Anda di halaman 1dari 12

BAB II Geologi Regional

BAB II
GEOLOGI REGIONAL

2. 1. Geografis Regional
Secara geografis daerah penelitian terletak pada 1099.799.900 BT - 109 9.86 9.24 0 BT, -7
9.40 9,45 0 LS -7 .46
9 .77
9 0 LS. Luas daerah penelitian 7 km x 7 km = 49 km2, termasuk ke dalam
Peta Geologi Regional Lembar Banjarnegara No. 1408-4,1409-1 tahun 1975 dengan skala
1 : 100.000 terbitan Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi Bandung. Peta Rupa
Bumi Indonesia terbitan Bakosurtanal Lembar Karangpucung No. 1308-522. Daerah
penelitian secara administratif termasuk kedalam wilayah Kecamatan Lumbir, Kabupaten
Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.

2. 1. 1. Fisiografi Regional
Berdasarkan Van Bemmelen, ( 1949 ) dalam buku Geologi Of Indonesia, Jawa
Tengah terbagi atas enam zona fisiografi yaitu :
1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa
2. Zona Gunung Api Kwarter
3. Zona Antiklinorium Bogor Serayu Utara Kendeng
4. Zona Depresi Jawa Tengah
5. Zona Pegunungan Serayu Selatan
6. Zona Pegunungan Selatan Jawa

1. Zona Dataran Aluvial Utara Jawa


Zona ini memiliki lebar maksimum sampai 40 km, dimana lembah sungai Pemali
memisahkan rentangan Zona Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Utara di Jawa
Tengah. Semakin ke timur, dataran aluvial mulai menyempit hingga 20 km ke sebelah
selatan Tegal dan Pekalongan sampai menghilang sepenuhnya disebelah timur Pekalongan
dimana Tanjung dari pegunungan mencapai hingga pantai. Dataran aluvial yang subur
lainnya dibentuk oleh delta dari Sungai Bodri adalah Weleri dan Kaliwungu.
Pegunungan di Jawa Tengah dibentuk oleh dua puncak Geantiklin, yaitu oleh rentangan
Zona Serayu Utara dan Zona Serayu Selatan. Rentangan Zona Serayu Utara membentuk
suatu mata rantai penghubung antara Zona Bogor di Jawa Barat dan punggungan Kendeng
di Jawa Timur. Rentangan Zona Serayu Selatan merupakan elemen baru yang muncul dari
longitudinal depresi Zona Bandung di Jawa Barat.

2. Zona Gunungapi Kwarter

8
BAB II Geologi Regional

Zona ini tersebar di Jawa Tengah antara lain G. Slamet, G. Dieng, G. Sundoro, G.
Sumbing, G. Unggaran, G. Merapi, G. Merbabu dan G. Muria.

3. Zona Serayu Utara


Zona ini memiliki lebar 30 50 km. Di selatan Tegal, zona ini tertutupi oleh produk
gunungapi kwarter dari G. Slamet. Di bagian tengah ditutupi oleh produk volkanik kwarter
G. Rogojembangan, G. Unggaran, dan G. Dieng. Zona ini menerus ke Jawa Barat menjadi
zona Bogor dengan batas antara keduanya terletak di daerah Prupuk, Bumiayu, hingga
Ajibarang, persis di sebelah barat G. Slamet. Sedangkan ke arah timur membentuk Zona
Kendeng.

4. Zona Depresi Jawa Tengah


Zona ini menempati bagian tengah hingga selatan. Sebagian merupakan dataran
pantai dengan lebar 10 25 km. Morfologi pantai ini cukup kontras dengan pantai selatan
Jawa Barat dan Jawa Timur yang relatif lebih terjal.

5. Zona Pegunungan Serayu Selatan


Zona ini terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah yang membentuk kubah dan
pegunungan.

6. Zona Pegunungan Selatan Jawa


Zona ini memanjang di sepanjang pantai selatan Jawa membentuk morfologi pantai
yang terjal. Namun di Jawa Tengah, zona ini terputus oleh Depresi Jawa Tengah.

Berdasarkan Van Bemmelen ( 1949 ), dalam buku Geologi Of Indonesia, daerah


penelitian merupakan batas antara Gunung Api Kuarter ( Jawa Tengah ) dan Zona Depresi
( Jawa Tengah ), tepatnya berada di bagian barat Zona Serayu Utara.

9
BAB II Geologi Regional

Gambar 2.1. Zona Fisiografi Daerah Jawa Tengah menurut Van Bemmelen, ( 1949 )

2. 1. 2. Geomorfologi Daerah Penelitian


Berdasarkan pembagian fisiografi Jawa Tengah ( Van Bemmelen, 1949 ), maka
daerah penelitian terletak pada Zona Gunung Api Kuarter, dan berdasarkan hasil
interpretasi peta topografi skala 1: 25.000 maka penulis dapatkan beberapa satuan
geomorfologi, akan tetapi satuan geomorfologi yang penulis dapatkan hanya pada tahapan
morfometri dan kenampakan pada peta kontur, dimana pembagian satuan geomorfologi
hanya didasarkan pada bentuk daripada bentang alamnya saja. Berdasarkan pada konsep
yang dikemukakan W.M Davis (1954) dalam Thornbury W.D, (1969), dalam buku
Djauhari Noor Penghantar Geologi Dasar, yang meliputi aspek struktur, proses dan
tahapan, maka geomorfologi daerah penelitian dikelompokkan menjadi 2 (dua) satuan
geomorfologi yaitu:
1. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial
2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Bergelombang Kuat

1. Satuan Geomorfologi Dataran Aluvial


Satuan geomorfologi dataran aluvial ini menempati sekitar + 8 % dari luas daerah
penelitian. Satuan geomorfologi ini pada peta geomorfologi diwakili oleh warna abu -
abu. Sungai Cihaur yang terdapat di bagian barat laut lokasi penelitian. Satuan
Geomorfologi ini memiliki ketinggian antara 40 50 mdpl.

10
BAB II Geologi Regional

3. Satuan Geomofologi Perbukitan Bergelombang Kuat


Satuan geomorfologi perbukitan lipat patahan menempati + 92 % dari total luas
daerah penelitian. Satuan geomorfologi ini pada peta geomorfologi diwakili oleh warna
merah tua. Satuan geomorfologi ini menyebar di bagian utara hingga barat daerah
penelitian meiputi Daerah Karangkemoji, Cidora, Katanggayam dan daerah Citembong.
Geomorfologi ini berada pada interval kontur antara 100 450 mdpl.

Gambar 2.2. Peta Morfologi daerah Penelitian ( Penulis 2017 )

2. 1. 3. Pola Aliran Sungai


Berdasarkan hasil interpretasi dari peta Rupa Bumi Indonesia terbitan
Bakosurtanal lembar Karangpucung No. 1308 522 dengan sekala 1 : 25. 000, pola aliran
sungai yang berkembang secara umum di daerah penelitian yaitu pola aliran sungai trellis
dan dendritik.

1. Pola Aliran Trellis


Pola aliran sungai yang menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai pada
perbukitan lipatan. Pola aliran ini dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus disepanjang

11
BAB II Geologi Regional

lembah dengan cabang cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya.
Sungai utama dengan cabang cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga
menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk
pagar dan dikontrol oleh struktur struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antiklin.
Sungai ini dicirikan oleh aliran yang sejajar, mengalir searah dengan kemiringan dan tegak
lurus dengan sungai utama. Adapun sungai sungai yang termasuk dalam pola aliran
trellis tersebut adalah S. Petujah, S. Petujah Butek, S, Petujah Bening, S. Lembu, S.
Jurang, S. Gintung, S. Cisaat dan Sungai Cacaban.

2. Pola Aliran Dendritik


Pola aliran sungai dendritik yaitu pola aliran sungai yang memperlihatkan seperti
batang pohon serta cabang cabangnya, mengalir ke semua arah dan menyatu di induk
sungai. Terdapat pada daerah dengan struktur batuan yang homogen atau lapisan batuan
sedimen horizontal. Adapun Sungai sungai yang termasuk dalam pola aliran dendritik
adalah S. Kalihawur, anak Sungai Petujah dan anak Sungai Pamali.

2. 1. 4. Stadium Erosi
Berdasarkan hasil interpretasi peta topografi, stadium erosi di daerah penelitian
diperkirakan berada pada stadium muda, dewasa dan tua. Ditandai dengan beberapa sungai
di daerah penelitian memiliki lebar sungai yang kecil hingga yang besar dan terdapat
endapan alluvial ditengah sungai serta memiliki banyak air terjun dimana topografi daerah
penilitian banyak terdapat tebing tebing bukit yang curam menandakan stadia erosi
daerah ini tergolong lemah hingga kuat.

12
BAB II Geologi Regional

Gambar 2.3. Peta Pola Aliran Sungai Daerah Penelitian ( Penulis 2017 )

2. 2. Stratigrafi
Stratigrafi merupakan studi mengenai sejarah, komposisi, dan umur relatif serta
distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan lapisan batuan untuk menjelaskan
sejarah terjadinya pembentukan batuan tersebut.

2. 2. 1. Stratigrafi Regional
Daerah penelitian merupakan transisi antara bagian utara zona gunung api Kwarter
dan bagian selatan zona Depresi Jawa Tengah ( Van Bemmelen, 1949 ). Mengenai batuan
yang tertua yang tersingkap di daerah ini menurut W.H.Condon, L. Pardyanto, K.B.
Kenter, T.C.Amin,S.Gafoer,dan H Samodra (1996), menyatakan bahwa Fomasi Totogan
adalah satuan batuan yang paling tua yang tersingkap di daerah ini.
Penulis sementara mengacu pada W.H.Condon, L. Pardyanto, K.B. Kenter,
T.C.Amin,S.Gafoer,dan H Samodra (1996).
Batuan yang tertua di daerah ini menurut W.H.Condon, L. Pardyanto, K.B. Kenter,
T.C.Amin,S.Gafoer,dan H Samodra (1996), adalah batuan yang berumur Tersier, yang
tersusun breksi, batulempung, napal, batupasir, konglomerat dan tuff, bagian bawah terdiri
dari perselingan ta teratur breksi, batulempung, napal, dan konglomerat, setempat sisipan

13
BAB II Geologi Regional

batupasir breksi anekabahan komponen menyudut berupa batulempung,batusabak,


batupasir, batugamping fosilan, basal, sekis, granit, kuarsa, dan rijang radiolaria, selain
fosil foraminifera plangton yang menunjukan umur oligosen sampai miosen awal di
lingkungan pengendapan batial atas runtunan batuan secara keseluruhanmerupakan
endapan olistosqrn.

Di atas satuan ini diendapkan secara selaras Formasi Waturanda yang berumur
Miosen awal. Formasi waturanda merupakan formasi yang tersingkap di daerah penelitian.
Formasi tersebut diendapkan melalui mekanisme turbidit pada kipas bawah laut ( submarin
fan ).
Di atas Formasi Wturanda secara tidak selaras di atasnya diendapkan Formasi
endapan undak, di atasnya Formasi Kumbang secara selaras diendapkan Formasi Tapak,
yang diperkirakan diendapkan di laut dangkal pada kala Pliosen Awal Pliosen Tengah. Di
atas Formasi Tapak secara tidak selaras di atasnya diendapkan Formasi Kalibiuk pada kala
Pliosen Tengah.
Formasi Kaliglagah diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Kalibiuk, pada
lingkungan transisi sampai darat pada kala Pliosen Akhir. Di atas Formasi Kaliglagah
diendapkan Formasi Mengger dan Formasi Gintung pada lingkungan darat. Formasi
Mengger merupakan produk volkanik dari G. Slamet muda yang berumur Pliosen Awal,
sedangkan Formasi Gintung berumur Pliosen Tengah.
Selanjutnya secara selaras di atas Formasi Gintung diendapkan Formasi Lingopodo yaitu
berupa produk Gunung Api G. Slamet muda dengan endapan aluvial pada lingkungan darat
pada kala Pliosen Akhir- Holosen.

14
BAB II Geologi Regional

Tabel 2.1. Stratigrafi Regional Serayu Utara dan bagian timur Zona Bogor
( Van Bemmelen, 1949 ).

2. 2. 2. Stratigrafi Daerah Penelitian


Berdasarkan hasil studi dari Peta Geologi Regional Lembar Majenang dengan skala
1 : 100.000 oleh Kastowo ( 1975 ), serta beberapa hasil peneliti terdahulu, maka
diperkirakan urut urutan stratigrafi pada daerah penelitian yang terbagi atas 5 satuan
litostratigrafi. Satuan satuan tersebut yaitu sebagai berikut ( Tua ke Muda ) :
1. Aluvium: krikil, pasir, lanau dan lempung, endapan sungai dan rawa, tebal
sehinggah 150m
2. Batuan gunungapi sundoro: lava andesit augit-olivin,breksi aliran, breksi
piroklastika dan lahar (Qso terbentuk dari krucut gunungapi permulaan yang
sebagian telah tertimbun, Qsu: dari kerucut utama dari gunungapi, Qsuy: terutama
dari aliran lava kerucut gunungapi)
3. Endapan undak: pasir, lanau, tuff, konglomerat, batupasir tufan dan breksi tuffan.
tersebar di sepanjang lembah serayu.

15
BAB II Geologi Regional

4. Anggota breksi formasi linggung : breksi gunungapi (aglomerat) bersusunan


bersusunan andesit hornoblande, dan tuff, merupakan bagian atas ligung
5. Formasi Damar : Batulempung tuffan, Breksi Gunungapi,batupasir, Tuff dan
konglomerat; setempat mencakupendapan lahar. Breksi gunungapi dan tuff
tersusun andesit, sedangkan konglomerat yang bersifat basal.
6. Anggota breksi formasi tapak: breksi gunungapi dan batupasir tuffan. breksi
bersusunan andesit mengandung urat-urat kalsit batupasir tuffan di beberapa tempat
mengandung sisa tumbuhan tebal 200m ke arah selatanK. serayu di kolerasikan
dengan formasi peniron menjemario dengan bagian bawah formasi kalibiuk dan
menidih tak-selaras formasi kumbang
7. Formasi waturanda: batupasir, breksi, konglomerat, lahar dan sisipan
batulempung batupasir wake komponen bersusun andesit dan basalt.
piroksenmenunjol,kasar-krikilan, mineral bijih batlempung mengandung
foraminifera berumur miosen akhir tengah struktur sedimen berupa perlapisan
bersusun, perairan sejajar dan konvolut lingkungan pengendapan laut dalam
sebagian batuan terendapkan oleh arus turbidit.
8. Formasi totogan: breksi, batulempung, napal, batupasir, konglomerat dan tuff,
bagian bawah terdiri dari perselingan ta teratur breksi, batulempung, napal, dan
konglomerat, setempat sisipan batupasir breksi anekabahan komponen menyudut
berupa batulempung,batusabak, batupasir, batugamping fosilan, basal, sekis, granit,
kuarsa, dan rijang radiolaria, selain fosil foraminifera plangton yang menunjukan
umur oligosen sampai miosen awal di lingkungan pengendapan batial atas
runtunan batuan secara keseluruhanmerupakan endapan olistosqrn.

ung

16
BAB II Geologi Regional

pi Tua Dari G.Slandapan lahar dari G.Slamet d


2. 3. Struktur Geologi
2. 3. 1. Struktur Geologi Regional
Menurut Pulunggono dan Martojoyo (1949), di Pulau Jawa dikenal ada tiga pola
struktur dominan, antara lain Pola Meratus, Pola Sunda dan Pola Jawa ( Gbr. 2.5 ). Ketiga
pola tersebut terbentuk pada waktu yang berbeda dan menghasilkan kondisi tektonik yang
berbeda pula.
Pola Meratus terbentuk pada Zaman Kapur Akhir Eosen Awal dan berarah NE
SW. Pola tersebut terbentuk pada saat rejim kompresi yang berasosiasi dengan subduksi
pada Zaman Kapur Akhir Eosen. Di Jawa Barat, Pola Meratus diwakili oleh Sesar
Cimandri. Di Jawa Tengah, singkapan batuan Pra Tersier terdapat di Kali Loh Ulo juga
menunjukan arah yang sama. Sedangkan di Jawa Timur, pola ini terlihat dominan di
kawasan lepas pantai utaranya.
Pola Sunda terbentuk pada Kala Eosen Oligosen berupa struktur regangan yang
berarah N S. Purnomo dan Purwoko ( 1994 ) menyebut periode ini sebagai Paleogen
Ekstensional Rifting, yang di awali dengan proses rifting yang mengawali pembentukan
cekungan cekungan Tersier di Jawa. Pola ini umumnya terdapat di bagian barat Pulau

17
BAB II Geologi Regional

Jawa dan dapat ditelusuri hingga ke Sumatera. Arah ini diwakili oleh sesar sesar yang
membatasi Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna.
Pola Jawa mulai terbentuk pada kala Oligosen Akhir Miosen Awal yang
berkaitan dengan terbentuknya jalur penujaman baru di selatan Jawa, yang megakibatkan
Pulau Jawa mengalami kompresi. Pola ini umumnya berupa sesar naik dan sesar mendatar.
Data seismik di Jawa Utara menunjukan bahwa sesar sesar naik dari Pulau Jawa ini
masih aktif sampai sekarang. Purnomo dan Purwoko menyebut periode ini sebagai
Neogen Compresional Wrenching hingga Plio Plistosen Compresional Trush Folding.

Gambar 2. 5. Pola Struktur Jawa ( Pulunggono dan Martojoyo, 1994)

2. 3. 2. Struktur Geologi Daerah Penelitian


Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Banjarnegara No. 1408-4,1409-1 tahun
1975 dengan sekala 1 : 100.000 ( Kastowo, 1975 ), maka terdapat beberapa struktur yang
berkembang di daerah penelitian. Adapun struktur yang berkembang di daerah penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Sesar
Sesar adalah akibat dari terus bekerjanya gaya pada batuan dimana batas elastisitas
daripada batuan tersebut telah terlampaui. Sesar yang terdapat di daerah penelitian adalah
aebagai berikut :
1. Sesar Mendatar Pucungkerep
Sesar ini terdapat di daerah Pucungkerep dengan arah barat daya Tenggara

18
BAB II Geologi Regional

2. Sesar Mendatar Gambaran


Sesar ini terdapat di daerah Gambaran dengan arah utara Tenggara
3. Sesar Mendatar Tanjung Anom
Sesar ini terdapat di Tanjung Anomdengan arah utara Tenggara
4. Sesar Mendatar Kaliwiro
Sesar ini terdapat di Cikopeng dengan arah barat daya Tenggara
5. Sesar Purwasari

19

Anda mungkin juga menyukai