PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang
Metode geofisika adalah metode yang digunakan untuk pendeteksian kondisi
geologi baik di permukaan bumi maupun dibawah permukaan bumi .Berdasarkan
cara akuisisi data metode geofisika dibagi menjadi 2 jenis yaitu metode geofisika
aktif dan metode geofisika pasif. Metode geofisika aktif adalah metode geofisika
dimana pengukuran dilapangan dilakukan dengan cara memberi gangguan pada bumi
baik itu pemberian arus listrik maupun gangguan yang lain. Sedangkan metode pasif
adalah metode dimana saat pengukuran tidak dilakukan/diberikan gangguan ke
bumi
Metode Elektromagnetik merupakan metode geofisika yang memanfaatkan
penjalaran gelombang elektromagnetik baik yang berasal dari alam maupun yang
buatan dalam pendiagnosisan kondisi geologi dibawah permukaan bumi. Sehingga
metode elektromagnetik termasuk dalam metode aktif dan pasif. Metode
elektromagnetik aktif seperti CSAMT, Time domain dan CMD sedangkan metode
elektromagnetik pasif adalah VLF, MT dan AMT.
Metode AMT adalah jenis metode elektromagnetik Pasif dikarenakan sumber
gelombang elektromagnetik berasal dari aktifitas badai matahari. Data yang
dihasilkan dari pengukuran metode AMT adalah nilai resistivitas medium dibawah
permukaan tanah. Penetrasi yang dihasilkan dari metode AMT cukup dalam sehingga
metode AMT biasanya digunakan dalam eksplorasi geothermal, selain itu metode
AMT biasanya juga digunakan dalam kegiatan eksplorasi mineral dikarenakan
resolusi yang dihasilkan cukup tinggi dan parameter resistivitas hasil pengukuran
dapat menggambarkan keberadaan mineralisasi dibawah permukaan bumi.
1
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk memahami konsep dasar metode AMT
serta cara pengolahan data AMT hingga didapatkan model yang siap di interpretasi
Tujuan dari kegiatan ini adalah dapat membuat penampang AMT bawah
permukaan secara 2 dimensi di daerah pengukuran dengan menggunakan software
Surfer dan melakukan interpretasi keberadaan Geothermal system di bawah
permukaan tanah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
resistivitas. Model dalam bentuk penampang resistivitas dapatmenggambarkan
sebaran zona konduktif dan zona resistif di bawah permukaan yangmencerminkan
struktur komponen sistem panas bumi. Pemodelan resistivitas MT memerlukan
datapendukung untuk menghasilkan model konseptual sistem panas bumi. Data
pendukung ini dapatberupa informasi geologi seperti stratigrafi, alterasi hidrotermal,
struktur geologi dan manifestasipanas bumi. Pada penelitian ini penulis menyajikan
hasil pemodelan MT dalam bentuk petaresistivitas, visualisasi 2D dan visualisasi 3D
yang dikombinasikan dengan data geologipermukaan.
4
Gambar 2.2. Perubahan gradual nilai resistivitas pada tiap komponen sistem panas bumi
(dimodifikasi dari Flovenz et al, 2005)
Perbedaan nilai resistivitas tiap bagian komponen sistem panas bumi dapat
digambarkansebagai suatu struktur resistivitas bawah permukaan yang membantu
pembuatan modelkonseptual sistem panas bumi. Komponen sistem panas bumi
umumnya memiliki tatanangeologi yang khas, aktivitas hidrotermal yang terjadi
sangat mempengaruhi nilairesistivitas batuan di daerah panas bumi. Menurut Flovenz
et al (2005) struktur resistivitassistem panas bumi akan bergantung pada parameter
fisik seperti temperatur, porositasbatuan, salinitas fluida hidrotermal, saturasi fluida
dalam pori batuan dan nilaikonduktivitas antarmuka batuan (interface conductivity).
Struktur resistivitas sistem panas bumi umumnya terdiri dari beberapa bagian
yang memiliki karakter nilai resistivitas tersendiri. Gambar 2.1 menunjukan ilustrasi
strukturresistivitas umum sistem panas bumi di daerah volkanik, sementara Gambar
2.2 menunjukanhasil penelitian Flovenz et al (2005) yang menggambarkan perubahan
nilai resistivitassecara gradual dari bagian atas sistem panas bumi hingga bagian
reservoar yangberkorelasi dengan perubahan vertikal jenis-jenis mineral lempung dan
temperatur. Bagianpaling atas terdiri dari batuan yang tidak mengalami alterasi,
batuan ini umumnya memilikinilai resistivitas yang tinggi dari batuan penudung.
Ussher et al (2000) menyatakan bahwabatuan nonalterasi dengan nilai resistivitas
tinggi di atas batuan penudung memilikisaturasi fluida yang sangat minim untuk
5
bertindak sebagai jalur konduktif. Sementaramenurut Flovenz et al (2005), tingginya
nilai resistivitas ini disebabkan oleh ketidakhadiran mineral lempung yang mampu
menyediakan jalur konduktivitas antarmukabatuan.
Gambar 2.3. Skema pengukuran MT dan pergeseran statik. (dimodifikasi dari Cumming and
Mackie, 2010)
Prinsip akusisi data MT di lapangan adalah dengan merekam nilai Ex, Ey, Hx,
Hy dan Hzdengan menggunakan satu set alat ukur MT (Unsworth, 2008). Alat ukur
ini terdiri dari 1 buah MT Unit, 2 set elektrode, Ex, Ey dan 3 buah koil magnetometer,
Hx, Hy dan Hz (Gambar 2.3). Hasil perekaman ini selanjutnya dapat diolah untuk
mendapatkan nilai resistivitas seperti pada persamaan di atas.
Penentuan lokasi titik ukur MT dalam penyelidikan panas bumi
membutuhkanpertimbangan tersendiri untuk mengurangi resiko kegagalan
pengukuran. Kondisi geologiberupa geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan
manifestasi panas bumi menjadiparameter dalam penentuan lokasi pengukuran.
Daerah penelitian berada pada zona sesar Sumatera yang memanjang barat laut
–tenggara, zona sesar ini tercermin sebagai suatu kelurusan morfologi lembah yang
diapitoleh tiga kerucut gunung api. Manifestasi panas bumi berupa fumarol dan mata
air panasjuga muncul di sepanjang lembah. Berdasarkan kondisi geologi tersebut,
daerah zona sesaryang disertai dengan kemunculan manifestasi panas bumi menjadi
prioritas lokasipengukuran MT.
6
BAB III
DASAR TEORI
7
Gambar 3.1. Konfigurasi AMT.
8
Dalam pengukuran medan sekunder inilah yang akan dicatat oleh receiveruntuk
memperoleh informasi tentang pengukuran lapisan di bawah permu-kaan bumi yang
diukur. Informasi yang diperoleh adalah berupa impedansi gelombang
elektromagnetik sekunder yang dihasilkan rapat arus telluric pada masing-masing
lapisan. Setiap lapisan mempunyai harga konduktivitas yang berbeda – beda,
sehingga medan elektromagnetik sekunder yang dihasilkan juga akan berbeda – beda
bergantung pada jenis lapisannya. Kedalaman penetrasi dari metode CSAMT pada
lingkungan yang konduktif kurang dari skin depth.
sehingga:
√2𝜌/𝜔𝜇 = √2𝜌/2𝜋𝑓𝜇 (3.3)
9
𝜌
𝛿 = 503,3√𝑓 ≈ 500√𝜌𝑇 (3.4)
Dari persamaan (3.4) terlihat bahwa gelombang dengan periode yang lebih besar
(T2) akan mengalami pelemahan yang lebih lambat (mempunyai daya tembus yang
lebih dalam) dibandingkan yang periodanya kecil (T1); lihat Gambar 3.2.
Kedalaman kulit ini biasanya dipakai sebagai acuan untuk memperkirakan kedalaman
penembusan di dalam metode MT pada khususnya dan metode EM yang lain pada
umunya.
10
|𝐸𝑥 | 2𝜋𝑓𝜌
=√ (3.5)
|𝐵𝑦| 𝜇
Dengan ρa adalah nilai resistivitas semu Cagniard, f adalah nilai frekuensi yang
digunakan, E adalah nilai medan listrik (mV/km), dan H adalah nilai medan magnet
dalam nanoTesla (nT). Jika tanah tidak homogen, ρ akan menjadi ρa, yaitu tahanan
jenis semu.
11
saling berlawanan sehingga menghasilkan medan listrik. Variasi intensitas dan
kecepatan dari solar wind ini menghasilkan gelombang elektromagnetik yang
bervariasi terhadap waktu.
12
BAB IV
METODOLOGI
Mulai
Microsoft Excel
Log Rho dan TVE Induksi koil Log Rho dan TVE Induksi Koil
magnetik x (k) magnetik y (BK)
Software Surfer
Selesai
13
4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Berikut adalah pembahasan diagram alir pengolahan data metode Audio
Magnetotellurik :
1. Hasil pengukuran metode AMT berupa data Band Frekuensi, True Depth,
True Rho, Koherensi, dan keterangan arah induksi magnet.
2. Kemudian data hasil pengukuran di lapangan diolah dengan menggunakan
software Microsoft excel hingga didapatkan nilai TVE (True vertical
elevation) dan nilai Log Rho.
3. Cara mendapatkan nilai TVE adalah dengan cara menggurangkan nilai elevasi
dengan True Depth.
4. Kemudian memisahkan data nilai TVE dan Log Rho berdasarkan arah
induksi magnet yang ditandai dengan tanda BK untuk induksi magnet dengan
arah y dan tanda K untuk induksi magnet dengan arah x.
5. Kemudian menentukan data yang lebih baik antara K atau BK, data yang baik
memiliki acuan seperti semakin dalam data maka data semakin bagus ,
semakin banyak data maka resolusi data semakin bagus serta kemampuan data
dalam menggambarkan kondisi geologi daerah penelitian.
6. Pengeditan data dilakukan dengan cara menghapus data yang memiliki
kesamaan elevasi serta data dengan nilai resistivitas sama atau hampir sama
pada elevasi yang berdekatan.
7. Setelah dilakukan pemilihan dan pengeditan data , gabung data Log Rho ,
TVE dan koordinat Y menjadi satu sesuai lintasan masing-masing.
8. Membuat model 2 dimensi resistivitas bawah permukaan dengan
menggunakan software Surfer.
14
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
15
sehingga tidak ada data ekstrapolasi. Pada penampang terdapat 3 zona dengan nilai
resistivitas yang berbeda ,yang pertama zona dengan nilai resistivitas rendah dengan
rentang nilai resistivitas mulai dari 0.2 Ohm.m hingga 1.4 Ohm.m yang ditandai
dengan kenampakan warna biru pada penampang, kemudian zona resistivitas sedang
dengan nilai resistivitas mulai dari 1.4 Ohm.m sampai 2.6 Ohm.meter yang ditandai
dengan zona warna hijau pada penampang dan zona resistivitas besar dengan nilai
resistivitas mulai dari 2.6 Ohm.m sampai 4 Ohm.m. Nilai resistivitas pada
penampang tersebut merupakan nilai resistivitas hasil perhitungan logaritma sehingga
didapat nilai resistivitas dengan range kecil.
Lokasi penelitian terletak di daerah Gedong Songo ,Ungaran , Kabupaten
Semarang . Zona resistivitas kecil pada peta di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang kaya akan kandungan air. Zona dekat permukaan ini memiliki nilai
resistivitas yang sangat rendah diakibatkan karena daerah Gedong songo merupakan
daerah dataran tinggi dengan udara yang sangat dingin serta curah hujan yang sangat
intensif sehingga menebabkan tanah di daerah Gedong songo selalu dalam keadaan
basah , keadaan basah inilah yang membuat arus listrik sangat gampang di injeksi.
Selain itu menurut peta geologi pada bagian selatan penampang terdiri dari litologi
batuan gunung api gajah mungkur serta pada bagian utara penampang terdiri dari
litologi lava sumbing.
Kemudian zona resistivitas tinggi di interpretasikan sebagi zona batuan beku
produk gunung Unggaran. Zona batu beku ditandai dengan keberadaan warna merah
pada penampang,. Batu beku memiliki nilai resistivitas tinggi dikarenakan batu
beku memiliki sifat keras dan sangat tidak porous yang mengakibatkan fluida tidak
dapat masuk ,sehingga ketika dialiri arus listrik batu beku cenderung menahan arus
listrik tersebut.
16
5.2. Pembahasan Penampang AMT D
17
dengan nilai resistivitas mulai dari 1.8 Ohm.m sampai 2.8 Ohm.meter yang ditandai
dengan zona warna hijau pada penampang dan zona resistivitas besar dengan nilai
resistivitas mulai dari 2.8 Ohm.m sampai 4 Ohm.m. Nilai resistivitas pada
penampang tersebut merupakan nilai resistivitas hasil perhitungan logaritma sehingga
didapat nilai resistivitas dengan range kecil.
Lokasi penelitian terletak di daerah Gedong Songo ,Ungaran , Kabupaten
Semarang . Zona resistivitas kecil pada peta di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang kaya akan kandungan air. Zona dekat permukaan ini memiliki nilai
resistivitas yang sangat rendah diakibatkan karena daerah Gedong songo merupakan
daerah dataran tinggi dengan udara yang sangat dingin serta curah hujan yang sangat
intensif sehingga menebabkan tanah di daerah Gedong songo selalu dalam keadaan
basah , keadaan basah inilah yang membuat arus listrik sangat gampang di injeksi.
Selain itu menurut peta geologi pada bagian selatan penampang terdiri dari litologi
batuan gunung api gajah mungkur serta pada bagian utara penampang terdiri dari
litologi lava sumbing.
Kemudian zona resistivitas tinggi di interpretasikan sebagi zona batuan beku
produk gunung Unggaran. Zona batu beku ditandai dengan keberadaan warna merah
pada penampang, dan dibagi menjadi 2 bagian ,yaitu batuan beku pada bagian
selatan dan utara . Elevasi Batu beku bagian utara berada pada 900 mdpl sedangkan
batu beku bagian selatan berada pada 700 mdpl. Batu beku memiliki nilai
resistivitas tinggi dikarenakan batu beku memiliki sifat keras dan sangat tidak porous
yang mengakibatkan fluida tidak dapat masuk ,sehingga ketika dialiri arus listrik batu
beku cenderung menahan arus listrik tersebut.
Line pengukuran D sama sekali tidak memotong sesar utama pada daerah
Gedong songo ,namun dalam penampang resistivitas bawah permukaan ditemukan
anomali berupa zona resistivitas sedang yeng menerus secara vertikal , zona ini
terletak dibawah titik sounding D-2. Zona resistivitas sedang ini di interpretasikan
sebagai zona lemah / sesar minor , dimana sesar minor memiliki nilai resistivitas
rendah dikarenakan zona ini bersifat lemah sehingg fluida dapat dengan mudah
masuk dan melewatinya.
18
5.3. Pembahasan Penampang AMT E
19
dengan kenampakan warna biru pada penampang, kemudian zona resistivitas sedang
dengan nilai resistivitas mulai dari 1.6 Ohm.m sampai 3 Ohm.meter yang ditandai
dengan zona warna hijau pada penampang dan zona resistivitas besar dengan nilai
resistivitas mulai dari 3 Ohm.m sampai 4.8 Ohm.m. Nilai resistivitas pada
penampang tersebut merupakan nilai resistivitas hasil perhitungan logaritma sehingga
didapat nilai resistivitas dengan range kecil.
Lokasi penelitian terletak di daerah Gedong Songo ,Ungaran , Kabupaten
Semarang . Zona resistivitas kecil pada peta di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang kaya akan kandungan air. Zona dekat permukaan ini memiliki nilai
resistivitas yang sangat rendah diakibatkan karena daerah Gedong songo merupakan
daerah dataran tinggi dengan udara yang sangat dingin serta curah hujan yang sangat
intensif sehingga menebabkan tanah di daerah Gedong songo selalu dalam keadaan
basah , keadaan basah inilah yang membuat arus listrik sangat gampang di injeksi.
Selain itu menurut peta geologi pada bagian selatan penampang terdiri dari litologi
batuan gunung api gajah mungkur serta pada bagian utara penampang terdiri dari
litologi lava sumbing.
Kemudian zona resistivitas tinggi di interpretasikan sebagi zona batuan beku
produk gunung Unggaran. Zona batu beku ditandai dengan keberadaan warna merah
pada penampang,. Batu beku memiliki nilai resistivitas tinggi dikarenakan batu beku
memiliki sifat keras dan sangat tidak porous yang mengakibatkan fluida tidak dapat
masuk ,sehingga ketika dialiri arus listrik batu beku cenderung menahan arus listrik
tersebut. Batu beku pada penampang ditemukan pada elevasi 1000 meter kebawah.
20
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berikut adalah kesimpulan dari kegiatan pengolahan data AMT yang telah
telah dilakukan :
1. Dari ketiga penampang Resistivitas hasil pengukuran dan pengolahan dengan
metode AMT , Zona dengan nilai resistivitas rendah dengan kenampakan
warna biru pada penampang di interpretasikan sebagai zona dekat
permukaan yang bersifat basah dan kaya akan kandungan air, dikarenakan di
daerah penelitian udara selalu bersifat basah dengan tingkat curah hujan
tinggi . Zona dekat permukaan terdiri dari litologi batuan gunung api
gajahmungkur dan litologi lava sumbing pada bagian utara.
2. Zona nilai resistivitas tinggi dari ketiga penampang yang ditandai dengan
kenampakan warna merah di interpretasikan merupakan sebuah litologi
batuan beku hasil kegiatan vulkanik gunung ungaran.
3. Dalam penampang resistivitas bawah permukaan lintasan D ditemukan
anomali berupa zona resistivitas sedang yeng menerus secara vertikal , zona
ini terletak dibawah titik sounding D-2. Zona resistivitas sedang ini di
interpretasikan sebagai zona lemah / sesar minor
6.2. Saran
Dalam kegiatan interpretasi data dianjurkan melihat data geologi dari peta
geologi daerah penelitian karena tanpa adanya data geologi data AMT akan sangat
susah di interpretasi dan akan beresika terhadap kesalahan pebafsiran.
21