfologi daratan dengan
kelerengan datarmendekati miring. Zona fisiografi ini umunya
disusun oleh batuan-batuan sedemikian klastik ataupun
sedimen vulkanik klastik, sedimen epiklastik yang merupakan
campuran produk piroklastik, dan endapan aluvial. Kota Jambi
hingga masuk kabupaten Sarolangun merupakan area yang
termasuk kedalam zona fisiografi ini.
5. Zona Fisografi Sunda, berada dibagian timur pulau Sumatera,
meliputi wilayah Bangka dan Belitung, Kepulauan Riau, Pulau
Berhala (Jambi). Umumnya disusun oleh litologi granit yang
berasosiasi dengan keterdapatan bijih timah.
GEOMORFOLOGI REGIONAL SUMATERA

6. Zona fisiografi busur luar yang merupakan tinggian depan


busur Fore Arc Ridge. Menempati wilayah kepulauan Mentawai,
Nias, Enggano. Posisi yang dekat dengan palung subduksi,
heterogenesis batuan berupa deformasi Ductile dan Brittle.
Perlipatan dan persesaran naik terlintas didaerah ini.
THANK YOU
Insert the SubTitle of Your Presentation

Anda mungkin juga menyukai