Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang
Metode geofisika adalah metode yang digunakan untuk pendeteksian kondisi
geologi baik di permukaan bumi maupun dibawah permukaan bumi .Berdasarkan
cara akuisisi data metode geofisika dibagi menjadi 2 jenis yaitu metode geofisika
aktif dan metode geofisika pasif. Metode geofisika aktif adalah metode geofisika
dimana pengukuran dilapangan dilakukan dengan cara memberi gangguan pada bumi
baik itu pemberian arus listrik maupun gangguan yang lain. Sedangkan metode pasif
adalah metode dimana saat pengukuran tidak dilakukan/diberikan gangguan ke
bumi
Metode Elektromagnetik merupakan metode geofisika yang memanfaatkan
penjalaran gelombang elektromagnetik baik yang berasal dari alam maupun yang
buatan dalam pendiagnosisan kondisi geologi dibawah permukaan bumi. Sehingga
metode elektromagnetik termasuk dalam metode aktif dan pasif. Metode
elektromagnetik aktif seperti CSAMT, Time domain dan CMD sedangkan metode
elektromagnetik pasif adalah VLF, MT dan AMT.
Metode AMT adalah jenis metode elektromagnetik Pasif dikarenakan sumber
gelombang elektromagnetik berasal dari aktifitas badai matahari. Data yang
dihasilkan dari pengukuran metode AMT adalah nilai resistivitas medium dibawah
permukaan tanah. Penetrasi yang dihasilkan dari metode AMT cukup dalam sehingga
metode AMT biasanya digunakan dalam eksplorasi geothermal, selain itu metode
AMT biasanya juga digunakan dalam kegiatan eksplorasi mineral dikarenakan
resolusi yang dihasilkan cukup tinggi dan parameter resistivitas hasil pengukuran
dapat menggambarkan keberadaan mineralisasi dibawah permukaan bumi.

1
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami konsep dasar metode AMT
serta cara pengolahan data AMT hingga didapatkan model yang siap di interpretasi
Tujuan dari kegiatan ini adalah dapat membuat penampang AMT bawah
permukaan secara 2 dimensi di daerah pengukuran dengan menggunakan software
Surfer dan melakukan interpretasi keberadaan Geothermal system di bawah
permukaan tanah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Sistem Panasbumi Menggunakan Magnetotellurik Series


“Penerapan Metode Magnetotellurik DalamPenyelidikan Sistem Panas Bumi”
I Gusti Agung Hevy Julia Umbara1*, Pri Utami1, Imam Baru Raharjo2
1Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika 2,
Yogyakarta 55281,
*Email: hevy.julia.u@mail.ugm.ac.id
2Pertamina Geothermal Energy, Menara Cakrawala lt. 15, Jl. MH Thamrin 9, Jakarta
10340

Resistivitas merupakan salah satu parameter geofisika yang berguna dalam


upaya penyelidikansistem panas bumi. Mineral alterasi, salinitas fluida, dan
temperatur yang tinggi adalah beberapafaktor geologi yang mengontrol anomali
resistivitas pada sistem panas bumi. Anomali ini dapatdideteksi melalui pengukuran
Magnetotellurik (MT). Model resistivitas yang dihasilkan dari surveiMT dapat
dikombinasikan dengan data geologi untuk pembuatan model konseptual sistem
panasbumi. Model konseptual yang dihasilkan bermanfaat dalam penyusunan strategi
pengembanganlapangan panas bumi. MT merupakan metode geofisika pasif yang
memanfaatkan penetrasigelombang elektromagnetik (EM) ke bawah permukaan bumi
untuk mengetahui nilai impedansisuatu materi. MT sangat baik dalam mendeteksi
nilai resistivitas pada kedalaman yang besar,sementara TDEM mampu melengkapi
kelemahan MT di dekat permukaan. Data MT membutuhkanbeberapa tahap
pemrosesan untuk mengurangi noise yang terekam, serta mengubah domain datadari
bentuk waktu menjadi frekuensi. Pergeseran statik kurva MT yang terjadi didekat
permukaandikoreksi dengan menggunakan data TDEM, kurva hasil koreksi statik ini
selanjutnya digunakanuntuk membuat model resistivitas bawah permukaan.
Pemodelan MT 1D menghasilkan modelresistivitas pada suatu titik pengukuran.
Model dari beberapa titik ini kemudian dikombinasikanuntuk membuat penampang

3
resistivitas. Model dalam bentuk penampang resistivitas dapatmenggambarkan
sebaran zona konduktif dan zona resistif di bawah permukaan yangmencerminkan
struktur komponen sistem panas bumi. Pemodelan resistivitas MT memerlukan
datapendukung untuk menghasilkan model konseptual sistem panas bumi. Data
pendukung ini dapatberupa informasi geologi seperti stratigrafi, alterasi hidrotermal,
struktur geologi dan manifestasipanas bumi. Pada penelitian ini penulis menyajikan
hasil pemodelan MT dalam bentuk petaresistivitas, visualisasi 2D dan visualisasi 3D
yang dikombinasikan dengan data geologipermukaan.

Gambar 2.1. Struktur resistivitas sistem panas bumi di daerah volkanik.

4
Gambar 2.2. Perubahan gradual nilai resistivitas pada tiap komponen sistem panas bumi
(dimodifikasi dari Flovenz et al, 2005)

Perbedaan nilai resistivitas tiap bagian komponen sistem panas bumi dapat
digambarkansebagai suatu struktur resistivitas bawah permukaan yang membantu
pembuatan modelkonseptual sistem panas bumi. Komponen sistem panas bumi
umumnya memiliki tatanangeologi yang khas, aktivitas hidrotermal yang terjadi
sangat mempengaruhi nilairesistivitas batuan di daerah panas bumi. Menurut Flovenz
et al (2005) struktur resistivitassistem panas bumi akan bergantung pada parameter
fisik seperti temperatur, porositasbatuan, salinitas fluida hidrotermal, saturasi fluida
dalam pori batuan dan nilaikonduktivitas antarmuka batuan (interface conductivity).
Struktur resistivitas sistem panas bumi umumnya terdiri dari beberapa bagian
yang memiliki karakter nilai resistivitas tersendiri. Gambar 2.1 menunjukan ilustrasi
strukturresistivitas umum sistem panas bumi di daerah volkanik, sementara Gambar
2.2 menunjukanhasil penelitian Flovenz et al (2005) yang menggambarkan perubahan
nilai resistivitassecara gradual dari bagian atas sistem panas bumi hingga bagian
reservoar yangberkorelasi dengan perubahan vertikal jenis-jenis mineral lempung dan
temperatur. Bagianpaling atas terdiri dari batuan yang tidak mengalami alterasi,
batuan ini umumnya memilikinilai resistivitas yang tinggi dari batuan penudung.
Ussher et al (2000) menyatakan bahwabatuan nonalterasi dengan nilai resistivitas
tinggi di atas batuan penudung memilikisaturasi fluida yang sangat minim untuk

5
bertindak sebagai jalur konduktif. Sementaramenurut Flovenz et al (2005), tingginya
nilai resistivitas ini disebabkan oleh ketidakhadiran mineral lempung yang mampu
menyediakan jalur konduktivitas antarmukabatuan.

Gambar 2.3. Skema pengukuran MT dan pergeseran statik. (dimodifikasi dari Cumming and
Mackie, 2010)

Prinsip akusisi data MT di lapangan adalah dengan merekam nilai Ex, Ey, Hx,
Hy dan Hzdengan menggunakan satu set alat ukur MT (Unsworth, 2008). Alat ukur
ini terdiri dari 1 buah MT Unit, 2 set elektrode, Ex, Ey dan 3 buah koil magnetometer,
Hx, Hy dan Hz (Gambar 2.3). Hasil perekaman ini selanjutnya dapat diolah untuk
mendapatkan nilai resistivitas seperti pada persamaan di atas.
Penentuan lokasi titik ukur MT dalam penyelidikan panas bumi
membutuhkanpertimbangan tersendiri untuk mengurangi resiko kegagalan
pengukuran. Kondisi geologiberupa geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan
manifestasi panas bumi menjadiparameter dalam penentuan lokasi pengukuran.
Daerah penelitian berada pada zona sesar Sumatera yang memanjang barat laut
–tenggara, zona sesar ini tercermin sebagai suatu kelurusan morfologi lembah yang
diapitoleh tiga kerucut gunung api. Manifestasi panas bumi berupa fumarol dan mata
air panasjuga muncul di sepanjang lembah. Berdasarkan kondisi geologi tersebut,
daerah zona sesaryang disertai dengan kemunculan manifestasi panas bumi menjadi
prioritas lokasipengukuran MT.

6
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Prinsip Dasar Metode Audio Magnetotellurik


metode AMT memperoleh data dari frekuensi10 kHz sampai 0.1 Hz, dengan
sumber berupa arus telurik yang terjadi di sekitarionosfer bumi. Semakin kecil
frekuensi yang ditangkap, maka semakin dalam pulakedalaman yang dapat diperoleh
dalam pengukuran tersebut.
Medan EM yang mempunyai jangkauan spektrum frekuensi yang lebar
inidalam interaksinya dengan tanah akan menghasilkan medan induksi sekunder
yangdikontrol oleh sifat-sifat kelistrikan dari tanahnya. Dalam survei AMT medan
EM yang terukur, baik medan primer maupun medan sekunder adalah medan
totalnyasaja. Hubungan antara fluktuasi medan listrik dan medan magnetic
dirumuskandalam persamaan Maxwell dan hukum Ohm. Hubungan tersebut sulit
untukdipecahkan mengingat medan primer dan sekunder yang terekam tidak
dapatdipisahkan.
Metode MT dan AMT adalah metode pasif yang memanfaatkan variasimedan
elektromagnetik yang terdapat pada permukaan bumi yang berasal daribatuan –
batuan di bawah permukaan yang terinduksi oleh medan elektromagnetikyang
terbentuk pada ionosfer bumi. Variasi dari medan elektromagnetik ini yangkemudian
diukur dan dikonversi menjadi nilai resistivitas batuan, sehingga dapatdiketahui
gambaran di bawah permukaan bumi
Sumber dari metode AMT adalah arus telurik alami yang terbentuk pada
ionosfer bumi, yang ditransmisikan ke dalam permukaan bumi. Arus telurik yang
masuk ke dalam permukaan bumi yang mengenai medium konduktif akan
menyebabkan terjadi nya GGL induksi yang menimbulkan arus Eddy. Akibat adanya
arus Eddy, timbul medan elektromagnetik sekunder. Nilai variasi medan
elektromagnetik yang diukur adalah resultan dari medan elektromagnetik primerdan
sekunder.

7
Gambar 3.1. Konfigurasi AMT.

Pada pengukuran metode MT, digunakan dua komponen medan listrik


(Ex,Ey), dan tiga komponen medan magnet (Hx, Hy, Hz). Pengukuran
dilakukandengan cara menanam elektroda sesuai dengan Gambar V.1. Selanjutnya
menanam koil sedalam kurang lebih 15 cm agar tidak terganggu oleh noise.Langkah
terakhir yaitu melakukan pencatatan data variasi medan magnet danmedan listrik
sesuai dengan kedalaman yang diinginkan. Filtering dapat digunakanpada saat
akuisisi data untuk memperoleh data yang diinginkan. Jenis – jenis filteryang dapat
digunakan antara lain low-pass filter, high-pass filter, dan band-passfilter.

3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik


Medan elektromagnetik primer akan dipancarkan ke seluruh arah oleh di- pol
listrik yang digroundkan. Pada saat medan elektromagnetik primer men-capai
permukaan bumi di daerah lain, maka medan elektromagnetik akanmenginduksi arus
pada lapisan-lapisan bumi yang dianggap konduktor. Arus tersebut disebut sebagai
arus telluric atau arus eddy. Adanya arus telluric padalapisan-lapisan bumi ini akan
menyebabkan timbulnya medan elektromagnetik sekunder yang kemudian akan
dipancarkan kembali ke seluruh arah sampai di permukaan bumi.

8
Dalam pengukuran medan sekunder inilah yang akan dicatat oleh receiveruntuk
memperoleh informasi tentang pengukuran lapisan di bawah permu-kaan bumi yang
diukur. Informasi yang diperoleh adalah berupa impedansi gelombang
elektromagnetik sekunder yang dihasilkan rapat arus telluric pada masing-masing
lapisan. Setiap lapisan mempunyai harga konduktivitas yang berbeda – beda,
sehingga medan elektromagnetik sekunder yang dihasilkan juga akan berbeda – beda
bergantung pada jenis lapisannya. Kedalaman penetrasi dari metode CSAMT pada
lingkungan yang konduktif kurang dari skin depth.

3.3. Skin Depth


Persamaan paling umum yang digunakan dalam metode elektromagnetik (EM)
untuk domain frekuensi adalah skin depth. Skin depth adalah nilai kedalaman
gelombang di mana amplitudo gelombang telah teratenuasi hingga tersisa 37% dari
nilai semula.
Medan EM yang merambat ke dalam bumi akan mengalami pelemahan.
Pelemahan ini akan tergantung oleh frekuensi dan hambatan listrik dari bumi yang
dihubungkan oleh persamaan:

𝐵 = 𝐵0 𝑒 −√𝜔𝜇/2𝜌𝑧 cos⁡(𝜔𝑡 − √𝜔𝜇/2𝜌𝑧⁡) (3.1)


yaitu z adalah kedalaman. Suku cosinus pada persamaan (3.1) menggambarkan gerak
harmonic gelombang EM dan tidak mengalami pelemahan. Kedalaman kulit (δ)
didefinisikan sebagai kedalaman yang amplitude gelombang EM tereduksi menjadi
1/e (sekitar 1/3) dari amplitude gelombang tersebut di permukaan. Jadi,
𝐵0
= ⁡ 𝐵0 𝑒 −√𝜔𝜇/2𝜌𝑧 (3.2)
𝑒

sehingga:
√2𝜌/𝜔𝜇⁡ = √2𝜌/2𝜋𝑓𝜇 (3.3)

satuan dari δ adalah √{(𝛺𝑚)/[(1/𝑑𝑡).𝛺. 𝑑𝑡/𝑚]} = ⁡ √𝑚2 = meter


Jika dimasukkan μ = μ0 = permeabilitas ruang hampa, sama dengan 4π x 10-7 SI,
maka:

9
𝜌
𝛿 = 503,3⁡√𝑓 ≈ 500√𝜌𝑇 (3.4)

Dari persamaan (3.4) terlihat bahwa gelombang dengan periode yang lebih besar
(T2) akan mengalami pelemahan yang lebih lambat (mempunyai daya tembus yang
lebih dalam) dibandingkan yang periodanya kecil (T1); lihat Gambar 3.2.
Kedalaman kulit ini biasanya dipakai sebagai acuan untuk memperkirakan kedalaman
penembusan di dalam metode MT pada khususnya dan metode EM yang lain pada
umunya.

Gambar 3.2. Peluruhan amplitudo gelombang EM dengan periode

3.4. Cagniard Apparent Resistivity


Persamaan Cagniard diformulasikan untuk mengetahui nilai resistivitas semu
dari batuan yang diinduksi oleh gelombang elektromagnetik. Perbedaan resistivitas
semu Cagniard dengan resistivitas semu pada metode resistivitas geolistrik adalah
perolehannya. Resistivitas semu Cagniard diperoleh dari hasil induksi gelombang
elektromagnetik terhadap batuan, sedangkan nilai resistivitas semu metode geolistrik
diperoleh dari injeksi arus listrik langsung terhadap batuan.
Persamaan Cagniard merupakan persamaan yang dipakai pada gelombang
bidang. Sebuah gelombang elektromagnetik yang merambat dengan frekuensi f (Hz)
vertikal ke dalam tanah yang homogen dengan hambatan = ρ akan terdiri dari
komponen medan magnetik (By) dan medan listrik (Ex) yang tegak lurus satu sama
lain pada bidang horisontal (Gambar 3.3.). Hubungan antara amplitudo medan
magnetik dan medan listrik (|By| dan |Ex|) diberikan oleh:

10
|𝐸𝑥 | 2𝜋𝑓𝜌
=√ (3.5)
|𝐵𝑦| 𝜇

μ merupakan permeabilitas magnetik. Dengan demikian:


𝜇 |𝐸 |2
𝜌 = 2𝜋𝑓 |𝐵𝑥 |2 (3.6)
𝑦

Jika dimasukkan μ = μ0 = permeabilitas ruang hampa, sama dengan 4π x 10-7 SI,


maka
|𝐸 |2
𝜌 = 0,2𝑇 |𝐵𝑥 |2 𝛺𝑚 (3.7)
𝑦

Dengan ρa adalah nilai resistivitas semu Cagniard, f adalah nilai frekuensi yang
digunakan, E adalah nilai medan listrik (mV/km), dan H adalah nilai medan magnet
dalam nanoTesla (nT). Jika tanah tidak homogen, ρ akan menjadi ρa, yaitu tahanan
jenis semu.

Gambar 3.3. Sketsa gelombang EM tunggal

3.5. Macam – Macam Sumber Magnetotellurik Series


Sumber yang menyebabkan adanya variasi medan magnet bumi tersebut
tergantung pada frekuensi gelombang elektromagnetik yang dihasilkan. Untuk
frekuensi di atas 1 Hz bersumber dari lightning discharges di daerah equatorial bumi.
Gelombang elektromagnetik yang dihasilkan pada saat terjadi lightning dikenal
sebagai sferics. Sumber lain yang dapat menghasilkan gelombang elektromagnetik
dengan frekuensi di bawah 1 Hz adalah interaksi antara lapisan magnetosphere bumi
dengan solar wind. Ketika mengenai lapisan magnetosphere bumi, proton dan
electron yang terkandung di dalam plasma solar wind dibelokan dengan arah yang

11
saling berlawanan sehingga menghasilkan medan listrik. Variasi intensitas dan
kecepatan dari solar wind ini menghasilkan gelombang elektromagnetik yang
bervariasi terhadap waktu.

3.6. Magnetotellurik Sounding


Untuk kasus 1-D, plot harga resistivitas semu versus periode (T=1/f) akan
menggambarkan perubahan resistivitas tanah terhadap kedalaman. Gambar seperti ini
dikenal dengan nama kurva sounding MT (lihat Gambar 3.4.)
Kurva sounding MT dapat dipandang dan diinterpretasikan seperti model
interpretasi 1-D geolistrik sounding Schlumberger, menggunakan kurva bantu
maupun fitting dengan komputer. Perlu ditegaskan disini bahwa interpretasi semacam
ini hanya valid untuk daerah dengan lapisan mendatar.
Untuk 1-D kedalaman penembusan yang lebih realistic (dalam m) dapat didekati
dari harga perioda (T; dt) dan resistivitas semu (ρa; Ω.m) sebesar:
𝑧 ≈ 350√𝜌𝑎 𝑇𝑚 (3.8)

Gambar 3.4. Diagram kurva sounding MT untuk model 3 lapis

12
BAB IV
METODOLOGI

4.1. Diagram Alir Pengolahan Data

Mulai

Band Frekuensi, True Depth , True


Rho, Koherensi, Keterangan, arah
induksi magnet

Microsoft Excel

TVE dan Log Rho

Log Rho dan TVE Induksi koil Log Rho dan TVE Induksi Koil
magnetik x (k) magnetik y (BK)

Penggabungan data Log Rho , TVE dan


koordinat y masing masing lintasan

Software Surfer

Penampang A Penampang D Penampang E

Selesai

Gambar 4.1. Diagram Alir Pengolahan Data AMT

13
4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Berikut adalah pembahasan diagram alir pengolahan data metode Audio
Magnetotellurik :
1. Hasil pengukuran metode AMT berupa data Band Frekuensi, True Depth,
True Rho, Koherensi, dan keterangan arah induksi magnet.
2. Kemudian data hasil pengukuran di lapangan diolah dengan menggunakan
software Microsoft excel hingga didapatkan nilai TVE (True vertical
elevation) dan nilai Log Rho.
3. Cara mendapatkan nilai TVE adalah dengan cara menggurangkan nilai elevasi
dengan True Depth.
4. Kemudian memisahkan data nilai TVE dan Log Rho berdasarkan arah
induksi magnet yang ditandai dengan tanda BK untuk induksi magnet dengan
arah y dan tanda K untuk induksi magnet dengan arah x.
5. Kemudian menentukan data yang lebih baik antara K atau BK, data yang baik
memiliki acuan seperti semakin dalam data maka data semakin bagus ,
semakin banyak data maka resolusi data semakin bagus serta kemampuan data
dalam menggambarkan kondisi geologi daerah penelitian.
6. Pengeditan data dilakukan dengan cara menghapus data yang memiliki
kesamaan elevasi serta data dengan nilai resistivitas sama atau hampir sama
pada elevasi yang berdekatan.
7. Setelah dilakukan pemilihan dan pengeditan data , gabung data Log Rho ,
TVE dan koordinat Y menjadi satu sesuai lintasan masing-masing.
8. Membuat model 2 dimensi resistivitas bawah permukaan dengan
menggunakan software Surfer.

14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pembahasan Penampang AMT A

Gambar 5.1. Penampang AMT A

Gambar 5.2 adalah penampang Resistivitas hasil pengambilan data di


lapangan dan pengolahan data dengan menggunkan metode Audio Magnetotellurik..
Data Resistivitas pada penampang tersebut merupakan hasil interpolasi dari 4 titik
sounding yaitu titik A-1 dengan koordinat 426027 dan 9203320 , titik sounding A-2
dengan koordinat 426032 dan 9202890 , titik sounding A-3 dengan koordinat 426012
dan 9202374 serta titik sounding A-4 dengan koordinat 426020 dan 9201896 .
Penampang tersebut dibuat dengan menggunakan metode gridding trianggulasi

15
sehingga tidak ada data ekstrapolasi. Pada penampang terdapat 3 zona dengan nilai
resistivitas yang berbeda ,yang pertama zona dengan nilai resistivitas rendah dengan
rentang nilai resistivitas mulai dari 0.2 Ohm.m hingga 1.4 Ohm.m yang ditandai
dengan kenampakan warna biru pada penampang, kemudian zona resistivitas sedang
dengan nilai resistivitas mulai dari 1.4 Ohm.m sampai 2.6 Ohm.meter yang ditandai
dengan zona warna hijau pada penampang dan zona resistivitas besar dengan nilai
resistivitas mulai dari 2.6 Ohm.m sampai 4 Ohm.m. Nilai resistivitas pada
penampang tersebut merupakan nilai resistivitas hasil perhitungan logaritma sehingga
didapat nilai resistivitas dengan range kecil.
Lokasi penelitian terletak di daerah Gedong Songo ,Ungaran , Kabupaten
Semarang . Zona resistivitas kecil pada peta di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang kaya akan kandungan air. Zona dekat permukaan ini memiliki nilai
resistivitas yang sangat rendah diakibatkan karena daerah Gedong songo merupakan
daerah dataran tinggi dengan udara yang sangat dingin serta curah hujan yang sangat
intensif sehingga menebabkan tanah di daerah Gedong songo selalu dalam keadaan
basah , keadaan basah inilah yang membuat arus listrik sangat gampang di injeksi.
Selain itu menurut peta geologi pada bagian selatan penampang terdiri dari litologi
batuan gunung api gajah mungkur serta pada bagian utara penampang terdiri dari
litologi lava sumbing.
Kemudian zona resistivitas tinggi di interpretasikan sebagi zona batuan beku
produk gunung Unggaran. Zona batu beku ditandai dengan keberadaan warna merah
pada penampang,. Batu beku memiliki nilai resistivitas tinggi dikarenakan batu
beku memiliki sifat keras dan sangat tidak porous yang mengakibatkan fluida tidak
dapat masuk ,sehingga ketika dialiri arus listrik batu beku cenderung menahan arus
listrik tersebut.

16
5.2. Pembahasan Penampang AMT D

Gambar 5.2. Penampang AMT D

Gambar 5.2 adalah penampang Resistivitas hasil pengambilan data di


lapangan dan pengolahan data dengan menggunkan metode Audio Magnetotellurik..
Data Resistivitas pada penampang tersebut tersebut merupakan hasil interpolasi dari
4 titik sounding yaitu titik D-1 dengan koordinat 427455 dan 9203237 ,titik sounding
D-2 dengan koordinat 427467 dan 9202770 , titik sounding D-3 dengan koordinat
427445 dan 9202264 serta titik sounding D-4 dengan koordinat 427452 dan 9201728.
Penampang tersebut dibuat dengan menggunakan metode gridding trianggulasi
sehingga tidak ada data ekstrapolasi. Pada penampang terdapat 3 zona dengan nilai
resistivitas yang berbeda ,yang pertama zona dengan nilai resistivitas rendah dengan
rentang nilai resistivitas mulai dari 0.4 Ohm.m hingga 1.8 Ohm.m yang ditandai
dengan kenampakan warna biru pada penampang, kemudian zona resistivitas sedang

17
dengan nilai resistivitas mulai dari 1.8 Ohm.m sampai 2.8 Ohm.meter yang ditandai
dengan zona warna hijau pada penampang dan zona resistivitas besar dengan nilai
resistivitas mulai dari 2.8 Ohm.m sampai 4 Ohm.m. Nilai resistivitas pada
penampang tersebut merupakan nilai resistivitas hasil perhitungan logaritma sehingga
didapat nilai resistivitas dengan range kecil.
Lokasi penelitian terletak di daerah Gedong Songo ,Ungaran , Kabupaten
Semarang . Zona resistivitas kecil pada peta di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang kaya akan kandungan air. Zona dekat permukaan ini memiliki nilai
resistivitas yang sangat rendah diakibatkan karena daerah Gedong songo merupakan
daerah dataran tinggi dengan udara yang sangat dingin serta curah hujan yang sangat
intensif sehingga menebabkan tanah di daerah Gedong songo selalu dalam keadaan
basah , keadaan basah inilah yang membuat arus listrik sangat gampang di injeksi.
Selain itu menurut peta geologi pada bagian selatan penampang terdiri dari litologi
batuan gunung api gajah mungkur serta pada bagian utara penampang terdiri dari
litologi lava sumbing.
Kemudian zona resistivitas tinggi di interpretasikan sebagi zona batuan beku
produk gunung Unggaran. Zona batu beku ditandai dengan keberadaan warna merah
pada penampang, dan dibagi menjadi 2 bagian ,yaitu batuan beku pada bagian
selatan dan utara . Elevasi Batu beku bagian utara berada pada 900 mdpl sedangkan
batu beku bagian selatan berada pada 700 mdpl. Batu beku memiliki nilai
resistivitas tinggi dikarenakan batu beku memiliki sifat keras dan sangat tidak porous
yang mengakibatkan fluida tidak dapat masuk ,sehingga ketika dialiri arus listrik batu
beku cenderung menahan arus listrik tersebut.
Line pengukuran D sama sekali tidak memotong sesar utama pada daerah
Gedong songo ,namun dalam penampang resistivitas bawah permukaan ditemukan
anomali berupa zona resistivitas sedang yeng menerus secara vertikal , zona ini
terletak dibawah titik sounding D-2. Zona resistivitas sedang ini di interpretasikan
sebagai zona lemah / sesar minor , dimana sesar minor memiliki nilai resistivitas
rendah dikarenakan zona ini bersifat lemah sehingg fluida dapat dengan mudah
masuk dan melewatinya.

18
5.3. Pembahasan Penampang AMT E

Gambar 5.3. Penampang AMT E

Gambar 5.2 adalah penampang Resistivitas hasil pengambilan data di


lapangan dan pengolahan data dengan menggunkan metode Audio Magnetotellurik..
Data Resistivitas pada penampang tersebut tersebut merupakan hasil interpolasi dari
4 titik sounding yaitu titik E-1 dengan koordinat 427949 dan 9203265 , titik sounding
E-2 dengan koordinat 427908 dan 9202840 , titik sounding E-3 dengan koordinat
427985 dan 9202362 serta titik sounding E-4 dengan koordinat 427921 dan 9201858.
Penampang tersebut dibuat dengan menggunakan metode gridding trianggulasi
sehingga tidak ada data ekstrapolasi. Pada penampang terdapat 3 zona dengan nilai
resistivitas yang berbeda ,yang pertama zona dengan nilai resistivitas rendah dengan
rentang nilai resistivitas mulai dari 0.2 Ohm.m hingga 1.6 Ohm.m yang ditandai

19
dengan kenampakan warna biru pada penampang, kemudian zona resistivitas sedang
dengan nilai resistivitas mulai dari 1.6 Ohm.m sampai 3 Ohm.meter yang ditandai
dengan zona warna hijau pada penampang dan zona resistivitas besar dengan nilai
resistivitas mulai dari 3 Ohm.m sampai 4.8 Ohm.m. Nilai resistivitas pada
penampang tersebut merupakan nilai resistivitas hasil perhitungan logaritma sehingga
didapat nilai resistivitas dengan range kecil.
Lokasi penelitian terletak di daerah Gedong Songo ,Ungaran , Kabupaten
Semarang . Zona resistivitas kecil pada peta di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang kaya akan kandungan air. Zona dekat permukaan ini memiliki nilai
resistivitas yang sangat rendah diakibatkan karena daerah Gedong songo merupakan
daerah dataran tinggi dengan udara yang sangat dingin serta curah hujan yang sangat
intensif sehingga menebabkan tanah di daerah Gedong songo selalu dalam keadaan
basah , keadaan basah inilah yang membuat arus listrik sangat gampang di injeksi.
Selain itu menurut peta geologi pada bagian selatan penampang terdiri dari litologi
batuan gunung api gajah mungkur serta pada bagian utara penampang terdiri dari
litologi lava sumbing.
Kemudian zona resistivitas tinggi di interpretasikan sebagi zona batuan beku
produk gunung Unggaran. Zona batu beku ditandai dengan keberadaan warna merah
pada penampang,. Batu beku memiliki nilai resistivitas tinggi dikarenakan batu beku
memiliki sifat keras dan sangat tidak porous yang mengakibatkan fluida tidak dapat
masuk ,sehingga ketika dialiri arus listrik batu beku cenderung menahan arus listrik
tersebut. Batu beku pada penampang ditemukan pada elevasi 1000 meter kebawah.

20
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dari kegiatan pengolahan data AMT yang telah
telah dilakukan :
1. Dari ketiga penampang Resistivitas hasil pengukuran dan pengolahan dengan
metode AMT , Zona dengan nilai resistivitas rendah dengan kenampakan
warna biru pada penampang di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang bersifat basah dan kaya akan kandungan air, dikarenakan di
daerah penelitian udara selalu bersifat basah dengan tingkat curah hujan
tinggi . Zona dekat permukaan terdiri dari litologi batuan gunung api
gajahmungkur dan litologi lava sumbing pada bagian utara.
2. Zona nilai resistivitas tinggi dari ketiga penampang yang ditandai dengan
kenampakan warna merah di interpretasikan merupakan sebuah litologi
batuan beku hasil kegiatan vulkanik gunung ungaran.
3. Dalam penampang resistivitas bawah permukaan lintasan D ditemukan
anomali berupa zona resistivitas sedang yeng menerus secara vertikal , zona
ini terletak dibawah titik sounding D-2. Zona resistivitas sedang ini di
interpretasikan sebagai zona lemah / sesar minor

6.2. Saran
Dalam kegiatan interpretasi data dianjurkan melihat data geologi dari peta
geologi daerah penelitian karena tanpa adanya data geologi data AMT akan sangat
susah di interpretasi dan akan beresika terhadap kesalahan pebafsiran.

21

Anda mungkin juga menyukai